BAB II
PENGATURAN KEKAYAAN BADAN USAHA MILIK NEGERA SEBAGAI
BENTUK KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN
A. Landasan Filosofis Pembentukan Badan Usaha Milik Negara
Secara filosofis , politik hukum38 pemerintah dalam bidang ekonomi adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sesuai dengan cita cita
nasional . Cita-cita bangsa Indonesia yang mendasar tertuang dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 Alenia 4. Secara eksplisit cita-cita bangsa Indonesia
dapat dijelaskan sebagai berikut;
“… Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial,.…” (Pembukaan UUD 1945 Alinea 4).
Cita-cita ini diderivasikan39 dalam Pasal 33 UUD 1945 yang menggariskan
makna sejahtera sebagai sejahtera secara merata, artinya bahwa setiap individu
bangsa Indonesia berhak menikmati hidup yang sejahtera.
“…Pasal 33:
38
Politik hukum adalah kebijaksanaan politik yang menentukan peraturan hukum apa yang seharusnya berlaku mengatur berbagai hal kehidupan bermasyarakat dan bernegara. M Solly Lubis, Sisten nasional (Bandung : Mandar Maju, 2002) hal 117
39
Ayat 1: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
Ayat 2: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 Alenia 4 dan Pasal 33 ayat 2 dan
3 merupakan dasar Konstitusi bagi Negara Indonesia menyatakan dirinya sebagai
negara kesejahteraan (welfare state)40, paham Negara Kesejahteraan dalam Perjalanan
sejarahnya lahir dari mazhab Merkantilisme, ideologi Sosialisme, dan evolusi Kapitalisme
dimana kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama dari pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Negara (sistem kepemimpinan) harus dibentuk secara demokratis, melalui
kelembagaan politik yang demokratis. Biasanya, ekonomi-politik selalu dikaitkan
dengan sistem masyarakat yang demokratis. Dengan demikian, negara punya peran
dan tanggung jawab normatif dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam
kegiatan ekonomi. Negara dan pemerintah yang terbentuk secara demokratis, akan
menjadi jembatan di mana setiap warganya bertindak secara kolektif melalui
40
kelembagaan negara untuk memanfaatkan segala potensi, untuk kepentingan
masyarakat. Dalam bidang ekonomi dibentuklah perusahaan negara, yang lebih
populer dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).41
Salah satu tanggung jawab pemerintah dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat itu adalah dalam bidang perekonomian rakyat. Sebagaimana
dikemukakan Didik J.Rachbini 42 bahwa dalam sistem ekonomi yang kompleks, para
pelaku ekonomi tidak hanya terbatas pada swasta, melainkan pemerintah berperan
dalam mengatur agar sistem ekonomi berjalan dengan baik. Pemerintah tampil
sebagai pengatur yang baik (regulator), agar system ekonomi berkembang harmonis
sesuai dengan realita sosial.
Namun demikian, ternyata pemerintah merasa tidak cukup hanya sebagai
regulator sistem ekonomi, dimana pemerintah juga terlibat lansung dalam bidang
perekonomian. Negara (pemerintah) ikut menjadi pengusaha di samping orang/badan
swasta. Implementasi dari pemerintah pengusaha itu diwujudkan dalam bentuk
Perusahaan Negara atau yang sekarang lebih populer disebut “Badan Usaha Milik
Negara (BUMN)”. Menurut Robert Fabrikan dalam T.Mulya Lubis dan Richard M.
Buxbaum dikutip dari Katon Y Stefanus43 BUMN tidak lain dari pada bentuk
kebijaksanaan pemerintah dalam mencoba menciptakan atau mempertahankan
keseimbangan kasar antara sektor swasta dan sektor pemerintah. Dalam hal
41
Ibrahim R. Op. Cit. hal. 104 42
Didik J.Rachbini, Posisi Pasar dan Negara, Majalah Gatra No.17 Tahun I, 11 Maret 1995, hlm V.
43
demikian, BUMN diharapkan berperan sebagai faset perekonomian negara dan faset
aparatur perekonomian negara.Pada fungsi pembangunan, negara salah satunya
melakukan kegiatan ekonomi. Namun pengelolaan cabang produksi yang penting dan
penguasaan kekayaan oleh negara, tidak harus diusahakan oleh Badan Usaha Milik
Negara Perjan, Perum, dan Persero), sebagai perwujudan kegiatan ekonomi oleh
negara. Sebab, sebagai pelaku pembangunan ekonomi nasional adalah Pemerintah,
Swasta dan Koperasi.44
Mengenai Perusahaan Negara, W. Friedmann45 membedakan menjadi tiga
bentuk:
1) Department government enterprise, perusahaan negara merupakan
bagian integral dari suatu departemen pemerintahan, bergerak dalam
bidang public utilities.
2) Statutory public corporations, perusahaan negara yang sebenarnya
hampir sama dengan department government enterprise, hanya dalam
hal manajemen lebih otonom dan bidang usahanya tetap public utilities.
3) Coommercial companies, perusahaan negara yang merupakan campuran
dengan swasta dan berlaku hukum privat.
Di Indonesia sejarah pembentukan Perusahaan Negara dimulai dengan
pembentukan VOC suatu trust oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang tujuan
44
Tap MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN, Bab IV, bagian F poin 20. 45
utamanya ádalah untuk melaksanakan usaha dagang di Indonesia.46 Pembentukan VOC tersebut merupakan bukti sejarah tentang keterlibatan negara dalam ekonomi
dan berhubungan dengan perkembangan ekonomi Eropa Barat.
Tumbuhnya Perusahaan Negara pasca kemerdekaan merupakan reaksi
terhadap situasi Kolonial, dimana meskipun telah merdeka perusahaan-perusahaan
Belanda dan asing masih terus beropersi di Indonesia hingga dilakukan tindakan
Nasionalisasi berdasarkan Undang-Undang No. 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi
Perusahaan-Perusahaan milik Belanda di Indonesia dan untuk mengelola ex .
Perusahaan-Perusahaan milik Belanda tersebut dibentuk Perusahaan Negara.
Di Negara- negara dunia ketiga, lahirnya Perusahaan Negara selain
dikembalikan dengan alasan ideologis dan paham ekonomi, juga merupakan
kelanjutan dari sistem ekonomi kolonial yang dinasionalisasikan.47
Tanpa mengenyampingkan fenomena keikutsertaan pemerintah secara
langsung dalam bidang perekonomian, pengertian terhadap BUMN itu sendiri
mengalami perubahan konsepsi dari waktu ke waktu, hal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Dalam UU No.9 Tahun 1969 tentang Penetapan Perpu. No. 1 tahun 1969
tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang , disebutkan
: BUMN adalah seluruh bentuk usaha negara yang seluruhnya atau sebagian
46
Sumantoro, Aspek-aspek Hukum Badan Usaha Milik Negara, BPHN Departemen Kehakiman, Jakarta, 1987, hal. 17
47
modalnya dimiliki oleh Negara/Pemerintah dan dipisahkan dari kekayaan
negara.
2. Dalam Instruksi Presiden No.5 Tahun 1988 disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan BUMN adalah ;
a) Badan Usaha yang sepenuhnya dimiliki oleh negara;
b) Badan Usaha yang tidak seluruhnya dimiliki negara, tetapi statusnya
disamakan dengan BUMN, yaitu:
1) BUMN yang merupakan patungan antara Pemerintah dengan
Pemerintah Daerah.
2) BUMN yang merupakan patungan antara Pemerintah dengan
BUMN lainnya.
3) BUMN yang merupakan Badan usaha patungan antara
Pemerintah dengan swasta nasional/Asing, dimana negara
memiliki saham mayoritas (minimal 51 persen). Sedangkan
anak perusahaan BUMN akan menjadi bagian dari kekayaan
BUMN apabila sebagian besar sahamnya (minimal 51 persen)
atau seluruhnya dimiliki oleh BUMN.
3. Dalam UU No.19 Tahun 2003 disebutkan; BUMN adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian modalnya dimilki oleh negara melalui penyertaan secara
lansung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Pengertian BUMN yang diberikan peraturan perundang-undangan di atas
adanya UU No. 19 Tahun 1960 adanya bermacam-macam bentuk usaha negara ,
maka setelah ditetapkan UU No.19 Tahun 1960 semua badan usaha milik negara
yang ada waktu itu diberi nama Perusahaan Negara. Dalam konteks ini , UU No.19
Tahun 1960 tidak begitu mementingkan bentuk-bentuk badan usaha negara, tetapi
yang lebih dipentingkan adalah kedudukan badan hukumnya yang diperoleh dengan
Peraturan Pemerintah (PP).
Kemudian terjadi penertiban badan-badan usaha milik negara berdasarkan
instruksi Presiden No.17 Tahun 1967, dimana bagi badan usaha yang dianggap sudah
tidak dapat lagi diteruskan eksistensinya karena tidak memenuhi syarat sebagai suatu
badan usaha yang sehat atau fungsinya sudah tidak sesuai dengan keadaan,
diusahakan pembubarannya. Bagi badan usaha yang lemah dan bergerak dibidang
yang sama diusahakan perbaikannya dengan cara penggabungan.
Bagi badan-badan usaha milik negara yang dinilai masih memiliki prospek
diarahkan pengalihan bentuknya menjadi salah satu dari tiga bentuk BUMN yang
baru, yakni Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan
Perseroan (Persero). Untuk memberi dasar perundangan bagi ketiga bentuk BUMN
itu diterbitkanlah UU No. 9 Tahun 1969. Dengan demikian Badan-badan Usaha Milik
Negara yang sebelumnya semua diberi nama Perusahaan Negara yang tidak
mempersoalkan bentuknya, maka sejak tahun 1969 hanya ada tiga bentu BUMN
yakni; Perjan, Perum dan Persero. Baik Perjan maupun Perum seluruh modalnya
merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham-saham.
Tahun 1969 itu berupa perusahaan negara yang modalnya tidak seluruhnya dimiliki
negara. Konsepsi Perusahaan Negara dalam bentuk Persero ini menampakkan
wajahnya yang lain dari konsepsi Perusahaan Negara sebagaimana diatur dalam UU
No.19 Tahun 1960.
Ketiga bentuk usaha-usaha negara itu (diluar bentuk usaha negara yang
berbentuk Bank Umum Milik Pemerintah dan Pertamina), maka tugas pokok Perjan
adalah melakukan tugas-tugas perusahaan sekaligus tugas pemerintahan yang
tercermin dalam susunan organisasi Departemen, dengan sifat usahanya adalah
pelayanan publik (public service). Barang atau jasa yang dihasilkan Perjan
merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat karena barang
dan jasa itu besar dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat banyak. Bidang
usahanya merupakan monopoli pemerintah dan tidak menarik minat swasta, karena
usahanya mempunyai rate of return yang kecil sedangkan investasi dan resikonya
besar.
