• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berkecimpung dalam mengatur jalannya Pasar Modal dimulai dari tahun 1285

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berkecimpung dalam mengatur jalannya Pasar Modal dimulai dari tahun 1285"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasar Modal di dunia telah sejak lama ada, karena menjadi hal yang diperhitungkan bagi perkembangan ekonomi suatu Negara sehingga Negara ikut berkecimpung dalam mengatur jalannya Pasar Modal dimulai dari tahun 1285 Masehi ditandai dengan adanya raja Edward I dari Inggris yang memberikan otorisasi kepada The Court of Alderman untuk mengeluarkan izin-izin kepada para pialang saham di kota London, akan tetapi di Indonesia Pasar Modal baru bermula dari tahun 1878 dengan dibentuknya perusahaan Dunlop Koff yang bergerak di bidang perdagangan komoditi dan sekuritas.1

Pada tahun 1912 untuk pertama kali di Indonesia dibentuknya bursa efek yang disebut bursa efek Batavia yang dimana saat itu bertujuan untuk mendorong pembangunan terutama di bidang perkebunan yang saat itu dilakukan secara besar-besaran, lalu diikuti dengan terbentuknya bursa efek Surabaya dan bursa efek di Semarang, akan tetapi ketiga bursa efek tersebut mengalami penutupan disaat munculnya resensi dunia dan diikuti dengan perang dunia I dan perang dunia II dan dibuka lagi setelah pemerintah Indonesia mulai mengeluarkan obligasi, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1951 tentang Bursa yang kemudian pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

1Munir fuady, 1996, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Citra Aditya

(2)

15 Tahun 1952 tentang penetapan Undang-Undang Darurat Tentang “Bursa” (Lembaran Negara NR 79 tahun 1951) sebagai Undang-Undang, pada masa era pemerintahan orde baru pembangunan ekonomi mulai dilakukan secara serius dan Pasar Modal dianggap pemerintah Indonesia sebagai pendorong ekonomi yang tepat. Dengan pengaruh kehidupan perekonomian yang terbuka akibat pengaruh globalisasi maka di Indonesia dikeluarkan paket deregulasi ekonomi dan moneter pada tahun 1988 yang membuat bursa efek saat itu sangat bergemuruh sampai bursa efek Jakarta disebut-sebut sebagai bursa efek yang mengalami perkembangan tercepat di dunia.2

Dalam suatu perekonomian yang modern adanya Pasar Modal dalam negara merupakan suatu kebutuhan, karena dengan adanya Pasar Modal memberikan fasilitas atau wahana untuk mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (issuer). Pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh return berupa dividen dan sedangkan issuer (perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk mengembangkan usahannya tanpa menunggu tersedianya dana dari kegiatan operasi perusahaan.3

Melihat pentingnya peran Pasar Modal dalam meningkatkan perekonomian suatu negara hal inilah yang menjadi alasan pemerintah di Indonesia merasa perlu membuat peraturan mengenai Pasar Modal di Indonesia secara terperinci yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

2 Ibid., Hlm.20-26

3 Hamud Balfas, 2012, Hukum Pasar Modal Indonesia (edisi revisi), Tatanusa,

(3)

Modal yang dimana pengertian Pasar Modalnya sendiri telah diatur pada Pasal 1 ayat 13 yang menyatakan bahwa: “Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.” Pada pengertian Pasar Modal tersebut disebutkannya lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek yang merupakan pihak-pihak atau institusi yang terlibat dalam Pasar Modal yang disebutkan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Setiap lembaga yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal diberikan kewenangan masalah regulasi, penerapan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum berada di tangan Badan Pengawas Pasar Modal Republik Indonesia (Bapepam).

Pelaksana dan pengawasan perdagangan efek dipegang otoritas bursa efek, yaitu PT Bursa Efek indonesia (BEI). Bursa efek diberikan kewenangan untuk membuat aturan main dan berhak melakukan tindakan tertentu sesuai dengan peraturan, seperti melakukan perhentian perdagangan perusahaan tertentu. Otoritas bursa efek sebagai Self Regulatory Organization (SRO), memang memiliki kewenangan-kewenangan tersebut yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Perusahaan efek yang menjalankan fungsi sebagai penjamin emisi efek, perantara perdagangan dan manajer investasi. Lembaga penunjang Pasar Modal adalah bank kustodian,

(4)

badan administrasi efek, wali amanat dan pemeringkat efek sedangkan profesi penunjang Pasar Modal adalah akuntan, konsultan hukum, penilai dan Notaris.4

Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana diatur pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris diangkat oleh pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam ruang lingkup privat atau perdata yaitu dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat. Perjanjian-perjanjian tertulis ini penting untuk dibuat dihadapan seorang Notaris untuk menjamin kepastian hukum serta untuk memenuhi hukum pembuktian yang kuat bagi para pihak yang melakukan perjanjian.5 Kebanyakan masyarakat awam hanya mengetahui Notaris hanya untuk membuat perjanjian tersebut padahal Notaris memiliki peran yang sangat luas, karena semua kegiatan hukum perdata tidak akan terlepas dari peran Notaris. Salah satu peran Notaris yang sangat diperlukan antara lain peran Notaris dalam Pasar Modal.

Seorang Notaris yang akan berkecimpung dalam kegiatan Pasar Modal tidak cukup hanya telah memiliki surat keputusan pengangkatan Notaris dan telah diambil sumpah Notaris serta syarat-syarat lain yang diatur dalam pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas

4 Irsan Nasarudin,2011, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana, Jakarta,

hlm.113

5 R.Soegando Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat DI Indonesia, PT Raja

(5)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris, akan tetapi Notaris bersangkutan juga harus terlebih dahulu terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Lampiran Surat Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Nomor Kep-37/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996, Peraturan Nomor VIII D.1 tentang Pendaftaran Notaris.

Notaris yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan sebagai Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal. Notaris tersebut tentunya harus tunduk dan mematuhi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan-peraturan lainnya terkait Pasar Modal. Notaris yang melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam Pasar Modal tentunya juga dapat diberikan sanksi, seperti misalnya pelanggaran yang bersifat administratif berupa kewajiban menyampaikan laporan atau dokumen ke Otoritas Jasa Keuangan yang dimana untuk pelanggaran ini paling sering dilakukan oleh Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal dan juga pelanggaran yang bersifat teknis seperti yaitu seperti pelanggaran perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

Salah satu contoh pelanggaran yang bersifat administratif ialah yang dilakukan Notaris ‘Y’ di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2015 terhadap pelanggaran peraturan Nomor VIII.D.1 tentang Pendaftaran Notaris yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal yaitu mengenai keterlambatannya Notaris ‘Y’ melakukan penyampaian laporan perubahan data sehingga Otoritas Jasa Keuangan menjatuhkan sanksi berupa denda dengan mengirimkan surat sanksi nomor S-409/PM.112/2015 kepada Notaris ’Y’ dengan

(6)

jumlah keseluruhan denda Rp.3.100.000 atas keterlambatan 31 hari penyampaian laporan perubahan data tersebut.

Pada tahun 2009 juga terjadi pelanggaran bersifat administratif di bawah pengawasan Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) yaitu yang PT Star Pasific Tbk yang melakukan Right Issue,6 dimana saham dari pemegang saham minoritas dari seri A dan seri B menjadi seri C tidak dikonversi, dikarenakan kuasa dari salah satu pemegang saham PT Star Pasific yang berdomisili di British virgin Island kepada PT Ciptadana Securities untuk hadir di RUPSLB III PT Star Pasific tidak di legalisasi oleh Notaris ‘X’, padahal iklan panggilan mengatur kepada para pemegang saham untuk hadir dalam RUPSLB III akan tetapi untuk yang berhalangan hadir dapat menunjuk kuasa untuk mewakilinya dengan membawa surat kuasa yang sah sebagaimana ditentukan Direksi, dengan ketentuan antara lain pemegang saham yang alamatnya tercatat di luar negeri harus dengan surat kuasa yang dilegalisasi oleh Notaris atau pejabat yang berwenang atau Kedutaan Besar Republik Indonesia sehingga surat kuasa dari pemegang saham di British Virgin Island tersebut dinyatakan tidak sah dan tidak dapat diperhitungkan kehadirannya dalam pengambilan keputusan dalam RUPSLB III, oleh karena itu salah satu investor melapor PT Star Pasific (Terlapor) dan Notaris X (Turut terlapor) kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemanggilan kepada Notaris ‘X’ untuk dilakukan pemeriksaan akan tetapi Notaris ‘X’ tersebut

6Fadilla octaviani, et. Al. Pelanggaran Notaris Di Pasar Modal,

https://xa.yimg.com/kq/groups/87008907/1575690439/name/Pelanggaran+Notaris+di+Pasar+M odal.pptx , diakses tanggal 29 januari 2017.

(7)

tidak memenuhi panggilan tersebut sebanyak dua kali panggilan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dengan alasan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) harus meminta izin terlebih dahulu kepada Majelis Pengawas Daerah yang disampaikan dengan surat Nomor 80/mw/VII/2009 tanggal 27 Juli 2009 dan surat Nomor 10/VII/MW/2009 tanggal 4 Agustus 2009 sehingga sulit utuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran oleh Notaris X .

Notaris ‘X’ tidak memenuhi panggilan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) akan tetapi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) merasa memiliki bukti yang cukup sehingga Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menjatuhkan sanksi administratif berupa pembekuan kegiatan usaha selaku Notaris Pasar Modal selama 3 (tiga) bulan terhadap pelanggaran Pasal 66 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal juncto Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 16 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Pasal 3 kode etik Notaris.

Berdasarkan kasus di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kesulitan yang dihadapi oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam hal pemeriksaan terhadap Notaris yang di duga melakukan pelanggaran Pasar Modal karena dengan alasan harus meminta izin terlebih dahulu oleh Majelis Pengawas Daerah sebagaimana tercantum pada Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris yang berbunyi:

“Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis pengawas daerah berwenang:

(8)

a. Mengambil foto kopi minuta akta dan/ surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris.

b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.”

Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan MK No.49/PUU-X/2012 tanggal 23 Maret 2013 , telah mencabut Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris yang dinyatakan sudah tidak berkekuatan hukum lagi atau tidak berlaku lagi dikarenakan Pasal 66 dengan frasa “Dengan persetujuan majelis pengawas daerah” dianggap bertentang dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum bagi setiap warga negara Indonesia tidak terkecuali Notaris sebagaimana ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 sehingga dengan dicabutnya Pasal 66 tersebut membuat penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam mengambil dokumen-dokumen yang berada dalam penyimpanan protokol Notaris dan juga dalam hal pemanggilan Notaris untuk diperiksa baik sebagai saksi maupun tersangka oleh pihak penyidik, penuntut umum maupun hakim dapat melaksanakannya secara langsung tanpa harus persetujuan Majelis Pengawas Daerah. Tiga bulan setelah keluarnya putusan MK No.49/PUU-X/2012 yang mencabut Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang mengatur kembali mengenai setiap pengambilan fotokopi minuta akta dan/ surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris

(9)

dan pemanggilan Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris harus melakukan izin terlebih dahulu sebelumnya kepada majelis kehormatan Notaris bukan lagi Majelis Pengawas Daerah seperti sebelumnya.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sesungguhnya telah menyatakan dengan jelas kewenangan yang diberikannya kepada Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) untuk melakukan pemeriksaan terhadap seluruh pihak-pihak yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal yang diduga melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang berarti termasuk pemeriksaan terhadap Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal sebagaimana tercantum pada Pasal 5 huruf e yang menyatakan bahwa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) berwenang untuk “Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang ini atau peraturan pelaksananya.” Akan tetapi dikarenakan tidak adanya koordinasi antar Badan Pengawasan Pasar Modal dan Majelis Pengawas Daerah saat itu membuat tidak adanya kesepahaman mengenai pemeriksaan terhadap Notaris yang melakukan kegiatan Pasar Modal.

Pada tahun 2011 pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang dimana dengan diundangkannya Undang-Undang ini dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan lembaga yang menggantikan fungsi, tugas dan wewenang Badan

(10)

Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang sebagaimana diatur Undang-Undang tersebut pada Pasal 55 ayat 1 yang menyatakan bahwa:

‘’Sejak tanggal 31 Desember 2012 , fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK’’ Sejak pengawasan Pasar Modal dari masa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) hingga saat ini dipegang Otoritas Jasa Keuangan, belum adanya peraturan yang mengatur secara spesifik mengenai bagaimana seharusnya mekanisme pemeriksaan terhadap Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal yang di duga melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, sehingga apabila adanya peraturan yang mengatur hal tersebut dapat membuat kemudahan bagi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dahulunya serta bagi Otoritas Jasa Keuangan saat ini apabila adanya lagi pelanggaran Undang-Undang Pasar Modal yang dilakukan oleh Notaris seperti kasus di atas, maka dalam hal ini menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Pemeriksaan Terhadap Notaris Yang Melakukan Kegiatan di Pasar Modal Yang Diduga Melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai acuan penelitian ini. Adapun rumusan permasalahan peneliti adalah sebagai berikut:

(11)

1. Bagaimanakah seharusnya mekanisme pemeriksaan terhadap Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal?

2. Bagaimana upaya Otoritas Jasa Keuangan dalam mencegah terjadinya pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal oleh Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian dengan pokok permasalahan yang sama dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini belum pernah dibuat di kalangan Magister Kenotariatan Universitas Gajah Mada, namun demikian terdapat penelitian yang secara tidak langsung mempunyai permasalahan yang hampir sama, yaitu:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Daud Tarigan,7 dengan judul “Peranan Dan Fungsi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Melakukan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal”. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah:

1) Bagaimanakah kewenangan Otoritas Jasa Keuangan untuk tidak melanjutkan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal ke tahap penyidikan jika dikaitkan dengan sistem peradilan pidana di Indonesia?

2) Dalam hal apa sajakah Otoritas Jasa Keuangan dapat untuk tidak melanjutkan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal ke tahap penyidikan?

7 Daud Tarigan, 2015, “Peranan Dan Fungi Otoritas Jasa Keuangan Dalam

Melakukan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal”, tesis ilmu hukum: Program

(12)

3) Bagaimanakah tantangan penegakan hukum di bidang Pasar Modal dengan beralihnya kewenangan pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) kepada Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?

Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah Otoritas Jasa Keuangan mempunyai fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan dan penyidikan terdapat pada Pasal 101. Namun demikian belum terdapat ketentuan atau teknis dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan terkait hal-hal yang dapat menghambat kegiatan penawaran dan atau perdagangan efek secara keseluruhan dan contoh-contoh kerugian yang dapat membahayakan sistem Pasar Modal atau kepentingan pemodal dan atau masyarakat. Pengaturan tersebut dimaksud diperlukan Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka akuntabilitas Otoritas Jasa Keuangan atas keputusan yang diambil dan rangka keseragaman penafsiran atas ketentuan perundang-undangan tindak pidana di bidang Pasar Modal akan semakin berkembang dengan modus ataupun cara-cara baru yang tentu saja dilakukan dengan mempertimbangkan kelemahan-kelemahan yang ada di peraturan perundang-undangan. Disamping itu hambatan lain dengan berubahnya status pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang berasal dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang semula adalah Pegawai Negeri Sipil menjadi tidak Pegawai Negeri Sipil. Sementara sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa penyidik adalah penyidik Polisi Republik Indonesia dan

(13)

penyidik Pegawai Negeri Sipil, Untuk mengatasi permasalahan hukum tersebut Otoritas Jasa Keuangan memperkerjakan penyidik Polisi Republik Indonesia dan penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diperbantukan dari badan pemeriksa keuangan. Hal tersebut berakibat kurangnya pemahaman penyidik Otoritas Jasa Keuangan yang diperkerjakan tersebut atas filosofis dan karakteristik kejahatan di bidang Pasar Modal.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Inda Rahardiyan8 dengan judul “Pengawasan Pasar Modal Di Indonesia Pasca terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan”. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah:

1) Bagaimana koordinasi di antara lembaga-lembaga terkait pada masa transisi pengalihan tugas, fungsi dan wewenang pengawasan Pasar Modal dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) kepada Otoritas Jasa Keuangan? adakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tersebut? Apabila ada, bagaimanakah upaya penanganan yang telah dilakukan?

2) Bagaimanakah perbandingan antara pengawasan Pasar Modal di Indonesia berdasarkan struktur kelembagaan pengawas Pasar Modal sebelum dan setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan? 3) Bagaimanakah upaya optimalisasi pengawasan Pasar Modal pasca

terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan?

8 Inda rahadyan, 2013, “Pengawasan Pasar Modal Di Indonesia Pasca

terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan”, tesis ilmu hukum: Program Pascasarjana Universitas

(14)

Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah koordinasi antara Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dengan bank Indonesia pada masa transisi pengalihan fungsi tugas serta wewenang pengawasan Pasar Modal dilakukan dengan membentuk tim transisi. Dalam pelaksana tugasnya, tim transisi menyampaikan laporan secara berkesinambungan kepada gubernur bank Indonesia, menteri keuangan serta ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Pada masa transisi pengalihan, keterbatasan waktu yang tersedia dan banyaknya jumlah agenda yang harus dilaksanakan serta perbedaan karakteristik bisnis pada masing-masing sub sektor jasa keuangan terutama pada sektor perbankan dan Pasar Modal. Peleburan pengawasan terhadap kedua sektor tersebut bersama dengan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) ke dalam kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan merupakan hal yang kompleks sehingga harus dilakukan dengan memperhatikan setidaknya dua hal. Pertama, harus diperhatikan mengenai hal-hal mana yang termasuk ke dalam wewenang irisan pengawasan yang terintegrasi di Otoritas Jasa Keuangan. Kedua mekanisme apa yang harus ditempuh dalam mengkoordinasi pengawasan terhadap hal-hal yang masuk ke dalam wewenang irisan agar terciptanya sebuah sistem pengawasan yang optimal.

Berdasarkan pada struktur organisasi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan struktur organisasi Otoritas Jasa Keuangan sejatinya dapat dikatakan secara substansial pengawasan diantara keduanya relatif sama. Struktur organisasi Otoritas Jasa Keuangan dalam hal pengawasan terhadap sub sektor Pasar Modal merupakan pemindahan atas seluruh fungsi pengawasan yang

(15)

terdapat dalam kelembagaan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dengan melalui penambahan dan perluasan yang secara substansial tidak menciptakan perubahan yang mendasar.

Dalam langkah upaya optimalisasi pengawasan Pasar Modal pasca terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan yaitu dengan pembentukan direktorat Pasar Modal syariah, pembentukan direktorat penerapan sanksi dan keberatan Pasar Modal, pembentukan direktorat lembaga dan profesi penunjang Pasar Modal serta perluasan fungsi pemeriksaan dan penyidikan yang terlembaga ke dalam direktorat pemeriksaan dan penyidikan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Atas Rihajeng9 dengan judul “Pengawasan Terhadap Notaris Yang Berkegiatan Di Pasar Modal Pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah:

1) Apakah implikasi yuridis diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan terhadap pengawasan Notaris yang berkegiatan di Pasar Modal?

2) Bagaimanakah prosedur dan mekanisme pengawasan terhadap Notaris yang berkegiatan di Pasar Modal pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan?

9Atas Rihajeng, 2013, “Pengawasan Terhadap Notaris Yang Berkegiatan Di

Pasar Modal Pasca Diundangkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, tesis Magister Kenotariatan: Program Pascasarjana Universitas Indonesia

(16)

Kesimpulan dalam penelitian tersebut adalah implikasi yudiris diundangkannya pasca Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan terhadap pengawasan terhadap Notaris ialah dengan beralihnya wewenang, tugas, fungsi Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) kepada Otoritas Jasa Keuangan serta dengan konsekuensi baru bahwa dapat melakukan pembelaan hukum berupa gugatan terhadap pelanggaran peraturan di bidang Pasar Modal sehingga Notaris dapat juga menjadi pihak tergugat serta adanya pungutan wajib bagi Notaris. Mekanisme dan prosedur pengawasan terhadap Notaris pasca Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan tidak berbeda hanya saat masa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) hanya saja cara membaca dan memahami peraturan yang dulunya bertuliskan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menjadi Otoritas Jasa Keuangan.

Berdasarkan ketiga penelitian tersebut diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan dengan penelitian yang pertama terletak pada pembahasan terkait dengan kelembagaan yang dibahas yaitu fungsi Otoritas Jasa Keuangan dalam Pasar Modal akan tetapi perbedaannya dengan penelitian ini pada penelitian yang pertama ini membahas peran dan fungsi Otoritas Jasa Keuangan dalam hal penyidikan tindak pidana Pasar Modal yang berarti penyidikan terhadap seluruh pihak-pihak yang dalam di dalam Pasar Modal yang melakukan tindak pidana sedangkan penelitian ini membahas pada tahap pemeriksaan serta hanya terfokus pada Notaris Pasar Modal bukan seluruh pihak yang terkait Pasar Modal.

(17)

Sementara persamaan dengan peneitian yang kedua terletak pada pembahasan terkait dengan kelembagaan juga yaitu Otoritas Jasa Keuangan terkait Pasar Modal. akan tetapi perbedaan dengan penelitian ini ialah penelitian kedua membahas keseluruhan pengawasan Pasar Modal yang membandingkan pada masa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Otoritas Jasa Keuangan sedangkan pada penelitian penelitian ini bukan pengawasan keseluruhan Pasar Modal pasca terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan akan tetapi hanya pengawasan berupa pemeriksaan saja yang terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris Pasar Modal.

Sementara Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang ketiga yaitu terkait dengan pembahasan Notaris yang berkegiatan di Pasar Modal, akan tetapi perbedaanya ialah pada penelitian ketiga ialah pada penelitian ketiga membahas perbandingan yang terjadi antara masa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan setelah terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan terhadap seluruh pengawasan pada kegiatan Notaris Pasar Modal seperti pemeriksaan hingga penyidikan terhadap Notaris yang melakukan kegiatan Pasar Modal sedangkan penelitian ini ialah fokus membahas mengenai pemeriksaan saja terhadap Notaris Pasar Modal yang melakukan pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal saat pengawasan Otoritas Jasa Keuangan .

(18)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dan penulisan tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perkembangan ilmu hukum pada umumnya, bidang ilmu kenotariatan pada khususnya dan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi akademisi dan masyarakat luas di bidang kenotariatan serta menambah wawasan dan pengetahuan penulis.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan lainnya yang berkaitan dengan kenotariatan khususnya penelitian tentang pemeriksaan terhadap Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal yang diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya mengkaji peran Otoritas Jasa Keuangan dalam pemeriksaan terhadap Notaris yang di duga melakukan pelanggaran Undang-Undang republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mengkaji dan menganalisis seharusnya mekanisme pemeriksaan terhadap Notaris yang diduga melanggar Undang-Undang republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal;

(19)

2. Mengkaji dan menganalisis upaya Otoritas Jasa Keuangan dalam mencegah terjadinya pelanggaran Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal oleh Notaris yang melakukan kegiatan di Pasar Modal.

Referensi

Dokumen terkait

Bukti kontrak untuk Pengalaman Sejenis dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir dan Pengalaman paling sedikit 1 (satu) pekerjaan dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir

Brand Awareness Pada Generasi Z (Studi Kasus Pada Radio Play99ers 100 FM Bandung)”. Maka dengan itu penulis memberikan saran yang dapat menjadi bahan

Alat listrik yang berguna untuk memasak nasi adalah ….. Matahari bergerak

Atap kampung adalah jenis yang paling sederhana berdasar struktur dan dikenal sebagai tempat tinggal orang biasa; atap limasan merupakan ragam bentuk atap kampung

Tujuan dari dilakukan penelitian ini antara lain adalah untuk mengukur pengaruh dosis pupuk kandang yang diberikan pada setiap lubang tanam terhadap

yang memiliki pengaruh besar dalam rekrutemen SDM REMAS Ar Rahman Surabaya, seperti bidang rekrutmen SDM, bidang hubungan masyarakat untuk menjaga hubungan baik

Berbekal hasil belajar pada modul Isu Aktual Sesuai Tema, peserta diharapkan mampu mengenal dan menggali isu-isu aktual pada unit kerja organisasinya yang berhubungan

Dari tabel tersebut terlihat bahwa diantara usia, jenis kelamin serta pendidikan yang memiliki hubungan terhadap tingkat kepatuhan adalah pendidikan dengan nilai p <