• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM 4.1 KONDISI UMUM LOKASI Lahan gambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI UMUM 4.1 KONDISI UMUM LOKASI Lahan gambut"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IV. KONDISI UMUM

4.1 KONDISI UMUM LOKASI

4.1.1 Lahan gambut

Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi tanah gambut di sepanjang Sungai Merang umumnya didominasi oleh tanah-tanah yang belum berkembang atau belum matang yaitu dengan tingkat dekomposisi hemik dan fibrik, kadang-kadang juga ditemukan tanah dengan campuran bahan organik pada bagian yang berawa. Kondisi tanah gambut dapat terlihat juga dari aktifitas illegal logging sepanjang Sungai Merang, terutama pada Km 50-an hingga hulu. Lokasi tersebut dibuat parit, untuk membantu mengeluarkan kayu dari hutan. Untuk menggali parit, alat utama yang digunakan adalah gergaji mesin (chainsaw) dengan kedalaman rata-rata satu meter.

Proses perkembangan tanah selain ditentukan oleh bahan induk juga oleh keadaan vegetasi dan posisi tempat yang dipengaruhi oleh lingkungan berair. Berdasarkan hasil pengamatan, pada musim hujan, hamparan hutan sepanjang Sungai Merang yang terendam air semakin luas. Kondisi tanah gambut di Sungai Merang sebagian besar terbentuk dari bahan endapan organik, sebagian lagi campuran endapan sungai dan endapan marin. Tanah pada satuan lahan kubah gambut terbentuk dari hasil akumulasi bahan induk berasal dari tanaman/vegetasi dimana proses dekomposisi bahan organik yang berjalan lebih lambat, sehingga membentuk suatu kubah (dome) gambut. Peta kematangan dan kondisi lahan gambut Sungai Merang secara umum dijelaskan pada Gambar 4.

Proses dekomposisi bahan organik dari vegetasi yang mati berjalan lambat, karena kondisi tanah yang terus berair. Pada beberapa titik pengamatan dapat dilihat pada kedalaman satu meter bahkan lebih akan banyak dijumpai batang, cabang dan akar yang belum terdekomposisi sempurna. Kondisi tanah gambut yang masih berupa batang yang besar atau akar sering dijumpai, terutama pada parit-parit yang dibangun. Kondisi tanah gambut Sungai Merang berkadar air tinggi sehingga berat jenisnya rendah, yaitu 0,1-0,3 g/cm3

. Dengan demikian selain proses dekomposisi berjalan lambat, kandungan mineral serta porositasnya menjadi tinggi yaitu 70-95%. Dengan tingginya kadar air di gambut, menurut Waspodo et al. (2004), proses pencucian unsur hara oleh air hujan cukup besar, sehingga tanah gambut di Sungai Merang miskin unsur-unsur hara.

Taman Nasional Berbak, Jambi

(2)

Reaksi tanah sepanjang Sungai Merang sangat masam (pH< 4) beberapa ada yang berpotensi mengandung bahan sulfisik (pirit) dengan pH < 2,5. Menurut

KABUPATEN MUSI BANYUASIN, SUMATERA SELATAN DAN SEKITARNYA

Gambar 4. Peta kematangan dan kondisi lahan gambut Sungai Merang (Sumber : Hasil pengolahan peta citra satelit landsat)

Lokasi Penelitian Sungai Merang dan sekitarnya

(3)

27

Murdiyarso et al., 2004 lahan gambut tropis juga dicirikan oleh rendahnya kandungan hara atau kesuburan tanah dan tingginya keasaman. Pada umumnya lahan gambut tropis memiliki pH antara 3-4,5. Kemasaman tanah tinggi menyebabkan gangguan penyerapan (uptake) unsur hara. Menurut Sitorus (2003), pada reaksi tanah netral unsur hara akan lebih tersedia bagi pertumbuhan tanaman dibandingkan pada tanah gambut.

Berdasarkan pengamatan, formasi umum tanah di sepanjang tepi Sungai Merang, wilayah ini dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu : daerah alluvial, muara (km 0) hingga (km 39,4) dan hutan rawa gambut Km 39,4 hingga km 72,5 (hulu). Pada km 0 hingga km ke – 40 adalah daerah belukar dan hutan gelam. Pada km ke-10, bahkan dijumpai tanah mineral, yang tidak bergambut lagi. Daerah tersebut dijadikan daerah pertanian. Menurut Lubis et al., (2004), tanah pada satuan lahan dataran alluvial umumnya terbentuk dari endapan sungai berupa endapan liat, lumpur, pasir dan bahan organik. Tanah-tanahnya sudah agak berkembang dicirikan dengan adanya struktur yang sudah terbentuk dan adanya warna karatan.

Ketebalan gambut di sepanjang Sungai Merang bervariasi, hal ini dapat dijumpai pada km ke-40 hingga ke hulu. Menurut Wahyunto et al. (2003) tanah gambut yang ada di Sungai Merang yang ditemukan adalah Haplosaprits (Organosol

Saprik) dan Haplohemist (Organosol Hemik) dengan ketebalan gambut bervariasi dari

sangat dangkal (< 50 cm) hingga sangat dalam (450 cm). Tanah gambut dalam (200-400 cm), dijumpai di bagian tengah sampai hulu Sungai Merang, sedangkan gambut dangkal (50-100 cm) dijumpai di bagian tepian atau hilir Sungai Merang. Sebaran gambut ini selengkapnya disajikan dalam Gambar 4.

4.1.2 Kualitas Air

Ekosistem gambut di Sungai Merang merupakan keterpaduan antara ekosistem perairan dan ekositem daratan. Proses pembentukan tanah gambut terjadi dengan kondisi tanah yang terus berair. Tinggi rendahnya permukaan air di Sungai Merang dan gambut sekitarnya dipengaruhi oleh besarnya curah hujan. Selisih tinggi muka air musim kemarau dan musim hujan bisa mencapai 2 meter, terutama dimulai dari km 0 hingga km 40 (Gambar 5). Pengaruh pasut terhadap ketinggian perairan masih terlihat hingga jarak 39,4 - 43,1km dari muara Sungai Merang. Hal ini dapat terlihat pada bekas tumbuhan disepanjang sungai dan dirasakan langsung oleh masyarakat yang sering berperahu sepanjang sungai Merang (Gambar 6). Secara umum curah hujan yang mempengaruhi Sungai Merang dijelaskan dalam Gambar 7.

(4)

Gambar 5. Ekosistem hutan rawa gambut sungai merang (Murdiyarso, et al., 2004)

Gambar 6. Pasang surut harian di Sungai Merang di daerah hilir dan muara

Gambar 7. Grafik curah hujan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 1996-2001 (Dinas Klimatologi, 2001)

Selain curah hujan, pasang surut juga mempengaruhi tinggi muka air sungai. Berdasarkan hasil pengamatan, pengaruh pasang surut air laut terbagi dalam tiga zona. Zona pertama adalah daerah yang dipengaruhi pasang surut harian air payau /asin. Zona dua adalah zona yang terletak setelah zona pertama, dimana pengaruh pasang surut yang terjadi adalah naik turunnya permukaan air tawar. Zona terakhir adalah zona tiga, pada zona ini sudah tidak ada lagi pengaruh harian pasang surut air. Sungai Merang terletak pada zona kedua dan ketiga, sehingga tidak ada pengaruh salinitas air laut. Zona dua dengan pasang surut harian air tawar terutama dirasakan mulai dari muara hingga km ke 40-an. Setelah itu zona ketiga, dimana tidak ada lagi pengaruh pasang surut harian, dimulai mulai km 40-an hingga ke

Tanah mineral 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Bulan

(5)

daerah hulu sungai. Selengkapnya pola pasang surut di Sungai Merang disajikan dalam Gambar 8.

Gambar 8. Zonasi pasang surut di Sungai Merang (modifikasi dari Wahyunto,

et al., 2005)

Kesuburan perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi badan air yang menampungnya. Rendahnya pH tanah, berdampak pada rendahnya pH perairan dan kesuburan perairan. Kesuburan perairan gambut adalah rendah, demikian pula yang terjadi di Sungai Merang. Rendahnya nilai pH dan oksigen terlarut ini dapat dilihat dari hasil pengamatan dari hulu Sungai Merang hingga ke muara (Tabel 2). Nilai pH dibawah 5 tergolong rendah dan akan mengurangi keanekaragaman biota air diantarnya plankton dan ikan. Selain keanekaragaman, menurut Boyd (1988), proses dekomposisi oleh mikroorganisme akan berjalan lambat pada perairan yang ber-pH rendah dekomposisi bahan organik akan berjalan cepat pada pH netral dan alkalis.

Kualitas air di daerah gambut dicirikan dengan kondisi perairan yang asam dan kandungan oksigen terlarut yang rendah. Nilai Oksigen dibawah 5 mg/liter kurang baik bagi perikanan, bahkan pada kisaran 1- 5 mg/liter pertumbuhan ikan akan

Rawa Lebak atau Rawa Non – Pasang Surut

Km 40-an hingga hulu sungai

Km 0 – Km 40-an

Pengaruh

pasang surut harian air tawar

ZONA - I ZONA - III

(6)

terganggu Boyd (1988). Dengan kondisi pH dan oksigen yang rendah dekomposisi akan berjalan lambat.