Sementara itu Perum bertugas melayani kepentingan umum dan sekaligus
untuk memupuk keuntungan dan bergerak dibidang yang oleh pemerintah dianggap
vital. Perum pada umumnya menjalankan tugas perusahaan akan tetapi dapat dibebani
tugas pemerintahan, di Departemen tidak ada lagi unit organisasi yang menjalankan
tugas pemerintahan yang telah diserahkan kepada Perum.
Tidak demikian halnya dengan Persero, dimana persero melakukan usaha
perusahaan yang bisa dilakukan oleh swasta dan semata-mata bukan menjadi tugas
bukan merupakan kewajiban negara untuk menghasilkannya. Bidang usaha harus
dapat memberikan keuntungan finasial kepada negara baik dalam jangka panjang
maupun dalam jangka pendek. Persero pada prinsipnya tidak diberi hak monopoli
atau perlakuan khusus lainnya oleh pemerintah.48
Beberapa perbedaan pokok dalam tugas, fungsi dan sifat usaha dari ketiga
bentuk BUMN di atas, jika dibandingkan dengan peranan BUMN di Indonesia
berdasarkan PP No.3 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP No.28 Tahun
1983, maka peran BUMN (Perjan, Perum dan Persero) adalah sebagai berikut :
1. memberikan sumbangan untuk mengembangkan perekonomian negara
disamping menambah perekonomian negara;
2. mengadakan pemupukkan keuntungan/pendapatan;
3. memberikan pemanfaatan umum baik berupa barang maupun jasa kepada
masyarakat umum;
4. menjadi pioneer dalam hal kegiatan usaha yang belum dapat diusahan sector
swasta dan koperasi;
5. melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dalam hal penyediaan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak;
6. memberikan bimbingan kepada sector swasta khususnya pengusaha bermodal
kecil dan sector koperasi;
7. melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program pemerintah dibidang
ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Sementara itu bandingkan pula
48
dengan tugas-tugas BUMN sebagaimana dituangkan dalam Instruksi Presiden
No. 5 Tahun 1988, yakni antara lain:
a) mengadakan barang yang karena pertimbangan keamanan dan
kerahasiaan harus dikuasai negara;
b) didirikan atas pertimbangan untuk melaksanakan kebijakan
pemerintahan tertentu dan atau strategis;
c) didirikan dengan tujuan untuk melindungi keselamatan dan
kesejahteraan masyarakat;
d) didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
harus dimilki dan dikelola oleh pemerintah;
e) usaha-usaha yang bersifat komersial seperti yang dilakukan swasta.
Mencermati peran, tugas, fungsi dan sifat usaha BUMN dan
pekembangannya itu, maka pada prinsipnya kehadiran BUMN di Indonesia selain
sebagai faset perekonomian negara, sekaligus berperan sebagai perusahaan biasa
yang mencari keuntungan yang sebesar-besanya. Bahkan BUMN mempunyai ruang
gerak dan jangkauan yang lebih luas dari pada perusahaan swasta. Secara substantif
dan berdasarkan kewenangan dalam menentukan bidang-bidang ekonomi yang
menguasai atau menyangkut kepentingan umum/masyarakat banyak, disamping
melakukan usaha yang bersifat komersial seperti yang dilakukan swasta.
Kehadiran BUMN di Indonesia sesungguhnya bukan sekedar melengkapi
kegiatan swasta dan koperasi dan peran BUMN lebih dari perusahaan biasa. Hal ini
pemerintah tampil sebagai pengatur yang baik (regulator), agar system ekonomi
berkembang harmonis sesuai dengan realita social ? Dan . apakah benar BUMN tidak
lain dari pada bentuk kebijaksanaan pemerintah dalam mencoba menciptakan atau
mempertahankan keseimbangan pasar antara sektor swasta dan sektor pemerintah ? 49
Apa pun jawaban atas pertanyaan tadi, factanya, bahwa BUMN ( baik
Perjan, Perum maupun Persero) yang memiliki peran luar biasa itu hanya
memberikan kontibusi yang relatif kecil bagi APBN. Indikasi yang dilontarkan
sejumlah pengamat ekonomi benar, bahwa belum terciptanya akuntabilitas dan
tranparansi dalam pengelolaan BUMN atau pengelolaan BUMN belum dilandaskan
pada Good Corporate Governance. Disisi lain yang BUMN hidup “tidak sehat” tidak
terlepas dari besarnya intervensi pemerintah dalam pengelolaan BUMN dan BUMN
dijadikan “sapi perahan” partai politik. Mekanisme pengelolaan BUMN tidak
diserahkan pada mekanisme pasar. Dengan begitu dapat dipahami, mengapa peran
BUMN selama ini tidak optimal guna mewujudkan kesejahteraan rakyat.50
Keberadaan BUMN dikaitkan dengan pembangunan ekonomi masa kini,
seyogianya harus kembali melihat hukum sebagaimana diajarkan Weber. Weber
telah memperingatkan bahwa pembangunan ekonomi harus berlandaskan hukum
yang rasional.51
49
Lihat Noer Soetrisno. Privatisasi BUMN dalam rangka Pemberdayaan rakyat (Infokop No Tahun XX 2005
50 Ibid, hal 2 51
Dengan hukum modern atau rasional itu akan dapat dilakukan
pengorganisasian pembangunan ekonomi. Sebab salah satu dari ciri hukum modern
adalah penggunaan hukum secara aktif dan sadar untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu.52 Pembahasan mengenai pengelolaan BUMN juga memerlukan pendekatan
hukum secara aktif agar tujuan di bentuknya BUMN memberikan manfaat pada
masyarakat , cara pendekatan tersebut diharapkan akan menciptakan penerapan
keadilan dan kewajaran dan secara proporcional dan dapat pula memberikan manfaat
pada masyarakat, sebagaimana yang disimpulkan Adam Smith, bahwa man
continually standing in need of the assistance of others.53 , akan tetapi pengkajian hukum untuk mengatur pembangunan ekonomi tidak boleh hanya melihat substansi
hukum, tetapi harus juga mengkaji aparatur hukum dan budaya hukum (legal
culture).54
B. Landasan Yuridis Pembentukan BUMN
1.Undang Undang No 19 Tahun 2003 tentang BUMN
Ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
menetapkan bahwa pendirian BUMN diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai
dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan
52
David M. Trubek, Op. Cit., hal. 4-5. Lihat juga. Lawrence M. Friedman, The Republic of Choice Law, Authority, and Culture, (Massachusetts: Harvard University Press, 1990), hal. 97.
