commit to user
PERILAKU BETON SEGAR BETON MEMADAT MANDIRI
MENGGUNAKAN AGREGAT DAUR ULANG
Fresh State Behavior of Self Compacting Concrete Using Recycled Aggregate
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun oleh:
NOVI ANDI SETIANA
NIM. I 0107116
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
vi ABSTRAK
Novi Andi Setiana, 2011. Perilaku Beton Segar Beton Memadat Mandiri Menggunakan Agregat Daur Ulang. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete, SCC) merupakan inovasi beton untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada pengerjaan beton konvensional. Pemanfaatan agregat daur ulang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keberlanjutan penggunaan material beton. Penambahan agregat daur ulang pada beton SCC adalah salah satu upaya inovasi beton ramah lingkungan yang memiliki kinerja beton segar yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap pengerjaan, pengaliran, dan kemampuan mengisi ruang antar tulangan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total 11 campuran. Enam campuran beton SCC menggunakan agregat alami batu pecah dikombinasikan dengan beberapa porsi agregat daur ulang dan lima campuran beton SCC menggunakan agregat alami batu bulat dikombinasikan dengan beberapa porsi agregat daur ulang. Kadar agregat daur ulang yang digunakan sebesar 0%, 20%, 40%, 60%, 80% dan 100% sebagai pengganti agregat kasar, baik agregat alami batu pecah maupun batu bulat. Kinerja workability, flowability, dan passingability
diukur dengan lima metode yaitu: Slump flow test, J-ring test, L-box test, Box type test, dan V-funnel test.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semakin besar prosentase kadar agregat daur ulang yang ditambahkan ke dalam beton, maka penurunan kinerja workability,
flowability, dan passingability semakin besar pula. Penurunan kinerja beton segar SCC dikarenakan agregat daur ulang memiliki kandungan mortar dengan penyerapan air yang besar dan retak mikro yang diakibatkan pada proses pembuatannya. Sifat ini akan mempengaruhi kinerja beton segar karena kebutuhan air pada campuran beton menjadi berkurang akibat terserap oleh agregat daur ulang. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa kinerja beton segar SCC dengan agregat batu pecah cenderung lebih baik dari pada beton segar SCC dengan agregat batu bulat. Hal ini dikarenakan batu bulat memiliki pori yang besar dan daya serap air yang tinggi dari pada agregat batu pecah.
commit to user
vii ABSTRACT
Novi Andi Setiana, 2011. Fresh State Behavior of Self Compacting Concrete Using Recycled Aggregate. Department of Civil Engineering, University of Sebelas Maret, Surakarta.
Self compacting concrete (SCC) is an innovative concrete to overcome the problem in conventional concreting. Utilization of recycled aggregate is one effort to improve the sustainability of use concrete materials. The addition of recycled aggregate in SCC concrete is one of the innovative ways in the frame of green concrete with an excellent performance in fresh concrete. This research aimed to determine the effect of the use of recycled aggregate on concrete workability, flow ability, and passing ability.
This research was experimental method and used a total of 11 concrete mixtures. Six SCC mixtures using natural crushed stone which was combined with some part of recycled aggregates and five SCC mixtures using natural circle stone which was combined with some part of recycled aggregates. The portion used recycled aggregate was at 0%, 20%, 40%, 60%, 80% and 100%, for both natural crushed stone and natural circle stone. Fresh concrete performance such as workability, flow ability, and passing ability were measured by five methods: the slump flow test, J-ring test, L-box test, Box type test, and V-Funnel test.
Test results show that higher percentage of recycled aggregate content added into the concrete, then decreases performance workability, flow ability, and greater passing ability. This fresh concrete performance degradation was caused by recycled aggregate whose high mortar for composition that absorbs much water. The performance of fresh concrete was affected since the recycle aggregate needs much water. It is also found that the performance of SCC fresh aggregate contain crushed stone aggregate tend to be better than the SCC containing natural circle stone aggregate. This because natural circle stone contains large pores and absorb much water than natural crushed stone aggregate.
commit to user
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Beton memadat mandiri yang biasa disebut self compacting concrete (SCC)
merupakan inovasi beton yang pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1980an di
Jepang sebagai upaya untuk mengatasi masalah pengecoran gedung yang memiliki
artistik dan geometri yang rumit jika memakai beton konvensional. Masalah yang ada
dalam beton normal tidak hanya dalam proses pengecoran, tetapi dari proses
penuangan, pemompaan hingga proses finishing dan juga masalah penulangan perlu
perhatian yang cukup agar hasilnya maksimal.
SCC merupakan beton yang memiliki kemampuan untuk mengalir sendiri secara
merata sehingga dapat mengisi daerah yang tidak terjangkau oleh beton konvensional
dengan sedikit ataupun tanpa bantuan alat penggetar. Kemampuan ini juga
bermanfaat untuk bangunan yang memiliki tulangan yang sangat rapat sehingga dapat
mempercepat proses pelaksanan konstruksi. Beton SCC dapat mengatasi masalah
bangunan yang memiliki geometri yang rumit dan hanya memerlukan lebih sedikit
tenaga kerja dalam proses pengecoran, yang biasanya dalam proses pengecoran beton
normal memerlukan pekerja yang lebih banyak. Pengurangan tenaga kerja akan
menghemat pengeluaran dan pengurangan penggunaan vibrator juga menciptakan
kondisi lingkungan yang aman dan tidak bising.
Pemanfaatan SCC juga dapat digunakan dalam industri beton pracetak, karena sifat
SCC yang dapat mengalir, mengisi ruang, melewati tulangan dan ketahanan
segregasi. Beton SCC dapat mempermudah dan mempercepat proses pembuatan
beton pracetak dan mengurangi biaya produksinya.
commit to user
Material yang digunakan dalam beton SCC tidak jauh berbeda dengan beton
konvensional, yaitu agregat halus, agregat kasar, air, semen dan ditambah zat aditif .
Perbedaan beton SCC terletak komposisi agregat yang digunakan, karena sangat
berpengaruh dalam proses pengaliran beton segar.
Perencanakan kekuatan beton SCC agak berbeda dengan beton konvensional, yang
memerlukan trial mix terlebih dahulu. Banyak penelitian yang menyarankan
pemakaian komposisi agregat pada perencanaan pembuatan beton SCC. Okamura dan
Ozawa (1995) menyarankan agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid,
agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut,
volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar, yang bertujuan
mengisi pori dari agregat kasar. Pembatasan pemakaian agregat kasar juga bertujuan
agar kemampuan aliran beton lebih maksimal, jika semakin banyak agregat kasar
maka akan terjadi gesekan antara agregat kasar mengakibatkan aliran menjadi lambat
dan terjadi blocking saat melewati tulangan. Semakin banyak mortar/pasta dan
semakin sedikit agregat kasar, pengaliran beton SCC akan semakin cepat.
Pemakaian superpasticizer akan membantu proses pengaliran tanpa menambah
jumlah air yang beresiko terjadi segregasi dan pemakaian silica fume atau fly ash
akan meningkatkan kohesifitas sehingga beton tetap homogen dan mudah mengalir
dan menurunkan resiko segregasi. Perbandingan komposisi material SCC dengan
commit to user
Gambar 1.1 Perbandingan komposisi material SCC dan beton konvensional
Material beton yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui,
sehingga dalam pemanfaaatannya harus dibatasi dan diperlukan inovasi untuk bahan
pengganti material beton. Beberapa negara seperti Jepang, Australia, Brasil,
Hungaria, Jerman, dan Austria telah memanfaatkan material daur ulang sebagai
bahan pengganti agregat dalam konstruksi. Agregat daur ulang dapat berfungsi
sebagai pengganti agregat dalam pembuatan beton, penstabil tanah, material pengisi
tanah, perbaikan bangunan bawah dan lain-lain. Agregat daur ulang yang memiliki
sifat porous yang tinggi sehingga dapat meresap air dalam proses pengadukan.
Agregat daur ulang memiliki kandungan mortar yang mengakibatkan berat jenis lebih
kecil, lebih berpori, sehingga kekerasannya berkurang. Sehingga pemakaian agregat
daur ulang akan mempengaruhi kinerja beton segar SCC.
Skripsi ini membahas tentang pengaruh penggunaan agregat daur ulang terhadap
beton segar SCC. Penggujian yang dilakukan adalah slump flow, J-ring test, L-box,
box-type test, V-funnel test. Penggunaan agregat daur ulang sebagai pengganti agregat
kasar sebesar 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100% dari jumlah agregat kasar yang
dibutuhkan. Agregat kasar alami yang digunakan berupa agregat berupa batu pecah
dan agregat batu bulat.
( SCC )
commit to user
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahannya
adalah bagaimana pengaruh pemakaian agregat daur ulang dari segi pengerjaan
(workability), pengaliran (flowability), dan kemampuan dalam mengisi ruang antar
tulangan (passing ability) pada beton SCC.
1.3
Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan adalah:
a. Agregat daur ulang yang dipakai berasal dari beton sisa di laboratorium bahan
bangunan FT UNS.
b. Agregat daur ulang yang digunakan berukuran maksimal 20 mm.
c. Penggantian variasi campuran agregat daur ulang adalah 0%, 20%, 40%, 60%,
80%, dan 100% dari kebutuhan agregat kasar.
d. Agregat alam yang digunakan sebagai acuan adalah agregat bulat dan batu
pecah.
e. Semen yang digunakan adalah semen OPC.
f. Bahan admixture superplasticizer yang digunakan adalah viscocrete 10.
g. Pemakaian fly ash sebesar 20% dari berat powder dan sebagai bahan
pengganti semen.
h. Pemakaian silikafume sebesar 1,5% dari berat semen dan sebagai bahan
tambah.
i.
Pengujian yang dilakukan dengan slump flow, J-ring test, L-box, box-typecommit to user
1.4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang
terhadap pengerjaan, pengaliran, dan kemampuan mengisi ruang antar tulangan beton
segar SCC.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan pemanfaatan limbah konstruksi lebih ditingkatkan untuk
menjaga sumber daya alam dan agar dapat memberi alternatif pemakaian agregat daur
ulang dalam pembuatan beton SCC.
1.5.2 Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi terhadap perkembangan inovasi pembuatan beton.
b. Menambah pengetahuan mengenai SCC.
commit to user
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Pemakaian agregat daur ulang sudah sering diterapkan di beberapa negara maju
seperti Jerman, Jepang, Australia, Austria, Amerika. Indonesia sendiri sudah
banyak penelitian mengenai limbah konstruksi tetapi pemakaiannya belum terlalu
optimal. Beton Daur Ulang (BDU) merupakan campuran yang diperoleh dari
proses ulang material yang sebelumnya. Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat
fisik dan kimia agregat daur ulang, menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties)
material beton yang dihasilkan, seperti menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan
modulus elastisitasnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan
agregat beton bekas adalah kecenderungan memerlukan air bebas pada adukan
yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, waktu pemadatan
yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah dan sifat permukaan agregat
lebih kasar. Lasino, (1999) Agregat daur ulang yang bersifat menyerap air dapat
mengurangi proses pengaliran pada beton memadat mandiri (Self Compacting
Concrete atau biasa disingkat SCC).
Beton SCC adalah beton segar yang sangat plastis dan mudah mengalir karena
berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang dikarenakan beton tersebut
memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa adanya bantuan alat
penggetar untuk pemadatan. Beton SCC yang baik umumnya memiliki ciri
homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.
Beton SCC pertama kali dikembangkan di Jepang pada tahun 1980-an. Riset
tentang SCC masih terus dilakukan hingga sekarangdengan banyak aspek kajian,
misalnya ketahanan (durability), permeabilitas dan kuat tekan (compressive
strength) (Juvas ,2004).
commit to user
Pemakaian beton SCC sebagai material repair dapat meningkatkan kualitas beton
repair oleh karena dapat menghindari sebagian dari potensi kesalahan manusia
akibat pemadatan manual. Pemadatan yang kurang sempurna pada saat proses
pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya durabilitas beton. Sebaliknya
dengan beton SCC, struktur beton repair menjadi lebih padat terutama pada
daerah pembesian yang sangat rapat, dan waktu pelaksanaan pengecoran juga
lebih cepat.
Kemampuan untuk mengadakan konsolidasi sendiri pada SCC disebabkan oleh
kemampuan pengaliran dan ketahanan terhadap segregasi pada SCC yang
dimungkinkan dengan penggunaan lebih sedikit kerikil, superplaticizer dan
mengurangi perbandingan pengunaan air dan powder .
Kemampuan pengaliran SCC adalah kemampuan adukan beton untuk mampu
mengisi sempurna cetakan dan mengalir melewati rongga-rongga kecil atau celah
antara kerangka tulangan beton. Pengurangan penggunaan jumlah kerikil terbukti
mengurangi jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengalirkan partikel-partikel
beton tersebut. Sebagai contohnya, penggunaan kerikil halus (<4 mm) yang dapat
meningkatkan jarak antar partikel sehingga dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya gesekan antar partikel sehingga akan mempermudahkan pengaliran
adukan.
Air dibutuhkan untuk meningkatkan daya pengaliran pada adukan beton, namun
kekuatan beton dan ketahanan beton terhadap segregasi menjadi terganggu.
Superplasticizer digunakan untuk mengatasi kebutuhan air yang lebih banyak.
Peningkatan jumlah penggunaan powder dan filler terbukti juga dapat
meningkatkan kohesifitas beton. (Kusuma, 2001)
Superplasticizer dapat meningkatkan konsistensi pasta semen dan membuat pasta
semen menyelimuti dan mengikat agregat dengan kuat sehingga beton mampu
mengalir tanpa segregasi material. Selain itu, untuk dapat mengalir dengan baik
commit to user
desain campuran SCC. Diperlukan juga filler seperti abu terbang dan silica fume.
(Tjaronge, 2006)
Workability beton segar merupakan ukuran dari tingkat kemudahan adukan beton
untuk diaduk, diangkut, dituang dan dipadatkan. Sifat kemudahan dikerjakan pada
beton segar dipengaruhi oleh : (1) Jumlah air yang dipakai dalam campuran
adukan beton, semakin banyak air yang dipakai, semakin mudah beton segar
dikerjakan tetapi jumlah air yang banyak dapat menurunkan kuat tekan beton; (2)
Penambahan semen ke dalam adukan, semakin banyak jumlah semen, maka beton
segar makin sulit dikerjakan; (3) Gradasi agregat halus dan kasar, apabila agregat
yang digunakan memepunyai gradasi sesuai dengan persyaratan, maka adukan
beton akan semakin mudah dikerjakan; (4) Bentuk butiran agregat, bentuk agregat
bulat akan lebih mempermudahkan pengerjaan beton; (5) Penggunan admixture
dan bahan tambah. (Amalia, 2009)
Beton segar harus menghindari terjadinya segregasi dan campuran yang tidak
kohesif. Segregasi terjadi disebabkan karena beton kekurangan butiran halus, butir
semen kasar dan adukan sangat encer. Campuran yang tidak kohesif disebabkan
oleh: kekurangan semen, kekurangan pasir, kekurangan air dan susunan besar
butir agregat tidak baik. Segregasi dan campuran yang tidak kohesif dapat
diperbaiki dengan cara memperbaiki susunan campuran beton yaitu : memperbaiki
kadar air, kadar pasir, ukuran maksimum butir agregat dan penambahan jumlah
butiran halus/filler. (Amalia, 2009)
Munurut Newman, sifat workabilitas beton dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Compactibility, mewakili sifat kemudahan pemampatan beton dengan cara
menghilangkan rongga udara yang ada.
b. Stability, yaitu ketahanan beton terhadap segregasi materialnya selama
masa pengangkutan atau saat pemadatan.
c. Mobility, yaitu kemudahan beton segar untuk mengisi seluruh sudut
commit to user
d. Finishability, yaitu sifat menolong untuk memperoleh penyelesaian
permukaan beton yang licin dan baik.
