BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang
berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya
sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi pembayaran, serta alat
transmisi kebijakan moneter.
Dunia perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat berperan
dalam bidang perekonomian suatu Negara, khususnya di bidang pembiayaan
perekonomian. Berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang
perbankan, “bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak”.
Kegiatan penghimpunan dana berasal dari bank itu sendiri, dari
deposan/nasabah, pinjaman dari bank lain maupun Bank Indonesia, dan dari
sumber lainnya. Sedangkan, kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi dalam bentuk
aktiva tetap dan inventaris. Dengan demikian, bank merupakan bagian dari
lembaga keuangan yang memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana
dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkannya kembali kepada
Menurut Malayu (2002), dana bank ini digolongkan atas:
a. Lonable Funds, yaitu dana-dana yang selain digunakan untuk kredit
juga digunakan sebagai secondary reserves dan surat-surat
berharga.
b.Unloable Funds, yaitu dan-dana yang digunakan semata-mata hanya
sebagai primary reserves.
c. Equity Funds, yaitu dana-dana yang dapat dialokasikan terhadap
aktiva tetap inventaris dan penyertaan.
Dana bank ini hanya berasal dari dua sumber saja, yaitu dana sendiri dan
dana asing.
1. Dana sendiri (dana intern), yaitu dana yang bersumber dari dalam bank,
seperti setoran modal/penjualan saham, pemupukan cadangan, laba yang
ditahan, dan lain-lain. Dana ini sifatnya tetap.
2. Dana asing (dana ekstern), yaitu dana yang bersumber dari pihak ketiga
seperti deposito, giro, call money, dan lain-lain. Dana ini sifatnya
sementara atau harus dikembalikan.
Menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia, untuk menilai keuangan perbankan digunakan lima aspek penilaian bank
yaitu Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity. Dimana
Capital didasari kepada Capital Adequacy Ratio (CAR), aspek Assets
meliputi Return on Asets (ROA) dan Non Performing Loan (NPL), aspek Earnings meliputi Net Interest Margin (NIM) dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), sedangkan aspek Liquidity meliputi Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Giro Wajib Minimum (GWM).
Dengan semakin berkembangnya dunia perbankan yang disertai dengan
krisis keuangan global, maka persaingan antar bank semakin ketat. Untuk
menjaga kelangsungan hidup bank dalam menghadapi persaingan yang ketat
tersebut, maka diperlukan suatu penanganan dan pengelolaan sumber daya yang
dilakukan oleh pihak manajemen dengan baik agar dapat menghasilkan
akan datang. Pencapaian tujuan yang dimaksud tersebut pada suatu bank adalah
memaksimalkan laba dengan mengelola modal yang dimiliki, menjaga kualitas
aset produktif dan non produktif yang dimiliki, serta mengelola dana masyarakat
dengan baik.
Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan.
“Kinerja suatu bank dapat dilihat dari aspek likuiditas, yaitu penilaian atas
kemampuan bank untuk membayar semua hutang-hutangnya terutama simpanan
tabungan, giro, dan deposito pada saat ditagih dan dapat memenuhi setiap
permohonan kredit (Kasmir, 2008:50)”.
Bank yang selalu dapat menjaga kinerjanya dengan baik terutama tingkat
likuiditas yang baik, maka kemungkinan nilai saham dari bank yang bersangkutan
di pasar sekunder dan jumlah dana dari pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan
akan naik. “Kenaikan nilai saham dan jumlah dana pihak ketiga ini merupakan
salah satu indikator naiknya kepercayaan masyarakat kepada bank yang
bersangkutan (Azwir, 2006)”.
Kepercayaan dan loyalitas pemilik dana terhadap bank merupakan faktor yang sangat membantu dan mempermudah pihak manajemen bank untuk menyusun strategi bisnis yang baik. Sebaliknya para pemilik dana yang kurang menaruh kepercayaan kepada bank yang bersangkutan maka loyalitasnya pun juga sangat tipis, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi bank yang bersangkutan karena pemilik dana ini sewaktu-waktu dapat menarik dananya dan memindahkannya ke bank lain (Azwir, 2006).