Tabel 2. Kualitas air rata-rata di hulu, tengah dan muara Sungai Merang

No Uraian Hulu tengah Muara

Fisika:

1 Suhu (oC) 29 30 30

2 Kecerahan (cm) 89.3 40 25

3 Warna air (visual) hitam hitam Hitam kecoklatan

4 Total padatan tersuspensi/TSS (mg/l) 37 49 24

5 Substrat dasar (visual) serasah serasah serasah

Kimia: 1 Konduktivitas (mS/cm) 140 300 150 2 Dissolved Oxygen (ppm) 2.9 3.75 2.9 3 PH 4.28 4.25 4.26 4 Kesadahan (mg/l) 30 70 20 5 Alkalinitas (mg/l) tt tt 6 Asiditas (mg/l) 68 68 44 7 COD (mg/l) 86 134.5 69 8 K (mg/l) 0.273 1 0.198 9 Ca (mg/l) 0.055 0.4 0.007 10 Mg (mg/l) 2 2 2 11 Na (mg/l) 0.02 0.1 0.015 12 Total Fe 1 2 2 13 Sulfat (SO4) 70 261.51 38.49 14 kekeruhan (NTU) 4.84 11.4 76.4 15 lebar 8.9 14.25 21.7 16 kecepatan arus 0.21 0.245 0.24 17 kedalaman 1.2 1.8655 3 18 debit 2.34 7.065 12.77 Plankton BACILARIOPHYCEAE 1 Asterionella spp 0 0 60 2 Chaetoceros spp 42 0 0 3 Coscinodiscus spp 0 0 1650 4 Cyclotella spp 0 0 180 5 Cymbella spp 21 0 0 6 Fragilaria spp 168 0 360 7 Melosira spp 42 25 0 8 Navicula spp 84 0 240 9 Nitzschia spp 42 50 30 10 Pinnularia spp 21 25 0 11 Pleurosigma spp 42 0 0 12 Surirella spp 105 175 60 CHLOROPHYCEAE 13 Euastrum spp 21 0 0 14 Pediastrum spp 105 0 0 15 Scenedesmus spp 42 0 0

(7)

Tabel 2 (Lanjutan)

No Uraian Hulu tengah Muara

16 Selenastrum spp 21 0 0 17 Sphaerocytis spp 189 0 0 18 Staurastrum spp 546 50 0 19 Ulothrix spp 462 0 30 CYANOPHYCEAE 20 Asteriococcus spp 0 0 60 21 Chroococcus spp 42 0 0 22 Coscinodiscus spp 0 0 1650 23 Gloeotrichia spp 0 0 180 24 Kirchneriella spp 21 0 0 Jumlah Taksa 20 6 9

Jumlah Total Individu 2018 354 4266

Indeks Keanekaragaman 2.37 1.46 1.43

Indeks Keseragaman 0.79 0.82 0.65

Indeks Dominansi 0.14 0.31 0.31

Selain pH dan DO, kesuburan perairan juga dapat dilihat dari unsur-unsur logam yang terdapat di dalamnya. Beberapa unsur yang dijadikan indikator kesuburan diantaranya Ca, Mg, K, Na dan Fe . Menurut Cole (1988), perairan yang miskin unsur Kalsium (Ca) biasanya akan diikuti oleh rendahnya ion-ion lainnya yang sangat dibutuhkan tumbuhan akuatik. Kisaran nilai Ca di Sungai Merang adalah 0,07 hingga 0,4. Nilai ini relatif rendah, karena pada umumnya nilai C a di perairan kurang dari 15 mg/liter atau pada perairan di sekitar batuan karbonat kadarnya adalah 30 -100 mg/liter.

Magnesium atau Mg adalah salah satu unsur yang penting di perairan. Magnesium pada tumbuhan terdapat pada klorofil. Unsur ini bersama Ca penyusun utama kesadahan. Kadar unsur ini diperairan alami adalah 1 – 100 mg/liter. Nilai unsur ini di Sungai Merang rata-rata 2 mg/liter, sehingga relatif rendah bila dibandingkan kondisi umumnya perairan alami.

Nilai Potassium atau Kalium (K) di Sungai Merang adalah 0,198 hingga 1 mg/liter. Nilai ini relatif rendah untuk perairan tawar. Pada perairan tawar alami nilai unsur ini < 10 mg/liter (McNeely et al. 1979 dalam Effendie 2003).

Kosentrasi Sodium atau Natrium (Na) di Sungai Merang adalah 0,015-0,1 mg/liter. Kosentrasi unsur ini cukup rendah bila dibandingkan dengan kosentrasi rata-rata di perairan tawar yaitu 50 mg/liter. Pada perairan alami, ratio Na dan K adalah 2:1 hingga 3:1(McNeely et al. 1979 dalam Effendie 2003), sedangkan ratio Na : K di Sungai Merang berada diluar kisaran tersebut, karena kandungan unsur Pottasium (K) jauh lebih tinggi dari nilai Natrium (Na), baik di hulu, tengah dan hilir/muara.

Indikator kesuburan dan karakteristik perairan lainnya adalah yang berhubungan dengan unsur atau ion logam, yaitu alkalinitas , kesadahan dan

(8)

konduktivitas. Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan asam. Dengan demikian alkalinitas merupakan buffer (penyangga) agar perairan stabil. Nilai alkalinitas tidak dapat dihitung jika pH perairan di bawah 5. Parameter selanjutnya setelah alkalinitas adalah kesadahan. Kesadahan adalah gambaran logam divalen. Unsur Ca dan Mg adalah unsur penyusun utama nilai kesadahan. Kesadahan perairan berasal dari kontak air dengan tan ah dan beberapa batuan. Kondisi daerah gambut adalah tanah organik, sehingga nilai kesadahannya lunak. Kisaran nilai kesadahan menurut Effendie (2003) adalah lunak (<50 mg/l); menengah (50 -150); sadah (150 – 300) dan sangat sadah (>300). Semakin tinggi nilai kesadahan, akan semakin menghambat toksisitas logam berat di perairan. Air sadah lebih disukai daripada air lunak bagi biota perairan. Nilai kesadahan di Sungai Merang adalah 20- 70 mg/l. Nilai tersebut cukup rendah atau kesadahan air lunak. Air lunak relatif kurang disukai oleh biota ikan. Hal ini dapat dilihat pula pada nilai keanekaragaman ikan dan plankton di Sungai Merang. Parameter selanjutnya setelah kesadahan adalah konduktivitas. Nilai konduktivitas di Sungai Merang relatif kecil. Kisaran untuk perairan tawar alami adalah 20 -1500 mS/cm. Nilai konduktivitas di Sungai Merang adalah 140-300 (mS/cm). Nilai alkalinitas, kesadahan dan konduktivitas selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.

Arus sungai di Sungai Merang berdasarkan hasil pengamatan tergolong berarus lambat. Kecepatan arus rata-rata di daerah hulu adalah 23,4 cm/detik, pada daerah tengah 24,5 cm/detik dan daerah hilir atau muara 24 cm/detik. Kisaran kecepatan arus sungai menurut Mason (1981), adalah sangat cepat (>100 cm/detik), cepat (50-100 cm/detik), sedang (25-50 cm/detik), lambat (10-25 cm/detik) dan sangat lambat (< 10 cm/detik). Kecepatan arus akan mempengaruhi jenis flora yang tinggal di perairan. Dengan kondisi arus yang relatif lambat, maka banyak vegetasi atau tumbuhan air yang dapat tinggal di sepanjang Sungai Merang. Tumbuhan air merupakan salah satu habitat di perairan yang disukai oleh ikan.

Kesuburan perairan selain secara kimia dapat pula dilihat dari indikator biologi. Biota perairan dapat dijadikan indikator biologis mengenai kondisi kualitas air di perairan. Salah satu biota yang dijadikan indikator diantaranya adalah plankton. Nilai keanekaragaman plankton adalah rendah (Tabel 2). Nilai PH perairan sangat berpengaruh pada keanekaragaman plankton. Nilai pH di Sungai Merang adalah rendah. Menurut Baker et al. (1990), dalam Novotny dan Olem, 1994 dalam Effendie (2003), penurunan nilai pH sebesar 0,5 berdampak pada keanekaragaman plankton. Penurunan menjadi 6-6,5 mengakibatkan penurunan keanekaragaman plankton dan benthos. Pada kisaran 5,5 -6,0 akan semakin nampak dan pada kisaran 5,0-5,5

(9)

nampak tidak hanya pada plankton juga pada perifiton. Pada kisaran 4,5 -50 penurunan akan semakin besar.

4.1.3 Jenis-Jenis Fauna

Wilayah survey fauna meliputi daerah muara Sungai Merang (km 0) hingga km 70. Selama waktu tersebut, dicatat beberapa spesies yang dilindungi dengan kategori : (1) Dilindungi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia (P) (2) kategori Genting (Endangered) karena tingkat keterancaman kepunahannya berdasarkan IUCN Red Data List (3) Appendix I, merupakan jenis yang terancam kepunahan dan perdagangannya diatur hanya untuk kebutuhan tertentu saja seperti untuk penelitian dan (4) Appendix II, merupakan spesies yang saat ini tidak terlalu terancam kepunahan jika perdagangannya diatur berdasarkan kuota yang disepakati dalam konvensi antara negara yang meratifikasi CITES (COP). Keberadaan fauna di kawasan Sungai Merang dan sekitarnya terancam punah seiiring dengan kondisi kerusakan vegetasi di lahan gambut. Jenis -jenis fauna yang didapat selengkapnya disajikan dalam Lampiran 4.

4.1.4 Struktur Komunitas Ikan

Berdasarkan survey dilapangan, terdapat sedikitnya 40 jenis ikan di dalam kawasan Sungai Merang, yang terbagi dalam lima ordo berdasarkan banyaknya spesies yaitu Perciformes, Siluriformes, Cypriniformes, Cyprinidontiformes dan Osteglossiformes. Semua jenis yang didapat, sebagian dari Sungai Merang dan sebagian lagi dari Sungai Lalan yang masuk ke Sungai Merang pada saat musim hujan atau saat permukaan air meninggi terutama di daerah muara dan hilir Sungai Merang. Jenis -jenis ikan Sungai Lalan tersebut adalah dari ordo Perciformes, Siluriformes dan Cypriniformes. Ordo Perciformes yaitu ikan sumpit (Toxotes

jaculatrix), tilan (Mastacembelus sp) dan sebengkah (Leiognathus equulus). Ordo

siluriformes yaitu ikan juaro (Famili pangasidae). Ordo Cypriniformes yaitu seluang beras (Rasbora sumatrana) ikan aro (Osteochilus melanopleura) dan unggut-unggut (Osteochilus kappenii). Selengkapnya jenis-jenis ikan yang dijumpai di Sungai Merang disajikan dalam Gambar 9 hingga Gambar 14 serta Lampiran 5.

(10)

Biologi Perikanan

Berdasarkan analisis hubungan antara panjang dan berat ikan, nilai konstanta b pada semua jenis ikan yang ada di Sungai Merang adalah lebih kecil daripada 3. Nilai ini menunjukkan bahwa ikan memiliki pola pertumbuhan panjang lebih dominan daripada berat (Lampiran 11). Dengan demikian secara umum ikan-ikan yang ada di Sungai Merang dalam keadaan kurus. Pertumbuhan ikan yang relatif kurus ini, menurut Sinaga et al. (2000) disebabkan ukuran ikan dan kompetisi makanan. Perbedaan ini dapat disebabkan faktor dalam dan faktor luar. Faktor

Gambar 9. ikan sianang ( Mystus bimaculatus) Gambar 10. ikan elang (Datnoides microlepis)

Gambar 11. Ikan toman ( Channa micropeltes) Gambar 12. Seluang kremasan ( Rasbora kalochroma)

(11)

dalam meliputi keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Adapun faktor luar yang utama adalah makanan dan suhu perairan.

Faktor makanan erat kaitannya dengan kesuburan perairan. Secara umum kondisi Sungai Merang tidak subur atau miskin unsur hara. Selain miskin unsur hara, perairan inipun memiliki pH perairan yang rendah dan kandungan oksigen terlarut yang rendah pula, sehingga hanya sedikit organisme yang dapat hidup di lokasi tersebut.

Hubungan antara Fekunditas, Musim Bertelur Ikan dan Musim Tangkapan Ikan. Fekunditas adalah semua telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan (Effendie, 1997). Fekunditas ikan dapat digunakan untuk menduga jumlah populasi yang akan dihasilkan dalam ekosistem perairan. Secara umum ikan-ikan hasil tangkapan belum menunjukkan tanda-tanda mulainya musim pemijahan. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kematangan gonad yang belum matang. Namun demikian dari beberapa jenis ikan, terutama famili Channidae (bujuk, gabus dan toman), seluang beras (Rasbora sp) dan pepunti (Leiocassis sp) berhasil didapatkan telur yang relatif telah memasuki tingkat kematangan gonad ke -3 atau ke-4. Berdasarkan pengamatan bulan juli-Agustus, pada ikan betina dari family Channidae ( bujuk, gabus dan toman) hampir seluruhnya terdapat telur, demikian juga dengan bulan juli 2004. Fekunditas ikan bujuk sekitar 10.000 – 19.000 butir telur. Fekunditas ikan pepunti (Leiocassis sp) sekitar 20.000-an dan seluang beras sekitar 5000-an. Fekunditas ikan sebengkah dan tapa kero belum bisa dihitung karena gonadnya masih berada pada tingkat kematangan gonad ke 2 hingga 3. Pola pemijahan yang hampir bersamaan ini diduga menyesuaikan dengan kondisi musim yang akan masuk musim hujan, karena trigger pemijahan spesies ikan antara lain adalah adanya air baru (awal musim hujan).

Jumlah fekunditas yang cukup besar, merupakan potensi yang sangat besar bagi hasil perikanan bila dikelola dengan baik. Informasi yang diberikan nelayan adalah berdasarkan pengalaman sebelum ikut kegiatan illegal logging. Selain illegal

logging, kegiatan penyetruman menurut nelayan lebih mempercepat kelangkaan hasil

tangkapan ikan. Memasuki tahun 2000-an adalah tahun terburuk bagi usaha perikanan, karena gangguan illegal logging dan kegiatan penyetruman terjadi semakin marak.

Selain fekunditas ikan, buaya sinyulong merupakan salah satu indikator untuk melihat jumlah populasi ikan di sungai. Jumlah ikan yang semakin turun, dapat dilihat dengan semakin banyaknya buaya sinyulong yang tertangkap dengan bubu ikan atau

(12)

memakan umpan ikan pada pancing tajur. Hal ini banyak terjadi pada tahun 2001 dan 2002. Musim bertelur buaya ini sekitar Juli. Selanjutnya pada bulan Agustus, telur dierami di tanah gambut dan akan menetas bulan September, awal musim hujan. Dengan demikian kondisi muka air yang tinggi memudahkan anak buaya masuk ke perairan, karena lokasi bertelur biasanya agak jauh dari sungai (Bezuijen et al., 2001 & 2002). Lokasi penetasan telur relatif aman karena jauh dari sungai. Telur akan menetas ketika mulai masuk musim penghujan. Pada saat itu air mulai tinggi dan menggenangi hingga daerah sekitar sarang buaya sinyulong. Kondisi ini memudahkan bayi buaya untuk mencapai air dan bersamaan dengan itu juga akan banyak juvenile ikan yang tersebar ke dalam hutan, sebagai sumber makanan.

4.2. KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT

4.2.1. Sejarah Desa Muara Merang

Penduduk asli Desa Muara Merang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Namun ada sebagian warga mengatakan bahwa penduduk asli desa ini adalah Suku Anak Dalam (suku Kubu) yang sekarang ada beberapa orang tinggal di Dusun Kepahiang. Pada tahun 1985-1986 Dinas Sosial Propinsi membuat daerah ini sebagai daerah binaan Departemen Sosial. Salah satu programnya adalah pembinaan sosial terhadap Suku Kubu yang berada di lokasi ini dengan membangun beberapa fasilitas perumahan serta prasarana umum bagi mereka. Namun warga dari suku Kubu ini hampir seluruhnya tidak dapat bertahan untuk berinteraksi sosial dengan masyarakat sehingga sebagian besar kembali masuk hutan.

Perkembangan selanjutnya di daerah ini banyak ditempati oleh warga pendatang lainnya (dari Muba, OKI atau dari Palembang). Beberapa orang yang tersisa dapat beradaptasi hingga saat ini bermukim di Kepahiang dengan mata pencarian sebagai pengrajin anyaman. Berdasarkan keterangan tokoh masyarakat yang telah lama tinggal di daerah ini (sejak tahun 1972), masyarakat Desa Muara Merang berasal dari daerah sekitar Pangkalan Balai dan hulu Sungai Lalan. Pada tahun-tahun tersebut mereka sebagai pencari ikan di sekitar Desa Muara Merang dan bermukim di sana. Laju pertumbuhan jumlah penduduk pada saat sekitar 26 jiwa / tahun.

4.2.2. Kegiatan Perikanan di Sungai Merang dan Sekitarnya dari Dulu Hingga Sekarang

Lelang sungai adalah suatu mekanisme pemilikan sungai selama setahun untuk mengambil hasil perikanan. Mekanisme ini berjalan sejak zaman dahulu,

(13)

sebelum ada sistem pemerintahan desa. Sungai yang dilelang bukan tempat transportasi utama masyarakat dan tidak banyak penduduk yang tinggal sepanjang sungai. Sungai tersebut biasanya bermuara ke sungai lain yang lebih besar, seperti misalnya sungai-sungai yang bermuara ke Sungai Lalan (contohnya Sungai Bakung, Sungai kepahiyang, Sungai Merang dan Sungai Medak). Pemanfaatan sungai untuk mencari hasil ikan dapat memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat di Sungai Medak dan Sungai Merang. Di beberapa bagian sungai terdapat lubuk , yaitu bagian yang terdalam dari sungai. Ada Beberapa lubuk di Sungai Merang, dimulai dari stasiun 8 (Daerah Lubuk Buntik) dan beberapa ke arah hulu Sungai Merang.

Kegiatan perikanan yang masih dapat bertahan berkaitan dengan lelang sungai terdapat di Sungai Medak dan Sungai Merang. Sungai Bakung tidak lagi di lelang karena hasil perikanan sangat jauh berkurang semenjak lahan di sekitar sungai tersebut seluruhnya telah berubah menjadi area perkebunan intensif kelapa sawit. Sebelum dijadikan perkebunan, daerah ini menjadi daerah HPH dan penebangan liar. Sungai Kepahiyang tidak lagi dilelang karena hasil kayu dan hasil ikan sudah jauh berkurang.

Kegiatan perikanan di Sungai Medak masih terus bertahan, karena sebagian besar warga Desa Medak adalah penduduk asli, dengan tetap memegang adat zaman pemerintah marga, walaupun sudah berganti menjadi pemerintahan desa. Hasil perikanan dari sungai ini lebih tinggi dibandingkan Sungai Merang, walaupun luasan hutan dan sungai lebih kecil daripada Sungai Merang Sungai Medak sama dengan sungai lainnya, tidak bisa terlepas dari gangguan eksploitasi kayu hutan dari penebangan, pembuatan parit hingga pengangkutan hasil hutan melalui sungai yang juga merupakan tempat mencari ikan. Namun demikian, hingga sekarang lelang sungai untuk hasil perikanan terus berjalan, bahkan jumlah KK yang bergerak di sektor perikanan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Mekanisme pelelangan sungai dilakukan bersama aparat dari kecamatan, dimana hak lelang sepenuhnya diserahkan ke kelompok masyarakat setempat. Investor dari luar tidak dapat menguasai sungai berdasarkan peraturan dari sebelum ada pemerintahan marga (sebelum ada Desa) hingga sekarang. Masyarakat pendatang bila ingin menangkap ikan harus menjadi anggota kelompok. Penggunaan alat tangkap setrum dan racun dilarang, baik wilayah lelang maupun di luar daerah lelang.

Sungai Merang sejak zaman dulu dilelang untuk kegiatan perikanan. Pada era 70-an dan awal 80-an, daerah ini dianggap memiliki hasil perikanan yang berlimpah dibanding sungai-sungai lainnya yang bermuara ke Sungai Lalan. Namun lama kelamaan hasil perikanan terus merosot dan tidak lagi dapat menjadi mata pencarian utama. Kegiatan eksploitasi hutan berjalan seiring dengan aktivitas

(14)

perikanan. Sejak tahun 2001, lelang sungai tidak lagi untuk perikanan tapi khusus untuk hasil kayu hutan. Kerusakan ekosistem akibat eksploitasi hutan, apalagi dengan dibangunnya parit di sepanjang sungai membuat kegiatan perikanan hanya sebagai pelengkap, namun eksploitasinya justru meningkat, terutama dengan penggunaan setrum atau listrik sebagai alat tangkap ikan.

4.2.3. Kegiatan Logging di Sungai Merang dari Zaman HPH Hingga Sekarang Pada Tahun 1993-1994 di daerah ini mulai terdapat prasarana jalan dan pasar desa. Pada tahun-tahun inilah mulai datang HPH PT BRUI, PT KMPI, PT Inhutani, PT SST yang kemudian pada tahun-tahun selanjutnya muncul perusahaan Perkebunan PT Pinang Sawit Mas, Eksploitasi Minyak PT Gulf yang sekarang berganti PT Conoco Philips. Perusahaan HPH telah berakhir masa konsesinya sejak tahun 1999-2000. Setelah itu, muncullah aktifitas baru bagi beberapa warga yang sebelumnya berprofesi sebagai nelayan pencari ikan menjadi penebang liar di dalam hutan. Warga yang memiliki modal banyak umumnya menjadi investor (boss atau touke kayu). Boss atau taoke kayu ini semakin banyak berdatangan baik dari masyarakat lokal hingga yang datang dari Palembang yang berkerja secara illegal. Seiring dengan aktifitas tersebut juga telah bermunculan puluhan sawmill di sepanjang daerah ini. Walaupun dikategorikan sebagai desa terpencil, Muara Merang adalah sebuah desa yang sangat terbuka bagi para pendatang sebagai buruh tebang kayu maupun bagi mereka yang melakukan bisnis kayu / pengusaha kayu. Mayoritas penduduk sejak tahun 2000 adalah para pendatang untuk usaha kayu.

Pada akhir-akhir ini posisi masyarakat mulai bergeser karena lebih banyak pendatang umumnya dari Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten OKI untuk merambah hutan (illegal logging) dan membawa pekerja dari daerahnya masing-masing. Sehingga warga lokal banyak yang kehilangan mata pencarian dan kesulitan untuk beralih profesi.

4.2.4. Mata Pencarian Penduduk Asli D esa Muara Merang

Desa Muara Merang terbagi dalam tiga dusun, yaitu Dusun Kepahiyang, Dusun Bina Desa dan Dusun Bakung. Dusun Kepahiyang terletak di muara Sungai Kepahiyang, Dusun Bina Desa pada muara Sungai Merang dan Dusun Bakung terletak di muara Sungai Bakung. Dengan demikian semua pemukiman warga berada di muara sungai. Semua sungai ini bermuara ke Sungai Lalan. Pusat pemerintahan berada di Dusun Bakung. Transportasi seluruhnya menggunakan fasilitas sungai dengan menggunakan perahu, speedboat dan kapal/ perahu bermotor.

(15)

Jumlah kepala keluarga (KK) berdasarkan keterangan tokoh masyarakat dan kepala Dusun/ ketua RT adalah 196 KK (Dusun Kepahiyang), 68 KK (Dusun Bina Desa) dan 176 KK (Dusun Bakung). Data penduduk selengkapnya disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah penduduk Desa Muara Merang

No Keterangan Jumlah Prosen (%)

1. Penduduk laki-laki 650 jiwa 52 %

2. Penduduk perempuan 592 jiwa 48 %

3. Jumlah keseluruhan penduduk 1.242 jiwa

4. Kepadatan penduduk 60 jiwa/km2

5. Angka pertumbuhan/perubahan penduduk 26 jiwa/ tahun 0,02 %

Dalam satu KK, jumlah tenaga kerja bisa lebih dari satu, karena umumnya anak laki-laki usia menjelang remaja akan ikut bekerja dan tidak melanjutkan sekolah. Hanya sebagian kecil warga yang melakukan aktivitas di perikanan dan illegal

logging. Seluruh warga yang berprofesi bekarang/nelayan adalah warga Desa Muara

Merang. Banyak warga yang kembali ke profesi semula dan meninggalkan kegiatan

illegal logging. Kegiatan perikanan dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak harus

menjadi nelayan, karena lingkungan tinggal mereka dikelilingi sungai. Namun demikian tetap Intensitas penangkapan nelayan lebih tinggi. Jumlah unit usaha warga Desa Muara Merang selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah unit usah a warga Desa Muara Merang

No Usaha Unit DUSUN

Kepahiyang Bina Desa Bakung

1 Padi Orang 9 1 45

2 Palawija 16 18 43

3 Padi dan Palawija

0 0 48 4 Holtikultura 50 30 61 5 Perkebunan rakyat 9 2 9 6 Kehutanan 23 1 3 7 Ternak 18 6 18 8 Bekarang/nelayan* 81 18 29

9 Penangkar satwa liar 0 0 1

10 Memungut hasil hutan (pembalok) & menangkap satwa liar**

168 47 116

11 Jasa pertanian 3 0 4

12 Kuasa usaha 2 0 3

13 Pengolah hasil pertanian 5 0 20

14 Buruh tani 23 22 105

total 407 145 505

* Persentase % 19.9 12.4 5.7

(16)

4.2.5. Kondisi sekarang

Desa Muara Merang memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.242 jiwa dan 440 KK, yang bermukim di 3 dusun, yaitu Dusun Kepahiyang, Dusun Bakung dan dusun Bina Desa. Mobilitas penduduk Desa Muara Merang sangat tinggi, dimana pada musim air pasang / hujan terdapat perubahan penambahan penduduk yang cukup besar, dimana terdapat antara 3.000 – 4.000 jiwa warga pendatang sebagai pembalok yang melakukan penebangan liar di hutan gambut yang ada di wilayah desa. Sementara pada musim kemarau / kering terdapat antara 800 – 1.000 jiwa warga pembalok tersebut. Mereka hampir seluruhnya / sebagian besar adalah warga dari Kecamatan Tulung Selapan Kabupaten OKI yang tidak terdaftar sebagai warga desa secara resmi. Para pendatang ini umumnya hanya bertahan untuk bermukim selama 3 – 4 bulan, baik datang sendiri maupun didatangkan oleh para pemilik modal (cukong kayu).

Gambar

Gambar 4. Peta kematangan  dan kondisi lahan gambut Sungai Merang                    (Sumber : Hasil pengolahan peta citra satelit landsat)
Gambar 5. Ekosistem hutan rawa gambut sungai merang (Murdiyarso, et al.,  2004)
Gambar 8.   Zonasi pasang surut di Sungai Merang (modifikasi dari Wahyunto,  et al.,  2005)
Tabel 2. Kualitas air rata-rata di hulu, tengah dan muara Sungai Merang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan rata-rata terhadap kedua hasil tersebut menjelaskan bahwa, model gambar dan gambar berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan menulis teks eksposisi siswa

Model mengonstruksi budaya baca-tulis berbasis pendekatan balance literacy dan gerakan informasi literasi ini efektif untuk mengembangkan kemampuan membaca menulis

Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia.Angka kecelakaan dengan korban meninggal dunia dari tahun 2009 hingga saat ini

Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang adalah Rumah Sakit Daerah Kelas C yang sedang berkembang dalam rangka berupaya memperbaiki mutu pelayan yang seiring

28 tahun 2004, Rhodamin B merupakan zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan, Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran

Dalam proses pembuktian, apabila alat-alat bukti yang telah dihadirkan belum cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah atau tidak, maka hakim dapat menggunakan

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan konsep yang menunjukkan terdapatnya pengaruh penghargaan terhadap kinerja sebagaimana yang dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich