BAB II
MENGENAL LEBIH DEKAT
Meski tidak semua aspek kehidupan di lingkungan tapak proyek dipengaruhi oleh
keberadaan sungai Deli, namun bagi beberapa pihak sungai ini telah menjadi
bagian dari hidup mereka.
2.1. Sungai Deli ---- Parit Raksasa
Keadaan aliran sungai Deli sangat jauh dari kriteria baik. Beberapa media
cetak bahkan menyebutnya sebagai parit buruk raksasa. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi hal ini. Pertama, kondisi hutan di hulu Sungai Deli, yakni di
daerah Sibolangit memang sudah semakin rusak dan luasnya semakin berkurang
setiap tahun. Kemudian kondisi sungai dibagian tengah tidak lebih baik dari itu.
Limbah industri dan rumah tangga sudah menjadi pemandangan umum di
sepanjang aliran sungai. Sampah-sampah tersebut menumpuk di dasar sungai dan
menyebabkan pendangkalan setiap tahunnya. Saat meninjau lokasi proyek kami
mendapati ketinggian air sungai di dalam tapak hanya sekitar 30 cm. Warga yang
tinggal di bantaran sungai itu menjelaskan bahwa ketinggian air sungai biasanya
hanya mencapai 30 cm- 50 cm saat tidak ada hujan. Debit air Sungai Deli
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penyebab utama hal ini adalah
bulannya, dan mencapai debit terbesar pada bulan September hingga Oktober. Hal
ini memang tampak secara nyata sebab musim hujan berlangsung dari bulan
September hingga Desember dan seringkali mendatangkan banjir di Kota Medan.
Pengukuran debit air di Titi Gg. Sejarah dari tahun 1990 –2004 menunjukkan
penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 debit air Sungai Deli hampir
mencapai 20 m3/s sedangkan pada tahun 2004 debit air sungai hanya mencapai 5
m3/s.
Selain itu keadaan ini diperburuk dengan pemukiman liar di sepanjang pinggir
sungai. Ada sekitar dua ratus kepala keluarga yang bermukim di sepanjang daerah
Gambar 2.1. Grafik debit bulanan air Sungai Deli Sumber : dokumen Bapedalda 2006
aliran sungai Deli di Kelurahan Hamdan. Rumah-rumah warga telah mengambil
alih lahan yang seharusnya menjadi daerah resapan sungai. Kawasan muka
sungai ini menjadi tempat bagi mereka untuk beraktivitas. Anak-anak umumnya
mandi di sana. Sebagian besar warga juga menggunakan air sungai untuk mencuci
pakaian di sana. Mereka bahkan membuat sebuah tempat bersama yang digunakan
saat mencuci dan bagi anak-anak yang berkumpul di sana.
Buruknya kondisi kawasan aliran sungai Deli sebagai salah satu sungai
utama yang mengaliri Kota Medan telah membawa pengaruh buruk bagi kawasan
sekitarnya, bahkan Kota Medan sendiri. Bencana banjir adalah salah satu dampak
paling nyata yang ditimbulkan oleh kondisi ini. Kejadian banjir di Kota Medan
rata-rata 10-12 kali/tahun. Kawasan bantaran sungai kerap kali terkena dampak
banjir ini. Saat banjir sedang rumah-rumah di bantaran ini bisa terendam hingga
1,20 meter dari lantai. Sedangkan pada saat banjir besar, yang ditimbulkan oleh
banjir kiriman dari hulu sungai, rumah-rumah warga ini bisa terendam sampai
empat meter (mencapai atap). Kondisi ini tentu tidak nyaman bagi para warga
tersebut, dan menunjukkan bahwa sudah selayaknya pemukiman mereka
direlokasi sebab daerah aliran sungai itu tidak layak untuk dihuni.
Gambar 2.4. Kondisi di pinggir Sungai Deli yang diisi dengan pemukiman liar Sumber : dokumen pribadi
Aktivitas dalam Tapak--- pertimbangan terhadap proyek
Aktivitas di dalam tapak adalah hunian, perkantoran dan pertokoan. Oleh
karena perancangan apartemen ditujukan untuk golongan menengah ke atas, maka
masyarakat ekonomi bawah yang tinggal tidak menjadi pertimbangan. Namun
sebagai bagian dari perancangan, usaha relokasi masyarakat bantaran sungai Deli
perlu direncanakan dengan baik, termasuk bagaimana proses dan sosialisasinya.