Hubungan antara DPK dan kredit ditunjukkan oleh Loan to Deposit
Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang mengukur
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Rivai, et al, 2007:394).
Semakin tinggi rasio, memberikan gambaran bahwa rendahnya kemampuan
likuiditas bank yang bersangkutan. LDR juga dapat menjadi indikator utama
dalam menilai fungsi intermediasi perbankan. Semakin tinggi penyaluran kredit
menggunakan DPK, maka fungsi intermediasi perbankan berjalan dengan sangat
baik. Sebaliknya, rendahnya penyaluran kredit menggunakan DPK menunjukkan
fungsi intermediasi tidak berjalan dengan lancar. Penyebab rendahnya LDR ialah
karena DPK tidak disalurkan kembali kepada masyarakat, melainkan digunakan
untuk kepentingan lain seperti membeli inventaris dan lain-lain.
Jumlah kredit yang diberikan sebagai alat indikator yang dapat
mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR), semakin banyak jumlah kredit yang
diberikan semakin tinggi pula LDR, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa
saat jumlah kredit yang diberikan dan LDR tinggi maka laba yang diperoleh bank
melalui pendapatan bunga pun akan tinggi.
Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) suatu bank haruslah dijaga agar tidak
menjadi terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Untuk itu, diperlukan suatu standar
mengenai tingkat LDR. Bank Indonesia selaku otoritas moneter menetapkan batas
LDR berada pada tingkat 85%-100% dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.
26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Namun, per tanggal 1 Maret 2011, BI akan
memperlakukan peraturan Bank Indonesia No. 12/19/PBI/2010 yang berisi
ketentuan standar LDR pada tingkat 78%-100%.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997
yang terjadi kala itu membuat sektor perbankan terpuruk dan memaksa
pemerintah untuk melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak sehat dan tidak layak
lagi untuk menjalankan usahanya. Demikian pula krisis keuangan global pada
tahun 2008-2009 membawa dampak buruk pada sektor perbankan yaitu berimbas
pada penurunan ekspansi kredit perbankan. Dengan terjadinya berbagai krisis
keuangan tersebut maka dapat menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat
terhadap industri perbankan. Di tengah krisis multidimensi yang terjadi, industri
perbankan harus menarik kembali nasabah ataupun calon nasabah untuk
menyimpan dananya di bank. Kepercayaan masyarakat yang kembali baik akan
mendorong industri perbankan untuk lebih baik sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Bank harus tetap menjaga kepercayaan masyarakat supaya masyarakat tidak
ragu lagi dalam menyimpan dananya di bank. Semakin banyak masyarakat yang
menyimpan dananya di bank maka akan meningkatkan penyaluran kredit oleh
bank kepada masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat sumber utama
pendapatan bank berasal dari kegiatan penyaluran kredit dalam bentuk pendapatan
bunga. Selain itu dengan meningkatnya penyaluran kredit oleh bank dapat
mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional karena
memudahkan berbagai pihak dalam menjalankan aktivitasnya khususnya bagi
perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, serta masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan dananya. Menurut Arisandi (2008) terdapat 4 alasan
mengapa usaha bank terkonsentrasi dalam penyaluran kredit yaitu:
kredit memberikan spread yang pasti sehingga besarnya pendapatan dapat diperkirakan. Ketiga, melihat posisinya dalam pelaksanaan kebijaksanaan moneter, perbankan merupakan sektor usaha yang kegiatannya paling diatur dan dibatasi. Keempat, sumber utama dana bank berasal dari dana masyarakat sehingga secara moral mereka harus menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei
2004, “LDR dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak ketiga
(tidak termasuk antarbank) dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencakup
giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antarbank)”. Berdasarkan pengertian
tersebut dapat diketahui bahwa apabila rasio LDR tinggi maka tingkat likuiditas
bank rendah dan sebaliknya apabila rasio LDR rendah maka tingkat likuiditas
bank tinggi. Menurut Dendawijaya (2003) bahwa
Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman, dan sebagainya.