53
R.L. Meek, Adam Smith Lectures on Jurisprudence, (Indianapolis: Liberty Fund, 1982), hal. 347.
54
Menteri Keuangan. BUMN yang berbentuk Persero, organnya adalah RUPS,
Komisaris, dan Direksi. Sedangkan untuk Perum, organnya adalah RUPS, Dewan
Pengawas, dan Direksi.
Selanjutnya sesuai dengan Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah (1) memberikan sumbangan bagi
perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara; (2) mengejar
keuntungan; (3) menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak; (4) menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan
oleh sektor swasta atau koperasi; dan (5) turut aktif memberikan bimbingan dan
bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Berdasarkan prinsip-prinsip korporasi, Pemerintah juga dapat memberikan
penugasan penugasan khusus kepada BUMN, namun harus mendapatkan persetujuan
dari RUPS/Menteri, dan penugasan khusus tersebut dapat ditetapkan melalui
peraturan perundang-undangan.55
Kepemilikan negara atas BUMN menurut badan hukumnya terdiri atas 4
(empat) kelompok yaitu: Persero, Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan
(Perjan), dan Patungan Minoritas.56
Lahirnya UU nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN melahirkan sejumlah
perubahan mendasar terhadap eksistensi BUMN di Indonesia, antara lain;57
Pertama, UU No.19 Tahun 2003 hanya mengenal dua bentuk BUMN, yakni
Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum). Dengan demikian,
BUMN dalam bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) akan dibubarkan yang akan
ditetapkan Peraturan Pemerintah. Dalam hubungan ini fungsi kemanfaatan
(pelayanan) umum yang selama ini menjadi tugas Perjan, akan diberikan penugasan
khusus oleh pemerintah kepada Persero atau Perum. Pemberian penugasan khusus
fungsi kemanfaatan umum itu kepada Persero maupun Perum harus dengan terlebih
dahulu mendapat persetujuan RUPS/Menteri.
Kedua, jika dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya kedudukan dan tugas
Perum melayani kepentingan umum dan sekaligus untuk memupuk keuntungan dan
bergerak dibidang yang oleh pemerintah dianggap vital. Dan disamping menjalankan
tugas perusahaan, Perum dapat pula dibebani tugas pemerintahan. Tidak demikian
halnya dengan UU No.19 Tahun 2003 , maksud dan tujuan Perum adalah
menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat (Good Corporate
Governance).
Dari konsepsi UU No.19 Tahun 2003 mengenai maksud dan tujuan Perum,
maka bidang usaha yang dikelola Perum tidak lagi dibatasi oleh adanya sifat vital
57
terhadap bidang yang menjadi usahanya. Ruang gerak Perum menjadi lebih fleksibel,
dengan catatan asal penyedian barang dan jasa yang dilakukan Perum harganya
terjangkau oleh masyarakat, tetapi tetap didasarkan pada prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat (Good Corporate Governance).
Ketiga, jika dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya Persero melakukan
usaha perusahaan yang bisa dilakukan swasta dan bukan semata-mata tugas
pemerintah. Barang-barang yang dihasilkan perusahaan bukan merupakan kewajiban
negara untuk menghasilkannya. Berdasarkan UU UU No.19 Tahun 2003 , maksud
dan tujuan BUMN tidak lagi diformulasikan dalam perspektif pemikiran pemerintah
dan swasta. Persero dalam perspektif UU UU No.19 Tahun 2003 tidak ubahnya
seperti pada perusahaan swasta. Persero diproyeksikan harus mampu bersaing
dengan perusahaan milik swasta. Persero harus mampu menyediakan barang/jasa
yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Tujuan ini tentu tidak dapat dipisahkan
dari maksud dan tujuan persero mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai dan
kinerja perusahaan sebagaimana pada perusahaan milik swasta, pasal 11 UU No.19
Tahun 2003 juga menentukan berlakunya bagi BUMN segala ketentuan dam
prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam UU
No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Keempat, jika dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya , Direksi Perum
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul menteri yang bersangkutan, maka
berdasarkan UU No.19 Tahun 2003 pengangkatan dan pemberhentian Direksi Perum
perundang-undangan. Sedangkan bagi Pesero, dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya
pengangkatan dan pemberhentian Direktur Utama dan Direktur Persero oleh Menteri
Keuangan selaku RUPS berdasarkan usul menteri. Sedangkan menurut UU No.19
Tahun 2003 pengangkatan pemberhentian Direksi dilakukan oleh RUPS dan dalam
hal Menteri bertindak sebagai RUPS pengangkatan dan pemberhentian Direksi
ditetapkan oleh Menteri.