Warga yang tinggal di bantaran sungai sebenarnya adalah warga ilegal yang tidak
tercatat dalam statistik kelurahan. Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja, pihak
penghuni lama yang tidak memiliki legalitas kepemilikan lahan dan bangunan
akan mendapat ganti rugi sepadan dengan kondisi bangunan. Selain relokasi
warga, upaya normalisasi sungai juga perlu direncanakan dengan baik,
menyangkut bagaimana sistemnya. Dalam sebuah wacana di media cetak
disebutkan bahwa pihak Pemko Medan sendiri sudah merencanakan upaya
normalisasi sungai ini dengan perbaikan kondisi hutan di hulu sungai dan
penanggulangan limbah di sungai. Dengan demikian, keberadaan sungai Deli,
selain memberi sejumlah permasalahan di atas juga selayaknya bisa menyediakan
ruang positif bagi warga. Jika upaya normalisasi sungai direncanakan dan
dilaksanakan dengan baik, daerah aliran sungai bisa dimanfaatkan sebagai ruang
Lingkungan sekitar--- dari permukiman yang lengang hingga kompleks pertokoan yang sibuk
Kondisi Sungai Deli yang buruk dan tak terurus itu sama sekali tidak
menarik bangunan sekitar untuk berorientasi kepadanya. Selain rumah-rumah
kumuh di bantaran sungai, bangunan lainnya lebih memilih untuk menghadap
jalan atau gang kecil. Hampir tak ada bangunan layak huni yang menghadap ke
sungai.
Di Jalan Badur, bangunan umumnya adalah pemukiman warga dan kantor
dengan tinggi satu sampai dua lantai. Rumah-rumah ini tampak sudah lama
dibangun, bahkan beberapa rumah sudah tidak dihuni dan ditinggalkan tak
terawat. Meski daerah ini padat penduduk, namun saat siang hari daerah ini
tampak lengang karena warga sekitar beraktivitas di luar rumah. Pada saat kami
meninjau kondisi tapak, tidak ada aktivitas sosial yang terjadi di sana, hanya
beberapa kendaraan roda dua dan roda empat melintasi jalan ini sesekali
meskipun kondisi jalannya yang sempit dan banyak berlubang. Tidak tampak
adanya pengawasan terhadap akses keluar masuk permukiman ini. Bagi saya,
lorong sempit dan gelap, rumah-rumah tertutup rapat, dan ketiadaan aktivitas
manusia di dalam tapak ini memberikan pengalaman yang tidak nyaman berada
dalam tapak. Meskipun bangunan di jalan ini jauh lebih layak dari rumah-rumah
di bantaran sungai, namun saya merasa lebih aman saat masuk ke dalam
lingkungan bantaran itu, sebab masyarakat di sana lebih terbuka dan
bersosialisasi.
Kondisi utilitas di sepanjang jalan ini pun belum memadai. Kondisi parit
yang terbuka dan pada beberapa titik tampak dipenuhi sampah membuat
pemandangan tapak yang buruk bahkan dapat berpengaruh negatif terhadap
kesehatan warga sekitar. Penerangan buatan tidak terpenuhi dengan baik. Lampu
jalan hanya terletak di beberapa titik dan tidak mampu menjangkau seluruh jalan.
Lebar jalan ini beragam namun tidak cukup lebar untuk menampung sirkulasi
kendaraan dengan baik. Jalan ini hanya muat untuk satu lajur kendaraan, dan
semakin dipersempit oleh adanya kendaraan becak yang diparkirkan di pinggir
jalan. Bahkan jalan ini tidak dilengkapi dengan trotoar sebagai sarana bagi pejalan
Dibandingkan dengan tapak di Jalan Badur, daerah di Jalan Mangkubumi
cukup ramai, karena terdapat berbagai aktivitas pendukung di dalamnya, seperti
swalayan dan toko-toko kecil. Di jalan ini bangunan komersial (rumah toko)
dengan tinggi bangunan satu sampai tiga lantai lebih mendominasi. Selain itu
terdapat juga rumah warga, perkantoran, serta kios-kios kecil di pinggir jalan.
Fungsi-fungsi ini mendorong orang untuk datang ke sana sehingga cukup banyak
Gambar 2.8. Bangunan di Jalan Badur Sumber : dokumen pribadi Gambar 2.7. Analisa sistem utilitas dalam tapak
yang melintasi daerah ini. Namun di ujung tapak terdapat sebuah lahan kosong
yang daerah luarnya dijadikan warga sebagai tempat pembuangan sampah. Hal
ini menunjukkan kesadaran penduduk sekitar akan kebersihan lingkungan masih
kurang, dan ketersediaan sarana lingkungan pun tidak memadai.
Kondisi utilitas di jalan ini tidak banyak berbeda dari Jalan Badur. Lampu
jalan yang minim, kabel listrik yang semerawut, ketiadaan trotoar dan lebar jalan
yang tidak memadai membuat sirkulasi di jalan ini masih kurang nyaman.
Di koridor Jalan Suprapto, bangunan umumnya adalah perkantoran dan
institusi pemerintahan. Namun demikian sirkulasi di jalan ini cukup nyaman.
Jalan yang lebar dan didukung oleh ketersediaan vegetasi membuat koridor ini
cukup teduh. Keberadaan jembatan Suprapto juga memberi sebuah penanda bagi
lokasi tapak. Masih ada beberapa titik dimana trotoar terputus. Namun dari fakta
di lapangan memang tidak banyak pejalan kaki yang melintasi daerah ini. Hal ini
karena umumnya kendaraan yang melintasi jalan ini adalah kendaraan pribadi,
yakni mobil, sepeda motor dan becak. Tidak ada angkutan umum yang melewati
jalan ini, sehingga para pengguna kendaraan umum cenderung tidak melewati
koridor ini.
Di koridor lainnya, yakni Jalan Palang Merah, lalu lalang kendaraan dan
manusia adalah hal yang sangat sering dijumpai. Koridor ini merupakan koridor
yang sibuk dengan berbagai aktivitas pendukung di sepanjang jalan, seperti toko,
cafe dan sarana rekreasi lainnya. Jalan Palang Merah dan Jalan Brigjen Katamso
adalah pusat aktivitas bisnis menengah dengan deretan toko dan perkantoran. Di
lingkungan lain di sekitar kawasan adalah koridor Zainul Arifin yang diisi oleh
aktivitas bisnis besar dengan perkantoran, retail dan fungsi komersial. Aktivitas
pendukung ini memungkinkan intensitas pengunjung ke dalam tapak menjadi
tinggi, bahkan mendorong masyarakat luar untuk bermukim di apartemen untuk
mendapat akses yang cepat dan mudah ke tempat kerja mereka.
2.2. Manusia : Alasan dan Tujuan Arsitektur
Design is not really a way for me to express myself. Design is a product that we produce for a client.
Paleg Top
Manusia kapan pun dan dimana pun akan selalu menjadi pertimbangan
utama dalam arsitektur. Pendataan terhadap manusia di sekitar tapak menjadi
ruang yang dihasilkan. Usia, jenis kelamin, pekerjaan, keadaan ekonomi dan
budaya yang berbeda-beda akan mendorong kebutuhan ruang yang berbeda pula.
Nuraini (2010) menyatakan bahwa proses perancangan bertujuan untuk
menafsirkan dan menjawab kebutuhan manusia, lewat fungsi dan bentuk ruang
yang sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan manusia. Sebuah karya arsitektur
hendaknya merupakan konfigurasi ruang dan lingkungan yang menjadi tempat
manusia hidup tenang dan bahagia.
Proses pengumpulan data penduduk merupakan salah satu tahap yang sulit
dan panjang, sebab melibatkan banyak pihak dan instansi. Di sini keadaan
birokrasi berpengaruh besar terhadap jalannya proyek. Instansi-instansi yang
berpengaruh dalam proses ini adalah Departemen Arsitektur USU, Badan
Pembangunan Daerah Kota Medan, dan kantor kelurahan terkait. Untuk bisa
mendapatkan data dari pihak kelurahan diperlukan langkah-langkah administrasi
seperti pengajuan surat izin lewat Badan Pembangunan Daerah kepada kantor
Kelurahan Aur dan Kelurahan Hamdan. Selain itu karakter orang-orang yang
dijumpai dalam setiap instansi juga cukup beragam dan turut berpengaruh
terhadap kuantitas dan kualitas data yang didapat.
Dari data yang kami dapat tentang kedua kelurahan di atas, nampak
perbedaan kondisi birokrasi. Di Kelurahan Hamdan, data mengenai penduduk
sangat kurang. Data yang ada di kantor kelurahan lebih banyak mencatat tentang
sarana fisik, sedangkan kondisi manusianya kurang terdata. Hal ini tampak pada
dibandingkan dengan jumlah penduduk. Selain itu pihak kelurahan juga mengakui
kekacauan data sebab banyak masyarakat yang bermukim secara ilegal di dalam
tapak, terutama daerah di pinggir sungai. Sementara itu di Kelurahan Aur data
penduduk lebih baik daripada data sarana fisik.
Data penduduk berdasarkan suku dan etnis
Kedua kelurahan, baik Aur maupun Hamdan merupakan daerah dengan
kepadatan relatif tinggi dan etnis masyarakat yang beragam. Meski data yang
didapat masih belum lengkap, namun bisa dilihat bahwa penduduk yang
bermukim di daerah ini berasal dari berbagai etnis berbeda seperti Jawa, Aceh,
Batak, Nias, Minang, Melayu, dan Tionghoa.
Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku dan Etnis
Kelurahan Jumlah Penduduk
Aur
Jawa Minang Melayu Aceh Batak Cina Total
290 2503 210 65 160 362 3590
Kelurahan Aceh Batak Nias Total
Hamdan
LK 128 118 107 353
PR 133 121 112 246
Data Penduduk berdasarkan mata pencaharian
Di Kelurahan Aur, sebagian besar warga bekerja sebagai pedagang. Hal ini
jelas terlihat lewat bangunan-bangunan rumah toko yang mendominasi daerah ini.
Sementara di Kelurahan Hamdan umumnya warga bekerja sebagai pegawai negeri
sipil dan pensiunan TNI.
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Kelur
Kelurahan PNS Pedagang Dokter
swasta
Data penduduk berdasarkan agama/ aliran kepercayaan
Sebagian besar warga di daerah ini, yakni sekitar 60 % memeluk agama
Islam. Warga lainnya merupakan pemeluk agama Protestan, Katolik, Hindu, serta
Budha yang tidak terdata. Berikut ini merupakan data penduduk di kelurahan Aur
berdasarkan agama/ aliran kepercayaan.
Tabel 2.3. Jumlah penduduk berdasarkan agama/ aliran kepercayaan
No. Agama
Jenis Kelamin
LK (orang) PR (orang)
1. Islam 2300 1320
2. Protestan 415 530
3. Katolik 115 150
4. Hindu 103 107
5. Budha 0 0
6. Khonghucu 0 0
7. Kepercayaan kpd Tuhan YME 0 0
8. Aliran kepercayaan lainnya 0 0
Jumlah 2933 3107
Data penduduk berdasarkan Pendidikan
Berikut ini merupakan tabel data penduduk di Kelurahan Aur. Warga kelurahan
ini umumnya merupakan tamatan SMA/sederajat.
Tabel 2.4. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
15. Tamat S-1/ sederajat 23 29
Sumber : Data Kelurahan Aur dan Hamdan
Data-data di atas sangat menunjukkan keragaman penduduk, baik dari sisi
sosial, ekonomi, dan budaya. Hal seperti ini memang tidak dapat dihindari dalam
lingkungan kota. Wirth (1897-1952) mendifinisikan kota sebagai pemukiman
yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen
kedudukan sosialnya. Akibatnya hubungan sosialnya menjadi longgar acuh dan
tidak pribadi (impersonal relation1). Sementara itu ahli Geografi Indonesia, Prof. Bintarto (1983) mengartikan kota sebagai suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya
yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai benteng budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala
pemutusan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang bersifat
heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Heterogenitas dalam ciri-ciri sosial, budaya dan ekonomi seringkali menimbulkan
1
interseksi sosial, mobilitas sosial, dan dinamika sosial dalam masyarakat
perkotaan. Hal ini mungkin muncul akibat proses urbanisasi dan migrasi
masyarakat dari berbagai daerah ke lingkungan kota.
Dampak dari perbedaan sosial ini adalah interaksi sosial yang cenderung
sedikit. Dalam beberapa kali peninjauan ke tapak proyek, saya mendapati bahwa
masyarakat di sekitar tapak tidak banyak berinteraksi satu sama lain. Lingkungan
ini relatif sepi, tidak ada aktivitas bersama di luar rumah. Hal ini bisa berpengaruh
buruk terhaadap sistem pengawasan sosial. Kondisi seperti ini mungkin terjadi
karena sebagian besar warga memiliki jam kerja yang padat dan hanya
menghabiskan sedikit waktu di rumah. Selain itu faktor penerangan yang kurang
baik di ruang luar seperti jalan juga menghambat keinginan warga untuk
beraktivitas di luar.
Dalam kehidupan masyarakat kota yang heterogenis, interaksi yang
terjalin cenderung terbatas pada kelompok-kelompok tertentu saja, dimana ada
hubungan timbal-balik yang orientasinya adalah keuntungan atau pamrih. Hal ini
membuat hubungan yang terjadi hanya seperlunya saja. Contohnya, persahabatan
tidak lagi lahir karena adanya kesamaan latar belakang, tempat tinggal, norma,
tradisi, dan sejenisnya. Hubungan persahabatan lahir dari kebutuhan dan
kepentingan yang sama di dalam kehidupan kota yang kompleks. Emile Durkheim
(1858 – 1917) menyatakan bahwa dalam masyarakat yang lebih kompleks dan
yang lainnya dalam hal agama, politik, etnik, dan latar belakang. Solidaritas sosial
di perkotaan modern, menurut Durkheim, adalah solidaritas organik2, tidak didasarkan atas kesamaan-kesamaan melainkan oleh ketergantungan pada posisi
sosial dan okupasional masing-masing. Selain itu masyarakatnya yang heterogen
dan kurang saling mengenal satu sama lain membuat sistem pengawasan sosial
perilaku antar anggota masyarakatnya makin sulit terkontrol.
Sistem Organisasi dan Kepemimpinan
Selain masyarakat sebagai calon penghuni bangunan, sistem organisasi
stakeholder (instansi terkait) juga perlu diperhatikan untuk menjamin kemudahan
administrasi penghuni. Setiap penghuni apartemen harus tercatat dalam data
kependudukan kelurahan. Salah satu hal yang belum bisa dipastikan adalah
wilayah administrasi tapak, sebab kondisi tapak yang terbagi dua oleh aliran
sungai dan memang keduanya saat ini merupakan bagian dari dua kelurahan
berbeda. Tapak di Jalan Mangkubumi merupakan wilayah Kelurahan Aur,
sedangkan tapak di Jalan Badur merupakan wilayah Kelurahan Hamdan.
Sistem kepengurusan kelurahan ditangani oleh lurah dan sekretaris lurah,
serta dibantu oleh beberapa kepala seksi, di antaranya bagian pemerintahan,
pembangunan, dan trantib. Selain itu wilayah dalam satu kecamatan terbagi atas
beberapa lingkungan yang dipimpin oleh Kepling. Kelurahan Hamdan dan
2
Kelurahan Aur masing-masing terbagi atas sepuluh lingkungan. Dalam satu
lingkungan terdapat 86-550 kepala keluarga (110-2.967 jiwa), dengan rata-rata
247 kepala keluarga setiap lingkungan.
Sistem organisasi dan pendataan penghuni dalam apartemen direncanakan
akan mengikuti bentuk yang telah ada, yaitu dengan pengelompokan, sehingga
penawasan dan pelayanan bisa terlaksanana secara lebih mudah dan teratur.
Peran proyek terhadap lingkungan sekitarnya
Menurut saya interaksi terjalin lewat lingkungan yang terbuka. Kondisi
masyarakat di sekitar tapak memang sangat beragam, mulai dari kalangan atas
sampai bawah. Sebagian orang mungkin melihatnya sebagai hal yang harus
dihindari, sebab seringkali menimbulkan kekacauan dan pemandangan yang
buruk. Hal ini tampak pada proyek-proyek permukiman yang menutup diri
terhadap lingkungannya dengan pagar tinggi yang selalu diawasi dengan petugas
keamanan yang terlihat menakutkan sehingga tak sembarang orang bisa masuk.
Mereka berusaha mengukuhkan diri sebagai komplek eksklusif yang tak mudah
didekati apalagi dimasuki.
Dilatarbelakangi oleh isu-isu di atas, proyek berusaha untuk mengurangi
kecenderungan diferensiasi penduduk. Ruang yang transparan adalah sebuah
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan mewah dan ekslusif, namun tak seharusnya
permukiman menjadi terisolasi dari lingkungannya. Interaksi sosial harus tetap
terjaga demi kenyamanan manusia. Seperti yang telah saya nyatakan sebelumnya
dalam analisa kondisi tapak, keberadaan Sungai Deli mampu membentuk sebuah
ruang komunal yang menarik banyak orang untuk bertemu dan berinteraksi di
dalamnya. Ruang yang transparan memungkinkan setiap orang mampu