• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme (1)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Filsafat, dan ekonomi di jerman pada teori politik dan ekonomi di jerman pada abad 19 sangat berbeda dengan filsafat, teori politik dan ekonomi di inggris. Posisi dominan ekonomi politik klasik dan utilitarianisme di inggris tidak di produksi di Jerman. Di Jerman, pemikiran ekonomi politik klasik dan utilitarianisme justru dihambat oleh pengaruh idealisme. Pada dasa warsa penutup abad 19, itu juga di hambat bertumbuhnya dampak marxisme.

Di inggris, system of logic (1843) karya John Stuart Mill bisa menyatukan ilmu-ilmu social dan ilmu alam dalam kerangka yang cocok dalam tradisi di negeri itu. Mill adalah pengikut ajaran Auguste Comte yang paling terkenal di Inggris. Sementara, positivisme Comte tidak pernah bisa menemukan lahan yang subur di Jerman. Penerimaan simpatik namun kritis oleh Dilthey atas ‘ sains moral’ versi Mill justru memberi dorongan tambahan terhadap apa yang kemudian dikenal sebagai Geisteswissenscaften (yang aslinya dianggap persis sebagai terjemahan dari ‘sains moral’.

Tradisi Geisteswissenscaften, atau tradisi ‘hermeniotik’ ini bisa di runut kebelakang sebelum era Dilthey. Sejak pertengahan abad 18 dan seterusnya, tradisi itu di campur dengan aliran yang lebih luas dari filsafat idealistic. Tapi tidak semuanya karena sebagian justru dipisahkan dari filsafat idealistic. Mereka yang berpegang teguh pada ttik pandang ilmu alam dari studi tentang manusian. Meski kita bisa ‘menjelaskan’ kejadian alami lewat aplikasi hukum sebab-akibat, perilaku manusia secara intrinsic sangat penuh makna sehingga harus ‘diinterpretasi’ atau ‘dipahami’ dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak ada bandingannya di alam.

(2)

memberikan makna pada kehidupan manusia diciptakan oleh proses spesifik dari perkembanagan social.

Weber bisa menerima tesis bahwa sejarah adalah inti terpenting dari ilmu-ilmu social. Ia juga mengadopsi ide bahwa verstehen( memahami ) makna adalah hal mendasar untuk eksplikasi tindakan manusia. Namun, weber bersikap kritis terhadap istilah-istilah ‘instuisi’,’empati’, dan sejenis yang dianggap oleh banyak pihak sebagai hal yang terkait bagi pehamaman interpretative terhadap tingkah laku manusia. Yang lebih penting lagi, Weber menolak pandangan bahwa pengakuan terhadap karakter ‘penuh makna’ dari tingkah laku manusia dan penjelasan kausal(sebab-akibat)tidak bisa dilakukan dalam ilmu-ilmu social.kedunya bisa dikaitkan.

Di level metode abstrak, Weber memang tidak bisa menghasilkan rekonsiliasi memuaskan atas benang-benang berbeda yang ia coba rajut bersama. Namun upayanya dalam metode sistesis bisa menghasilka gaya khas untuk studi sejarah. Ia bisa memadukan antara kepekaan terhadap pemaknaan berbeda atas budaya dengan peran kausal mendasar dari factor-faktor ‘material’dalam mempengaruhi arah sejarah. Dari latar belakang intelektual samacam itulah Weber mengambil pendekatan terhadap marxisme; sebagai seperangkat doktrim dan sebagai kekuatan politik untuk mencapai tujuan-tujuan praktis.

Weber sangat erat terlibat Verrein fur Sosialpolitik (Asosiasi Politik Sosial ) yakni kelompok ilmuan liberal yang tertarik meningkatkan reformasi secara progresif. Ia anggota’’ generasi muda’’Verrein. Kalangan ini termasuk kelompok pertama yang mendapatkan pengetahuan canggih tentang teori marxis. Mereka juga mencoba secara aktif menerapkan unsure-unsur yang ditarik dari Marxisme meski tanpa pernah menerimanya sebagai system pemikiran secara keseluruhan dan meloncat dari politik revolusionernya.

(3)

yang dilakukan penerus kontemporernya yakni Sombart.Namun, keduanya sama-sama menunjukkan perhatian besar pada asal-usul dan arah evolusi kapitalisme industry di Jerman khususnya dan di Barat umumnya. Lebih spesifik, mereka juga melihat kondisi –kondisi ekonomi yang diyakini Marx bisa menentukan perkembangan dan transformasi masa depan kapitalisme sebagaimana mengedapankan dalam totalitas budaya yang unik. Keduanya sama-sama mengfokuskan sebagian besar karya mereka untuk mengidentifikasi munculnya Geist ( ‘etos atau spirit’ ) kapitalisme modern di Barat.1

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah munculnya etika Protestan dan Spirit Kapitalisme 2. Bagaimanakah Pokok-Pokok Ajaran Etika Protestan dan Spirit

Kapitalisme

3. Bagamanakah Hubungan Etika Protetan dan lahirnya system kapitalis 4. Bagaimanakah Kontroversi Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme di

kalangan para ahli C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mngetahui sejarah munculnya etika protestan dan spirit kapitalisme 2. Untuk mengetahui Pokok-pokok ajaran Etika Protestan dan spirit

kapitalisme

3. Untuk mengetahui Hubungan Etika Protestan dan lahirnya system kapitalis

4. Untuk mengetahui Kontroversi Etika Protestan dan spirit Kapitalisme di kalangan para ahli.

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Muncul dan berkembangnya Konsep Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme.

Weber yang terkenal dengan karyanya yang berjudul The protestant ethic and The spirit of kapitalsm diterbitkan pada tahun 1904, mengawali karirnya sebagai sejarawan ekonomi dan ahli sosiologi. Dalam buku ini, yang merupakan langkah pertama baginya untuk memasuki bidang kajian sosiologi

(4)

a`gama, Weber membahas masalah hubungan antara berbagai kepercayaan keagamaan dan etika praltis, khususnya etika dalam kegiatan ekonomi dikalangan masyarakat barat sejak abad ke-16 hingga sekarang. Persoalan ini, dalam konteks agama-agama dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda, tetap menjadi perhatian utamanya, dan kajiannya terhadap agama yahudi, dan terhadap berbagai agama di India dan Cina, serta agam Yunani/ Romawi dan Kristen Sektarian, seluruhnya terkait dengan masalah tersebut. Namun demikian, meskipun masalah etika ekonomi ini merupakan pusat perhatiannya, lingkup kajiannya luas sekali menjangkau seluruh hubungan yang mungkin terjadi antara berbagai corak masyarakat beragama. Untuk mengikuti alur pemikirannya, cara yang paling sederhana untuk memulainya adalah menganalisis argument yang dikemukakannya dalam bukunya mengenai etika protestan tersebut, dan kemudian memperhatikan bagaimana hal ini bisa mengantarkannya kepada kajian komparatif terhadap agama-agama dan berbagai struktur social yang lain.

(5)

dalam cara yang di tempuh oleh berbagai kelompok keagamaan untuk ikut ambil bagian dalam kapitalisme yang mapan pada asanya sendiri. Di Jerman, prancis dan Hongaria, yang menyatakan dengan tegas,bahwa distribusi pekerjaan dan persiapan pendididkan bagi mereka menunjukkan bahwa penganut krieten protestan Calvinis lebih besar kenungkinannya untuk memainkan peranan dalam dunia usaha dan melaksanakan pekerjaan diberbagai oraganisasi modern berskala besar, dibandingkan dengan para penganut katolik. 2

B. Pokok Ajaran Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme

Etika Protestanadalah sebuah konsep dan teori dalamteologi, sosiologi, ekonomi, dan sejarah yang mempersoalkan masalahmanusia yang dibentuk oleh nilai-nilai budaya disekitarnya, khususnya nilai agama. Dalam agama Protestan yang dikembangkan oleh Calvin ada ajaran bahwa seorang manusia sudah ditakdirkan sebelumnya sebelum masuk kesurga atau keneraka. Hal tersebut ditentukan melalui apakah manusia tersebut berh

hasil atau tidak dalam pekerjaannya di dunia. Adanya kepercayaan ini membuat penganut agama Protestan Calvin bekerja keras untuk meraih sukses.

Kalvinisme, yang meyakini bahwa segala sesuatu itu adalah bagian dari kedaulatan kerajaan Tuhan, dank arena kedaulatan Tuhan ini, maka manusia menerima rahmat, dan dikasihi oleh Tuhan. Yohanes kalvin adalah pemrakarsa paham ini, sehingga disebut paham kalvinisme. Kalvinisme sering dihubungkan dengan reformasi gereja protestan, karena ide mengenai kalvinisme ini lahir ketika jaman reformasi gereja protestan

(6)

Inilah yang disebut sebagai Etika Protestan olehMax Weberdalam bukunyaEtika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yakni cara bekerja yang keras dan bersungguh-sungguh, lepas dari imbalan materialnya. Teori ini merupakan faktor utama munculnyakapitalisme di Eropa. Untuk selanjutnya Etika Protestan menjadi konsep umum yang bisa berkembang di luar agama Protestan itu sendiri. Etika protestan menjadi sebuahnilai tentang kerja keras tanpa pamrih untuk mencapai sukses. Doktrin Protestan yang kemudian melahirkan karya Weber tersebut telah membawa implikasi serius bagi tumbuhnya suatu etos baru dalam komunitas Protestan, etos itu berkaitan langsung dengan semangat untuk bekerja keras guna merebut kehidupan dunia dengan sukses. Ukuran sukses dunia – juga merupakan ukuran bagi sukses di akhirat. Sehingga hal ini mendorong suatu semangat kerja yang tinggi di kalangan pengikut Calvinis. Ukuran sukses dan ukuran gagal bagi individu akan dilihat dengan ukuran yang tampak nyata dalam aktivitas sosial ekonominya. Kegagalan dalam memperoleh kehidupan dunia – akan menjadi ancaman bagi kehidupan akhirat, artinya sukses hidup didunia akan membawa pada masa depan yang baik di akhirat dengan “jaminan” masuk surga, sebaliknya kegagalan yang tentu berhimpitan dengan kemiskinan dan keterbelakangan akan menjadi “jaminan” pula bagi individu itu masuk neraka.

Bahwa kepercayaan-kepercayaan dalam agama Protestan telah merangsang kegiatan ekonomi.

Contoh:

(7)

Bagian dari argumen Weber yang menjadi paling terkenal mengenai protestanisme puritan, dan khususnya Calvinisme dalam proses ini. Dalam buku, The Protestan Ethic and the Spirit of Capitlism (1977) Weber melihat ada keterkaitan antara kehidupan penganut Calvinis yang diberi pedoman oleh agama mereka dan jenis perilaku dan sikap yang diperlukan bagi kapitalisme agar bekerja secara efektif. Weber menjelaskan bagaimana Kalvinisme berbeda dengan kebanyakan agama. Ajarannya mendorong untuk memusatkan diri pada pekerjaan duniawi, dan pada saat yang sama juga mewujudkan kehidupan asketik - sederhana, rajin beribadah, dan hidup hemat. Weber berpendapat bahwa penekanan pada kreatif dan kerja keras berkombinasi dengan tututan agar menjalankan gaya hidup asketik, suatu gaya hidup yang khas bagi agama puritan, dan bahwa ini adalah kombinasi dari resep keagamaan yang memberikan kesempatan bagi kapitalisme untuk berakar

Calvinis yakin bahwa mereka tidak akan di berikan ganjaran keselamatan oleh Tuhan kecuali jika mereka sukses dan produktif dalam kehidupan. Mereka yakin bahwa nasib tidak di gariskan oleh Tuhan, melainkan manusialah yang harus mengubah nasibnya sendiri . Oleh sebab itu kehidupan harus didedikasikan kepada efisiensi dan rasionalitas untuk memaksimalkan produktifitas mereka. Akan tetapi simbol pencapaian, kekayaan materi yang di kumpulkan melalui kerja keras terus-menerus secara efisien, tidak boleh di konsumsi secara berlebihan, atau boros, karena bertentangan dengan asketisme Calvinis. Jadi, meski akumulasi kekayaan merupakan symbol dari kerja keras kaum kalvinis, mengkonsumsi secara berlebihan ditolak oleh penganut agama ini karena kebutuhan akan kehidupan asketik yakni sederhana, taat beribadah dan hemat.

(8)

mengembangkan teknik-teknik produksi yang lebih efesien demi memperoleh keuntungan lebih besar. Kebutuhan adalah upaya menemukan cara-cara produksi yang rasional dan terus menerus, dengan menarik kembali hasil kerja keras. Lebih banyak kekayaan yang dikumpulkan, semakin sukses perusahaan kapitalis , maka semakin banyak sumber daya yang tersedia untuk memperbaiki efisiensi produksi. Oleh karena itu kerja adalah ujung ahirnya; keuntungan yang diinvestasikan kembali adalah nyata, dan memberikan ganjaran sendiri.

Pandangan Weber cukup jelas. Hanya puritanisme yang berharap pengikutnya untuk berpikir menurut cara yang sesuai dengan tuntutan khusus bagi produsen kapitalis. Tanpa penduduk yang mengabdikan diri kepada duniawi, bersedia menghindari perbuatan berlebihan yang mengandung dosa, kapitalisme niscaya tercabut dari akarnya . Terciptanya suatu dunia seperti di gambarkan diatas merepresentasikan contoh yang sempurna dari pandangan Weber mengenai peranan keyakinan dan tindakan dalam perubahan social. Menurut Weber, kapitalisme adalah anak kandung cara berpikir dan bertindak, bukan mode produksi yang lahir dari kekuatan ekonomi.3

C. Hubungan antara Etika Protestan dengan Spirit Kapitalisme

Hubungan anatara agama protestan Calvinis dan kapitalisme ini, Weber lebih lanjut berusaha membahas dan mengidentifikasikan berbagai ciri yang menbedakan antara kapitalisme modern dan berbagai corak organisasi ekonomik lainnya, serta berbagai ciri yang membedakan antara Calvinisme dan beberapa versi lain agama Kristen.

Calvinisme maupun perkembangan kapitalisme adalah penekanan pada individualism, atau pada keputusan-keputusan manusia sesuai dengan kesadaran dan kepentingannya sendiri, tanpa memandang dari kelompok

(9)

manapun, dan individualismenya ini dinilai sebagai produk baik dalam konteks keagamaan maupun ekonomi.

Seperti kebanyakan pakar abad ke-19, tujuan utama Weber adalahuntuk memahami modernitas, prubahan kehidupan social baru dan radikal yang terjadi di Eropa barat dan Amerika serikat dan berkembang kekawasan dunia yang lain. Prinsip Kapitalis yang mengatur system modern adalah kapitalisme adalah semangat memproduksi barang yang rasional fisien, dan mengejar keuntungan yang berdasarkan kepemilikan pribadi dan

individual. Menurut Weber sendiri bahwa :

Kapitalisme itu indentik dengan mengejar keuntungan dengan cara berusaha secara terus menerus, rasional denga peursahaan kapitalis dan organisasi kapitalis rasional tenaga kerja bebas.(Weber, 1958:17;21).4

Etika ekonomi yang diajarkan oleh Katolisisme abad pertengahan menciptakan banyak hambatan bagi perkembangan kapitalis dan bagi ideologi kapitalis. Kebencian terhadap kemakmuran material merupakan kelanjutan ajaran para padri Katolik yang melawan Mamoisme. Santo Agustinus menganggap bahwa berdagang itu buruk karena menjauhkan manusia dari usaha mencari Tuhan. Sepanjang abad pertengahan, perdagangan dan perbankan dianggap sebagai kejahatan yang diperlukan. Meminjam uang dengan memungut bunga dianggap tidak layak dilakukan oleh seorang Kristen. Sehingga pada saat dimana kegiatan itu diserahkan kepada orang-orang non Kristen. Membungakan uang merupakan pelanggaran hukum karena ada Undang-Undang antiriba dari penguasa gereja maupun penguasa seluler, spekulasi dan praktek riba melanggar doktrin pokok ekonomi abad pertengahan, yaitu harga yang adil.

Berkembangnya perdagangan pada akhir abad pertengahan menimbulkan konstroversi dan mendorong ke arah berbagai usaha

(10)

penyesuaian antara doktri-doktrin teologis dengan realitas ekonomis. Di Venesia, Florence, Augburg, semua kota Katolik, kaum kapitalis melanggar semangat dan memanipulasi surat larangan terhadap pembungaan uang. Menjelang revormasi Protestan, kaum kapitalis yang masih dibayang-bayangi dosa orang tamak oleh karena kedudukannya, telah menjadi tidak teladan bagi pemerintah sekuler dan sejumlah besar orang yang tergantung kepada mereka untuk memperoleh pekerjaan.

D. Kontroversi etika Protestan dan spirit Kapitalisme di kalangan para Ahli Etika protestan ditulis dengan niatan berpolemik. Ini terbukti dalam berbagai reverensi yang dibuat Weber pada idelisme dan materialisme. Studi ini kata Weber, adalah suatu kontribusi untuk memahami bagaimana ide-ide menjadi kekuatan efektif dalam sejarah dan diarahkan berlawanan dengan determinisme ekonomi.

Hal-hal yang kontraks semacam inilah maka etika protestan bisa memicu kontroversi dan banyak dibicarakan. Alas an terpenting bagi terbentuknya intensitas emosi adalah dua term utama yang dipakai Weber “agama” dan “kapitalsme”. Selan itu, banyak kritik yang muncul kalau dirangkum, mungkin berbagai kritik itu bisa terbagi dalam berbagai sudut sebagai berikut:

1. Karakterisasi yang diberikan Weber pada Protestanisme benar-benar keliru. Para kritikus ini membidik perlakuan Wber terhadap Reformasi, interpretasi Weber terhadap sekte-sekte puritan secara umum, dan terhadap Calvinisme secara khusus. Dikatakan Weber kelir dalam menganggap Luther memperkenalkan konsep ‘Calling’’yang berbeda dari sebelumnya pernah bisa didapatkan dalam injil. Dikatakan, etika Calvinis pada nyatanya justru lebih anti kapitalis daripada sekedar akumulasi kekayaan sebagai tujuan tidak langsung.

(11)

Franklin ini mendapat porsi besar karena Weber memandang pengaruh puritanisme terhadap bisnis di Amerika As sebagai penyederhana dari tesisnya.

2. Weber menginterpretasi dokrin katolik para kritikus menuding, Weber mungkin katolikisme lebih detil meski argument Weber didasarkan pada adanya perbedaan mendasar antara katolikisme dan protestanisme dalam nilai-nilai yang relevan. Para kritikus berpendapat, katolikisme pasca abad pertengahan di Eropa justru melibatkan para elemen-elemen yang sangat mendukung spirit kapitalisme.

3. Pernyataan weber tentang koneksi antara puritanisme dan kapitalisme modern didasarkan pada materi-materi empiris yang kurang bisa dipertanggungjawabkan. Kritik ini dikembangkan oleh Fischer dan Rachfal dalam berbagai bentuk yang kemudian terus bergema. Mereka mengungkapkan, studi yang menjadi rujukan weber hanya aktivitas ekonomi kaum katolik dan kaum protestan.

4. Weber tidak bisa diterima saat menggambarkan secara kontras antara kapitalisme modern atau rasional dengan tipe-tipe aktivitas kapitalistik era sebelumnya. Mereka beragumen, bahwa weber mencondongkan konsep kapitalisme modern sedemikian rupa sehingga bisa dicocok-cocokan dengan elemen-elemen puritanisme yang dianut

5. Para kritikus marxis cenderung menolak weber tentang pandangan prularistik berupa klausal historis. Beberapa bahkan berusaha menginterpretasi ulang tesis etika protestan dengan memperlakukan doktri-doktrin puritanisme yang dianalisis Weber sebagai epifenomena perubahan ekonomi yang sudah ada sebelumnya. Kritikus lainnya, yang tidak selalu berhaluan marxis, menolak kerangka kerja metodologis yang dipakai weber.5

(12)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

(13)

individu itu masuk neraka. Bahwa kepercayaan-kepercayaan dalam agama Protestan telah merangsang kegiatan ekonomi. Weber menjelaskan bagaimana Kalvinisme berbeda dengan kebanyakan agama. Ajarannya mendorong untuk memusatkan diri pada pekerjaan duniawi, dan pada saat yang sama juga mewujudkan kehidupan asketik - sederhana, rajin beribadah, dan hidup hemat. Ajaran inilah yang menurut weber memicu timbulnya kapitalisme karena hasil produksi tidak di kosumsi secara berlebihan melainkan harus di infestasikan kembali secara efisien untuk keuntungan lebih besar.

B. Saran

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar Wardi, Sosiologi Klasik, Cet. II, PT Remaja RosdaKarya, Bandung, 2010

Jones pip, Pengantar Teori-Teori Sosisal, Cet. I, Yayasan Obor Indonesia dan Pusat Perbukuan, Jakarta, 2009

Rahardjo, M. Dawam, Etika dan Ilmu Ekonomi, Cet I Mizan, Bandung , 1985

Scharf, Betty R, Kajian Sosiologi Agama, Ed I, Cet. I, PT TIARA WACANA YOGYA, Yogyakarta, 1995

Sztompka Piotr, Sosiologi Peruahan social, Ed I, Cet. 6, Prenada Media Group, Jakarta, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum dilakukan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media video pembelajaran, guru biasanya menggunakan

Alun-alun adalah salah satu ruang terbuka publik di dalam kota yang berfungsi sebagai wadah berbagai aktivitas sosial seperti upacara pada hari besar, acara perlombaan,

Dengan adanya gempa di wilayah Sumatra Utara dapat dilakukan analisa pola bidang sesarnya yang nantinya akan mempermudah dalam mengetahui pola geometri dari patahan

Pada penetapan kadar air kapasitas lapang dengan metode Alhricks, ketebalan pasir kuarsa yang paling baik adalah 6 cm dan tanah 3 cm, karena data kadar air yang

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi- square, diperoleh p-value = 0,338 yang menunjukkan tidak adanya hubungan keberadaan breeding place

Pada zona I terjadi proses elektrolisis Faraday, dimana arus akan semakin meningkat seiring dengan adanya peningkatan tegangan listrik.. Pada zona ini terbentuk

kesesuaian antara pilihan karir dengan jurusan/prodi yang ditempuh oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial UNESA, sebagian besar responden memilih untuk bekerja,

Ketika dikaitkan penyimpanan data atau informasi dari perpustakaan, perilaku pemustaka yang menggunakan layanan e book juga berbeda dengan pemustaka yang