• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

(NON-INTERNASIONAL) DI NIGERIA DITINJAU DARI HUKUM

HUMANITER INTERNASIONAL

Gerald A. Bunga1 dan Grey J. Susang2 Fakultas Hukum, Universitas Nusa Cendana

[email protected]

Intisari

Dalam setiap konflik bersenjata selalu terdapat korban baik dalam bentuk materi maupun korban jiwa, namun hukum humaniter internasional (HHI) menetapkan bahwa dalam setiap konflik bersenjata pihak sipil, terutama anak-anak harus diberikan perlindungan dalam kondisi apapun dan tidak boleh menjadi sasaran militer yang sah. Hal inilah yang menjadi permasalahan dalam konflik bersenjata di Nigeria di mana anak-anak turut menjadi korban dari serangan Boko Haram. Hal ini tentu merupakan pelanggaran HHI. Untuk itu penegakan HHI dapat dilakukan salah satunya melalui mekanisme international criminal court (ICC) dan untuk membantu melindungi anak-anak serta mengatasi kelompok Boko Haram maka bisa ditempuh melalui mekanisme regional yakni melalui peran uni Afrika.

Keywords: Boko Haram, Konflik Bersenjata, Hukum Humaniter Internasional

Abstract

In every armed conflict there is always casualities wheter in form of things or human life loss, but international humanitarian law (IHL) ensures that in every armed conflict, the civilians, especialy the children, should be protected at all time and should not be the legitimate military target. It is the main problem in Nigeria armed conflict which in it, the children be the victim of Boko Haram attacks. It is clearly a violation of IHL, therefore the enforcement of IHL could be done through international criminal court mechanism and to protect the children and handle Boko Haram, it could be done through regional mechanism, which is done by African Union.

Keywords: Boko Haram, Armed Conflict, International Humanitarian Law

1 Dosen Fakultas Hukum, Bagian Hukum Internasional, Universitas Nusa Cendana, Kupang. Memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) dari Universitas Nusa Cendana (2009), Master of Laws (LL.M) dari Universitas Gadjah Mada (2012).

2

(2)

I. PENDAHULUAN

Dalam sejarah kehidupan manusia, peristiwa yang paling banyak dicatat

dalam sejarah adalah perang dan damai. Pertiwa-peristiwa besar yang menjadi

tema-tema utama dalam literatur-literatur politik dan juga hubungan internasional berkisar

antara dua macam interaksi tersebut. Ungkapan bahwa peace to be merely a respite between wars menunjukan, situasi perang dan damai, terus silih berganti dalam interaksi manusia.3

Pada abad ke-20 kita bisa menyaksikan perkembangan dan perbedaan dimensi

dan eskalasi konflik dalam lingkup yang paling kecil hingga tingkatan yang

mengglobal dan melibatkan pihak-pihak atau aktor-aktor yang cukup bervariatif. Ada

pergeseran definisi yang secara signifikan mengubah makna perang. Secara

tradisional, kondisi perang bisa dibedakan secara jelas dengan kondisi damai, karena

dictum yang menyebutkan bahwa kondisi damai adalah tidak adanya perang (demikian juga sebaliknya).4 Namun pada masa sekarang, negara-negara sepertinya

enggan untuk mendeklarasikan keterlibatannya secara terus terang dalam suatu

konflik sehingga agak sulit untuk mendefinisikan apakah negara tersebut terlibat

dalam perang atau tidak. Secara tradisional, perang juga hanya melibatkan aktor-aktor

negara, namun makna itu menjadi kabur ketika aktor non-negara juga terlibat dalam

konflik, seperti kelompok terorris, gerakan perlawanan lintas batas, gerakan-gerakan

etnis internasional, dan sebagainya.5

Masalah konflik bersenjata juga telah menjadi isu kontemporer dalam studi

Hukum Internasional (HI), lebih banyak lagi ketika timbul korban-korban manusia

akibat peristiwa tersebut. Masalah korban manusia akibat konflik bersenjata meliputi

korban dari pihak sipil maupun korban dari pihak militer. Selama ini, dalam konflik

bersenjata jatuhnya korban dari pihak militer dianggap sebagai konsekuensi logis dari

3

S. L. Roy, dalam Ambarwati, Hukum Humaniter Internasional”Dalam Studi Hubungan Internasional. Rajawali Pers, Bandung 2012, hlm.1-2.

4Abdulkadir Muhammad, Hubungan Internasional Kontemporer, citra aditya Bakti, Bandung 1998, hlm.11.

5

(3)

peristiwa tersebut. Namun jatuhnya korban sipil dianggap sebagai hal yang tidak

seharusnya terjadi. Secara normatif, masyarakat sipil yang tidak bersenjata dan tidak

terlibat dalam koflik seharusnya menjadi pihak yang bebas dan dilindungi

keselamatannya. Masalah yang memprihatinkan adalah, jika dalam suatu konflik,

keberadaan masyarakat sipil justru dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan strategis dan

politis dengan mengabaikan hak-hak dan keselamatan mereka.6

Keberadaan Hukum Humaniter Internasional (HHI), sebagai salah satu bagian

hukum internasional, merupakan salah satu alat dan cara yang dapat digunakan oleh

setiap negara, termasuk oleh negara damai atau negara netral, untuk ikut serta

mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat perang yang terjadi di

berbagai negara. Dalam hal ini, HHI merupakan suatu instrumen kebijakan dan

sekaligus pedoman teknis yang dapat digunakan untuk mengingatkan para pihak yang

berperang agar operasi tempur mereka dilaksanakan dalam batas-batas

perikemanusiaan. Hal tersebut dapat terlaksana apabila pihak-pihak yang terkait

menghormati dan mempraktikan HHI, karena HHI membuat aturan tentang

perlindungan korban konflik bersenjata serta pembatasan alat perang.7 Selain itu

dalam setiap peperangan masyarakat sipil seharusnya mendapatkan perlindungan, dan

salah satu pihak yang harus mendapatkan perlindungan secara khusus adalah

anak-anak. Anak-anak merupakan salah satu kelompok korban yang paling rentan terhadap

berbagai jenis konflik bersenjata, tidak hanya secara psikis tapi juga fisik karena

itulah perlindungan hukum terhadap anak sangatlah penting dalam sebuah konflik

bersenjata.8

Perlindungan terhadap anak dalam sebuah konflik bersenjata sudah diatur

dalam Konvensi Jenewa 1949, Protokol Tambahan I tahun 1977 Tentang

Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional (Protokol Tambahan I 1977)

6T.A. Couloumbis and James H. Wolfe, Introduction to International Relations: Power and Justice, New Jersey: Prentice Hall Inc., 1990, hlm.262.

7Ambarwati dan Rina Rusma, Hukum Humaniter Internasional, Rajawali Pers, Bandung 2012, hlm.27-28.

(4)

dan Protokol Tambahan II Tahun 1977 Tentang Perlindungan Korban Dalam Konflik

Bersenjata Non-internasional (Protokol Tambahan II 1977). Untuk melindungi

orang-orang yang tidak seharusnya terlibat dalam sebuah konflik bersenjata, HHI juga

menuntut setiap negara membuat peraturan perundang-undangan yang menetapkan

hukuman bagi orang yang melakukan pelanggaran yang telah ditentukan oleh hukum

intenasional sehingga bagi setiap pelanggar HHI dapat dikenakan sanksi sebagai

tindak pidana dalam hukum nasionalnya, akan tetapi banyak yang tidak peduli

ataupun tidak mengetahui mengenai hak-hak yang sebenarnya dimiliki oleh anak

dalam sebuah konflik bersenjata.9

Hal inilah yang tengah terjadi pada anak-anak di Nigeria di mana

perlindungan yang seharusnya diterima oleh anak-anak di Nigeria ternyata telah

diabaikan begitu saja oleh para pihak yang bertanggung jawab dalam konflik

bersenjata tersebut dan menyebabkan banyak anak yang menjadi korban dalam

konflik bersenjata yang terjadi antara pemerintah Nigeria dengan kelompok Boko

Haram. Dalam seluruh rangkaian konflik tersebut, ditemukan adanya unsur

pelanggaran, khususnya kepada anak, yang dilakukan oleh kelompok Boko Haram

yang telah melanggar ketentuan-ketentuan perlindungan hak anak dalam Konvensi

Jenewa 1949 serta Protokol Tambahan I tahun 1977, Protokol Tambahan II tahun

1977, dan Konvensi Internasional Hak-Hak Anak 1989 (Internasional Convention on the Rights of the Child).

Dalam laporan Amnesty Internasional dan National Consortium for the Study of Terorism and Responses to Terrorism (STRART), tercatat ada 15 jenis pelanggaran terhadap warga sipil yang dilakukan oleh kelompok Boko Haram di antaranya adalah

(1) penculikan, (2) perbudakan, (3) pemerkosaan, (4) pembunuhan massal terhadap

warga sipil yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, (5) pembantaian,

(6) perekrutan anak-anak untuk menjadi pejuang Boko Haram, (7) kawin paksa

terhadap perempuan-perempuan dengan pejuang Boko Haram, (8) penyerangan dan

(5)

pengeboman terhadap fasilitas publik dan pemerintah serta markas Perserikatan

Bangsa-bangsa (PBB), (9) pembakaran rumah-rumah penduduk (10) penjarahan, (11)

perampasan senjata dan amunisi, (12) pembatasan ruang gerak terutama bagi wanita,

(13) perampokan bank, (14) pembajakan di pantai Nigeria dan (15) penyelundupan

narkoba.10 Dari semua pelanggaran yang sudah disebutkan tadi sebagian besar adalah

pelanggaran terhadap anak-anak.\

Dalam laporan Amnesty Internasional juga tercatat bahawa kelompok Boko Haram telah menculik lebih dari 200 anak perempuan dari Chibok. Hingga saat ini,

anak-anak dari sekolah tersebut masih belum ditemukan, meski negara-negara barat

telah membantu menelusuri keberadaan mereka, bahkan otoritas Chad pun telah

berupaya untuk memediasi pembebasan anak-anak perempuan tersebut.11 Sedangkan

dari United Nations Children’s Emergemcy Fund (UNICEF) sendiri juga mengatakan telah terjadi peningkatan jumlah perempuan dan anak yang dimanfaatkan untuk

melancarkan serangan bunuh diri di bagian timur-laut Nigeria. Menurut laporan juga

dikatakan 26 serangan bunuh diri yang dilancarkan pada tahun 2014 sampai dengan

tahun 2015, diantaranya 75% adalah perempuan dan anak yang telah dimanfaatkan

untuk meledakkan bom dan peristiwa tersebut kebanyakan terjadi di tempat yang

ramai dan daerah yang berpenghuni seperti tempat pemberhentian bus dan pasar, dan

sejak kasus ini pertama dilaporkan pada Juli tahun 2014, telah tercatat sembilan

serangan yang dilancarkan dan dilakukan oleh anak perempuan yang berusia antara 7

tahun sampai 17 tahun.12

Dari data di atas dapat dilihat bahwa pelanggaran-pelanggaran yang

dilakukan kelompok Boko Haram mengakibatkan kesengsaraan terhadap anak-anak

di Nigeria, padahal anak-anak seharusnya mendapat perlindungan setiap saat,

terutama pada saat konflik bersenjata terjadi, sebagaimana diamanatkan dalam HHI.

10Nilda D. I. Manu, dalam Proposal Skripsi “

Tanggung Jawab Kelompok Boko Haram Terhadap Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Nigeria”, hlm. 6.

11Detik News, Dua Ribu Wanita dan Anak-anak Nigeria Diculik Boko Haram, diakses pada 12 Januari 2016 .

(6)

Melalui penelitian ini akan diketahui mengenai bagaimana konflik bersenjata yang

terjadi antara pemerintah Nigeria dengan Boko Haram, serta bagaimana konflik

tersebut telah mempengaruhi anak-anak Nigeria dan bagaimana perlindungan yang

seharusnya diterima oleh anak-anak tersebut selama berlangsungnya konflik

berdasarkan HHI.

II. PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Konflik Bersenjata Non-Internasional Antara Pemerintah

Nigeria Dengan Kelompok Boko Haram.

1. Kondisi Nigeria

Nigeria merupakan salah satu negara pasca kolonial di Afrika Tengah yang

memiliki banyak kelompok etnolinguistik dan suku bangsa, tradisi keagamaan, serta

sejarah lokal.13 Nigeria juga dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

yang melimpah, namun hampir dua pertiga penduduknya hidup miskin dengan

penghasilan yang tidak cukup untuk bertahan hidup. Tahun lalu, sebuah surat kabar

memperkirakan bahwa sejak presiden Goodluck Jonathan memerintah pada tahun

2010, terdapat sekitar 341 triliun rupiah uang negara yang dikorupsi yang mana hal

ini disebabkan para politikus di Nigeria yang tidak mempertanggungjawabkan

pendapatan negara kepada masyarakat.14

Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya kegagalan pemerintah di hampir

sepanjang sejarah Nigeria. Kegagalan yang terjadi di Nigeria terlihat di berbagai

wilayahnya terutama di wilayah Utara, kemunduran semakin terlihat dialami oleh

wilayah itu didukung dengan kurangnya pembangunan dan ketiadaan cadangan

minyak di wilayah utara. Tantangan terhadap stabilitas di Nigeria dapat dilihat di

sepanjang perjalanan politik, sosial, dan ekonomi.15 karena itu mulai timbul

perlawanan di dalam kelompok-kelompok masyarakat yang berusaha menuntut

13

, 2008,“ Pertumbuhan Masyarakat Nigeria”, www.detiknews.com, diakses pada 3 September 2016 14Elin Yunita Kristanti, 2015, “Goodluck Jonathan diduga melakukan tindak korupsi”

m.liputan6.com/global/read/2117034/Goodluck-Jonathan-diduga-melakukan-tindak- korupsi, diakses pada 3 September 2016

15

(7)

kesetaraan dan tanggung jawab pemerintah dalam mengelola sumber daya minyak

untuk dimanfaatkan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat. Hal ini juga yang

melatarbelakangi munculnya kelompok Boko Haram yang menyuarakan perlawanan

terhadap pemerintah atas kegagalan pemerintah dalam membangun kehidupan

masyarakat di Nigeria.16

2. Konflik Boko Haram

Boko Haram digambarkan sebagai kelompok pemberontak yang melakukan

penyerangan dengan basis agama di Nigeria, terutama di bagian utara. Kelompok ini

bermula sebagai gerakan sosial yang aktif menyuarakan tentang ketidakpedulian

pemerintah terhadap Nigeria bagian utara melalui jalan dakwah. Nigeria merupakan

salah satu negara pasca kolonial di Afrika Tengah yang memiliki banyak kelompok

suku bangsa, tradisi keagamaan, serta sejarah lokal. Keanekaragaman kehidupan

masyarakat Nigeria seringkali menimbulkan konflik terutama ketika dihadapkan pada

pengelolaan sumber daya alam minyak. Instabilitas politik serta korupsi menambah

rumit persoalan. Ketimpangan pembangunan terjadi di mana industri dan

pembangunan lebih terpusat di wilayah selatan yang didominasi non-muslim,

sedangkan warga muslim yang lebih banyak berada di utara hanya mengandalkan

sektor pertanian dengan tingkat perekonomian yang buruk. Oleh karena itu mulai

timbul gejolak perlawanan di dalam kelompok-kelompok masyarakat Nigeria yang

berusaha menuntut kesetaraan dan tanggung jawab pemerintahnya dalam mengelola

sumber daya minyak untuk dimanfaatkan bagi peningkatan kualitas hidup.17

Gejolak sosial yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat Nigeria didukung

oleh lemahnya keamanan di wilayah perbatasan negara ini mengakibatkan terjadinya

penetrasi dari masyarakat suku Kanuri yang tinggal di negara tetangga, seperti

Kamerun, Chad dan Niger ke dalam wilayah Nigeria. Suku Kanuri melakukan

ekspansi ke Nigeria dengan motif membantu sesama anggota suku mereka dan

melalui pertalian hubungan kesukuan tersebut, terjadilah perdagangan senjata dan

16Ibid, hlm. 4

17

(8)

transaksi penyelundupan barang lain yang berperan penting dalam memfasilitasi

pembentukan sebuah gerakan transnasional beranggotakan mayoritas Suku Kanuri

yang diberi nama Boko Haram.18

Nama resmi kelompok ini adalah Jamaatu Ahlis Sunna Liddawati wal Jihad

yang berarti orang yang menjalankan anjuran sunnah dan jihad nabi. Boko Haram

dalam bahasa Hausa berarti "pendidikan Barat haram" merupakan organisasi militan

dan teroris islam yang bermarkas di Nigeria timur laut, Kamerun utara dan Niger.

Organisasi ini didirikan pada tahun 2002 oleh Mohammed Yusuf dengan tujuan

untuk mendirikan negara islam murni berdasarkan hukum syariah dan menghentikan

hal-hal yang dianggap sebagai westernisasi atau pengaruh barat. Tujuan politiknya adalah mendirikan sebuah negara islam dan sekolah merupakan sarana untuk

melakukan proses kaderisasi para jihadis yang dipersiapkan untuk melawan negara.

Kelompok Boko Haram juga lantang menyuarakan akan kegagalan pemerintah dalam

membangun kehidupan masyarakat di daerah tersebut, karena korupnya pemerintahan

Nigeria, serta tingginya angka pengangguran. Setelah beberapa rentang waktu, Boko

Haram mengalami berbagai perubahan hingga akhirnya menjadi sebuah kelompok

teroris.19

Tujuan Boko Haram bukan hanya menginginkan penerapan syariat islam secara

menyeluruh, tetapi juga memiliki tujuan dalam hal politik. Boko Haram telah

mengklaim mendirikan sebuah negara islam di kota-kota dan desa-desa yang telah

diambil alih di Nigeria bagian Utara. Saat ini Boko Haram tidak hanya dianggap

sebagai ancaman di Nigeria, tetapi juga seluruh dunia. Boko Haram terkenal dengan

gerakan islam radikal yang berbasis militer dan menggunakan aksi teror dalam

menyampaikan aksinya. Pada awalnya Boko Haram hanya sebatas fenomena lokal

yang menjadi tantangan keamanan bagi Nigeria, namun belakangan gerakan ini juga

18

Vinandhika Parameswari,”Terorisme Sebagai Tantangan Kelompok Etnis Terhadap Negara : Studi

Kasus Gerakan Transnasional Boko Haram di Nigeria” dalam Jurnal “Analisis Hubungan Internasional Universitas Airlangga”, Vol. 3, No. 1, hlm. 680

(9)

melancarkan serangan teroris berupa pengeboman pada target-target internasional

yang mampu menjadikan peringatan dan kewaspadaan bagi seluruh warga negara

Nigeria, terutama daerah regional Afrika. Hal ini dibuktikan oleh kelompok Boko

Haram, dengan melakukan serangan bom terhadap kantor pusat PBB di Abuja,

Nigeria tengah, pada hari Jumat pada tanggal 26/2008 yang menewaskan 16 orang.20

Kelompok Boko Haram bahkan secara terang-terangan telah berani melakukan

serangan di kawasan utara dan tengah Nigeria. Di samping meningkatkan frekuensi,

serangan Boko Haram ini juga telah menyebar secara geografis. Sampai saat ini,

serangan mereka masih berlangsung di beberapa negara bagian di timur laut Bauchi,

Borno, Yobe, Plateau, dan Kaduna, dan sebagian besar di sekitar kota Maiduguri,

Damaturu, Bama, dan Potiskum. Boko Haram juga bertanggung jawab mengenai

serangan terhadap pejabat pemerintah, patrol anggota militer, beberapa gereja,

anggota politisi, lembaga akademis dan barak polisi. Mereka juga mencuri

senjata-senjata yang digunakan dalam serangan berikutnya.21 Penyerangan ini dilakukan oleh

Boko Haram pada hari selasa (4/11/2014) satu kantor polisi di negara bagian Gombe,

Nigeria Timur laut. Serangan yang serupa terjadi lagi pada 19 November 2015 oleh

Boko Haram di daerah Kwami Nigeria Timurlaut.22

20, 2011, “Serangan Bom Terhadap Gedung PBB di Abuja”, http://www.dw.com/id/serangan-bom-terhadap-gedung-pbb-di-abuja/a-15347130, Diakses pada tanggal 18 September 2016

21Levina Chairunnisa dalam skripsi, “

Peran Uni Afrika dalam Menangani Kelompok Militan Boko Haran di Nigeria”, hlm 7-9

(10)

Grafik 1

Serangan yang dilakukan oleh Boko Haram pada 2008-2011

Sumber : Institute for the Study ofViolent Groups, 2011

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semenjak tahun 2008 sampai

2009 serangan yang dilakukan oleh kelompok Boko Haram cukup meningkat yaitu

sekitar 48 kasus sedangkan pada tahun 2010 serangan yang dilakukan kelompok

Boko Haram mulai meningkat hingga 97 kasus dan pada tahun 2011 serangan dari

kelompok Boko Haram menjadi sangat meningkat hingga 345 kasus dan serangan

tersebut semakin tinggi setiap tahunnya, ini dikarenakan kelompok Boko Haram telah

meningkatkan aksi kekerasan, pembunuhan dan penyanderaan, di mana kelompok Boko Haram telah menjadikan sekolah dan sarana pendidikan sebagai target serangan mereka. Di negara bagian Borno di utara Nigeria, yang menjadi kubu utama Boko Haram, mereka telah membunuh 70 orang guru dan menghancurkan 900 gedung sekolah. Juga penculikan 200 siswa perempuan dari sebuah sekolah di Chibok, dan menjadi topik kecaman internasional,23 sehingga menimbulkan ancaman signifikan terhadap pemerintah dan keselamatan penduduk di Nigeria.

23Philipp Sandner, 2011, “Pelajar Nigeria Takut Boko Haram”,

(11)

Kekerasan yang dilakukan oleh kelompok Boko Haram telah menyebabkan

ribuan orang menjadi korban sipil sehingga harus mengungsi ke berbagai wilayah

yang lebih aman. Menurut data yang diperoleh dari Armed Conflict Location and Even Data Project (ACLED), sejak aksi kekerasannya pada tahun 2009 ampai awal tahun 2015, korban tewas mencapai 20.000 jiwa dan menyebabkan 2,3 juta penduduk

mengungsi.24 Serangan tersebut juga sangat berdampak sekali terhadap penduduk

sipil yang rentan khususnya anak-anak yang karena serangan kelompok Boko Haram

tersebut telah menyebabkan mereka kehilangan masa-masa mereka untuk bermain,

belajar bahkan kehilangan kasih sayang, keluarga dan tempat tinggal. Menurut data

yang dikeluarkan oleh PBB juga disebutkan bahwa akibat dari serangan yang

dilakukan Boko Haram telah menyebabkan sekitar 1,4 juta anak, yang mana lebih

dari mereka berusia dibawah lima tahun, telah dipaksa untuk meninggalkan rumah

mereka dan mengungsi. Disebutkan juga bahwa akibat serangan tersebut, lebih dari

124,000 anak di Nigeria yang daerahnya terkena dampak serangan Boko Haram

belum menerima vaksin campak, lalu lebih dari 83.000 anak tidak memperoleh akses

ke air bersih dan lebih dari 208 anak tidak bisa bersekolah.25

B. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Konflik Bersenjata di Nigeria

Dalam HHI, anak-anak diklasifikasikan sebagai salah satu kelompok rentan

yang harus diberlakukan khusus dalam penegakan hukum internasional dan nasional.

Dalam konteks terjadinya perang dan berbagai konflik bersenjata anak selalu menjadi

korban bahkan tidak sedikit dari mereka harus menanggung kebiadaban militer di saat

berkecamuknya perang ataupun konflik bersenjata di berbagai tempat. Perlindungan

terhadap anak-anak dijamin cukup serius. Hal ini dapat kita lihat dalam beberapa

pasal di Konvensi Jenewa IV Tahun1949 tentang Perlindungan Orang Sipil di Waktu

Perang. Pasal 17 menegaskan bahwa:

24Lavite Brown, 2015,“

Boko Haram Nigeriacivilian Death Toll Highest Acled African War

Zones”,http://www.theguardian.com/globaldevelopment/ 2015/jan/23/boko-haram-nigeriacivilian- death-toll-highest-acled-african-war-zones. Pada tanggal 26 Februari 2016

25Emaunuel Braun, 2015, “1,4 Juta Anak Mengungsi Akibat Boko Haram”,

(12)

“pihak-pihak dalam pertikaian harus berusaha untuk mengadakan persetujuan-persetujuan setempat untuk memindahkan yang luka, sakit, yang lemah dan orang-orang tua, anak-anak dan wanita hamil, dari daerah-daerah perjalanan mereka ke daerah-daerah demikian itu”

Kutipan pasal di atas mengatakan bahwa para pihak dituntut untuk membuat

perjanjian lokalistik untuk mengamankan zona yang nantinya akan dilewati atau

ditempati orang-orang yang terluka akibat perang, orang yang sakit, orang yang

lemah, para orang tua, anak-anak, persalinan, para medis dan termasuk harus

mengamankan alat-alat medis dalam perjalanannya menuju lokasi-lokasi tempat

berkumpulnya kelompok sipil yang dilindungi di atas terkhususnya anak-anak. Dalam

pasal 24 juga ditegaskan bahwa:

“pihak-pihak dalam pertikaian harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk menjamin bahwa anak-anak dibawah lima belas tahun, yatim piatu atau yang terpisah dari keluarganya sebagai akibat perang, tidak dibiarkan pada nasipnya sendiri, dan bahwa pemeliharaan, pelaksanaan ibadah dan pendidikan mereka selalu akan mendapat bantuan. Pendidikan mereka sebisa mungkin harus dipercayakan pada orang-orang dari tradisi, suku yang kebudayaannya serupa..”.

Dalam kutipan pasal 24 diatas, anak-anak sangat dilindungi secara khusus sama

seperti kelompok rentan lainnya. Di mana anak-anak korban perang haruslah

dipermudah untuk diterima di negara-negara netral dan mereka harus difasilitasi

layaknya seperti anak yang lainnya dalam segala situasi. Perang ataupun konflik

bersenjata juga tidak boleh mengucilkan dan mendiskriminasi posisi mereka. Pasal 38

(5) juga menegaskan bahwa:

“anak-anak di bawah lima belas tahun, wanita hamil dan ibu-ibu dari anak-anak dibawah tujuh tahun akan memperoleh manfaat dari tiap perlakuan istimewa,

seperti juga warganegara negara bersangkutan”

Dalam kutipan pasal di atas menegaskan bahwa di masa damai, anak-anak yang

di bawah 15 tahun serta ibu hamil yang mempunyai anak di bawah 7 tahun haruslah

(13)

seperti pemenang perang”.26

Perlakuan khusus terhadap anak juga ditegaskan dalam

Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Konflik

Bersenjata Internasional. Konvensi ini menegaskan secara serius bahwa para pihak

yang terlibat konflik harus setiap saat membedakan antara subyek dan obyek sipil dan

kombatan. Para pihak harus patuh pada prinsip pembedaan, yaitu satu asas yang

menjadi petujuk bagi para pihak yang bertikai untuk menentukan siapa dan apa yang

harus dilindungi dan apa dan siapa yang bisa diperangi. Para pihak dilarang

melakukan penyerangan tanpa pandang bulu.

Pada protokol tambahan I dalam pasal 77 juga ditegaskan secara jelas

bagaimana perlindungan dan perlakuan khusus bagi anak-anak. Dalam pasal ini

dinyatakan bahwa anak-anak harus diberikan penghormatan yang khusus, mereka

harus dilindungi dari segala serangan yang tidak senonoh dalam konflik perang. Para

pihak harus memberikan perhatian khusus dan memberikan segala bantuan untuk

melindungi keberadaan mereka. Dalam pasal ini juga ditegaskan bahwa anak-anak di

bawah 15 tahun tidak boleh direkrut untuk menjadi kombatan. Kalaupun mereka

terlibat dalam kombatan, para pihak harus tetap memberikan perlindungan khusus

kepada anak-anak. Pada Protokol Tambahan I tahun 1977, dalam pasal 78 juga

mengatakan :

1. “Tidak satu pihakpun dalam sengketa boleh menyelenggarakan pengungsian anak-anak, selain dari pada warga negaranya sendiri, ke sebuah negara asing, kecuali untuk suatu pengungsian sementara karena alasan-alasan perawatan kesehatan atau pengobatan anak-anak itu memaksakannya atau kecuali keamanaan anak-anak itu di daerah yang diduduki menghendaki demikian. Apabila orang tua atau wali hukum mereka dapat ditemukan maka ijin tertulis untuk pengungsian seperti itu diperlukan. Apabila orang-orang tersebut tidak dapat ditemukan maka ijin tertulis bagi pengungsian seperti itu diperlukan dari orang-orang yang oleh undang-undang atau adat kebiasaan dinyatakan bertanggung jawab utama bagi pemeliharaan anak-anak itu. Setiap pengungsian seperti itu harus dilakukan dibawah pengawasan kekuasaan pelindung dengan persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, yaitu pihak yang menyelenggarakan

(14)

pengungsian itu, pihak yang menerima anak-anak dan pihak-pihak manapun yang warga negara-warga negaranya sedang diungsikan. Dalam setiap hal, semua pihak dalam sengketa harus mengambil segala tindakan pencegahan yang dapat dilakukan guna menghindari terjadinya hal yang membahayakan pengungsian tersebut.

2. Manakala suatu pengungsian terjadi sejalan dengan ayat (1) di atas, maka setiap pendidikan anak-anak, termasuk pendidikan agama dan susila seperti yang dikehendaki orang tuanya, harus sedapat mungkin dijamin terus kelangsungannya selama anak-anak itu jauh dari orang tuanya.

3. Dengan mengingat untuk mempermudah kembalinya anak-anak yang diungsikan sesuai dengan pasal ini kepada orang tua dari negara mereka, para pejabat dan pihak yang menyelenggarakan pengungsian itu dan sebagaimana selayaknya, para pejabat dan negara penerima anak itu harus mengadakan bagi setiap anak sebuah kartu dengan ditempel fotonya, yang harus dikirimkan ke Badan Pencari Pusat dan Komite Internasional Palang Merah. Setiap kartu harus, manakala mungkin, dan manakala tidak melibatkan resiko yang membahayakan anak-anak itu,....”27

Dalam kutipan pasal di atas mengatur bagaimana perlindungan terhadap

anak-anak korban perang harus dilakukan berkesinambungan dan negara negara pihak

harus melakukan evaluasi terhadap situasi dan kondisi hak anak terkait dengan

pendidikan, agama, moral bahkan mereka harus difasilitasi untuk kembali kepada

famili dan keluarga mereka ketika dalam situasi damai. Sehingga negara pihak harus

bertanggungjawab untuk mendata secara obyektif identitas anak-anak korban perang

untuk mempermudah bersatunya anak-anak korban perang dengan para keluarganya.

Perlakuan khusus terhadap anak-anakpun juga berlaku dalam konflik bersenjata

non internasional. Dalam pasal 4 (3.3) Protokol Tambahan II Konvensi Jenewa 1977

tentang Perlindungan Korban Non Konflik Bersenjata Internasional yaitu menyatakan

bahwa anak-anak harus diberikan perawatan dan bantuan yang mereka butuhkan

demi keselamatan mereka.

Dalam konflik bersenjata non-internasional juga diatur bahwa anak-anak yang

masih dibawah 15 tahun tidak diperbolehkan direkrut untuk terlibat dalam

permusuhan. Kalau anak-anak tetap terlibat dalam permusuhan yang ada, status

(15)

mereka harus tetap diberlakukan istimewa, anak-anak itu harus dilindungi dari segala

serangan yang tidak berprikemanusiaan. Dalam aturan 136 Daftar Aturan-aturan

Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan menyatakan bahwa “Anak-anak tidak boleh di rekrut ke dalam angkaran bersenjata ataupun kelompok bersenjata”. Oleh

karena itu, tindakan melibatkan anak-anak dalam konflik adalah merupakan

pelanggaran terhadap HHI.

Anak-anak dalam hukum humaniter diberlakukan secara istimewa. Posisi

mereka bagaimanapun tidak boleh diberlakukan secara sewenang-wenang apalagi

ditembaki dan dibombardir secara membabi buta. Apa yang sering kita saksikan

dalam peristiwa anak-anak di Nigeria yang menjadi korban dari kelompok Boko

Haram, merupakan fakta betapa para pihak berkonflik tidak mematuhi

konvensi-konvensi Jenewa. Tindakan tersebut jelas adalah bentuk pelanggaran HHI.

Instrumentasi terhadap perlindungan istimewa terhadap hak-hak anak tidak

hanya berhenti dalam hukum humaniter saja tetapi pada tahun 1974, Majelis Umum

PBB juga telah mengesahkan The Declaration on the Protection of Women and Children in Emergency and Armed Conflict (Res 3318 (XXIX)). Deklarasi ini memberikan perlindungan kepada anak dan perempuan dari segala serangan dan

pengeboman yang menggunakan senjata kimia dan bakteri. Maka dengan ini sudah

sangat jelas bahwa Dewan Keamanan PBB harusnya bertindak dengan khusus seperti

memberikan sanksi kepada negara-negara yang melakukan kejahatan-kejahatan

kemanusiaan terhadap anak, baik sanksi ekonomi, memerangi negara bersangkutan,

ataupun mendirikan pengadilan internasional seperti ICTY dan ICTR untuk

mengadili pelanggar-pelanggar aturan hukum humaniter. Dalam kasus kejahatan

terhadap kemanusiaan, kasus itu bisa diselesaikan lewat pembentukan pengadilan ad hoc seperti Nurenberg Tribunal dan International Military Tribunal for the Far East pada kasus pelanggaran perang dunia II, bisa lewat pengadilan ad hoc seperti ICTY di Yugoslavia dan ICTR di Rwanda, dan saat ini bisa diselesaikan lewat

pengadilan tetap ICC setelah negara yang berperang ataupun terlibat konflik

(16)

mengadili pelaku-pelaku pelanggaran kejahatan terhadap kemanusiaan dalam

pengadilan HAM domestiknya.28

Penegakan hukum humaniter dan resolusi PBB tahun 1974 sangat penting

sehingga tidak terjadi lagi kekarasan terhadap anak-anak di berbagai negara.

Sebagaimana dikatakan Melanie Gow dalam The Right to Peace-Children and Armed Conflict bahwa sudah sekitar 2 juta anak-anak terbunuh, 6 juta mengalami luka serius atau cacat permanen, 12 juta kehilangan rumah. Selain itu 1 juta anak menjadi

yatim piatu atau terpisah dari orangtuanya, 10 juta menderita trauma psikologis yang

serius sebagai dampak perang, 300 ribu anak menjadi serdadu. Sekitar 90% korban

perang adalah masyarakat sipil, utamanya anak dan perempuan. Separuh dari 21 juta

pengungsi di seluruh dunia adalah anak-anak, dan setiap tahun antara 8.000 hingga

10.000 anak menjadi korban ranjau darat.29 Kegiatan kelompok militan Boko Haram

tentu saja meresahkan bagi Nigeria, karna telah merusak sistem yang ada. Tidak

hanya menimbulkan ancaman serius terhadap keamanan internal di Nigeria, tetapi

dapat mengancam stabilitas regional di Afrika secara keseluruhan.

C. Penegakan Hukum Humaniter Internasional Dalam Konflik Bersenjata di

Nigeria

Sebagaimana dipaparkan di atas bahwa konflik antara pemerintah Nigeria dan

Boko Haram telah turut mengakibatkan penderitaan bagi anak-anak di sana. Hal ini

diperparah dengan ketidakmampuan pemerintah Nigeria untuk secara efektif

mengatasi masalah tersebut. Selain mengharapkan pemerintah Nigeria untuk

mengatasi masalah tersebut, tersedia juga beberapa pilihan untuk menegakan HHI

dan melindungi anak-anak Nigeria dalam konflik yang terjadi di sana yakni melalui

International Criminal Court (ICC) dan melalui peran organisasi regional seperti Uni-Afrika untuk membantu Nigeria dalam permasalahan ini.

28Levina Chairunnisa, Op. cit, 2013, hlm, 13 29

(17)

1. International Criminal Court (ICC)

Ketidakmampuan pemerintah untuk merespons secara efektif ketika

menghadapi serangan-serangan yang dilakukan oleh kelompok Boko Haram telah

mengakibatkan banyak kesengsaraan yang dialami oleh masyarakat terkhususnya

anak-anak di Nigeria sehingga menarik perhatian dari Mahkamah Pidana

Internasional (International Criminal Court/ICC) untuk menangani masalah terkait konflik bersenjata antara pemerintah Nigeria dan kelompok bersenjata Boko Haram,

mengingat ICC adalah badan peradilan independen permanen yang bermarkas di Den

Haag, Belanda, dan dibentuk oleh negara-negara anggota masyarakat internasional

melalui Statuta Roma 1998 untuk menangani kahusus negara-negara yang berperang

ataupun terlibat konflik bersenjata atau dianggap tidak mau (unwilling) dan tidak mampu (unable) untuk mengadili pelaku-pelaku pelanggaran kejahatan kemanusiaan dalam pengadilan HAM berdasarkan hukum internasional seperti

(1) genocide, (2) crime against humanity, (3) kejahatan terhadap hukum humaniter, (4) kejahatan agresi.

Tidak seperti Mahkamah Internasional (International Court of Justice-ICJ) yang menangani sengketa antar-negara, yuridiksi ICC mencakup individu dan

memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan.

ICC menangani tindak pidana yang dilakukan oleh individu-individu, baik sebagai

bagian dari rezim pemerintahan ataupun sebagai bagian dari gerakan

pemberontak. Dalam hal ini, ia memberlakukan yurisdiksi internasional terhadap

tindak-tindak pidana tersebut. Dasar pendirian ICC adalah (1) kegagalan masyarakat

(18)

ketidakmauan (unwilling) dan ketidakmampuan (unable) dari negara-negara yang bersangkutan.30

Dikeluarkan dari situs resminya, ICC menuduh Boko Haram melakukan

kejahatan terhadap kemanusiaan di Nigeria, terutama pembunuhan dan presekusi.

ICC juga menentukan bahwa serangan Boko Haram di Nigeria merupakan kejahatan

terhadap kemanusiaan. Kantor jaksa penuntut Fatou Bensouda mengatakan, ada dasar

yang masuk akal untuk meyakini bahwa Boko Haram telah melancarkan serangan

luas dan sistematis yang menewaskan lebih dari 1.200 umat Kristen dan Muslim

sejak pertengahan tahun 2009.31 Laporan yang dibocorkan ke media itu

merekomendasikan agar pihak berwenang Nigeria mengadili kasus-kasus kejahatan

itu, jika tidak demikian maka ICC mengatakan bahawa mereka sendiri yang akan

melakukannya sendiri.

Menyangkut tuduhan bahwa badan-badan keamanan Nigeria juga melakukan

pelanggaran hak asasi, laporan itu menegaskan bahwa tidak ada indikasi bahwa

tindakan-tindakan yang dituduhkan itu merupakan bagian kebijakan pemerintah atau

organisasi untuk menyerang penduduk. Bulan lalu, Human Rights Watch (HRW) mengatakan bahwa konflik antara Boko Haram dan pemerintah Nigeria telah

menewaskan lebih dari 2.800 orang sejak 2009, dan 1.300 di antaranya karena

perbuatan pasukan keamanan Nigeria. ICC juga menetapkan bahwa serangan yang

dilakukan oleh Boko Haram yang menyerukan genosida, merupakan kejahatan

terhadap kemanusiaan dan melanggar aturan internasional yang telah diatur dalam

Statuta Roma, yaitu berdasarkan “Pasal 7 (1) (a) tentang pembunuhan” dan “Pasal 7

(1) (h) tentang penganiyayaan”.32

30Zain Al-Muhtar, 2012, “Mengenal Lebih Dekat International Criminal Courtd”, sergie-zainovsky.blogspot.co.id, pada tanggal 13 September 2016

31

International Criminal Court (ICC), 2015, “Boko Haram”, https:/www.icc-cpi.int, pada tanggal 2 September 2016

32Septian Syarif, 2015,”Tanggung Jawab Pemerintah Nigeria Dan Boko

(19)

Pengadilan di negara Chad menjatuhkan hukuman mati kepada 10 tersangka

anggota Boko Haram. Mereka divonis mati atas dua aksi bom bunuh diri yang

menewaskan 38 orang di N'Djamena, ibukota Chad pada Juni lalu. "Para terdakwa

Boko Haram itu divonis mati," demikian putusan pengadilan pada Jumat (28/8)

seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (29/8/2015). Ini merupakan persidangan pertama di Nigeria terhadap kelompok Boko Haram yang berbasis di Nigeria.

