RESPIRASI TANAH
(Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)
Oleh
Karina Zulkarnain kelompok 6
2015
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor penentu subur tidaknya suatu tanah adalah besarnya populasi mikroorganisme dalam tanah tersebut. Semakin banyak mikroorganisme tanah yang terkandung, maka semakin subur tanah tersebut. Hal ini dikarenakan bahan organic yang terdapat dalam tanah hanya dapat didekomposisikan oleh
mikroorganisme-mikroorganisme tersebut yang nantinya akan menyumbangkan nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman serta memperbaiki keadaan tanah. Salah satu cara untuk dapat menghitung populasi dari mikroorganisme tanah tersebut adalah dengan mengukur respirasi tanahnya yang diasumsikan bahwa ketika semakin besar respirasi tanahnya maka jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam tanah tersebut pun semakin besar (Arief, 2001).
Respirasi tanah merupakan pencerminan aktivitas mikroorganisme
tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme tanah) merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Salah satu cara untuk mempelajari aktivitas semua mikroorganisme dalam tanah adalah dengan menghitung jumlah organisme tanah dan karbondioksida yang dilepaskan oleh organisme tanah selama waktu tertentu. Sedangkan penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah (Hanafiah, 2005).
1. Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme. 2. Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme.
Metode pengukuran CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dapat dilakukan untuk sampel tanah yang tidak terganggu maupun untuk sampel tanah yang terganggu. Pengukuran respirasi ini mempunyai korelasi yang baik dengan variabel aktivitas mikroorganisme seperti : kandungan bahan organik tanah, transformasi nitrogen atau fosfor, Ph, dan rata-rata jumlah mikroorganisme (Handayanto, 2007).
1.2 Tujuan
II. METODOLOGI KERJA
2.1 Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol, gelas beaker, dan lakban.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah, KOH, akuades, HCl, penolptalein, dan metil oranye
2.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan untuk penetapan CO2 tanah yang sederhana di laboratorium:
1. Dimasukkan 100 g tanah lembab ke dalam 1,0 liter botol (toples). 2. Dimasukkan 5,0 ml 0,2 N KOH dan 10,0 ml akuades masing-masing ke
dalam 10 ml gelas beaker.
3. Dimasukkan kedua beaker yang berisi KOH dan akuades tersebut ke dalam botol yang berisi tanah tadi. Kemudian ditutup botol sampai kedap udara. 4. Diinkubasi botol-botol tersebut pada temperatur kamar di tempat yang gelap
selama1 minggu. Pada akhir masa inkubasi, ditentukan jumlah CO2 yang dihasilkan dengan cara titrasi.
5. Ke dalam beaker gelas yang berisi KOH, dimasukkan 2 tetes penolptalein dan titrasi hingga warna merah hilang.
6. Dicatat volume HCl yang digunakan untuk titrasi.
7. Ditambahkan 2 tetes metil oranye pada larutan diatas dan dititrasi kembali dengan HCl sampai warna kuning berubah menjadi pink.
IV. KESIMPULAN
Didapatkan kesimpulan dari pembahasan dan praktikum respirasi tanah adalah sebagai berikut :.
1. Salah satu cara untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme dalam tanah adalah dengan mengukur banyaknya CO2 yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme tanah
2. Setelah dilakukan titrasi sebanyak 2 tahap, kandungan CO2 yang terdapat pada larutan KOH terurai/ terlepas sehingga dapat dilakukan perhitungan 3. Tingkat respirasi yang paling tinggi terjadi pada sampel tanah dari hutan dan
lahan alang-alang karena terdapat banyak serasah sebagai sumber energi mikroorganisme tanah
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius: Jakarta
Hanafiah, dkk. 2005. Biologi dan Kesuburan Tanah. Rineka Cipta: Jakarta.
Handayanto, E. 2007. Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura : Yogyakarta.
Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jilid Tiga. Erlangga: Jakarta
3.3 Pembahasan
Tabel hasil pengamatan di atas diperoleh berdasarkan perhitungan tingkat respirasi yang terjadi pada sampel tanah yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan masing-masing kelompok. Sampel tanah yang digunakan pada kelompok 1 berasal dari tanah blanko, kelompok 2 berasal dari tanah kontrol, kelompok 3 berasal dari tanah alang-alang, kelompok 4 berasal dari tanah hutan, kelompok 5 berasal dari tanah tercemar, kelompok 6 berasal dari tanah kontrol, kelompok 7 berasal dari tanah alang-alang, kelompok 8 berasal dari tanah hutan, serta kelompok 9 yang berasal dari tanah tercemar.
Hasil percobaan diperoleh dengan melakukan percobaan sederhana. Tanah sampel dari masing-masing kelompok tersebut dimasukkan ke dalam toples kemudian dimasukkan pula tabung kecil yang berisi akuades yang diletakkan disisi toples serta tabung berisi KOH pada sisi toples lainnya. Toples kemudian ditutup dan tanah diinkubasi selama 1 minggu. Prinsip kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah dengan menetapkan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah sehingga nantinya akan diketahui besarnya respirasi yang terjadi dan secara tidak langsung juga akan menentukan seberapa banyak
mikroorganisme yang ada di sampel tanah tersebut.
Akuades yang diletakkan di dalam toples berfungsi untuk menyuplai oksigen yang akan digunakan mikroorganisme yang ada di dalam sampel tanah tersebut untuk berespirasi. Hasil respirasi yang ada yaitu berupa karbondioksida akan diikat oleh KOH yang juga diletakkan di dalam toples. Larutan KOH inilah yang nantinya akan dititrasi untuk dapat mengetahui jumlah CO2 yang diikat di dalamnya (jumlah CO2 yang dilepas mikroorganisme).
penolptalein. Indikator ini digunakan karena larutan bersifat asam. Reaksi kimia yang berlangsung adalah :
K2CO3 + HCl KCl + KHCO3
Reaksi tersebut menunjukkan adanya pengikatan antara hidrogen dengan K2CO3 menjadi senyawa yang lebih kompleks. Pada tahap ini kita belum dapat mengetahui jumlah CO2 yang terkandung di dalam larutan tersebut sehingga dilanjutkan dengan titrasi berikutnya yaitu menggunakan indikator metil orange sebagai indikator kelebihan basa. Reaksi kimia yang berlangsung yaitu :
KHCO3 + HCl KCl + H2O + CO2
Pada reaksi diatas dapat diketahui hasilnya yaitu terjadi proses penguraian menjadi KCl, H2O, dan CO2sehingga jumlah dari CO2 yg sudah terlepas tersebut dapat diketahui yaitu berdasarkan volume dari HCl yang dibutuhkan selama proses titrasi kedua dan memasukkannya ke dalam rumus perhitungan. Sebelum itu, dicari juga volume titrasi blanko terlebih dahulu (Suin, 1997).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kandungan CO2 yang paling besar berasal dari dua sampel tanah yaitu dengan perlakuan pada tanah kontrol dan tanah alang-alang, serta hasil terendah diperoleh pada sampel tanah ke-9 yang berasal dari tanah terccemar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat respirasi yang paling tinggi yang juga menunjukkan jumlah mikroorganisme yang paling banyak terdapat tanah dari kontrol dan dari lahan alang-alang.
Pada sampel tanah dari kontrol dan dari lahan alang-alang diperoleh jumlah CO2 yang paling banyak dikarenakan tanahnya mengandung banyak bahan organic dan zat makanan sebagai sumber karbon dan sumber energi bagi
mikroorganisme tanah. Kondisi lingkungannya pun cocok untuk tempat tinggal mikroorganisme karena tanahnya tertutupi serasah sehingga terlindungi dari panas matahari. Mikroorganisme tersebut akan tumbuh di bawah serasah yang nantinya akan membantu dalam penghancuran serasah, penyedia unsur hara untuk
metabolisme serta pertumbuhan tanaman (Kimball, 1999).
Sedangkan hasil yang paling rendah diperoleh dari tanah tercemar. Hal ini