Kelima, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelumnya anggota
Direksi Perum dan Persero diangkat berdasarkan syarat-syarat kemampuan dan
keahlian dalam bidang pengelolaan (manajemen) perusahaan, memenuhi syarat
lainnya yang diperlukan untuk menunjang kemajuan perusahaan yang dipimpinnya
dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disisi lain dalam hal
Menteri berpendapat bahwa calon-calon anggota direksi persero yang diusulkan tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan, maka Menteri Keuangan meminta kepada
Menteri Teknis agar diusulkan calon-calon lain. Berbeda halnya dengan UU No.19
Tahun 2003, pengangkatan anggota Direksi Persero dan Perum dilakukan melalui
mekanisme uji kelayakan dan kepatutan. Pola pengangkatan direksi serupa ini tidak
dijumpai dalam peraturan perundang-undangan sebelumnya.
Calon anggota Direksi yang dinyatakan lulus uji kelayakan dan kepatutan oleh
UU No.19 Tahun 2003 diwajibkan menandatangani kontrak manajemen sebelum
ditetapkan pengangkatannya sebagai anggota Direksi. Mekanisme ini juga tidak
Jika diteliti UU No.19 Tahun 2003 , maka maksud dan tujuan pendirian
BUMN tersebut menjadi tidak sama penekanannya antara Persero dan Perum. Dalam
konteks ini maksud dan tujuan pendirian Persero adalah menyediakan barang
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mencari keuntungan
guna meningkatkan nilai dan kinerja perusahaan. Sedangkan maksud dan tujuan
pendirian Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Dengan demikian, tujuan utama dari Persero maupun Perum pada prinsipnya adalah
mengejar keuntungan, sekalipun usaha yang dilakukan bertujuan untuk kemanfaatan
umum .
Oleh sebab itu, kelahiran UU No.19 Tahun 2003 meletakkan dasar perubahan
yang fundamental terhadap eksistensi BUMN di Indonesia yang selama ini senantiasa
dikonsepsikan sebagai implementasi negara Indonesia sebagai negara kesejahteraan.
Dengan dihapusnya Perjan oleh UU No.19 Tahun 2003, maka substansi negara
Indonesia sebagai negara kesejahteraan mengalami pembaharuan. Sekaligus bisa jadi
mengalami degradasi apabila ternyata kemudian dalam prakteknya, Persero dan
Perum dengan berbagai dalih atau alasan enggan menerima penugasan khusus dari
pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum. Dalam hubungan
inilah keberadaan Perjan haruslah dilihat dalam perspektif tugas public service yang
menjadi tanggung jawab pemerintah. Dalam melaksanakan tugas public service
rakyat, dimana aspek mengejar keuntungan tidak begitu dipentingkan karena sudah
menjadi tanggung jawab pemerintah , jadi penghapusan Perjan semestinya tidak
boleh hanya dilihat hanya karena Perjan sulit menjadi unit usaha yang kompetetif.
Hal itu disebabkan perusahaan jawatan tersebut disubsidi pemerintah dan
karyawannya berstatus pegawai negeri sipil. Inilah salah satu sisi penting yang luput
dari pertimbangan pembentuk UU No.19 Tahun 2003 dan atas penghapusan Perjan
pemerintah mencarikan berkewajiban untuk mencari solusi dan mengambil kebijakan
yang tepat atas dampak dihapuskannya Perjan.
Kecenderungan dari pendirian BUMN dibawah UU No.19 Tahun 2003
tampaknya mengacu atau mengarah pada keberadaan BUMN di negara-negara maju
yang sekarang berbentuk perusahaan Multinasional. Hal ini sejalan dengan apa yang
dikemukakan Robert Fabrikan58 bahwa pada negara-negara maju kebanyakan
perusahaan negara (BUMN) merupakan hasil kesepakatan umum dan lebih penting
lagi adalah pemahaman bahwa sektor-sektor perekonomian itu mempunyai arti
strategis yang memerlukan keikutsertaan pemerintah secara lansung. Hanya saja
aspek strategis BUMN itu dalam No.19 Tahun 2003 tidak menjadi ukuran. Intinya
apakah BUMN (terutama Persero) akan bergerak disemua sector perekonomian
strategis atau tidak hal tersebut tergantung pada bidang usahanya.
Konsepsi pendirian BUMN yang demikian, tidak bisa lain memang,
pemerintah harus melepaskan kecenderungan intervensinya dalam pengelolaan
58
BUMN. Pengelolaan BUMN harus diletakkan di atas sendi-sendi Good Coporate
Governance, sehingga kian menumbuhkan keyakinan kita bagi tercapainya
optimalisasi peran BUMN untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana
diinginkan UU BUMN
Secara umum BUMN dapat dikelompokkan sebagai BUMN Pionir, BUMN
Strategis, BUMN PSO (Public Service Obligation), dan BUMN yang melaksanakan
bisnis murni.59 BUMN Pionir adalah jenis BUMN perintis yang belum dapat
dilaksanakan oleh swasta namun sangat dibutuhkan oleh masyarakat. BUMN
strategis adalah jenis BUMN yang menyangkut kepentingan negara, seperti
pertahanan dan keamanan negara. BUMN PSO adalah jenis BUMN pada bidang jasa
dan pelayanan masyarakat yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Ketiga jenisBUMN
merupakan BUMN pada sektor non-kompetitif. Sedangkan BUMN yang melaksanakan bisnis
murni adalah jenis BUMN yang berorientasi keuntungan (profit) dan merupakan BUMN
pada sektor kompetitif. Sektor kompetitif adalah sektor yang dapat diperdagangkan, misalnya
industri, penerbangan (airlines), budidaya pertanian (agriculture), dan kegiatan
pendistribusian. Sektor ini sangat memungkinkan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi
secara cepat dan berarti, sepanjang tidak terdapat distorsi ekonomi secara luas.60
59 Mas Achmad Daniri, .Aspek Governance Badan Usaha Milik Negara., http://www. governance-indonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=63&Itemid=2
2. Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara
Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 mengatur hubungan antara
Menteri, Menteri Keuangan dan Menteri Teknis dalam hal pendirian, pengurusan,
pengawasan dan pembubaran BUMN.
Ketentuan Pasal 4 Ayat (1) nenyebutkan bahwa Pendirian BUMN meliputi:
a. pembentukan Perum atau Persero baru;
b. perubahan bentuk unit instansi pemerintah menjadi BUMN;
c. perubahan bentuk badan hukum BUMN; atau
d. pembentukan BUMN sebagai akibat dari peleburan Persero dan Perum.
Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan Pendirian Persero dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perseroan Terbatas.
Ketentuan tersebut menunjuk Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas sebagai dasar dari pembentukan BUMN Persero.
Namun terdapat pengecualian yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
mengenai pendirian Perseroan, ketentuan Pasal 7 ayat (7) huruf a UU No. 40 Tahun
2007 menyebutkan bahwa ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , dan ketentuan dalam
ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi perseroan yang merupakan Badan Usaha
Milik Negara , terhadap Badan Usaha Milik Negara dibenarkan kepemilikan
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan
Perseroan (Persero) dan Perseroan Terbatas yang sebahagian sahamnya dimiliki oleh
Pemerintah Indonsia , kewenangan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
adalah sebagai pemegang saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).61
C. Pengaturan Kekayaan Negara Yang Dipisahkan
Landasan hukum yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan
kekayaan negara yang dipisahkan adalah sebagai berikut :
1. Pasal 23 dan Pasal 33 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
3. UndangUndang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
4. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
5. UndangUndang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas .
6. Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 Tentang Pengalihan Kedudukan,
Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan
(Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan)
kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun 2003
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4305);
61
7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 Tentang Pelimpahan
Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan
Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan
(Perjan) kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 2005 tentang Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, dan Perubahan Bentuk Badan Usaha Milik
Negara;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 Tentang Tatacara Penyertaan
dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara
10.Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,
Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
ayaan egara Yang Dipisahkan
Ruang lingkup pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara meliputi:
1. Penyertaan Modal Negara (PMN)
Pengelolaan kekayaan negara dimulai sejak adanya usul inisiatif baik yang
diajukan oleh Menteri Negara BUMN, Menteri Keuangan atau Menteri Teknis,
yang meliputi:
a. PMN dalam rangka pendirian BUMN.
b. PMN dalam rangka Penambahan Modal pada BUMN.
c. PMN dalam rangka Public Service Obligation (PSO), meskipun tidak selalu
PMN, karena peraturan perundang undangan memungkinkan dilakukannya
PSO dengan cara memberikan konpensasi.
d. PMN dalam rangka pengurangan Modal, dimana dana yang diperoleh dari
pengurangan modal Pemerintah pada BUMN ini digunakan untuk menutupi
defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau digunakan untuk
penyertaan modal atau tambahan PMN pada tahun anggaran yang sama .
2. Privatisasi BUMN
a. Initial Public Offering
b. Secondary Public Offering;
c. Right Issue.
3. Divestasi BUMN
a. Divestasi pada BUMN Lain
b. Divestasi pada Strategic Partner;
c. Divestasi pada Pemerintah Daerah.
4. Kekayaan Awal pada Badan Hukum Milik Negara
a. Kekayaan Awal pada Perguruan Tinggi
b. Kekayaan Awal pada Badan Pelaksana Migas
5. Kekayaan Awal pada Badan Pelaksana Harian Migas.
Adapun tujuan dari dilakukan penyertaan modal Negara dari Pemerintah
Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu:
2. Mendirikan, mengembangkan/meningkatkan kinerja BUMN, BUMD, dan Badan
Hukum lainnya.
Sedangkan pertimbangan dilakukannya penyertaan modal Negara dari Pemerintah
Republik Indonesia kepada BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya yaitu:
1. Dalam rangka pendirian dan/atau mengembangkan/meningkatkan kinerja
BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;
2. Dalam rangka mendukung BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya untuk
menjalankan tugas Kewajiban Pelayanan Umum yang diberikan oleh
Pemerintah;
3. Yang diusulkan merupakan proyek selesai kementerian/lembaga yang dari awal
pengadaannya telah diprogramkan untuk diserahkan pengelolaannya pada
BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya;
4. Kekayaan negara yang tidak dipisahkan tersebut menjadi lebih optimal apabila
dikelola oleh BUMN, BUMD, atau Badan Hukum lainnya.
Sumber penyertaan modal Negara dapat berasal dari :
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Kekayaan Negara yang
tidak Dipisahkan, berupa :
a. APBN Tunai
b. Proyek Selesai
c. Piutang Negara
d. Aset Negara Lainnya
3. Sumber Lainnya.
Penyertaan modal negara adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik
Negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi
kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara
pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau
Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.
Tujuan dilakukannya Penyertaan Modal Negara adalah, agar Barang Milik
Negara dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dalam rangka pendirian,
pengembangan, dan peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau
Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.
Barang Milik Negara yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen
penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan
Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah dalam rangka penugasan pemerintah
dengan pertimbangan Barang Milik Negara tersebut akan lebih optimal apabila
dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau Badan Hukum lainnya yang
dimiliki Negara/Daerah, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Barang Milik Negara yang dapat dilakukan Penyertaan Modal Pemerintah:
1. tanah dan atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang .
2. tanah dan atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk
disertakan sebagai modal pemerintah pusat sesuai yang tercantum dalam
dokumen penganggarannya .
Pihak-pihak yang dapat melaksanakan penyertaan modal pemerintah pusat
adalah:
a. Pengelola Barang, untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola
Barang.
b. Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang untuk:
1) Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang dari awal
pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah pusat
sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran;
2) Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan.
c. Pihak-pihak yang dapat menerima penyertaan modal pemerintah pusat
1) Badan Usaha Milik Negara,
2) Badan Usaha Milik Daerah,
3) Badan Hukum lainnya yang dimiliki Negara/Daerah.
Tata cara pelaksanaan penyertaan modal pemerintah pusat yaitu Barang Milik
Negara berupa tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang yang dari awal
pengadaannya, sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggarannya,
direncanakan untuk disertakan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat.
Pengguna Barang membentuk tim internal yang bertugas antara lain:
a) menyiapkan kelengkapan data administrasi sekurang-kurangnya meliputi:
2. nilai realisasi pelaksanaan anggaran,
3. hasil audit aparat pengawas fungsional pemerintah,
4. berita acara serah terima pengelolaan sementara dari Pengguna Barang
kepada penerima penyertaan modal pemerintah pusat.
b). melakukan pengkajian.
c) menyampaikan laporan hasil kerja tim kepada Pengguna Barang.
Selanjutnya Pengguna Barang mengajukan usulan kepada Pengelola Barang
dengan disertai:
a) penjelasan/pertimbangan mengenai usul dimaksud,
b) kelengkapan data administrasi tersebut dalam butir a.1),
c) hasil kajian tim internal.
Pengelola Barang melakukan pengkajian mengenai kelayakan usul Pengguna
Barang. Dalam hal berdasarkan kajian tersebut pada butir c, Pengelola Barang
menganggap usulan tersebut layak, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan
penyertaan modal pemerintah pusat dimaksud dan menyiapkan rancangan peraturan
pemerintah tentang penyertaan modal tersebut. Persetujuan tersebut dalam butir d
mencantumkan nilai Barang Milik Negara yang akan dijadikan penyertaan modal
pemerintah pusat, yang perhitungannya didasarkan realisasi pelaksanaan anggaran
setelah mempertimbangkan hasil audit. Dalam hal nilai penyertaan modal dimaksud
di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang mengajukan
permintaan persetujuan kepada Presiden disertai dengan rancangan peraturan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang penetapan penyertaan modal
pemerintah pusat, Pengguna Barang melakukan serah terima barang dengan penerima
penyertaan modal pemerintah pusat yang dituangkan dalam berita acara serah terima
barang. Pengguna Barang menerbitkan keputusan penghapusan Barang Milik Negara
dari Daftar Barang Pengguna dan Pengelola Barang menerbitkan keputusan
penghapusan Barang Milik Negara dari Daftar Barang Milik Negara berdasarkan
berita acara serah terima barang tersebut Barang Milik Negara berupa tanah dan atau
bangunan yang berada pada Pengelola Barang. Pengelola Barang mengkaji perlunya
penyertaan modal pemerintah pusat sesuai dengan tujuan dan pertimbangan
penyertaan modal sebagaimana dimaksud Romawi II dan III dengan melibatkan
Badan Usaha Milik Negara/Daerah dan Kementerian Negara/Lembaga yang
bertanggungjawab di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Usulan
penyertaan modal dapat diajukan Pengguna Barang kepada Pengelola Barang.
Dalam mengajukan usulan tersebut pada butir b, Pengguna Barang harus
menyampaikan perhitungan kuantitatif yang mencantumkan perbandingan
keuntungan bagi pemerintah atas penyertaan modal dengan salah satu cara lain dalam
pemanfaatan Barang Milik Negara. Pengelola Barang mengkaji kelayakan usulan
Pengguna Barang untuk menentukan disetujui atau tidaknya usulan dimaksud. Dalam
hal usulan tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna
Barang disertai alasannya. Dalam hal usulan disetujui, Pengelola Barang membentuk
tim yang anggotanya terdiri dari Pengelola Barang, wakil dari instansi yang
melibatkan wakil dari instansi teknis yang berkompeten dan wakil dari calon
penerima penyertaan modal.
Tim bertugas untuk melakukan penelitian atas tanah dan/atau bangunan yang
akan dijadikan penyertaan modal, serta menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis
dalam pelaksanaan penyertaan modal tersebut. Pengelola Barang menugaskan penilai
untuk melakukan perhitungan nilai tanah dan/atau bangunan yang akan dijadikan
penyertaan modal. Penilai menyampaikan laporan hasil penilaian kepada Pengelola
Barang melalui Tim. Tim menyampaikan kepada Pengelola Barang laporan hasil
pelaksanaan tugas termasuk usulan nilai Barang Milik Negara yang akan disertakan
sebagai modal berdasarkan laporan hasil penilaian. Berdasarkan laporan tim,
Pengelola Barang menetapkan nilai Barang Milik Negara yang akan disertakan
sebagai modal menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan modal.
Dalam hal penyertaan modal tersebut memerlukan persetujuan DPR, maka:
1. Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan kepada DPR;
2. berdasarkan surat persetujuan dari DPR, Pengelola Barang
mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan
modal pemerintah kepada Presiden untuk ditetapkan.
Dalam hal nilai penyertaan modal di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah), Pengelola Barang mengajukan permintaan persetujuan kepada
Presiden disertai rancangan peraturan pemerintah mengenai penetapan modal negara
Dalam hal nilai perolehan Barang Milik Negara di atas Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah),
Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan penyertaan modal pemerintah
pusat kepada presiden disertai, rancangan peraturan pemerintah tentang penyertaan
modal pemerintah untuk ditetapkan. Dalam hal Barang Milik Negara dari awal
perencanaan pengadaannya diperuntukan sebagai penyertaan modal pemerintah pusat
sesuai dokumen anggarannya, tidak diperlukan persetujuan DPR.
Dalam hal nilai perolehan Barang Milik Negara tersebut di atas
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), maka Pengelola Barang mengajukan
permohonan persetujuan penyertaan modal pemerintah pusat kepada DPR.
Berdasarkan surat persetujuan dari DPR, Pengelola Barang mengajukan rancangan
peraturan pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah kepada Presiden untuk
ditetapkan.
Setelah syarat-syarat yang ditentukan Undang-Undang terpernuhi maka:
1. Pengelola Barang menerbitkan keputusan pelaksanaan penyertaan modal;
2. berdasarkan keputusan tersebut, Pengelola Barang menyampaikan rancangan
peraturan pemerintah tentang penyertaan modal pemerintah pusat kepada
Presiden untuk ditetapkan.
3. Setelah peraturan pemerintah tentang penyertaan modal telah ditetapkan,
Pengelola Barang melakukan serah terima barang dengan penerima
penyertaan modal pemerintah pusat, yang dituangkan dalam berita acara serah
4. Berdasarkan berita acara serah terima barang, Pengelola Barang menerbitkan
keputusan penghapusan Barang Milik Negara dari Daftar Barang Milik
Negara.
Dalam pelaksanaannya Pengguna Barang melakukan inventarisasi Barang
Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan, yang direncanakan untuk dijadikan
penyertaan modal pemerintah pusat, serta identifikasi pihak penerimaan penyertaan
modal berdasarkan tujuan dan pertimbangan . Pengguna Barang melakukan persiapan
penyertaan modal pemerintah pusat dengan membentuk tim internal yang bertugas
antara lain menyiapkan kelengkapan data administrasi dan melakukan penelitian
mengenai Barang Milik Negara yang akan disertakan sebagai penyertaan modal
pemerintah pusat.
Pengguna Barang mengajukan usulan penyertaan modal pemerintah pusat atas
Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan tersebut dalam huruf a kepada
Pengelola Barang. Pengelola Barang melakukan kajian dan penelitian atas usulan
Pengguna Barang untuk menentukan kesesuaian usulan dengan tujuan dan
pertimbangan Pengelola Barang mengkaji usulan Pengguna Barang untuk
menentukan disetujui atau tidaknya usulan dimaksud. Dalam hal usulan tidak
disetujui Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang disertai
dengan alasannya. Dalam hal usulan disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat
persetujuan penyertaan modal pemerintah pusat. Pengguna Barang menindaklanjuti
anggotanya terdiri dari unsur Pengelola Barang, Pengguna Barang, instansi teknis
yang berkompeten, dan penerima penyertaan modal pemerintah pusat.
Tim bertugas untuk melakukan penelitian atas Barang Milik Negara yang
akan dijadikan penyertaan modal, serta menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis
dalam pelaksanaan penyertaan modal tersebut. Setelah peraturan pemerintah tentang
penyertaan modal pemerintah pusat ditetapkan, Pengguna Barang melakukan serah
terima barang dengan penerima penyertaan modal pemerintah pusat yang dituangkan
dalam berita acara serah terima barang. Berdasarkan berita acara serah terima
barang, Pengguna Barang melakukan penghapusan dari Daftar Barang Pengguna
dengan menerbitkan keputusan penghapusan Barang Milik Negara.
Pengguna Barang menyampaikan laporan kepada Pengelola Barang disertai
dengan berita acara serah terima barang dan keputusan penghapusan. Berdasarkan
laporan tersebut , Pengelola Barang menghapuskan dari Daftar Barang Milik Negara
dengan menerbitkan keputusan penghapusan barang apabila barang tersebut ada