Sifat workabiltas beton dipengaruhi oleh faktor rasio air-semen, gradasi agregat,
ukuran maksimum agregat, bentuk dan tekstur permukaan agregat, komposisi
pasir-agregat, kepadatan agregat, absorpsi agregat danproporsi campuran beton.
(Duma, 2008)
Kemudahan dalam hal pencetakan tidak memerlukan penggetar menjadikan beton
memadat mandiri banyak dimanfaatkan dalam industri komponen pracetak, (Rise
dan Skarendahl (1999)). Beberapa artikel tentang penggunaan beton memadat
mandiri untuk bahan beton pracetak panel dinding dan lantai bangunan ditulis
oleh Tegar, Rudolf (2001), perancangan dan pembangunan gedung The Phaeno
Science Center di Wolfsburg, Meyer dan Bahrie (2004),pengalaman produsen
beton pracetak Consolis di Eropa menggunakan bahan beton memadat mandiri.
(Juvas, 2004)
Menurut Rise dan Skarendahl. (1999), penggunaan beton SCC pada pekerjaan
pembetonan struktur beton pracetak sangat berkontribusi pada penggunaan item
pekerjaan dan peningkatan kecepatan kerja. Penggunaan beton SCC akan
memperpendek siklus waktu pencetakan. Hal ini berarti bahwa dengan waktu
kerja tertentu, tingkat produktifitas dalam bentuk jumlah hasil produk akan lebih
tinggi dibandingkan capaian pada sistem pembetonan normal. Keuntungan lain
adalah penghematan energi yang digunakan untuk penggetar dan penghilangan
suara bising yang memungkinkan perbaikan suasana lingkungan pekerjaan
proyek. (Syarif, 2010)
Perbedaan utama beton SCC dengan beton konvensional adalah penggunaan porsi
bahan pengisi yang cukup besar, sekitar 40 % dari volume total campuran beton,
pada komposisi campuran beton. Bahan pengisi ini adalah pasir butiran halus
dengan ukuran butiran maksimum (dmax ) ≤ 0,125 mm. Porsi besar bahan pengisi
ini menyebabkan campuran beton cenderung berperilaku sebagai pasta.
commit to user
campuran dapat dikurangi, namun pengurangan pengerjaan (workability) dan
kemampuan pengaliran (flowability) campuran beton masih dapat dijaga. Bahan
pengisi tambahan lain yang digunakan dalam penbuatan beton memadat mandiri
adalah abu terbang (fly ash), silika fume, terak (blastfurnace slag), metakaolin dan
lain-lain (Hela dan Hubertova, 2006).
SCC sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran agregat dalam proses
pengalirannya. Bentuk agregat yang bulat dan berupa batu pecah akan
mempengaruhi kecepatan aliran beton.
SCC berpotensi mengalami blocking pada daerah tulangan. Blocking terjadi
karena sifat viskositas yang tinggi dari aliran beton segar sehingga agregat-agregat
kasar saling bersinggungan dan terjadi shear stress. Aliran beton yang sangat
lambat mengakibatkan beton akan terkumpul di satu tempat sehingga mengurangi
workability dari beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar
kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal.
Salah satu penelitian beton normal daur ulang yang pernah dilakukan oleh
Kumutha & Vijay (2010) dengan variasi kelipatan 20% agregat daur ulang
terhadap agregat alami. Hasil yang diperoleh Kumutha & Vijay (2010) adalah
semakin banyak persentase agregat daur ulang yang digunakan, kuat tekan beton
mengalami penurunan secara bertahap, dan untuk penggantian 100% daur ulang,
penurunannya adalah 28% dibandingkan beton tanpa agregat daur ulang.
Pemakaian fly ash mengacu pada penelitian Handoko Sugiharto,dkk. (2010) yang
menyebutkan bahwa penggunaan fly ash maksimal sampai perbandingan binder
5:5. Penggunaan fly ash yang lebih banyak dari semen menyebabkan jumlah air
yang dibutuhkan semakin berkurang. Penelitian Peng dkk, menunjukkan bahwa
penggunaan fly ash 30% akan menurunkan kuat tekan beton pada umur 28 hari
tetapi akan menambah nilai slump, sehingga penelitian ini menggunakan fly ash
sebesar 20% dari berat powder agar nilai kuat tekan tidak terlalu turun dan dapat
commit to user
,dkk (2011) menunjukan bahwa pemakaian silica fume tersebut meningkat kuat
tekan beton, yaitu 40 MPa pada umur 7 hari.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Beton Memadat Mandiri ( SCC )
Beton SCC adalah beton yang memiliki kemampuan untuk mengalir mengisi
bekisting tanpa ataupun dengan sedikit bantuan alat. Beton SCC pertama kali
diperkenalkan oleh Okamura dan Ozawa di Jepang tahun 1980an. Beton SCC
membutuhkan perilaku khusus, dalam campurannya. Ukuran agregat, komposisi
antar agregat dan pemakaian zat aditif harus dipertimbangkan agar dapat
mencapai kekentalan tanpa menggunakan faktor air semen yang besar dan
pemakaian power agar tidak terjadi segregasi. Pemanfaatan beton ini dapat
mempermudah dan mempercepat proses pembuatan beton pracetak dan harga yag
ditawarkan lebih murah karena dalam proses pembuatannya tidak memerlukan
banyak tenaga kerja. Pengaturan ukuran agregat beton ini juga memungkinkan
SCC dapat melewati tulangan yang sangat rapat tanpa memerlukan alat penggetar
untuk memadat sehingga dapat membuat desain bangunan yang geometrinya sulit
dibentuk. Pemakaian superplasticizer juga perlu dikendalikan agar viskositas
beton segar tetap terjaga.
Beberapa sumber memberikan batasan parameter beton memadat mandiri yang
berbeda. Nilai batasan tersebut umumnya mengacu kepada kebiasaan lembaga
atau standar yang digunakan pada negara tempat melakukan pengujian. Tabel 2.1
commit to user
Tabel 2.1. Parameter untuk pengujian beton memadat mandiri
No Jenis pengujian SCC
Data yang dicari Parameter
Pengujian 5 V-funnel test t (waktu SCC keluar melewati lubang kecil pada
V-funnel bagian bawah hingga habis), sec
6 – 12
sebagai pengganti agregat halus maupun kasar dengan kadar pemakaian tertentu.
Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang,
menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties) material beton yang dihasilkan,
seperti menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitas beton.
Pemanfaatan beton daur ulang harus disesuaikan dengan fungsi beton itu sendiri
dalam konstruksi. Menurut beberapa sumber beton daur ulang dapat digunakan
commit to user
lebih dari 20% dan untuk beton non struktur pemakaiannya bisa mencapai 100%.
(Pradhity, 2009)
Pemakaian agregat daur ulang memiliki beberapa persoalan, antara lain : modulus
elastis beton turun 15 hingga 50 % dibandingkan dengan menggunakan agregat
alami, kuat tekan turun sekitar 5 – 20 %, kandungan pori yang lebih tinggi,
perilaku susut dan swelling yang lebih tinggi, terutama beton yang dibuat dari
pasir hasil daur ulang , rangkak (creep) beton yang lebih besar.
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dari hasil penelitian didapatkan bahwa beton
daur ulang dengan agregat bekas pakai dapat digunakan sebagai beton struktural
dengan kekuatan relatif sama dengan beton normal dimana kuat tekan yang
dimiliki dapat mencapai 380 kg/cm2 atau sekitar 98% dibanding beton normal,
pada faktor air semen 0,4 dan dapat mencapai 350 kg/cm2 atau sekitar 92%
dibanding beton normal pada faktor air semen 0,5. (Pradhity, 2009)
Beberapa sumber lain menuliskan tentang masalah penggunaan agregat daur ulang
dalam beton. Penggunaan agregat daur ulang juga mempengaruhi sifat beton
segar. Penelitian Mohammed, (2011) menunjukkan bahwa penggunaan agregat
daur ulang yang berupa batu dan batu bata selain menurunkan nilai slump juga
menurunkan kuat tekan 10%-20% dari kekuatan beton normal.
Beton yang mempunyai workability tinggi memiliki nilai slump lebih dari 200
mm dan slump flow lebih dari 500 mm. Penurunan workability sangat signifikan
terlihat pada pengujian slump flow yaitu menurunkan slump flow sekitar 20%
dengan pemakaian 100% agregat daur ulang. Penurunan workability pada beton
segar ini dikarenakan sifat fisik dari agregat, yaitu: bentuk, gradasi, absorbsi, dan
lainnya. (Saifudin, 2011)
Penggunaan agregat kasar daur ulang 100% akan menurunkan nilai slump sebesar
13% dan menurunkan kuat tekan sekitar 21% untuk faktor air semen 0,43 serta
commit to user
agregat batu pecah dengan fas 0,45. Pemanfaatan fly ash juga akan menaikkan
nilai slump tanpa menambah faktor air semen. Penggunaan agregat daur ulang
100% menurukan slump 11% dan kuat tekan 54% untuk fas 0,45. Sifat absorsi
agregat daur ulang yang tinggi menyebabkan nilai slump menurun. (Nelson, 2004)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan agregat daur ulang akan
menurunkan kuat tekan sebesar 15%. Penggantian 75% agregat daur ulang dapat
meningkatkan absorbsi dalam beton sekitar 24% dari pada penggunaan agregat
alami. (Boltryk, 2006)
Nilai pertambahan susut beton agregat daur ulang dengan komposisi 25% agregat
kasar daur ulang adalah 5,26%, (Duma, 2008). Sehingga penggunaan agregat daur
ulang akan menurunkan durability beton.
2.2.3 Beton Daur Ulang Memadat Mandiri
Beton daur ulang memadat mandiri adalah beton yang memiliki kemampuan
mengalir mngisi cetakan beton dan memadat sendiri tanpa ataupun sedikit bantuan
alat penggetar yang memanfaatkan agregat daur ulang sebagai pengganti agrgat
alam. Agregat daur ulang mengadung mortal mencapai 50% dan memiliki retakan
mikro sehingga kekuatan agregat daur ulang lebih kecil dari pada agregat alam
dan juga agregat daur ulang memiliki sifat menyerap air. Sehingga dalam
pemakaiannya dalam beton memadat mandiri akan berpengaruh dalam kinerja
beton, proses pengaliran beton.
2.2.4 Materi Penyusun Beton Daur Ulang Memadat Mandiri
Materi penyusun beton daur ulang memadat mandiri adalah semen, agregat alam,
commit to user
2.2.4.1 Semen Portland
Semen berfungsi sebagai perekat butiran agregat agar terjadi suatu massa yang
padat dan mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat. Semen yang dimaksud
di dalam konstruksi beton adalah bahan yang akan mengeras jika bereaksi dengan
air dan lazim dikenal dengan nama semen hidraulik. Salah satu jenis semen
hidraulik yang biasa dipakai dalam pembuatan beton adalah semen portland
(portland cement). Bahan baku semen yaitu kapur (CaO), silika (SiO2), dan
alumina (Al2O3). Jenis-jenis semen portland yang sering digunakan dalam
konstruksi serta penggunaannya dicantumkan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Jenis semen portland di Indonesia sesuai SNI 0013-81
Jenis Semen Karakteristik Umum
Jenis I Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus seperti disyaratkan pada jenis-jenis lain
Jenis II Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang
Jenis III Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi
Jenis IV Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
panas hidrasi yang rendah
Jenis V Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan
ketahanan yang tinggi terhadap sulfat
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
Semen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan semen portland.
Semen portland tidak memiliki bahan tambah seperti pozzoland, fly ash, slag
ataupun zat additive semen lainnya. Sehingga dapat mengetahui pengaruh
penggunaan fly ash yang digunakan dalam penelitian ini. Penambahan bahan
tambah terhadap semen portland disesuaikan dengan kebutuhan semen yang
diinginkan dan juga untuk menciptakan semen yang ramah lingkungan, karena
proses pembuatan semen menyebabkan kerusakan lingkungan dan meningkatkan
commit to user
merupakan contoh semen yang memiliki bahan tambah seperti fly ash yang
beredar di pasaran.
2.2.4.2 Agregat Alam
Agregat alam adalah butiran material pengisi campuran mortar atau beton yang
bersumber dari alam. Agregat ini menempati sebanyak 60%-70% dari volume
mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting
dalam pembuatan mortar atau beton (Mulyono, 2004). Berdasarkan ukuran butiran
agregat dibedakan menjadi agregat halus dan kasar.
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil
(antara 0,15 mm dan 5 mm). Pemilihan agregat halus harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan. Komposisi agregat halus sangat menentukan dalam hal
kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan
(durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk mortar
bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu kesatuan
yang kuat dan padat.
Tabel 2.3. Persyaratan gradasi agregat halus ASTM C 33-74a
Ukuran saringan (mm) Persentase lolos (%)
9,50
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat kasar adalah agregat yang mempunyai
ukuran butir-butir besar (antara 5 mm dan 40 mm). Sifat dari agregat kasar
mempengaruhi kekuatan akhir beton keras dan daya tahannya terhadap
commit to user
harus bersih dari bahan-bahan organik dan harus mempunyai ikatan yang baik
dengan semen. Batasan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Persyaratan gradasi agregat kasar
Ukuran saringan (mm) Persentase lolos saringan
40 mm 20 mm
Sumber : Tjokrodimuljo (1996)
Agregat kasar yang digunakan dalam pembuatan SCC dibatasi kurang lebih hanya
50 % dari total volume beton. Pembatasan jumlah agregat kasar dilakukan agar
kemampuan aliran beton melewati tulangan lebih maksimal. Berkurangnya
agregat kasar akan menurunkan resiko blocking di ruang antar tulangan. Proses
pengaliran beton SCC menyebabkan agregat kasar saling bergesekan sehingga
aliran beton segar menjadi lambat sehingga menurunkan workability beton segar.
2.2.4.3 Agregat Daur Ulang
Agregat daur ulang berasal dari material bongkahan bangunan ataupun sisa
pekerjaan yang tidak dipakai. Proses pengolahan limbah konstruksi melalui
beberapa tahap, antara lain:
a. Pemilahan awal, pemilahan dari beberapa bongkahan kayu, batuan,
maupun logam.
b. Penyaringan, penyaringan material batuan dari pemilahan awal.
c. Pemilihan dengan angin, pemilihan material dengan tiupan angin sehingga
material ringan seperti kertas, plastik, kayu ringan dapat terbang tertiup.
d. Pemilahan dengan magnetik, material logam diambil dengan magnet
sehingga logam dapat menempel pada magnet.
e. Setelah bongkahan batuan diperkirakan bersih dari material logam maupun
commit to user
Berdasarkan hasil studi eksperimental, agregat daur ulang mengandung mortar
sebesar 25% hingga 45 % untuk agregat kasar, dan 70% hingga 100% untuk
agregat halus. Di samping itu, pada agregat daur ulang juga terdapat retak mikro,
dimana retak tersebut dapat ditimbulkan oleh tumbukan mesin pemecah batu
(stone crusher) pada saat proses produksi agregat daur ulang yang tidak dapat
membelah daerah lempengan atau patahan pada agregat alam. Sehingga agregat
daur ulang memiliki absorbsi yang lebih besar dari pada agregat alami.
Penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan workability beton segar dan
akan menurunkan nilai kuat tekan beton. Selain itu, hasil dari pengujian
eksperimental dengan sinar X (X-ray) terdapat perbedaan kandungan unsur-unsur
kimia di dalam agregat daur ulang, yaitu unsur silika (Si) dan kalsium (Ca). Hal
ini dikarenakan agregat daur ulang sebelumnya merupakan beton yang telah
mengalami reaksi hidrasi, dimana unsur Si dan Ca yang terdapat pada agregat
daur ulang diperoleh dari senyawa kalsium silika hidrat (C-S-H), ettringite
(C-A-S-H), dan Ca(OH)2 pada pasta semen yang masih menempel pada agregat alam.
Oleh karena itu, unsur Ca pada agregat daur ulang lebih banyak dari pada unsur
Si.
Gambar 2.1. Sketsa agregat daur ulang
Pemanfaatan agregat daur ulang bisa berfungsi sebagai perbaikan bangunan
bawah dan penstabil tanah, tanah pengganti, bangunan geoteknik, material pengisi
dan pengisi galian, agregat untuk beton, sebagai lapis friksi permukaan dan lapis
anti salju pada bangunan jalan (penggunaan umum material daur ulang beton
sisa/lama), dan sebagainya. Aplikasi agregat daur ulang sudah diterapkan di
beberapa negara, misalnya Australia telah menggunakan agregat daur ulang untuk
konstruksi jalan raya.
Agregat kasar
commit to user
Gambar 2.2. Pemanfaatan agregat daur ulang pada konstruksi jalan raya
Brooklyn Center
Penggunaan agregat daur ulang akan mengurangi kinerja beton segar. Menurut
penelitian, penggunaan agregat daur ulang akan menurunkan workability beton
segar sehingga beton lebih sulit dikerjakan. Sifat fisik agregat daur ulang yang
terdapat retak mikro menyebabkan kuat tekan akan menurun. Sehingga
penggunaan agregat daur ulang harus diperhatikan karena belum ada standar yang
pasti dalam penggunaannya. Selain itu, variasi mutu agregat daur ulang tidak
dapat terjaga. Mutu agregat daur ulang tergantung pada sumber dari agregat daur
ulang.
Keuntungan yang didapat dalam pemanfaatan agregat daur ulang tidak dapat
dirasakan secara langsung. Penggunaan agregat daur ulang akan mengurangi
konsumsi agregat alam, menurut Mohammed (2011) penggunaan beton sekitar 12
juta ton dan untuk membuat beton sebanyak itu membutuhkan 9,3 juta ton
agregat. Jika dapat memanfaatkan agregat daur ulang maka akan mengurangi
penambangan agregat dan dapat mengurangi polusi akibat material konstruksi
yang tidak terpakai.
2.2.4.4 Silika Fume
Silika fume merupakan material yang terdiri dari partikel halus dengan diameter
rata-rata 1 mikrometer. Silicafume merupakan salah satu bahan tambah (additive)
commit to user
silicon metal atau silicon alloy dalam tungku pembakaran listrik. Berat jenis
relatif silica fume umumnya berkisar antara 2,2-2,5. Mikrosilika ini bersifat
pozzolan, dengan kadar kandungan senyawa silica-dioksida (SiO2) yang sangat
tinggi (> 90 %), dan ukuran butiran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar 1/100
ukuran rata- rata partikel semen. Kegunaan silika fume secara geometrical adalah
kemampuannya mengisi rongga-rongga diantara bahan pasta (grain of cement)
dan mengakibatkan membaiknya distribusi ukuran pori dan berkurangnya total
volume pori. Penggunaan silica fume dapat menghasilkan beton yang kedap, awet
dan berkekuatan tinggi. Selain untuk meningkatkan kekuatan, karena bentuknya
yang bulat, silicafume juga dapat meningkatkan workability pada beton segar.
Gambar 2.3. Mineral silica fume
2.2.4.5 Fly Ash
Fly ash merupakan bahan sisa buangan yang berasal dari pembakaran batu bara
yang digunakan pada pembangkit tenaga listrik. Pada akhir proses pembakaran,
partikel buangan yang melayang (fly ash) ditangkap kembali dengan filter
elektrostatis. Mutu fly ash tergantung dari kesempurnaan pembakaran. Material ini
mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan bersifat pozzolan. Komposisi dari
fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida (SiO2), alumunium (Al2O3), besi
(Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta magnesium, potassium, sodium, titanium, dan
sulfat dalam jumlah yang lebih sedikit. Menurut ASTM C618-86 terdapat dua
jenis abu terbang, kelas F dan C. Kelas F dihasilkan dari pembakaran batu bara
commit to user
Fly ash kelas C mempunyai kadar kapur yang tinggi. Namun, menurut ACI, fly
ash dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
a. Kelas C
Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran
lignite atau subbitumen batu bara (batu bara muda). Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3)
> 50%. Kadar CaO mencapai 10%. Campuran beton menggunakan sebanyak 15%
- 35% dari total berat binder.
b. Kelas F
Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil 10% yang dihasilkan dari pembakaran
anthracite atau bitumen batu bara. Kadar(SiO2 + Al2O3 + Fe2O3)>70%. Kadar
CaO mencapai 50%. Campuran beton menggunakan sebanyak 15% - 25% dari
total berat binder.
c. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah
diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, dimana biasa diproses
melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga
mempunyai sifat pozzolan yang baik.
Fly ash dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dalam pembuatan beton,
fly ash bersifat sebagai pozzolan dan sebagai bahan pengisi (filler). Semen dengan
fly ash akan terjadi reaksi pengikatan yaitu fly ash bereaksi dengan Ca(OH)2 hasil
proses hidrasi semen yang kemudian membentuk kalsium silikat hidrat.
Pemakaian sebagai filler pada beton karena fly ash sangat halus (kurang dari 1
commit to user
Gambar 2.4.Fly ash hasil pengamatan Scanner Mikroscop Elektronik (SEM)
Beton self compacting dengan campuran fly ash menunjukkan flowing ability
yang bagus dan self compactability yang tinggi. Penambahan fly ash juga akan
mengurangi kebutuhan air yang dibutuhkan untuk slump yang sama dengan beton
yang memakai semen portland biasa saja. Hal ini karena bentuk permukaan fly
ash yang menyerupai bola, (Gambar 2.4) yang memudahkan pergerakannya dalam
campuran beton. Berkurangnya kebutuhan air akan mengurangi terjadinya
bleeding dan segregasi. Fly ash juga memberikan kontribusi berupa peningkatan
kuat tekan beton, meningkatkan durabilitas beton, meningkatkan kepadatan
(density), serta mengurangi terjadinya penyusutan.
Selain mempunyai banyak keuntungan, perlu diperhatikan juga faktor-faktor yang
kurang menguntungkan dari fly ash. Diantaranya adalah beton yang dihasilkan
memiliki tekstur permukaan yang berbubuk dan peningkatan kekuatannya
berjalan lambat. Selain itu waktu curing lebih lama dan kelembaban pada beton
harus dijaga sampai beton telah mengeras.
commit to user
2.2.4.6 Superplasticizer
Superplasticizer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Sika Viscocrete 10.
Sika Viscocrete 10 merupakan superplasticizer untuk beton dan mortar yang
digunakan untuk menghasilkan beton dengan tingkat flowability yang tinggi. Sika
Viscocrete 10 biasanya digunakan pada beton mutu tinggi (High Performance
Concrete), beton memadat mandiri (Self Compacting Concrete), beton massa
(Mass Concrete), dan beton yang menuntut tetap dalam kondisi segar lebih lama,
misalnya untuk perjalanan jauh.
Prinsip mekanisme kerja dari superplaticizer yaitu dengan menghasilkan gaya
tolak menolak (dispersion) yang cukup antar partikel semen. Sehingga tidak
terjadi penggumpalan partikel semen (flocculate) yang dapat menyebabkan
adanya rongga-rongga udara di dalam beton yang akan mengurangi kekuatan atau
mutu beton tersebut.
Butiran partikel semen mempunyai kecenderungan untuk menjadi satu dan
membentuk kumpulan ketika bercampur dengan air. Hal ini menyebabkan air
terjebak dalam kumpulan partikel semen tersebut. Dampak dari air yang terjebak
dalam partikel semen ini antara lain mengurangi flowability dan kelecakan dari
campuran dan juga menghasilkan rongga-rongga yang dapat mengurangi
kekuatannya. Partikel semen perlu didispresikan dengan superplasticizer agar
partikel semen tidak berkumpul.
Superplacticizer secara tidak langsung dapat meningkatkan kuat tekan beton
karena dengan peranannya yang membantu dalam menghindari terjebaknya air di
semen. Penggunaan faktor air semen menjadi rendah dan kuat tekan beton yang
commit to user
2.2.4.7 Air
Air merupakan bahan yang penting dalam pembuatan beton, karena air diperlukan
untuk bereaksi dengan semen. Menurut Tjokrodimuljo (1996), dalam pemakaian
air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b. Tidak mengandung garam yang merusak beton (asam, zat organik, dll) lebih
dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi kira-kira 25% dari berat semen
(Tjokrodimuljo, 1996). Penggunaan air yang terlalu banyak dapat mengakibatkan
berkurangnya kekuatan beton, disamping digunakan sebagai bahan campuran
beton, air digunakan pula untuk merawat beton dengan cara pembasahan setelah
dicor dan untuk membasahi atau membersihkan acuan.
2.2.5 Beton Segar
Beton segar memadat mandiri memiliki sifat workability yang baik. Berdasarkan
spesifikasi SCC dari EFNARC, workabilitas atau kelecakan campuran beton segar
dapat dikatakan sebagai beton SCC apabila memenuhi kriteria sebagai berikut
yaitu:
a. Filling ability
Filling ability adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir dan mengisi
keseluruh bagian cetakan melalui berat sendirinya.
b. Passing ability
Passing ability adalah kemampuan beton SCC untuk mengalir melalui celah-celah
antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan tanpa terjadi
commit to user c. Segregation resistance
Segregation resistance adalah kemampuan beton SCC untuk tidak mengalami
segregasi, terpisah nya agregat kasar terhadap mortar dikarenakan beton yang
kekentalannya tidak terjaga atau terlalu encer. Agregat kasar akan turun ke bawah
sedangkan mortar akan di bagian atas agregat kasar, karena berat jenis agregat
kasar lebih berat dari pada mortal. Keadaan komposisi yang homogen harus
terjaga selama waktu transportasi sampai pada saat pengecoran.
2.2.6 Parameter Beton Segar Beton Memadat Mandiri ( SCC )
Kinerja beton memadat mandiri sebagai beton segar adalah kemampuan
pengerjaan (workability), kemampuan pengaliran (flowability), kemampuan
mengalir melewati celah antar tulangan (passingability) dan stabilitas perataan
permukaan mandiri (self leveling). Semua parameter tersebut pada penelitian ini
diukur dengan 5 (lima) metode:
a. Slump flow
Slump-flow test dapat dipakai untuk menentukan filling ability baik di
laboratorium maupun di lapangan; dan dengan memakai alat berupa papan licin
dengan ukuran 80 x 80 cm dan kerucut berdiameter bawah 20 cm dan atas 10 cm.
Kondisi workabilitas beton berdasarkan kemampuan penyebaran beton segar yang
dinyatakan dengan besaran diameter yaitu antara 60 cm – 75 cm. Pencatatan
waktu yang dibutuhkan beton segar menyebar dengan diameter 50 cm (t500) dan
commit to user
Gambar 2.6.Slump Flow test
b. J-ring test
Pengujian J-ring test sama dengan pengujian slump flow, hanya saja dilengkapi
dengan besi penghalang terpasang tegak masing-masing berjarak seragam dengan
formasi lingkaran diameter 30 cm di bagian tengah papan aliran. Kualitas
workability dan flowability beton segar dinyatakan dalam ukuran diameter sebaran
beton segar di permukaan papan pengaliran dan waktu aliran t500. Nilai t500 adalah
waktu dari saat beton segar dituangkan ke permukaan meja pengaliran hingga sisi
luar pengaliran menyentuh marka lingkaran diameter 500 mm
Gambar 2.7.J-Ring test J-Ring flow table 800 mm x 800 mm
22 besi tegak 300mm
200mm
commit to user c. L-box
L- box test dipakai untuk mengetahui kriteria passing ability dari beton SCC.
L-shape box dapat menunjukkan kemungkinan adanya blocking beton segar saat
mengalir, dan juga dapat dilihat viskositas beton segar yang bersangkutan. Hasil
yang didapat dari uji L-shape box test yaitu nilai blocking ratio yaitu nilai yang
didapat dari perbandingan antara H2 / H1 dan waktu pengaliran sepanjang 200 mm
(t200) dan 400 mm (t400) dari bukaan. Aliran beton segar yang baik dinjukkan
dengan nilai blocking ratio yang semakin besar dengan viskositas tertentu.
Kriteria yang umum dipakai baik untuk tipe konstruksi vertikal maupun untuk
konstruksi horisontal disarankan mencapai nilai blocking ratio antara 0.8 sampai
1.0
Gambar 2.8.L-Box type
d. Box-type test
Box-type test menguji derajat compactibility dan passing ability SCC dengan cara
mengalirkan SCC melewati halangan di dasar saluran U. Beton dianggap
tergolong SCC bila beton mampu melewati halangan dan mencapai ketinggian
lebih dari 300 mm di saluran berikutnya. Jika nilai h1 dan h2 hampir sama atau
rasio h2/h1 mendekati 1, maka stabilitas perataan permukaan mandiri semakin
commit to user
Gambar 2.9.Box-type test
e. V-funnel test
V- Funnel test dipakai untuk mengukur kecepatan penuangan beton SCC. Alat uji
ini berbentuk huruf V dan terdapat katup pembuka pada bagian bawahnya. Waktu
pengaliran dicatat sebagai waktu pengaliran hingga beton tertuang habis (t).
Semakin cepat waktu beton segar tertuang, maka akan semakin baik flowability
dari beton memadat mandiri tersebut
commit to user
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1.
Tinjauan Umum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekperimental . dengan
mengadakan percobaan di laboratorium secara langsung untuk mendapatkan data
yang menghubungkan antara variabel-variabel yang diteliti. Variabel yang ada
dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas,
yaitu penambahan agregat daur ulang. Variabel terikatnya adalah workability,
flowability, dan passingability. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
3.2 Sampel Uji
Sampel uji pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu sampel beton memadat
mandiri yang menggunakan agregat batu pecah dikombinasikan agregat daur
ulang dan agregat batu bulat dengan agregat daur ulang. Komposisi agregat daur
ulang sebagai pengganti agregat alami, baik batu pecah maupun batu bulat sebesar
20%, 40%, 60%, 80% dan 100%. Perincian benda uji dapat dilihat di Tabel 3.1
dan Tabel 3.2.
Tabel 3.1. Benda uji beton memadat mandiri dengan agregat alami batu pecah
No Nama Sampel Porsi Agregat Alami
Batu Pecah
Porsi Agregat Daur
Ulang
1 APD 100 % 0 %
2 APD 20 80% 20%
3 APD 40 60% 40%
4 APD 60 40% 60%
5 APD 80 20% 80%
6 AD 100 0% 100%
commit to user
Tabel 3.2. Benda uji beton memadat mandiri dengan agregat alami batu bulat
No Nama Sampel Porsi Agregat Alami
Batu Bulat
ABD 20 : SCC dengan 80% agregat alami bulat + 20% agregat daur ulang.
ABD 40 : SCC dengan 60% agregat alami bulat + 40% agregat daur ulang.
ABD 60 : SCC dengan 40% agregat alami bulat + 60% agregat daur ulang.
ABD 80 : SCC dengan 20% agregat alami bulat + 80% agregat daur ulang.
.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Alat yang dibutuhkan antara lain:
a. Timbangan dengan kapsitas 2 kg, 5 kg, 150 kg.
b. Ayakan dengan ukuran diameter saringan 38 mm; 25 mm; 19 mm; 12,5
mm; 9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,85 mm; 0,3 mm; 0,15 mm;
commit to user
c. Mesin Los Angeles yang digunakan untuk menguji abrasi agregat kasar.
d. Oven yang digunakan untuk mengeringkan agregat.
e. Alat uji beton segar bteton memadat mandiri, meliputi:
1) Kerucut Abrams yang terbuat dari baja dengan ukuran diameter
atas 10 cm, diameter bawah 30 cm, dan tinggi 30 cm. Alat ini
dipergunakan untuk menguji slump flow dan J-ring .
2) Papan aliran berukuran 80 cm x 80 cm dengan permukaan papan
yang licin untuk pengujian slump flow.
3) Papan aliran dengan penghalang dengan permukaan licin
berukuran 80 cm x 80 cm, penghalang berbentuk lingkaran
berdiameter 30 cm yang berupa besi tegak sebanyak 22 buah
dengan jarak seragam.
4) L-Box yang terbuat dari kayu dan permukaan dalam dilapisi seng.
5) U-Box yang terbuat dari kayu dan permukaan dalam dilapisi seng
6) V-funnel terbuat dari plat baja dengan katup pembuka di bagian
bawahnya.
f. Alat bantu lainnya:
1) Meteran 1m dan stopwatch.
2) Cangkul, ember, sekop, dll.
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan antara lain:
a. Semen Portland
b. Pasir
c. Agregat alam dan daur ulang ukuran 20 mm
d. Air
e. Fly Ash
f. Superplasticizer
g. Silika Fume
commit to user
Gambar 3.1. Agregat yang digunakan dalam penelitian: a. Pasir, b. Agregat alami
batu pecah, c. Agregat daur ulang, d. Agregat alami batu bulat
3.4 Tahapan Penelitian
Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian selengkapnya adalah sebagai berikut :
a. Tahap I, Persiapan
Tahap ini seluruh bahan dan peralatan yang akan digunakan dipersiapkan
terlebih dahulu agar penelitian dapat berjalan dengan lancar dan studi literatur.
Studi literatur yang dilakukan terkait dengan penentuan mix design beton
memadat mandiri, cara-cara pengujian beton segar dan materi yang
mendukung, misalnya: penelitian beton daur ulang dari penelitian terdahulu.
b. Tahap II, Uji bahan
Tahap ini dilakukan pengujian terhadap bahan yang digunakan. Pengujian
bahan akan dapat mengetahui apakah bahan yang digunakan untuk penelitian
a b
commit to user
tersebut memenuhi syarat atau tidak bila digunakan sebagai data rancang
campur adukan beton. Tahap ini dilakukan pengujian terhadap :
1) Agregat halus, antara lain dilakukan uji :
- Kadar lumpur (ASTM C-117)
- Kadar organik (ASTM C-40)
- Specific gravity (ASTM C-128)
- Gradasi (ASTM C-136)
2) Agregat kasar alami dan daur ulang antara lain :
- Specific gravity (ASTM C-128)
- Abrasi agregat kasar (ASTM C-131)
- Gradasi (ASTM C-136)
c. Tahap III, Pembuatan mix design
Tahap ini dilakukan pembuatan mix design dengan ketentuan Okamura dan
Ozawa , yaitu (i) agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume solid,
agar mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat
tersebut; (ii) volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total
mortar, yang bertujuan mengisi pori dari agregat kasar; (iii) rasio volume
untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1 tergantung pada
sifat pada bahan pengikatnya dan; (iv) dosis superplasticizer dan faktor
air-bahan pengikat ditentukan setelahnya untuk mendapatkan pemadatan secara
mandiri.
d. Tahap IV, Uji pendahuluan
Tahap ini dilakukan pekerjaan pmbuatan adukan beton sesuai dengan
beberapa mixdesign yang sudah dibuat. Pengujian yang dilakukan adalah
slump flow dan J-ring. Kemudian dari hasil pengujian dari beberapa mix
design dipilih hasil yang terbaik untuk dijadikan acuan mix design yang akan
commit to user
e. Tahap V, Pengujian
Tahap ini dilakukan pembuatan campuran beton dengan mix design yang
sudah ditentukan dari hasil uji pendahuluan. Pengujian beton segar berupa
slump flow, J-ring test, L-box, V-funnel test, Box-type test. Pengujian ini
dilakukan di Laboratorium Bahan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS.
f. Tahap VI, Analisis data
Tahap ini data yang diperoleh dari hasil pegujian dianalisis untuk
mendapatkan suatu kesimpulan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti
dalam penelitian.
g. Tahap VII, Pengambilan kesimpulan
Tahap ini data yang telah dianalisa dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan
dengan tujuan penelitian.
Tahapan dalam penelitian ini disajikan secara skematis dalam bentuk bagan alir
commit to user
Semen Agregat Halus Air Bahan Tambah
Uji Bahan:
- kadar lumpur
- kadar organik
- spesific gravity
-gradasi
Agregat Kasar alam dan daur ulang
Uji Bahan:
Gambar 3.2. Bagan alir tahap penelitian ya
Pembuatan adukan beton
Pengujianbeton segar Slump flow, J-ring test, L-box, box type test, V-funnel test.
tidak
commit to user
3.5 Pengujian Bahan Material
Pengujian bahan material sangat penting untuk dilakukan. Pengujian ini untuk
mengetahui kelayakan material untuk digunakan dapat pembuatan adukan beton
dan untuk mengetahui sifat-sifat dari material tersebut, karena sifat material
sangat berpengaruh terhadap kinerja beton segar SCC. Pengujian bahan dan benda
uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar pengujian yang terdapat pada
standar ASTM. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan dengan jadwal
penelitian dan ijin penggunaan Laboratortium Bahan Fakultas Teknik UNS
Surakarta.
Pengujian dilakukan terhadap agragat halus dan agregat kasar (batu pecah, batu
bulat, agregat daur ulang). Pengujian agregat halus meliputi: pengujian kadar
lumpur (ASTM C-117), kadar organik (ASTM C-40), specific gravity (ASTM
C-128), dan gradasi (ASTM C-136). Pengujian agregat kasar meliputi: pengujian
abrasi (ASTM C-131), specific gravity (ASTM C-128), dan gradasi (ASTM
C-136).
3.6 Perancangan Mix Design
Perancangan mix design dilakukan dengan melakukan trial mix. Percobaan yang
dilakukan dengan memakai beberapa variasi prosentase volume agregat kasar
yang digunakan, antara lain 20%, 30%, 40%, 50% dari volume beton dan
perbandingan air dan powder (w/p) , antara 0,80 dan 0,83. Pemakaian fly ash dan
silica fume sudah ditentukan sebesar 20% dan 1,5% dari berat semen. Hasil trial
mix diperoleh prosentase volume agregat kasar sebesar 20% dan 80% volume
mortardari volume total beton. 80% volume mortal terdiri dari 40% volume pasir
dan 60% volume pasta. Perbandingan w/p adalah 0,83 dengan hasil pengujian
beton segar yang terbaik. Langkah-langkah pembuatan mix design sebagai
commit to user
a. Menentukan volume beton yang akan dibuat.
b. Menentukan prosentase volume agregat kasar terhadap volume total beton
yang digunakan dan menghitung volumenya. Prosentase volume agregat
kasar disarankan tidak lebih dari 50% dari volume beton.
c. Menghitung berat agregat kasar dengan cara mengalikan volume agregat
kasar dengan berat jenis agregat kasar.
d. Prosentase mortal merupakan selisih dari volume total beton dengan
volume agregat kasar. Mortar terdiri dari agregat halus dan pasta.
e. Menetukan prosentase volume agregat halus terhadap volume mortar.
Prosentase volume agregat halus disarankan tidak melebihi 40% dari
volume mortar. Menghitung volume agregat halus dengan mengalikan
prosentasenya dengan volume mortal.
f. Menghitung berat agregat kasar dengan mengalikan volume agregat halus
dengan berat jenisnya.
g. Prosentase pasta merupakan selisih volume mortar dengan volume pasir
yang digunakan. Pasta merupakan campuran antara air dan powder.
h. Menentukan perbandingan volume air dengan volume powder (w/p).
i. Mengitung volume air yang akan digunakan, dengan mengalikan volume
air dengan volume pasta dibagi dengan jumlah volume air dan powder.
j. Mengitung berat air dengan mengalikan volume air dengan berat jenis air.
k. Berat powder merupakan selisih volume pasta dengan volume air lalu
dikalikan dengan berat jenis powder.
l. Menentukan prosentase fly ash yang akan digunakan. Berat fly ash didapat
dengan mengalikan prosentase fly ash dengan berat powder sedangkan
berat semen diperoleh dari selisih berat powder dengan berat fly ash.
m. Berat semen nerupakan selisih berat powder dengan fly ash.
n. Kebutuhan superplasticizer diperoleh dari prosentase superplasticizer
yang diperlukan dikalikan dengan berat powder dan berat silikafume
didapat dari prosentase silikafume yang telah ditentukan dikalikan berat
commit to user
3.7 Pembuatan Beton Segar
Langkah-langkah pembuatan beton segar:
a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b. Menimbang bahan material sesuai dengan mix design yang direncanakan.
c. Menuangkan bahan material ke tempat pengadukan beton dan
mencampurkan sampai bahan terlihat homogen atau tercampur rata.
d. Material campuran padat sudah terlihat homogen, diberikan air yang sudah
dicampur dengan superplasticizer secara perlahan-lahan agar pemakaian
air terkontrol dan tidak terjadi segregasi dan bleeding.
e. Selama proses penambahan air, campuran beton terus diaduk agar
tercampur secara homogen.
Proses pembuatan beton dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Proses pembuatan beton
3.8 Pengujian Beton Segar
3.8.1 Pengujian Slump Flow
Pengujian slump flow bertujuan untuk mengetahui kecepatan aliran dan diameter
aliran. Waktu aliran diukur dengan mencatat kecepatan beton dimulai dari
pengangkatan alat uji (kerucut Abrams) sampai beton menyebar melewati
diameter 500 mm yang disebut sebagai t500. Sebaran aliran diukur ketika sebaran
commit to user
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Membasahi alat dengan air.
c. Meletakkan kerucut abram tepat di tengah-tengah papan yang sudah diberi
tanda lingkaran dengan diameter 50 cm.
d. Menuangkan beton segar kedalam kerucut Abrams hingga penuh.
e. Mengangkat kerucut Abrams perlahan-lahan sehingga beton segar
mengalir.
f. Mencatat waktu beton segar melewati garis diameter 50 cm.
g. Mengukur diameter sebaran beton segar pada dua arah yang tegak lurus.
h. Nilai diameter sebaran adalah rata-rata dari dua diameter sebaran beton
segar pada arah yang berbeda.
Pengujian slump flow dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Pengujian slump flow
3.8.2 Pengujian J-Ring
Tujuan pengujian J-Ring adalah untuk melihat flowability dan passingability
beton segar SCC. Proses pengujian J-Ring hampir sama dengan pengujian slump
flow, hanya saja pengujian j-ring menggunakan barisan besi penghalang di papan
alirnya membentuk lingkaran berdiameter 30 cm. Ukuran diameter besi
penghalang adalah 13 mm dengan jumlah 22 buah. Penggunaan kerucut Abrams
pada pengujian ini diletakkan secara terbalik. Namun ada beberapa standar yang
commit to user
seperti percobaan slump flow yaitu, t500, diameter sebaran dan tinggi blocking pada
besi penghalang. Cara pengujian J-ring sebagai berikut:
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Membasahi alat dengan air.
c. Meletakkan kerucut Abrams tepat di tengah-tengah papan berpenghalang
22 besi tegak berdiameter 30 cm secara terbalik.
d. Menuangkan beton segar kedalam kerucut abram hingga penuh.
e. Mengangkat kerucut Abrams perlahan-lahan sehingga beton segar
mengalir.
f. Mencatat waktu beton segar saat melewati garis diameter 50 cm.
g. Mengukur diameter sebaran beton segar pada dua arah yang tegak lurus.
h. Nilai diameter sebaran adalah rata-rata dari dua diameter sebaran beton
segar pada arah yang berbeda.
i. Mengukur tinggi blocking pada posisi yang sama pada saat mengukur
diameter sebaran.
j. Nilai tinggi blocking adalah rata-rata dari pengukuran dua sisi pada saat
pengukuran diameter sebaran.
Pengujian J-ring dapat dlihat pada Gambar 3.5.
commit to user
3.8.3 Pengujian L-Box
Pengujian L-box bertujuan untuk mengetahui kualitas beton segar dalam melewati
tulangan (passingability), kecepatan aliran (flowabilty) dan kemampuan perataan
permukaan (self leveling) pada batasan frame-work vertikal. Alat uji berupa balok
yang berbentuk L dan terdapat besi penghalang di bagian pertemuan antara balok
vertikal dan horizontal. Pengukuran dilakukan saat beton melewati jarak 200 mm
dan 400 mm dari pintu besi penghalang dan perbandingan ketinggian beton di
bagian balok vertical dan horizontal. Kualitas beton segar yang baik, jika
ketinggian beton antara balok vertical dan horizontal hampir sama atau memliki
self leveling sempurna. Cara pengujian L-box sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Membasahi alat L-box.
c. Menutup slide L-box dan menuangkan beton segar ke bagian L-box yang
tegak hingga penuh.
d. Membuka slide L-box dan mencatat waktu yang diperlukan beton segar
mengalir sejauh 200 mm (t200) dan 400 mm (t400) dari slide L-box.
e. Mengukur ketinggian beton segar pada bagian L-box yang tegak (h1) dan
bagian L-box yang mendatar (h2).
Percobaan L-box dapat dilihat pada Gambar 3.6
commit to user
3.8.4 Pengujian Box-Type
Box-type bertujuan untuk mengukur kualitas self leveling beton segar SCC pada
bekesting vertical. Kualitas self leveling diukur berdasarkan ketinggian beton
sebelum dan setelah dialirkan pada balok sisi lain. Box-type adalah alat berbentuk
dua balok vertikal yang saling berhubungan dan dan terdapat besi penghalang
untuk mengetahui passingabilty beton segar. Beton segar yang memiliki self
leveling yang baik akan menunjukan ketinggian beton cair di dua sisi box yang
hampir sama. Cara pengujian box-type sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat dan bahan dan membasahi box-type.
b. Menutup slide di pertemuan dasar box dan menuangkan beton segar.
c. Membuka slide dan mencatat ketinggian beton segar setelah selesai
mengalir di kedua box.
Pengujian box-type dapat dlihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Pengujian box-type
3.8.5 Pengujian V-Funnel
V-funnel bertujuan untuk menguji kecepatan penuangan beton segar SCC. Alat uji
ini berbentuk V dan terbuat dari plat baja dan memiliki katup pembuka di bagian
bawah. Pengujian dilakukan dengan mencatat waktu yang diperlukan beton segar
untuk mengalir melalui katup tersebut sampai beton yang berada pada V-funnel