• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI ETIKA KEBIDANAN DALAM PELAYANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "APLIKASI ETIKA KEBIDANAN DALAM PELAYANAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI ETIKA KEBIDANAN DALAM

PELAYANAN KB

ETIKA DALAM PELAYANAN KELUARGA BERENCANA I. Pendahuluan

A. Latar belakang

Paradigma baru program Keluarga berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan NKKBS menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas tahun 2015” Keluaraga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggungjawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan YME. Dalam paradigma baru program KB ini, misinya sangat menekankan upaya menghormati hak – hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga Berdasarkan salah satu pesan kunci dalam Rencana Strategik Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia adalah bahwa setiap kehamilan harus merupakan kehamilan yang diinginkan.

Untuk mewujudkan pesan kunci tersebut , Keluarga Berencana (KB) merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama (Saifuddin,2003)

Untuk mencapai hal tersebut di atas Bidan sangat memegang peranan dalam kesinambungan keberhasilan program KB. Dalam memberikan pelayanan KB, bidan berkewajiban

melaksanakannya secara professional. Pekerja professional dituntut berwawasan sosial yang luas, sehingga pilihan jabatan dan perannya didasari nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya dan bermotivasi serta berusaha untuk berkarya sebaik-baiknya

(Depkes,2003)

Dengan demikian sebagai jabatan professional bidan dalam pelaksanaan pelayanankebidanan, selalu berpegang pada etika kebidanan. Etika dapat dapat berarti nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi sesorang atau sesuatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etika mencakup prinsip, konsep dasar dan nilai – nilai yang membimbing makhluk hidup dalam berpikir dan bertindak (Supardan S,2008)

B. Tujuan

1. Meningkatkan profesionalisme bidan dalam pelayanan kebidanan 2. Menerapakan etika kebidanan dalam pelayanan kebidanan

3. Meningkatkan kulitas pelayanan kebidanan

4. Meningkatkan peran bidan bagi tercapainya Keluarga berkualitas tahun 2015 II. Factor- factor yang harus dipertimbangkan dalam pelayanan KB:

1. Status kesehatan 2. Efek samping potensial 3. Konsekuensi kegagalan

4. Besar keluarga yang direncanakan 5. Persetujuan pasangan

6. Norma budaya lingkungan dan orang tua.

III. Persyaratan umum dalam metode kontrasepsi ideal:

1. Aman, arinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan

2. Berdaya guna, atinya bila digunakan sesuai aturan akan dapat mencegah terjadinya kehamilan

3. Dapat diterima bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat

(2)

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali kontap.

IV. Wewenang Bidan Dalam Pelayanan KB

Bidan dalam memberikan asuhan kebidanan melalui proses pengambilan keputusan dan tindakan dilakukan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan.

Area kewenangan Bidan dalam pelayanan keluarga berencana tercantum dalam Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 yaitu bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana harus memperhatikan kompetensi dan protap yang berlaku diwilayahnya meliputi :

1. Memberikan pelayanan keluarga berencana yakni pemasangan IUD, AKBK, pemberian suntikan, tablet, kondom, diagfragma, jelly dan melaksanakan konseling.

2. Memberikan pelayanan efek samping pelayanan kontrasepsi.

3. Melakukan pencabutan AKBK tanpa penyulit. Tindakan ini dilakukan atas dasar kompentensi dan pelaksanaanya berdasarkan protap. Pencabutan AKBK tidak dianjurkan untuk dilaksanakan melalui pelayanan KB keliling.

4. Dalam keadaan darurat, untuk penyelamatan jiwa Bidan berwewenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan yang diberikan bila tidak mungkin memperoleh pertolongan dari tenaga ahli.

5. Kewajiban Bidan yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kewenangan : a. Meminta persetujuan yang akan dilakukan.

b. Memberikan informasi.

c. Melakukan rekam medis dengan baik.

V. PENERAPAN ETIKA DALAM PELAYANAN KB A. KONSELING

Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya.

Jika klien belum mempunyai keputusan karena disebabkan ketidaktahuan klien tentang kontrasepsi yang akan digunakan, menjadi kewajiban bidan untuk memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan memberikan informasi tentang kontrasepsi yang dapat dipergunakan oleh klien, dengan memberikan beberapa alternative sehingga klien dapat memilih sesuai dengan pengetahuan dan keyakinan yang dimilikinya.