Negara-negara tetangga Nigeria seperti Chad, Kamerun dan Niger tak luput dari

serangan-serangan Boko Haram. Awal tahun ini, negara-negara tersebut

mengumumkan pembentukan pasukan regional untuk memerangi Boko Haram yang

telah menewaskan lebih dari 15 ribu orang sejak tahun 2009.

Para terdakwa Boko Haram tersebut didakwa atas konspirasi kejahatan,

pembunuhan, pengrusakan dengan bahan peledak, penipuan, kepemilikan senjata dan

amunisi ilegal dan penggunaan zat-zat psikotropika. Salah satu terdakwa termasuk

warga Nigeria bernama Mahamat Mustapha, yang juga dikenal sebagai Bana Fanaye.

Otoritas Chad menyebut dia sebagai dalang serangan bom bunuh diri di sekolah dan

kantor polisi pada 15 Juni lalu. Sebanyak 38 orang tewas dan lebih dari 100 orang

lainnya luka-luka dalam dua insiden bom tersebut. Tak lama setelah penangkapan

Fanaye pada akhir Juni lalu, Jaksa Agung Chad Alghassim Kassim menyatakan, pria

itu merupakan pemimpin jaringan penyelundupan senjata dan munisi antara Nigeria,

Kamerun dan Chad.33

2. Peran Uni-Afrika

Nigeria yang ingin menanggani kelompok Boko Haram di negara mereka,

mengundang reaksi bagi organisasi regional Afrika, yaitu Uni Afrika yang

menciptakan stabilitas dan perdamaian di Afrika. Kegiatan Boko Haram yang

dipandang menjadi ancaman serius bagi perdamaian dan keamanan di kawasan

Afrika, membuat Uni Afrika mengambil langkah-langkah bersama secara efektif

33Rita Uli Hitapea, 2015, “10 Anggota Boko Haram Divonis Mati Pengadilan Chat”,

(20)

dalam menanggani ancaman tersebut. Hal ini dikarenakan dalam penanganan kasus

Boko Haram, PBB telah mendaftar hitamkan Boko Haram sebagai kelompok teroris.

Uni Afrika (African Union) merupakan sebuah organisasi internasional untuk daerah regional Afrika yang dibentuk pada tahun 2002. Organisasi ini adalah penerus

dari Organisasi Persatuan Afrika (Organization of African Unity). Uni Afrika merupakan organisasi yang bertujuan untuk memperkuat integrasi antar

negara-negara anggota, memperkuat suara Afrika di kancah internasional, menyatukan

seluruh negara di kawasan Afrika dalam rangka menyelesaikan berbagai masalah

sosial, ekonomi, dan politik negara-negara anggotanya. Uni Afrika memiliki lebih

banyak badan dengan tugas-tugas dan fungsi yang lebih spesifik yang mencerminkan

keseriusan para pemimpin Afrika untuk membangun kawasan Afrika ke arah yang

lebih baik, terutama dalam hal pembangunan ekonomi dan stabilitas kawasan.34

Dengan berakhirnya perang dingin, pembebasan akhir dari Afrika Selatan, dan

terbentuknya kembali Afrika di panggung politik internasional, maka para kepala

negara di Afrika mengakui bahwa kerangka OAU tidak lagi memadai untuk

memenuhi kebutuhan Afrika dalam mengkoordinasi kebijakan benua yang lebih besar

dan menumbuhkan perekonomian yang lebih pesat. Uni Afrika berhak mencampuri

urusan internal negara anggotanya jika terjadi peristiwa yang dapat mengancam

perdamaian serta keamanan kawasan secara keseluruhan. Pada saat ini, salah satu

negara anggota Uni Afrika yaitu Nigeria menjadi fokus penting dari isu keamanan di

Afrika, karena terjadinya konflik kekerasan kelompok militan Boko Haram yang

mengganggu stabilitas keamanan di kawasan Afrika. Uni Afrika sebagai organisasi

regional menjadi lebih aktif terlibat dalam mengakhiri pemberontakan dan

mengalahkan Boko Haram. Dengan adanya kebijakan sebagai organisasi regional,

peran-peran yang dilakukan oleh Uni Afrika dalam mengatasi permasalahan yang

34Roman Suyono, 2015,”Diploma PBB dan Daftar Hitam Boko Haram”,

(21)

diakibatkan oleh kelompok Boko Haram sangat diperhatikan oleh masyarakat

internasional.35

Upaya Uni Afrika untuk terus melakukan menangani tindak kekerasan

kelompok Boko Haram guna menciptakan keadaan damai di kawasan Afrika. Dalam

upaya menyelesaikan konflik tersebut, banyak pihak menilai masuknya pihak asing

ke dalam konflik sangat diperlukan untuk melakukan mediasi. Pihak ketiga

diharapkan mampu membawa setiap pihak yang bertikai untuk melakukan

perundingan dan menghentikan konflik. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal

sehingga masuknya Uni Afrika dalam menanggani kelompok militan Boko Haram di

Nigeria. Faktor-faktor internal merupakan faktor yang secara langsung berasal dari

komitmen Uni Afrika sendiri untuk terlibat dalam penyelesaian konflik di

negara-negara anggotanya melalui mekanisme dan penyelesaian konflik yang dimiliki Uni

Afrika. Sedangkan faktor eksternal berasal dari beberapa pihak internasional (PBB,

Uni Eropa, Amerika Serikat, Perancis, dll) yang terus mendorong Uni Afrika untuk

dapat mangatasi masalah dihadapi bangsa Afrika dan untuk mencapai

tujuan-tujuannya.36

Banyak negara-negara yang mengecam tindakan Nigeria yang kurang responsif

dan bergerak lambat dalam menganggulangi permasalahan Boko Haram. Uni Afrika

sebagai organisasi regional mendapat desakan dari pihak internasional untuk

mengatasi permasalahan kemanusiaan ini. Tawaran bantuan datang dari banyak

negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, China dan Israel. Tawaran bantuan

juga datang dari badan-badan PBB, seperti United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).37

Bentrokan antara Boko Haram dan pasukan pemerintah Nigeria telah

meningkat dan meluas ke lintas batas dan menjadi semakin teregionalisasi. Lonjakan

pertempuran di wilayah ini sebagian besar telah menghambat upaya untuk

3535Levina Chairunnisa, Op. cit, 2013, hlm, 47 36

Ibid 49

37Anggid, 2014, ”Uni Afrika Didesak Untuk Turun Tangan”,

(22)

memberikan bantuan kemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan khususnya

anak-anak dan wanita. Para ahli PBB menekankan bahwa melawan terorisme dan

menangani ancaman Boko Haram akan membutuhkan lebih dari aksi militer. Upaya

seharusnya juga lebih ditekankan pada bantuan kemanusiaan untuk orang-orang yang

menderita akibat kekerasan Boko Haram, karena Boko Haram menargetkan warga

sipil khususnya anak-anak dalam penyerangannya sehingga berdampak psikologis

bagi para anak-anak dan wanita. Uni Afrika diharapkan fokus pada upaya menolong

membangun kembali komunitas dan membantu mereka yang terkena dampak

pemberontakan oleh kelompok militan itu. Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB

menyatakan siap membantu Nigeria dalam rehabilitasi dan reintegrasi. Bantuan akan

diberikan dalam pemulihan dan rehabilitasi yang didasarkan pada norma-norma hak

asasi manusia dan mempertimbangkan dampak dari konflik regional pada perempuan

dan anak-anak.38

Aksi solidaritas dalam memerangi terorisme perlu ditingkatkan karena adanya

kaitan penuh hak asasi manusia internasional, hukum humaniter dan pengungsi.

Masyarakat internasional harus bekerja sama untuk memberikan dukungan bantuan

kemanusiaan yang mendesak dan pemulihan segera sebagai cara untuk mengurangi

dampak pada populasi terkena dampak oleh Boko Haram. Bantuan yang diberikan

oleh negara penerima pengungsi lebih difokuskan untuk menyediakan tempat tinggal

dan layanan dasar lainnya. Selain kebutuhan dasar, bantuan juga diperlukan untuk

mencegah kekurangan gizi di kalangan anak-anak dan untuk membangun sistem

pendidikan yang rusak akibat konflik. Dalam rangka mendukung keamanan di dalam

bidang kemanusiaan, Uni Afrika juga bekerja sama dengan negara-negara tetangga

Nigeria. Sebagai anggota Uni Afrika yang bertetangga dengan Nigeria, pemerintah

Chad, Kamerun dan Niger memiliki tanggung jawab utama untuk membantu dan

melindungi pengungsi. UNHCR terus mengkoordinasikan bersama-sama dengan Uni

38Arie Rachman, 2011, “PBB Desak Negara Afrika Bersatu Menghadapi Boko

(23)

Afrika dalam merespon pengungsi dengan mengadakan pertemuan rutin antar sektor

dan koordinasi sektor yang diselenggarakan di ibukota N'Djamena dan di daerah

perbatasan Danau Chad, Baga Sola, dengan Komisi Nationale d'Accueil et de Reinsersi des Réfugiés et des Rapatriés (CARR).39 Adanya koordinasi dari berbagai sektor ini untuk memfasilitasi analisis, pelaksanaan, pemantauan dan laporan

kegiatan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dilihat bahwa anak-anak yang

seharusnya dilindungi telah terabaikan hak-haknya dan menjadi sasaran dalam

konflik bersenjata yang terjadi. Penegakan Hukum Humaniter dan juga penerapannya

di lapangan sangat diperlukan demi melindungi mereka yang sebenarnya tidak

terlibat dalam konflik bersenjata khususnya anak-anak, dan hal tersebut merupakan

tanggungjawab dari setiap badan atau kelompok yang terlibat dalam konflik di

Nigeria untuk melaksanakannya.

III. PENUTUP

Dampak dari serangan kelompok Boko Haram telah banyak memakan korban

terkhususnya anak-anak di Nigeria dan serangan-serangan tersebut semakin

meningkat setiap tahunnya, terlihat dari grafik penyerangan kelompok Boko Haram

yang semakin tinggi dari tahun 2008 sampai dengan 2011 dan terus meningkat

sampai dengan sekarang. Berdasarkan Konvensi jenewa IV tahun 1949 tentang

prlindungan orang sipil dalam konflik bersenjata, Protokol Tambahan I tahun 1977

tentang Perlindungan Korban Konflik Bersenjata Internasional, dan Protokol

Tambahan II Tahun 1977 tentang Perlindungan Korban dalam Konflik Bersenjata

Non-internasional (Protokol Tambahan II 1977) dan resolusi PBB, kelompok Boko

Haram telah melanggar aturan-aturan dalam pasal-pasal yang mengatur tentang

perlindungan anak dalam sebuah konflik bersenjata non-internasional dan ketentuan

yang ada dalam Statuta Roma yang juga mengatur tantang perlindungan anak.

(24)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Ambarwati, dkk, 2012, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Thontowi, Jawahir, dkk, 2006, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung, Refika Aditama.

Nasution, Adnan Buyung, dkk, 2006, Instrumen Internasional Pokok Hak Asasi Manusia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia (YLBHI).

International Review of The Red Cross, Volume 87 Nomor 857 Maret 2005.

ICRC, Pengantar Hukum Humaniter, ICRC, Jakarta, 1999.

KGPH Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Rajawali Press, Jakarta, 2007.

Nowak, Manfred, Pengantar pada Rezim HAMInternasional,Pustaka Hak Asasi Manusia Wallenberg Institute, 2003

Wagiman, Wahyu, Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia, Elsam, Jakarta, 2005.

(25)

II. Perjanjian Internasional

Konvensi jenewa I, II, III dan IV tahun 1949 tentang Perlindungan Terhadap

Korban Perang dan Konvlik Non Internasional.

Protokol Tambahan I tahun 1977, tentang Perlindungan Korban Sengketa

bersenjata Internasional.

Protokol Tambahan II tahun 1977, tentang Perlindungan Orang-orang Sipil

dalam Konflik Bersenjata Non-Internasional.

Konvensi Hak-hak Anak 1989 (Internasional Convention on the Rights of

the Child).

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Tahun 2000 Tentang Pelibatan

Anak-anak Dalam Konflik Bersenjata.

Statuta Roma 1998 (International Criminal Court (ICC) III.Artikel dan Jurnal

Amnesty Internasional, Nigeria: Nigerian Autorities were Warned of Boko Haram Attacks on Baga and Monguno,2016.

Detik News, Dua Ribu Wanita dan Anak-anak Nigeria Diculik Boko Haram, 2016.

Antara News, Serangan Bunuh Diri Perempuan dan Anak meningkat di

Nigeria.2016.

Nilda D. I. Manu, dalam Skripsi “Tanggung Jawab Kelompok Boko Haram

Gambar

Grafik 1 Serangan yang dilakukan oleh Boko Haram pada 2008-2011

Referensi

Dokumen terkait

Korban Pers yang terbunuh atau terluka dalam konflik bersenjata semakin tahunnya meningkat. Hukum humaniter internasional mengatur dalam dalam Art. Tambahan I untuk kedua

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM

Penulis menyimpulkan bahwa dalam konflik bersenjata non- internasional antara Israel dengan Hezbollah yang terjadi pada tahun 2006 banyak ditemkan pelanggaran Hukum

Dalam konflik bersenjata non-internasional antara Israel dengan Hezbollah.. yang terjadi pada tahun 2006 banyak ditemukan pelanggaran

Korban Pers yang terbunuh atau terluka dalam konflik bersenjata semakin tahunnya meningkat. Hukum humaniter internasional mengatur dalam dalam Art. Tambahan I untuk kedua

PENGGUNAAN TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Bagian

Korban Pers yang terbunuh atau terluka dalam konflik bersenjata semakin tahunnya meningkat. Hukum humaniter internasional mengatur dalam dalam Art. Tambahan I untuk kedua

Akibat hukum bagi pelaku penyanderaan warga sipil dalam konflik bersenjata menurut hukum humaniter internasional atau sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku