Nama
: Vivin Mujannah
NIM
: 2013710042
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Prodi / Kelas : Jurnalistik / N(Ekstension)
MEDIA
DAN
Pertanyaan :
1. Carilah berita dalam media massa baik cetak maupun elektronik, yang mengandung pelanggaran kode etik jurnalistik di dalamnya? Serta analisis berita tersebut?
Jawaban :
Kode Etik Jurnalistik adalah kode etik yang di sepakati organisasi wartawan dan di tetapkan oleh Dewan Pers. Kemerdekaan berpendapat, berekspresi dan pers adalah hak asasi manusia yang di lindungi Pancasila. Undang – undang dasar 1945, dan deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, bertanggung jawab social, keberagaman masyarakat, dan norma – norma agama. Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak public untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan public dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar hal tersebut, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Oleh karena itu, dalam setiap aktivitasnya dan penyiaran beritanya setiap hari wartawan di tuntut agar selalu mementingkan public bukan golongan atau pribadi, professional, akurat, netral, sesuai fakta yang ada atau actual, dan dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya. Bukan hanya itu, di setiap berita yang di publikasikannya setiap hari wartawan dan redaktur harus selalu mengkaji dan mengkoreksi ulang berita – beritanya, agar dapat diinformasikan dengan baik kepada khalayak.
Berita yang di siarkan oleh wartawan baik di media cetak maupun elektronik, setiap harinya meskipun sudah bebas dalam penyiaran beritanya, tetapi tetap saja Indonesia adalah Negara hukum yang terdapat banyak aturan dan kode etik di dalamnya. Masih banyak pula kasus – kasus menyangkut media massa dan pers di dalamnya. Seperti pencemaran nama baik, pelaporan masyarakat yang merasa di rugikan akan media massa dan pers, banyak wartawan yang mendapatkan kekerasan dan aniaya dari narasumber, dan lain – lain.
Kasus – kasus tersebut tentunya juga berasal dari berita dan informasi yang di publikasikan media massa yang dapat menyulut konflik. Dan berita yang terkadang berkesan terlalu memojokkan pihak yang di beritakan, perlu koreksi ulang dan analisa lebih lanjut dalam berita – berita yang di sebarkan wartawan agar kesalahan – kesalahan tidak terus terjadi.
Masih banyak berita – berita yang perlu di kaji ulang dalam media cetak maupun elektronik. Dewan pers harus lebih tegas dalam hal ini. Karena memang kebebasan pers harus ada, tetapi norma dan Kode Etik Jurnalistik juga harus di tegakkan. Agar antara masyarakat dan pihak media massa bisa saling merasakan manfaat yang baik dari masing – masing pihak.
Analisa Kode Etik Jurnalisitik :
Judul berita : “Soal UAS Kemenag Banyak Salah”
Di muat pada : Koran Harian Surya, hari kamis tanggal 07 Mei 2015
Dari judul berita pada Koran tersebut yakni “Soal UAS Kemenag Banyak Salah”. Sudah terkesan memojokkan dan menyalahkan pihak Kemenag (Kementrian Agama) . Memang isi berita tersebut mengenai kesalahan dan kelalaian pihak Kemenag, tetapi judul tersebut bisa di ubah dengan kata – kata yang lebih netral tidak terkesan terlalu memojokkan atau menyalahkan, agar beritanya lebih berimbang dan salah satu pihak tidak di rugikan karena berita tersebut.
Wartawan dalam menulis berita ini memang isinya sudah berimbang, karena ada jawaban atau tanggapan langsung dari pihak Kemenag mengenai kesalahan ini, tetapi judul tersebut yang terkesan terlalu memojokkan pihak Kemenag, membuat berita ini jadi tidak di beritakan secara berimbang. Judul berita tersebut lebih terkesan seperti opini yang menyalahkan pihak Kemenag. Sehingga judul berita tersebut tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalisik yakni, Pasal 3 yang berbunyi “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampuradukkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah”.
Penafsiran pasal 3 :
a. Menguji Informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang dan waktu pemberitaan kepada masing – masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpertatif , yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
Dari segi isi berita tersebut, keseluruhan berita menjelaskan tentang pelaksanaan Ujian Akhir Semester UAS untuk Madrasah Ibtidaiyah atau MI Taufiqus Shibyan, Pamekasan berjalan kacau, pasalnya banyak soal ujian yang di buat Kemenag (Kementrian Agama) salah, sehingga siswa dan guru bingung. Terdapat juga kolom dalam segmen berita tersebut dengan sub judul, “Mengakui Kesalahan” yang berisi tanggapan langsung dari pihak Kemenag mengenai kejadian yang di beritakan tersebut. Memang dengan adanya kolom sub judul dalam berita tersebut berita sudah berimbang, dan tidak beritikad buruk yang berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata – mata untuk menimbulkan kerugian.
Tetapi, jika di presentasikan dalam bentuk persen keseluruhan berita tersebut hanya sekitar 30 % paragraph yang menjelaskan tanggapan dan jawaban langsung dari pihak Kemenag. Seharusnya, paragraph yang berisi tanggapan langsung dari Kemenag tersebut di tambah porsinya. Sehingga lebih berimbang dan tak berkesan menyalahkan atau memojokkan. Dari 13 paragraph hanya 4 paragraph berisi tanggapan dari pihak Kemenag, 9 paragraph lainnya adalah berita laporan kejadian dan tanggapan dari narasumber pihak kepala sekolah MI, Taufiqus Shibyan Ach Faqih. Lebih baik lagi bila dari 13 paragraf itu 7 berisi berita kejadian kekeliruan soal dalam UAS dan tanggapan narasumber kepala sekolah MI Taufiqus Shibyan, dan 6 paragraf berisi tanggapan langsung dan pengakuan kesalahan dari pihak Kemenag. Sehingga berita ini jadi lebih berimbang dan setara.
Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 1 dalam Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi, “Wartawan Indonesia bersikap Independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Penafsiran pada pasal 1 tersebut khususnya pada isi berita yang melanggar adalah pada bagian berimbang, yang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
Paragraf tersebut adalah kalimat utama yang menyatakan pengakuan kesalahan langsung dari pihak Kemenag dalam sub judul “Mengakui Kesalahan” pada berita ini. Selebihnya banyak menjelaskan tantang pernyataan keterangan dan pernyataan catatan evaluasi dari Kepala Sekolah MI Taifiqus Shibyan, Ach Faqih dan pernyataan pembelaan kepada Kemenag dari PPAI (Pengawas Pendidikan Agama Islam), Imam Sutarji.
Pernyataan yang berupa catatan evaluasi dari Ach Faqih berbunyi, “Sebaiknya, untuk menghindari dan meminimalisir kesalahan penulisan bahasa Arab, naskah ujian itu pengerjaannya diberikan kepada guru maple masing – masing. Sebelum di cetak, naskah ujian di teliti kembali dengan seksama” ujar Faqih. Sedangkan pernyataan pembelaan kepada pihak Kemenag dari PPAI, Imam Sutarji berbunyi, “Kami menyadari kesalahan ini, namun kejadian ini bukan hanya terjadi kali ini saja, terutama di daerah. Saat Unas, juga terjadi kesalahan pada naskah soalnya,”kelit Imam Sutarji.
Sub judul kolom “Mengakui Kesalahan” dan pernyataan dari Imam Sutarji. Merupakan Hak Jawab dan Hak Koreksi yang di jelaskan. Akan tetapi tetap saja dalam sub judul segmen ini, porsinya tidak proporsional dan tidak setara atau berimbang. Bagian yang terkesan terus menerus menyalahkan Kemenag lebih banyak porsinya dan menekan bagian berita yang berisi pengakuan kesalahan dan pembelaan dari pihak PPAI yang lebih sedikit. Bahkan hanya satu paragraph dan satu kalimat menyatakan pengakuan kesalahan langsung dari pihak Kemenag. Artinya berita ini Hak Koreksinya kurang proporsional.
Hal ini sesuai dengan Pasal 11 dalam Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi “Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional” penafsiran pasal ini yakni :
a. Hak Jawab adalah hak seseorang atau kelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Contoh berita yang penulis temukan selain dari media cetak Koran seperti yang telah di analisa di atas adalah berita dari media elektronik Televisi. Yakni pemberitaan dari Metro TV yang berjudul “Prabowo di Mata Jurnalis Asing” berita tersebut menjelaskan tentang wawanacara antara reporter Metro TV dan Jurnalis Amerika Serikat (Allan Naim). Wawancara tersebut berisi penjelasan mengenai alasan – alasan seorang jurnalis asing Allan Naim mengungkap sisi lain dari Prabowo, yang (Terindikasi) dictator fasis. Yang padahal saat itu Prabowo sedang gencar – gencarnya kampanye menjadi presiden. Rangkuman keseluruhan isi video tersebut yaitu.
Ini Alasan Jurnalis AS Allan Nairn Ungkap Wawancara "Off The Record" dengan
Prabowo Subscribe http://youtube.com/videoberitaterpilih. Jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn
angkat bicara soal alasannya membuka kembali percakapan off the record dengan mantan
Panglima Kostrad Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto pada tahun 2001 silam. Menurut
Allan, apa yang dilakukannya memang melanggar kode etik jurnalistik. Akan tetapi, ia beralasan,
hal ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa Indonesia yang telah
dibutakan dengan citra yang tengah dibangun Prabowo yang kini maju sebagai calon presiden.
"Kalau ada sejarah jejak rekam jenderal yang paling jahat menyiksa orang sipil,
membunuh orang sipil, itulah Prabowo. Prabowo adalah jenderal dengan rekor kejahatan
terburuk. Ini serius sekali. Rakyat Indonesia harus memiliki akses terhadap informasi yang saya
Menurut Allan, pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukannya tidak seberapa
besarnya jika dibandingkan dengan dampak yang akan diterima masyarakat Indonesia jika
Prabowo terpilih sebagai presiden. Dalam wawancara dengannya, kata Allan, Prabowo
menjabarkan bahwa ia adalah seorang jenderal yang tidak percaya pada sistem demokrasi.
"Dia bahkan mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak kanibalisme dan kerumunan
yang rusuh sehingga masih belum siap untuk demokrasi. Prabowo ingin rezim ototiter yang
jinak," kata Allan.
Prabowo, sebut Allan, juga menghalalkan darah sipil yang dibunuh militer. Hal ini
mengacu pada kasus pembunuhan massal Santa Cruz. Dalam tulisan yang diunggah dalam blog
pribadi Allan, Prabowo disebutkan juga menyandingkan dirinya dengan pemimpin otoriter
seperti Pervez Musharraf di Pakistan. Allan mengakui masih banyak jenderal lainnya yang juga
berkasus seperti Prabowo. Di kubu Jokowi, kata Allan, ada dua jenderal, yaitu Hendropriyono
dan Wiranto, yang disebutnya juga terlibat pelanggaran HAM berat.
"Keduanya juga jahat, membunuh orang sipil. Tapi pilihannya, Jokowi didukung oleh
jenderal-jenderal yang bunuh sipil. Sementara Prabowo adalah jenderal yang bunuh orang sipil,"
kata Allan.
"Jadi yang saya lakukan ini memang pelanggaran serius dalam praktik jurnalistisk. Tapi
ini pengecualian. Saya memiliki informasi ini dan saya rasa masyarakat Indonesia berhak untuk
Allan adalah seorang jurnalis investigasi yang telah banyak meliput kasus-kasus
pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia, seperti di Guatemela, Haiti, dan Timor Leste. Ia
pernah dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto
atas laporan-laporannya. Pada bulan Juni dan Juli 2001, Allan menginvestigasi kasus
pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh militer Indonesia. Investigasinya itulah yang
kemudian mempertemukan Allan dengan Prabowo yang sudah diberhentikan dari dunia
kemiliteran.
Dalam wawancara itu, Allan mengaku Prabowo tidak mau menjelaskan secara spesifik
kasus per kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Orde Baru. Namun, ia justru bercerita
panjang lebar kepada Allan tentang pemikirannya akan fasisme dan dunia militer — JAKARTA,
KOMPAS,
Rabu
02
Juli
2014.
Cek liputan lengkap tentang sosok Prabowo di blog Allan Nairn: http://www.allannairn.org/
Ada unsure politik dalam tayangan dan berita yang di siarkan Metro TV tersebut. Yakni, pihak Metro TV tersebut menjabarkan segala kebaikan dan kelebihan Surya Paloh sebagai pemimpin mereka, yang juga ketua Parta Politik NASDEM (Nasional Demokrat) dan saat itu tengah gencar – gencarnya melakukan kampanye agar di pilih dalam pemilu presiden nantinya.
Tak lupa berita tersebut yakni menerangkan tentang wawancara dengan jurnalis asing yang menjelaskan dan melaporkan sisi lain dari sosok Prabowo yang saat itu adalah juga saingan dari Surya Paloh dalam pemilu presiden di Indonesia, artinya berita ini kurang Independent dalam penyampainnya dan kurang berimbang.
Hal ini sesuai dengan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik pasal 1 yang berbunyi, “Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”
Penafsiran :
a. Independen berarti memberitakan persitiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti di percaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata – mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pertanyaan :
2. Carilah kasus pelanggaran Undang – Undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik)? Dan
Undang – Undang ITE?
Jawaban :
Total ada 4 kicauan atau tweet pada account twitter tersebut yang berisi penghinaan bahwa kota Bandung itu kota pelacur, kota buruk dan lain – lain. Selain itu dia juga menghina wali kota Bandung Ridwan Kamil yang akrab di sapa Emil dengan Gay dan Kunyuk. Status pada media social twitter tersebut di posting pada hari Sabtu, 06 September 2014.
Kicauan twitter yang di tulis oleh Kemal Septiandi yang menghina kota Bandung tersebut adalah suatu pelanggaran yang di lakukan, yakni pada Undang – Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE tahun 2008, pada Bab VII tentang “ Perbuatan Yang Dilarang” pasal 27 ayat 3 yang berbunyi, “