1. TUJUAN KONSELING:

a. Calon peserta KB memahami manfaat KB bagi dirinya maupun keluarganya. b. Calon peserta KB mempunyai pengetahuan yang baik tentang alasan berKB , cara menggunakan dan segala hal yang berkaitan dengan kontrasepsi.

c. Calon peserta KB mengambil keputusan pilihan alat kontrasepsi

2. SIKAP BIDAN DALAM MELAKUKAN KONSELING YANG BAIK TERUTAMA BAGI CALON KLIEN BARU

a. Memperlakukan klien dengan baik b. Interaksi antara petugas dan klien

Bidan harus mendengarkan, mempelajari dan menanggapi keadaan klien serta mendorong agar klien berani berbicara dan bertanya

c. Member informasi yang baik kepada klien

d. Menghindari pemberian informasi yang berlebihan

(3)

mengingat hal yang penting.

e. Tersedianya metode yang diinginkan klien f. Membantu klien untuk mengerti dan mengingat

Bidan memberi contoh alat kontrasepsi dan menjelaskan pada klien agar memahaminya dengan memperlihtkan bagaimana cara penggunaannya. Dapat dilakukan dengan dengan memperlihatkan dan menjelaskan dengan flipchart, poster, pamflet atau halaman bergambar. 3. LANGKAH – LANGKAH KONSELING:

a. Menciptakan suasana dan hubungan saling percaya b. Menggali permasalahan yang dihadapi dengan calon

c. Memberikan penjelasan disertai penunjukan alat – alat kontrasepsi

d. Membantu klien untuk memilih alat kontrasepsi yang tepat untuk dirinya sendiri. 4. KETRAMPILAN DALAM KONSELING

a. Mendengar dan mempelajari dengan menerapkan: 1) Posisi kepala sama tinggi

2) Beri perhatian dengan kontak mata 3) Sediakan waktu 1) Menerima yang dipikirkan dan dirasakan klien 2) Memuji apa yang sudah dilakukan dengan benar 3) Memberikan bantuan praktis

4) Beri informasi yang benar

5) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti/sederhana 6) Memberikan satu atau dua saran.

B. INFORMED CHOICE DAN INFORMED CONSENT DALAM PELAYANAN KELUARGA BERENCANA

Informed Choice adalah berarti membuat pilihan setelah mendapat penjelasan tentang alternative asuhan yang dialami. Pilihan atau choice lebih penting dari sudut pandang wanita yang memberi gambaran pemahaman masalah yang berhubungan dengan aspek etika dalam otonomi pribadi. Ini sejalan dengan Kode Etik Internasional Bidan bahwa : Bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab dari pilihannya.

Setelah klien menentukan pilihan alat kontrasepsi yang dipilih, bidan berperan dalam proses pembuatan informed concent. Yang dimaksud.Informed Concent adalah persetujuan

sepenuhnya yang diberikan oleh klien/pasien atau walinya kepada bidan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan. Infomed concent adalah suatu proses bukan suatu formolir atau selembar kertas dan juga merupakan suatu dialog antara bidan dengan pasien/walinya yang didasari keterbukaan akal dan pikiran yang sehat dengan suatu birokratisasi yakni

penandatanganan suatu formolir yang merupakan jaminan atau bukti bahwa persetujuan dari pihak pasien/walinya telah terjadi.

Dalam proses tersebut, bidan mungkin mengahadapi masalah yang berhubungan dengan agama sehingga bidan harus bersifat netral, jujur, tidak memaksakan suatu metode

(4)

efektif, maka dengan melakukan informed choice dan infomed concent selain merupakan perlindungan bagi bidan juga membantu dampak rasa aman dan nyaman bagi pasien.

Sebagai contoh, bila bidan membuat persetujuan tertulis yang berhubungan dengan sterilisasi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa sterilisasi bersifat permanen, adanya

kemungkinan perubahan keadaan atau lingkungan klien, kemungkinan penyelesaian klien dan kemungkinan kegagalan dalam sterilisasi.

C. PENCEGAHAN INFEKSI a. Tujuan

1. Memenuhi prasyarat pelayanan KB yang bermutu

2. Mencegah infeksi silang dalam prosedur KB, terutama pada pelayanan kontrasepsi AKDR, suntik, susuk dan kontrasepsi mantap

3. Menurunkan resiko transmisi penyakit menular seperti hepatitis B dan HIV/AIDS b. Kewaspadaan standar

Pelayanan KB membutuhkan kepatuhan melaksanakan tindakan sesuai dengan kewaspadaan standar (standar precaution)

Berikut merupakan cara pelaksanaan kewaspadaan standar 1. Anggap setiap orang dapat menularkan infeksi

2. Cuci tangan

3. Gunakan sepasang sarung tangan sebelum menyentuh apapun yang basah seperti kulit terkelupas, membrane mukosa, darah atau duh tubuh lain, serta alat-alat yang telah dipakai dan bahan – bahan lain yang terkontaminasi atau sebelum melakukan tindakan invasive 4. Gunakan pelindung fisik, untuk mengantisipasi percikan duh tubuh.

5. Gunakan bahan antiseptic untuk membersihkan kulit maupun membrane mukosa sebelum melakukan operasi, membersihkan luka, menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptic berbahan dasar alcohol

6. Lakukan upaya kerja yang aman, seperti tidak memasang tutup jarum suntik, memberikan alat tajam dengan cara yang aman.

7. Buang bahan – bahan terinfeksi setelah terpakai dengan aman untuk melindungi petugas pembuangan dan untuk mencegah cidera maupun penularan infeksi kepada masyarakat 8. Pemrosesan terhadap instrument , sarung tangan, bahan lain setelah dipakai dengan cara mendekomentasikan dalam larutan klorin 0,5%, dicuci bersih, DTT dengan cara-cara yang dianjurkan.

D. PENJELASAN / PENERANGAN YANG DIBERIKAN SAAT PEMASANGAN/ ALAT KONTRASEPSI

1. Jelaskan kepada klien apa yang dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan

2. Sampaikan pada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah tersebut.

3. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya tentang keterangan yang telah diberikan dan tentang apa yang akan dilakukan pada dirinya.

4. Peragakan peralatan yang akan digunakan serta jelaskan tentang prosedur apa yang akan dikerjakan

5. Jelaskan bahwa klien akan mengalami sedikit rasa sakit saat penyuntikan anastesi local, sedangkan insersinya tidak akan menimbulkan nyeri (bila pemasangan AKBK)

6. Tentramkan hati klien setelah tindakan.

(5)

PROFESI BIDAN pada standar V TINDAKAN pada definisi operasional disebutkan bahwa tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi

F. MENJAGA KERAHASIAAN DAN PRIVASI KLIEN

Berdasarkan KODE ETIK KEBIDANAN salah satu kewajiban bidan terhadap tugasnya adalah setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan atau

dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien

G. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN PELAYANAN KB

Dalam tahun 2001 pencatatan dan pelaporan program KB Nasional dilaksanakan sesuai dengan sistim , pencatatan dan pelaporan yang disempurnakan melalui Instruksi Menteri Pemberdayaan Perempuan /KepalaBKKBN Nomor 191/HK-011/D2/2000 tanggal 29 September 2000.

Sistim pencatatan dan pelaporan program KB nasional saat ini telah disesuaikan dengan tuntutan informasi , desentralisasi dan perbaikan kualitas.

Sistim pencatatan dan pelaporan pelayanan kontrasepsi meliputi: 1. Kegiatan pelayanan kontrasepsi

2. Hasil kegiatan pelayanan kontrasepsi baik di klinik maupun di BPS 3. Pencatatan keadaan alat-alat kontrasepsi di klinik KB

H. CONTOH KASUS PELANGGARAN ETIKA DALAM PELAYANAN KB

Tujuh tahun lalu istri saya melahirkan dengan opersai Caesar. Mengingat ingin mengatur jarak kelahiran, kami memutuskan untuk menggunakan KB suntik,namun ternyata tidak cocok sehingga beralih ke pil. Enam tahun berselang kami memutuskan untuk memiliki anak lagi. Setahun pil sudah tidak digunakan lagi, namun tanda-tanda kehamilan belum muncul. Sampai pada akhirnya pada 4 maret 2006, dokter melakukan USG. Hasilnya amat

mengejutkan . Di dalam rahim istri saya terpasang IUD. Kami tidak pernah berkeinginan menggunakan alat kontrasepsi IUD. Kalaupun secara sadar menggunakannya , untuk apa masih menggunakan alat kontrasepsi suntik dan lalu pil selama 6 tahun?.

Kami menduga tindakan pemasangan ( tanpa sepengetahuan dan izin dari kami berdua) dilakukan saat istri saya dioperasi Caesar. Pihak RS saat itu sama sekali tidak

menginformasikan kepada kami perihal pemasangan IUD. Istri saya diopersi di RS Sunan Gunung Jati Cirebon.

Dengan kasus ini kami menuntut penjelasan dan ganti rugi kepada pihak rumah sakit, seraya mengingatka kepada keluarga berputra satu lainya yang sulit mendapatkan anak kedua :Anda mungkin korban programKB yang dicananangkan rumah sakit.

Tertanda: Korban;

Keluaraga armanto joedono, S.Sos.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Standar Profesi Bidan, Pengurus Pusat IBI, Jakarta.

Depkes, 2003, Standar Profesi Kebidanan, IBI, Jakarta

Saifuddin B.A., 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepasi, YBP-SP, Jakarta. Soepardan S., 2008, Etika Kebidanan Dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta.

(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Etika profesi kebidanan merupakan dasar dalam menjalankan prilaku professional di

bidang kebidanan khususnya dan kesehatan umumnya. Sejarah membuktikan

sampai saat ini banyak pelanggaran etika secara tidak langsung banyak berakibat

pada kelangsungan profesinya maupun pribadi seorang bidan, sehingga pentingnya

bidan selalu berpegang teguh pada kode etik profesi pada setiap keadaan dalam

menjalankan layanan public yang dapat menjamin kualitas.

Makalah ini mencoba menjelaskan mengenai etika dalam pelayanan

kebidanan khususnya asuhan dalam masa nifas. Masa nifas sendiri dimulai setelah

kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil yang berlangsung kira kira 6 minggu. Asuhan masa nifas diperlukan

dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

Menjelaskan mengenai etika dalam pelayanan kebidanan khususnya asuhan dalam

masa nifas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Etika Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan adalah bagian yang tidak bisa dilepaskan dari pelayanan

(8)

social ekonomi masyarakat dimana bidan bekerja. Indikator kemajuan social

ekonomi dalam pelayanan kebidanan adalah :

1. Perbaikan status gizi ibu dan bayi

2. Cangkupan pertolongan persalinan oleh bidan.

3. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan

4. Menurunnya angka kematian neonatal

5. Cangkupan penanganan resiko tinggi

6. Meningkatnya cangkupan pemeriksaan antenatal.

Dengan meningkatnya kondisi social ekonomi masyarakat akan

mempengaruhi pemanfaatan pertolongan persalinan dengan pilihan utama bidan

sebagai penolong persalinan. Bidan sebagai pemberi pelayanan kebidanan dan

keluarga berencana serta pelayanan kesehatan pada masyarakat luas harus

mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan dan tuntutan masyarakat

terhadap pelayanan kebidanan. Disamping itu, keadilan dalam memberikan

pelayanan kebidanan juga merupakan aspek pokok dalam memberikan pelayanan

kebidanan.

Pelayanan yang adil bagi masyarakat diawali dengan pemenuhan

kebutuhan yang sesuai bagi klien, keberadaan sumber daya kebidanan yang selalu

siap untuk melayani dan diimbangi dengan penelitiaan untuk meningkatkan dan

mengembangkan pelayanan serta akses yang mudah ke tempat pelayanan.

Tahapan tersebut adalah syarat utama pelaksanaan pelayanan kebidanan yang

aman. Tahap berikutnya adalah sikap terhadap klien, sesuai dengan kebutuhan

klien, dan tidak membedakan pelayanan kepada siapapun.

Pelayanan kebidanan diberikan secara komprehensif dengan

(9)

memberikan pelayanan yang baik maka bidan harus memiliki metode pelayanan

yang sistematis, terarah, terukur yang disebut manajemen asuhan kebidanan yang

diawali dengan mengumpulkan data atau pengkajian, interpretasi data, identifikasi

masalah potensial atau antisipasi tindakan segera baik secara mandiri, kolaborasi

maupun rujukan, selanjutnya membuat rencana tindakan, melaksanakan tindakan,

serta evaluasi yang berkesinambungan terhadap keberhasilan pelayanan yang

diberikan.

Manajemen kebidanan merupakan hal yang memiliki keterkaitan oleh sebab

itu seluruh rangkaian kegiatan harus terdokumentasi dengan baik, sebagai aspek

legal dan informasi dalam asuhan kebidanan. Dokumentasi yang telah dibuat juga

memiliki kegunaan sebagai berikut :

1. Sebagai data atau fakta yang dapat dipakai untuk mendukung ilmu pengetahuan

2. Merupakan alat untuk membuat keputusan, perencanaan, dan sebagai control

terhadap suatu masalah

3. Sebagai sarana penyimpanan berkas agar tetap aman dan terpelihara dengan baik.

Dokumentasi bersifat tertutup dan terbuka. Tertutup apabila di dalamnya

terdapat rahasia yang tidak boleh diperlihatkan, diungkapkan dan disebarluaskan

kepada masyarakat. Bersifat terbuka artinya dokumentasi selalu berinteraksi dengan

lingkungan untuk menerima dan menyimpan informasi . Format dokumentasi

kebidanan telah dirancang sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan oleh bidan

di semua tempat pelayanan kebidanan baik rumah sakit, puskesmas, maupun bidan

praktik swasta.

Pelayanan kebidanan yang bermutu adalah pelayanan yang dapat

(10)

kepuasan rata rata penduduk dan diselenggarakan sesuai dengan kode etik dan

standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

Dimensi kepuasan klien dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

1. Kepuasan yang mengacu kepada penerapan kode etik dan standar pelayanan

profesi, kepuasan ini mencangkup penilaian :

a. Hubungan yang baik antara bidan dan klien yang memungkinkan bidan memberikan

informasi yang diperlukan .

b. Kenyamanan pelayanan

c. Kebebasan melakukan pilihan

d. Pengetahuan dan kompetensi bidan

e. Efektifitas pelayanan

2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan yang

bermutu dengan ukuran pelayanan sebagai berikut :

a. Ketersediaan pelayanan kebidanan (available)

b. Kewajaran pelayanan kebidanan (appropriate)

c. Kesinambungan pelayanan kebidanan ( continue)

d. Penerimaan jasa pelayanan kebidanan ( acceptable )

e. Ketercapaian pelayanan kebidanan ( accessible)

f. Keterjangkauan pelayanan kebidanan ( affordable)

g. Efesiensi pelayanan kebidanan ( efficient)

h. Mutu pelayanan kebidanan ( quality)

B. Pengertian Post Natal Care (Asuhan Masa Nifas)

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6

minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003). Pernyataan ini juga diperjelas oleh

(11)

plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil yang berlangsung kira-kira 6 minggu. Dengan kata lain asuhan masa nifas

adalah asuhan yang diberikan pada ibu beberapa jam sesudah lahirnya plasenta

sampai 6 minggu setelah melahirkan

Asuhan ibu nifas oleh bidan dilakukan dengan cara mengumpulkan data,

menetapkan diagnosis dan rencana tindakan, serta melaksanakannya untuk

mempercapat proses pemulihan dan mencegah komplikasi dengan memenuhi

kebutuhan, ibu dan bayi selama periode nifas.

C. Standar Pelayanan Nifas

Standart 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

Bidan memeriksa dan menilai beyi baru lahir untuk memastikan pernapasan

spontan, mencegah hipoksia sekunder, menemukan kelaianan, dan melakukan

tindakan atau merujuk sesuai dengan kebutuhan. Bidan juga harus mencegah dan

menangani hipotermi.

Standar 14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan.

Bidan melakukan pemantauan pada ibu dan bayi terhadap terjadinya komplikasi dalam dua jam setelah persalinan, serta melakukan tindakan yang

diperlukan. Disamping itu, bidan memberikan penjelasan tentang hal hal yang

mempercepat pulihnya kesehatan ibu untuk memulai pemberian ASI.

Standar 15 : Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas

Bidan memberikan pelayanan selama masa nifas melalui kunjungan rumah pada hari ketiga, minggu kedua, dan minggu keenam setelah persalinan untuk

membantu proses pemulihan ibu dan bayi melalui penanganan tali pusat yang

benar, penemuan dini, penanganan, atau perujukan komplikasi yang mungkin terjadi

(12)

kebersihan perorangan, makanan bergizi, perawatan bayi baru lahir, pemberian ASI,

imunisasi dan KB.

D. Tujuan PNC

Tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas adalah :

1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.

2. Mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu

maupun bayinya.

3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB,

cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari hari.

4. Memberikan pelayanan KB.

E. Kunjungan PNC

Paling sedikit ada 4 kali kunjungan masa nifas yang dilakukan untuk menilai status

ibu dan bayi baru lahir.

Kunjungan masa nifas terdiri dari :

1. Kunjungan I : 6 – 8 jam setelah persalinan

Tujuannya :

a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila perdarahan

berlanjut.

c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana

mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

d. Pemberian ASI awal.

e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.

(13)

Jika bidan menolong persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2

jam pertama setelah melahirkan atau sampai keadaan ibu dan bayi dalam keadaan

stabil.

2. Kunjungan II : 6 hari setelah persalinan

Tujuannya :

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus dibawah

umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.

b. Menilai adanya tanda–tanda demam infeksi atau perdarahan abnormal.

c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.

d. Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda – tanda penyakit.

e. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga

bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari– hari.

3. Kunjungan III : 2 minggu setelah persalinan.

Tujuannya : sama dengan di atas ( 6 hari setelah persalinan ) 4. Kunjungan IV : 6 minggu setelah persalinan.

Tujuannya :

a. Menanyakan ibu tentang penyakit – penyakit yang dialami.

b. Memberikan konseling untuk KB secara dini (Mochtar, 1998).

F. Perawatan Pada Masa Nifas

1. Early Ambulation

a. Merupakan kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing keluar dari tempat

tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan

(14)

1) Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat

2) Faal usus dan kandung kencing lebih baik

3) Memungkinkan kita mengajak ibu memelihara anaknya : memandikan, mengganti

pakaian, memberi makanan, dll

2. Diet

Masalah diet perlu mendapat perhatian pada kala nifas untuk dapat meningkatkan

kesehatan dan memberikan ASI, makanan yang baik mempercepat menyembuhan

alat-alat kandungan

3. Miksi dan Defekasi

a. Miksi hendaknya dapat dilakukan secepatnya, sebaiknya penderita disuruh kencing

4 jam post partum. Bila kandung kencing penuh dan wanita sulit kencing sebaiknya

dilakukan kateterisasi

b. Defekasi harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila terdapat kesulitan dapat

diberikan obat laksans peroral atau per rectal

4. Perawatan payudara

a. Perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil. Supaya puting susu lemas,

tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya

b. Bila bayi meninggal, maka laktasi harus dihentikan dengan cara :

1) Pembalutan mammae sampai tertekan

2) Pemberian obat estrogen untuk supresi LH, seperti tablet lynoral dan periodel

G. Implementasi Hak hak Ibu Nifas

Beberapa hak hak pasien secara umum adalah :

1. Hak untuk memperoleh informasi

2. Hak untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas

(15)

4. Hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan

5. Hak untuk mendapatkan pendampingan suami atau keluarga dalam pelayanan

6. Hak untuk mendapatkan pelayanan sesuai pilihan.

Untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut, bidan berkewajiban memberikan

asuhan sesuai standar. Standar asuhan pada ibu nifas telah diatur dalam

KEPMENKES 369/ MenKes/ 2007.

Implementasi hak hak untuk ibu postnatal dan bayi, bisa diartikan dengan

gerakan sayang ibu. Gerakan sayang ibu merupakan suatu gerakan yang

dilaksanakan dalam upaya membantu salah satu program pemerintah untuk

peningkatan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yang berdampak

terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena hamil, melahirkan dan nifas.

Program ini bertujuan memberikan stimulant dalam memperhatikan gizi keluarga

terutama ibu hamil, dan ibu menyusui.

Metode yang digunakan pada program ini adalah meningkatkan kepahaman

pada keluarga dengan pendampingan dan penyuluhan, pembentukan komunitas

(kelompok masyarakat) yang terdiri dari masyarakat sasaran dan stakeholders.

Selain hak untuk mendapatkan pendampingan dalam gerakan sayang ibu,

implementasi hak ibu post natal juga dapat berupa hak ibu dalam menyusui bayi.

Kita tidak dapat memaksa ibu untuk menyusui kalau tidak ingin. Karena menyusui itu

juga melibatkan keikhlasan ibu, bukan hanya sekedar memberikan ASI kepada

bayinya. Sebaliknya, tidak ada seorangpun yang boleh menghalangi seorang ibu

memenuhi haknya untuk menyusui bayinya.

Selain ibu, bayi juga punya hak. Mendapatkan ASI ibu adalah hak bayi. Hal ini

juga diatur dalam konvensi Hk anak pasal 24 yang menyatakan bahwa anak (atau

(16)

essensial dari hak ini adalah hak hidup si anak. Dia berhak mendapatkan kehidupan

yang layak di muka bumi ini.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Keadilan dalam memberikan pelayanan kebidanan juga merupakan aspek pokok

dalam memberikan pelayanan kebidanan.

(17)

 Standart 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir

 Standar 14 : Penanganan pada dua jam pertama setelah persalinan.

 Standar 15 : Pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas

3. Implementasi hak ibu post natal antara lain : hak untuk mendapatkan pendampingan

dalam gerakan sayang ibu dan hak untuk menyusui bayinya

B. Saran

Diharapkan agar bidan senantiasa berpegang teguh pada kode etik profesi pada

setiap keadaan dalam memberikan pelayanan kebidanan agar dapat memberikan

layanan yang bermutu sesuai standar asuhan.

DAFTAR PUSTAKA :

Bahiyatun. 2009. Buku ajar asuhan kebidanan Nifas normal. Jakarta ; EGC. Kurnia, S. Nova. 2009. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta; Panji Pustaka.

Saleha, Sitti. 2009. AsuhanKebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta; Salemba Medika.

Soepardan, Suryani. Dadi Anwar Hadi. 2007. Etika kebidanan dan Hukum Kesehatan.

Jakarta; EGC.

Subijakto. 2010. Mutu Pelayanan Kebidanan Standart Pelayanan Nifas. Avaible from :

http://subijakto.blogspot.com/2010/11/contoh-surat-pertanggung-jawaban.html. diakses tanggal 03 September 2012

Sujiyatini, Nilda Synthia Dewi. 2011. Catatan Kuliah Etika Profesi Kebidanan (disertai analisis hukum kesehatan terkini). Yogyakarta ; Rohima press.

Sujiyatini, Nurjannah, dan Ana Kurniati. 2010. Catatan Kuliah asuhan Ibu Nifas III.

(18)

Winarni, Lastri Mei. 2011. Kode Etik Bidan Indonesia . avaible from

http://materikebidanan.wordpress.com/2011/05/22/kode-etik-bidan-indonesia/

Referensi

Dokumen terkait

Defisit pengetahuan: senam nifas berhubungan dengan kurangnya sumber- sumber informasi tentang senam nifas ditandai dengan klien mengatakan belum pernah diajarkan

Hasil penelitian, pelaksanaan pemberian informasi oleh bidan sebelum dilakukan tindakan invasif oleh bidan dalam pelayanan kebidanan di Puskesmas Kabupaten Magelang

Namun jika di lihat dari jumlah populasi bidan yang ada di kabupaten Batubara belum menunjukkan hasil kinerja yang optimal dalam pertolongan persalinan, hal ini dapat dilihat

42 diberikan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan karena masih banyak ibu yang belum pernah mendapatkan informasi tentang Pil Oral kombinasi. Sehingga Jika ibu

Namun saat ini Rumah Sakit Permata Bunda Medan belum mempunyai sistem informasi yang lengkap seperti sistem pelayanan untuk memberikan informasi tentang lokasi

42 diberikan dengan cara memberikan pendidikan kesehatan karena masih banyak ibu yang belum pernah mendapatkan informasi tentang Pil Oral kombinasi. Sehingga Jika ibu

Dari data diatas menunjukan kewajiban operator untuk selalu memberikan informasi yang cepat dan tepat terkait tentang informasi Desa, dan perbandingan antara periode pemerintahan

Pasal 11 dalam UU RI Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan menegaskan bidan adalah salah satu tenaga kesehatan, dimana tenaga kesehatan didalam menjalankan