Dengan demikian maka nilai CAR yang tinggi dapat mengindikasikan
bahwa bank mempunyai modal yang cukup baik untuk menunjang operasionalnya
serta mampu dalam menanggung risiko-risiko yang terjadi khususnya dalam
risiko kredit. Bank harus menjaga nilai CAR tetap optimal karena modal berperan
sangat penting dalam memperlancar operasional sebuah bank sehingga LDR akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan kredit perbankan. Sesuai
dengan aturan BI, besarnya CAR yang harus dicapai bank minimal 8%.
Sejalan dengan semakin kompleksnya produk yang ditawarkan oleh bank
salah satu produk bank yang menjadi perhatian utama bank dimana terdapat
kemungkinan akan adanya risiko gagal bayar atau yang disebut dengan Non
Performing Loan (NPL). NPL ini menunjukkan kemampuan kolektibilitas bank
dalam mengumpulkan kembali kredit yang telah dikeluarkan oleh bank sampai
terkumpul sepenuhnya. NPL merupakan persentase jumlah kredit bermasalah
(kurang lancar, diragukan, dan macet) terhadap total kredit yang dikeluarkan oleh
bank. Semakin tinggi tingkat NPL menunjukkan bahwa bank tidak kompeten
dalam mengelola kreditnya serta mengindikasikan bahwa tingkat risiko atas
pemberian kredit pada bank tersebut cukup tinggi. Tinggi rendahnya NPL dapat
mempengaruhi kebijakan bank dalam menyalurkan kreditnya sehingga nantinya
akan mempengaruhi LDR. Menurut BI besarnya ketentuan tingkat maksimum
NPL adalah 5%.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya LDR adalah Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO). BOPO menurut kamus
keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas
operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya.
Menurut Dendawijaya (2004), rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam
mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka
keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar. Semakin rendah BOPO
LDR pada perbankan. Nilai rasio yang ideal berada antara 50- 75% sesuai dengan
ketentuan BI.
Dalam rangka menjalankan kegiatan operasionalnya, bank harus
memperhatikan aspek profitabilitas. Profitabilitas merupakan tolok ukur untuk
mengetahui laba yang dihasilkan oleh bank. Besar kecilnya laba yang dihasilkan
oleh bank sangat dipengaruhi oleh kinerja bank dalam mengelola dana yang
dihimpun dari masyarakat. Bank yang mampu menghasilkan laba tinggi berarti
bank tersebut dapat menjalankan usahanya secara efisien. Profitabilitas disini
dihitung menggunakan rasio Return On Asset (ROA)karena Bank Indonesia lebih
mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan assets yang
dananya sebagian besar berasal dari dana simpanan masyarakat (Dendawijaya,
2003). Nilai ROA yang tinggi mengindikasikan bahwa bank memperoleh
laba/keuntungan yang tinggi dan sebaliknya nilai ROA yang rendah
mengindikasikan bahwa bank memperoleh laba/keuntungan yang rendah. Tinggi
rendahnya ROA yang dihasilkan oleh bank akan berpengaruh terhadap besar
kecilnya jumlah penyaluran kredit oleh bank, sejalan dengan meningkatnya kredit
maka akan meningkatkan LDR itu sendiri.
Net Interest Margin (NIM) atau Marjin Bunga Bersih adalah Rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva
produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Apabila LDR
semakin tinggi pada Bank akan memberikan resiko yang besar atas gagalnya
kredit yang telah disalurkan kepada masyarakat. Standard yang ditetapkan BI
Menurut Kasmir (2004) “Dana Pihak Ketiga memiliki kontribusi terbesar
dari beberapa sumber dana tersebut sehingga jumlah dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpun oleh suatu bank akan mempengaruhi kemampuannya dalam
menyalurkan kredit”. Kredit diberikan kepada para debitur yang telah memenuhi
syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian yang dilakukan antara pihak
debitur dengan pihak bank.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP, 31 Mei 2004,
alasan dipilihnya Loan to Deposit Ratio (LDR) sebagai variable dependen
dikarenakan rasio dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada pihak
ketiga (tidak termasuk antar bank) dengan DPK yang mencakup giro, tabungan,
dan deposito (tidak termasuk antar bank).
Adanya katerbatasan data yang bersumber dari Annual Report yang
diterbitkan oleh perusahaan perbankan yang go public menyebabkan periode
penelitian yang digunakan terbatas hingga tahun 2013. Nilai Loan to Deposit
Ratio (LDR) masing-masing Bank dari tahun 2009 hingga 2013 mengalami
perubahan setiap periodenya. Hal ini diakibatkan dari tidak stabilnya tingkat
pertumbuhan bank dalam jangka panjang di Indonesia sehingga diperlukan
prediksi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR).
Tabel 1.1 berikut ini adalah kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR) pada
Tabel 1.1
Loan to Deposit Ratio (LDR) Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 - 2013 (dalam %)
No Nama Bank 2009 2010 2011 2012 2013
11 Bank Internasional Indonesia Tbk 82,93 89,03 95,07 92,97 93,24
12 Bank Mandiri (Persero) Tbk 59,15 65,44 71,65 77,66 82,97
22 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk 101,29 108,42 102,57 100,9 104,42
23 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 85 91,39 85,1 86,18 88,33
24 Bank Victoria Internasional Tbk 50,43 40,22 63,62 67,59 74,02
25 Bank Windu Kentjana Internasional Tbk 65,81 81,29 79,3 80,22 82,73
26 Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk 80,99 86,68 65,79 82,48 87,11
27 Bank QNB Kesawan Tbk 66,97 71,65 75,48 87,37 113,3
Rata – Rata 73,89 75,63 78,53 81,93 86,43
Sumber : IDX Fact Book 2009-2013
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa Loan to Deposit Ratio
(LDR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
mencapai tingkat standard ukuran bank di indonesia yaitu 78%-100%. Tetapi
rata-rata bank yang go public pada tahun 2009 yaitu 73,89% dan 2010 yaitu
75,63% belum mencapai tingkat standard ukuran bank di Indonesia yaitu
78-%-100%. Bank yang LDRnya terlalu tinggi juga tidak selamanya baik karena berarti
likuiditasnya ketat juga berpotensi menimbulkan permasalahan ketika
membutuhkan likuiditas disaat pasokan mengetat.
Prediksi terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat dilakukan dengan
melihat rasio keuangan perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan
(NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA),
Net Interest Margin (NIM) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) karena rasio-rasio
keuangan tersebut merupakan rasio yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk
mengukur tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari fungsi bank sebagai lembaga
intermediary.
Kondisi Perkembangan CAR, NPL, BOPO, ROA, NIM dan DPK pada
pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun
Tabel 1.2
Rata- Rata CAR, NPL, BOPO, ROA, NIM dan DPK pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009 - 2013
(dalam %)
Jenis Rasio 2009 2010 2011 2012 2013
Capital Adequacy Ratio (CAR) 17,76 15,98 15,91 15,79 16,09
Non Performing Loan (NPL) 4,18 3,52 2,41 2,02 2,04
Operating Expenses/Operating Income (BOPO) 87,21 83,31 83,24 81,1 85,03
Return On Asset (ROA) 1,72 2,65 3,42 2,18 1,77
Net Interest Margin (NIM) 5,83 5,87 7,64 5,85 5,46
Loan to Deposit Ratio (LDR) 73,89 75,63 78,53 81,93 84,43
Dana Pihak Ketiga (DPK) 24,68 25,14 20,17 18,81 18,49
Sumber : IDX Fact Book 2009-2013 (Data Diolah)
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata nilai CAR pada perusahaan
perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami penurunan
dan kenaikan dan diikuti dengan LDR tahun 2008 hingga 2012 yang mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Hal ini bertentangan dengan teori dimana apabila CAR
mengalami peningkatan maka LDR akan juga mengalami kenaikan dan begitu
juga sebaliknya.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata NPL pada perusahaan
perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami penurunan
setiap tahunnya. Fakta ini sejalan dengan teori dimana NPL menunjukan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit yang bermasalah yang
diberikan oleh bank. Jika kredit macet menurun tiap tahunnya maka akan
meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan kreditnya, semakin rendah
rasio akan semakin baik kualitas kredit bank sehingga menyebabkan jumlah kredit
bermasalah semakin sedikit dan kemungkinan suatu bank dalam kondisi yang
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata BOPO pada perusahaan
perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan dan
penurunan setiap tahunnya. Jika BOPO terlalu tingi tidak selamanya baik karena
berarti likuiditasnya ketat juga berpotensi akan menimbulkan permasalahan yaitu
ketika membutuhkan likuiditas di saat pasokan mengetat.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata ROA pada perusahaan
perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 tidak stabil mengalami
kenaikan dan penurunan. Diikuti juga dengan rasio LDR yang mengalami
kenaikan setiap tahun. Hal ini bertentangan dengan teori dimana apabila ROA
mengalami peningkatan maka LDR juga harus meningkat, sehingga tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut besar dan modal bank juga semakin besar.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata NIM pada perusahaan
perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 tidak stabil mengalami
kenaikan dan penurunan. Sedangkan LDR mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana pada saat rasio NIM mengalami kenaikan
maka LDR juga akan mengalami kenaikan. Dapat dilihat dari tabel ketika NIM
menurun LDR meningkat dan sebaliknya.
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata LDR pada perusahaan
perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan
setiap tahunnya hingga mencapai tingkat standard ukuran bank di indonesia yaitu
Berdasarkan perbandingan data diatas rata-rata DPK pada perusahaan
perbankan yang go public pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami kenaikan dan
penurunan setiap tahunnya.
Penelitian ini adalah replikasi atau pengembangan dari penelitian
terdahulu Seandy Nandadipa (2010) dengan judul “Analisis Pngaruh CAR, NPL,
Inflasi, Pertumbuhan DPK, dan Exchange Rate Terhadap LDR” (Studi Kasus
Pada Bank Umum di Indonesia Periode 2004-2008). Dari hasil penelitiannya
menyebutkan bahwa secara parsial variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Non
Performing Loan (NPL), Inflasi, dan Exchange Rate berpengaruh negatif
signifikan terhadap LDR, sedangkan Pertumbuhan DPK berpengaruh
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap LDR. Sedangkan secara simultan
semua variabel yakni CAR, NPL, Inflasi, pertumbuhan DPK, dan inflasi
berpengaruh signifikan terhadap LDR.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan peneliti
adalah pada variabel independennya (variabel bebas), dan peneliti adalah pemula
atau peneliti pertama yang melakukan penelitian ini dengan menambahkan
variabel pemoderasi yaitu Dana Pihak Ketiga, objek penelitian dan tahun
penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Rasio Capital
Pihak Ketiga (DPK) Sebagai Variabel Moderating.” (Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2013).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,
maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing
Loan (NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO),
Return On Asset (ROA), dan Net Interest Margin (NIM) secara
parsial dan simultan berpengaruh terhadap Loan to Deposit Ratio
(LDR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2009-2013 ?
2. Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai variabel moderating
mampu memoderasi hubungan antara variabel Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating
Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA), dan
Net Interest Margin (NIM) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR)
pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh rasio Capital
Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating
Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA), dan
Net Interest Margin (NIM) secara parsial dan simultan berpengaruh
terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) pada perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2009-2013.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kemampuan Dana Pihak
Ketiga (DPK) dalam memoderasi hubungan antara variabel
Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL),
Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset
(ROA), dan Net Interest Margin (NIM) dengan Loan to Deposit
Ratio (LDR) pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2009-2013.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti.
Penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan dan wawasan
tentang pengaruh bagi peneliti di bidang keuangan, khususnya
mengenai pengelolaan kinerja perbankan.
b. Bagi perusahaan.
Perusahaan dapat mengetahui kondisi kinerja keuangannya untuk
memberikan informasi kepada investor dan menentukan
kebijakan-kebijakan untuk kelangsungan hidup perusahaan dimasa yang akan
datang. Dan sebagai Bahan pertimbangan dan referensi bagi
perbankan di Indonesia dalam pengambilan keputusan mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR).
c. Bagi investor.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dalam
pengambilan keputusan untuk berinvestasi khususnya di perbankan.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya.
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan