• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pesantren merupakan lembaga pendidikan khas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pesantren merupakan lembaga pendidikan khas"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

P

esantren merupakan lembaga pendidikan khas nusantara yang telah berperan amat krusial bagi penggodokan generasi bangsa dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Lembaga pndidikan ini ikut menjadi salah satu saksi sejarah perjalanan bangsa yang teramat panjang sejak zaman Sunan Kalijaga di Demak sekitar abad ke-15 hingga abad modern ini.

Bagi sosok Choirul Fuad Yusuf, pesantren dan dirinya ibarat air dan ikan. Di ranah ini pria kelahiran Purwokerto, 13 Desember 1959 ini dilahirkan dan mendapatkan

pendidikan dasar utama dari orang tua tercinta. “Saya tidak pernah nyantri, tapi orang tua saya

kebetulan punya pesantren, jadi belajar langsung dari beliau, belajar

bahasa Arab menghapal Alquran,” tutur

putra keempat pasangan

Dari Lingkungan Pesantren

Menjadi Direktur Pesantren

Dari Lingkungan Pesantren

Menjadi Direktur Pesantren

KH Yusuf Azhary dan Hj. Ummi Qulsum ini. Sejak Februari 2009, Fuad demikian sapaan akrab Choirul Fuad Yusuf menjadi Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Departemen Agama.

Kepada IB di ruang kerjanya, lantai 7 Kantor Departemen Agama Pusat, baru-baru ini Fuad menuturkan kisah perjalanan hidupnya sehingga kini menjadi direktur dan meraih doktor sosiologi dan Universitas Indonesia tahun 2004. “Saya

(2)

sempat sekolah di Bandung, di PGAN 4 tahun lulus selesai 1973 dan PGAN 6 tahun tamat 1975,” ungkapnya.

Saat-saat kuliah, kata Fuad, merupakan masa perjuangan karena hidup mandiri sehingga harus lebih kreatif. “Sambil kuliah saya berusaha memiliki mesin tik, dan menulis di berbagai media, sehingga hasilnya bisa dipakai biaya hidup,” kenangnya. Ia kuliah di IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia) lulus tahun 1984.

Kemudian Fuad pun melanjutkan kuliah di Jakarta, mengambil studi Filsafat di Universitas In-donesia meraih Magister Filsafat tahun 1989. “Saya sempat masuk Departemen Agama tahun 1986 dan menikah tahun 1985,” ujar suami dari Dra Nurhattati M.Pd yang kini dianugerahi 4 putra. “Istri saya juga kerja, menjadi dosen di Universitas Negeri Jakarta,” imbuhnya.

Selesai dari UI, kata Fuad, sebenarnya sudah lulus test untuk studi di McGill University, namun Tuhan berkehendak lain. “Saya sudah lulus test mungkin kalau kuliah disana tahun 1992 sudah PhD, tapi saya jatuh sakit, cukup lama,” ujarnya seraya mensyukuri karena sudah menjadi pegawai negeri. “Kalau bekerja di swasta sudah di PHK,” selorohnya.

Beberapa tahun kemudian setelah kondisi kesehatan membaik Fuad meneruskan studinya,

tapi tidak di luar negeri. Ia menyelesaikan Magister Sosiologi dari FISIP Universitas Indonesia tahun 2000 dan Meraih Doktor (S3) bidang Sosiologi dari Universitas yang sama tahun 2004. “Saya sempat juga studi singkat tentang Educational Planning and Management di Melbourne University, Australia tahun 2001,” tambahnya. Selain itu mengikuti beberapa pelatihan seperti Singapura tahun 2004. Fuad menuturkan, mulai masuk Departemen Agama sebagai PNS tahun 1986 lebih banyak berkiprah di bidang penelitian, sebagai peneliti muda lalu berlanjut terus dan sempat menjadi Kepala Badan Pemikiran, Aliran dan Faham Keagamaan, Puslitbang Kehidupan Beragama tahun 2004-2006. Kemudian karirnya menanjak memasuki eselon II, menjadi Kepala Pulitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Depag tahun 2006-2009. Juga sebagai Peneliti Madya, bidang tradisi dan kemasyarakatan. Akhirnya oleh Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, pada Februari 2009 dilantik menjadi Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren.

Langkah Strategis

Terkait dengan strategi yang dilakukan dalam mengelola Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Choirul Fuad Yusuf menuturkan beberapa langkah yang dilakukan. “Langkah

(3)

strategis apapun berangkat dari visi dan misi. Kalau visi berangkat dari impian, cita-cita, bagaimana mencapai itu. Visi kita adalah ingin mengembangkan pendidikan diniyah dan pondok pesantren sebagai tempat tafaqquh fiddin, tempat belajar ilmu agama,” ujarnya.

Dalam rangka ini, maka berbagai langkah. Pertama, advokasi pendidikan diniyah dan pesantren salaf, kita berusaha memperkuat lembaga ini. Secara kelembagaan kita juga kembangkan seperti pendidikan mahad aly atau pesantren tinggi setingkat S1, kalau ada anggaran S2 dan S3. Mengapa ini perlu dikembangkan? Karena keberhasilan pendidikan Islam sangat tergantung pada keberhasilan pendidikan diniyah dan pesantren. “Dari wadah pendidikan umum tidak mungkin, secara psikologis semangat siswa untuk lulus ujian masuk perguruan umum.”

Kedua adalah pesantren sebagai agen perubahan sosial. Dengan fungsi sosial ini, pesantren berhasil merespons persoalan-persoalan kemasyarakatan, seperti mengatasi kemiskinan, memelihara tali

persaudaraan, mengurangi pengangguran, memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat, dan sebagainya. Menghilangkan kemiskinan bukan saja dengan menggembiarakan si miskin pada hari raya, atau memberikan uluran tangan saat mereka meminta, atau mengasuhnya di panti asuhan, melainkan membawa mereka pada kehidupan yang layak, memperpendek jurang kekayaan atau tindakan lainnya.

Potensi pesantren sebagai agen perubahan sosial di pedesaan memang sangat strategis. Di samping secara umum pesantren berada di tengah-tengah masyarakat, hubungan dengan masyarakat juga sangat dekat. Pesantren secara umum menjadi semacam tempat bertanya bagi masyarakat, tidak hanya dalam soal-soal keagamaan, tetapi juga sosial kemasyarakat. Itulah yang dikenal sebagai da’wah bil hal.

Sebagai institusi sosial, pesantren telah memainkan peranan yang penting dalam beberapa negara, khususnya beberapa negara yang banyak pemeluk agama Islam di dalamnya. Pesantren menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka, agar dapat meningkatkan hubungan dengan kyai dan juga Tuhan

Departemen Agama mencatat saat ini ada 21.521 pesantren dengan 3.818.469 santri. Jumlah

pesantren itu naik hampir empat kali lipat dalam 20 tahun terakhir dan dua kali lipat dalam 6 tahun terakhir. Pada 1985 tercatat ada 6.239 pesantren dengan 1 juta lebih santri dan pada 2001 ada 11.312 pesantren dengan 2.737.805 santri. Ini tidak termasuk pesantren yang belum terdaftar di departemen ini.

Menurut Fuad, pemerintah berupaya mendorong pondok-pondok pesantren agar tak hanya menjadi tempat belajar agama Islam, tapi juga menjadi agen perubahan sosial, motivator, dan aktor bagi masyarakat sekitarnya. Peran itu sudah dilakukan oleh beberapa pesantren, seperti Pondok Pesantren Al-Ittifaq di Babakan Jampang, Ciwidey, Bandung, yang mengajak masyarakat sekitar mengelola sayur-mayur, dari budi daya hingga pemasarannya.

“Pesantren itulah yang menyalurkan produk pertanian masyarakat ke supermarket-supermar-ket. Para santrinya juga diajari pemasaran dengan berdasi. Jadi, jangan dikira bahwa para santri kini cuma bersarung dan berkerudung,” katanya.

Selain itu lanjut Fuad, pihaknya terus melanjutkan program beasiswa bagi santri untuk belajar di perguruan tinggi umum. Menurutnya, prestasi para santri pesantren akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, termasuk mereka yang mengikuti program beasiswa santri berprestasi (PBSB). “Secara umum prestasi akademik mahasiswa peserta PBSB sangat

Dengan bersemangat Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dr. Choirul Fuad Yusuf, menjelaskan program prioritas pengembangan Pondok Pesantren di Indonesia.

(4)

menggembirakan.”

Data sampai dengan angkatan 2007, dari sejumlah 551 dari 559 mahasiswa/i yang sudah memiliki data nilai terakhir, Indeks Prestasi (IP) mereka tercatat 380 orang (69 %) mengukir nilai 3.0 keatas, dengan perincian nilai antara 3.00 – 3.49 (sangat memuaskan) sebanyak 226 orang dan 3.50 – 4.00 (cumlaude) sebanyak 154 orang.

Dari tahun ke tahun peserta PBSB juga mengalami peningkatan. Untuk tahun 2009, pro-gram PBSB diminati oleh 6.000 an santri, tapi setelah proses penyaringan oleh masing-masing perguruan tinggi yang diterima sebanyak 480 or-ang, tersebar di Universitas Gajahmada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB). Institut Teknik Bandung (ITB), Institut Teknik Surabaya (ITS), Uni-versitas Airlangga (Unair), UniUni-versitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Yogyakarta, dan IAIN Walisongo.

Seperti di UGM, sampai dengan tahun 2008, jumlah santri yang studi di UGM Yogyakarta

berjumlah 220 orang yang tengah menempuh studi di berbagai fakultas dan jurusan/program studi. Mereka terdiri atas Fakultas Teknik 63 orang, Fakultas MIPA 8 orang, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat 31 orang, Fakultas Ekonomi 12 orang, Fakultas Hukum 10 orang, Fakultas Sastra 11 orang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 16 orang, Fakultas Psikologi 10 orang dan Fakultas Pertanian 59 orang.

Sebagian besar (54 %) mahasiswa PBSB UGM Yogyakarta memiliki prestasi akademik 3.00 ke atas, dengan rincian IP 3.50 – 4.00 (cumlaude) sebanyak 22 orang atau 16 % dan IP 3.00 – 3.49 (sangat memuaskan) sebanyak 54 orang atau 39 %. Sisanya, mahasiswa PBSB dengan IP 2.50 – 2.99 (memuaskan) sebanyak 32 orang atau 23 %, dan IP 2.00 -2.49 (cukup memuaskan) sebanyak 21 orang atau 15 %.

Pada angkatan pertama, IP semester tertinggi diraih Netha Nur dari Fakultas Teknologi Pertanian yang berasal dari Pondok Pesantren Darul Ulum,

Selain pengembangan Pondok Pesantren, pengembangan pendidikan Diniyah pun ikut dikembangkan, seperti gambar diatas saat santriwati di salah satu Diniyah Putri sedang mengikuti kegiatan diskusi.

(5)

Curriculum Vitae

Jombang dengan IP 3,88. Pada angkatan kedua, prestasi yang luar biasa diperoleh oleh dua orang mahasiswa dari Fakultas Kedokteran yaitu Tantra Dewi Rahardyanti yang berasal dari PP Puti Darul Marhamah dan Zulrahman Erlangga yang berasal dari PP Al Bayan, Sukabumi. Kedua mahasiswa ini memperoleh IP semester tertinggi yaitu 4.00.

Sementara santri yang kuliah di Universitas Airlangga sudah berlangsung selama 2 tahun, terdapat 83 santri yang tengah menempuh studi di perguruan tinggi ini. Secara lebih rinci, mereka studi di Fakultas Teknik 1 orang, Fakultas MIPA 28 or-ang, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat 33 orang, Fakultas Manejemen 1 orang, Fakultas Ekonomi 6 orang, Fakultas Sastra (Inggris) 13 orang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 2 orang, Fakultas Psikologi 8 orang, dan Fakultas Pertanian 1 orang.

Prestasi akedemik mahasiswa PBSB di Unair Surabaya dapat dikatakan sangat menggembirakan. Tak seorang pun diantara mereka memiliki nilai kurang memuaskan. Bahkan yang Ipnya 2.00-2.49 hanya satu orang, sebanyak 11 orang dengan IP 2.50-2.99 (memuaskan), 15 orang atau 45 % meraih IP 3.00-3.49 (sangat memuaskan) dan 6 orang atau 18 % dengan IP3.50-4.00. IP tertinggi oleh Siti Sundari dari jurusan Sastra Inggris yang berasal dari PP Raden Paku, Trenggalek dengan IP semester 3.83 dan Abdu Nafan Aisul M dari jurusan Farmasi yang berasal dari PP Karang Asem, Lamongan dengan IP semester 3.60.

Sedangkan santri yang kuliah di IPB sebagian besar, kata Fuad, memiliki prestasi akademik 2.50 ke atas. Dengan rincian IP 2.50 – 2.99 (memuaskan) sebanyak 31 orang atau 33%, IP 3.00-3.49 (sangat memuaskan) sebanyak 28 orang atau 29%, dan IP 3.50-4.00 (cumlaude) sebanyak 10 orang atau 11 %. Pada angkatan pertama, IP kumulatif tertinggi diraih oleh Yahman Fauzi dari jurusan Teknologi Industri Pertanian yang berasal dari PP raudhatul Ulum Pati dengan nilai 3.54. Semester berikutnya IP Yahman

Nama : Choirul Fuad Yusuf

Jabatan : Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ditjen Pendis TTL : Purwokerto, 13 Desember 1959

Status : Menikah- istri, Dra Nurhatati, M.Pd, 4 (empat) anak Pendidikan : Doktor Sosiologi (S3), Universitas Indonesia, 2004

Magister Sosiologi (S2), Universitas Indonesia, 2000 Magister Filsafat, Universitas Indonesia, 1989

Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris, IKIP (UPI) Bandung, 1984 prestasi Yahman

me-ningkat, Ipnya naik 4.00. “Program beasiswa ini sudah empat tahun, tahun ini 470 santri diterima dari 6.000an santri berprestasi yang mendaftar, diharapkan lulusannya mengabdi di pesantren,” kata Fuad.

Ia juga menuturkan langkah strategis lain yang dilakukan, yaitu mengatasi keragaman di

berbagai pondok pesantren. Pasalnya, sebanyak 21.521 pondok pesantren yang tersebar di Indone-sia, hingga kini masih menerapkan pembelajaran atau kurikulum sendiri, sesuai dengan kehendak pendiri atau ustadznya. Pola seperti ini, akan menghasilkan lulusan pesantren yang beragam jenis kemampuan.

“Dari semua pesantren yang terdaftar, pola pembelajarannya sendiri-sendiri, sesuai dengan pemilik atau kiyai pesantren tersebut. Sehingga hal tersebut tidak akan terarah,” kata Fuad. Dari ribuan pesantren baik yang sudah berkualifikasi maupun belum, masing-masing menjalankan penyeleng-garaan pendidikan agamanya berdasarkan kehendak pemilik atau kiyai panutannya.

Menurut Fuad, beragamnya jenis pengajaran di berbagai pesantren karena keberadaan pesantren sendiri baru diakui sejak tahun 2003, setelah keluar Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan.

Ia menyebutkan setiap pesantren memiliki variasi pembelajaran keagamaannya berdasarkan refrensi yang dimiliki dan dikuasai pemilik, ustadz dan kiyainya. Kondisi seperti ini, ungkap dia, akan menyulitkan para santri setelah selesai mondok di pesantren tersebut dalam menghadapi lingkungan masyarakat.

Untuk itu, ujar dia, Depag akan mulai menata kembali manajerial pesantren tersebut agar lebih terarah tujuan yang diharapkannya.

Ke depan, Depag mulai memosisikan pesantren sebagai sarana belajar mendalami ilmu agama Is-lam (tafaqquh fiddin) dan sebagai agen perubahan masyarakat (agent of community development). Ia mengharapkan dua sasaran ini akan terlaksana, sehingga pesantren tidak lagi dipandang sebelah mata, karena ia dapat mengembangkan potensinya di masyarakat, dan tidak menginginkan kekerasan dalam menerapkan ilmunya. (KS)

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa ciri khas yang identik dengan pondok pesantren yang masih te- tap bertahan sampai sekarang ini adalah kiai, santri, pengajaran kitab Islam klasik, masjid,

Oleh karena itu perlu diadakan penelitian tentang “sistem pendidikan pondok pesantren dalam meningkatkan life skills santri studi kasus pondok pesantren anwarul huda karang

lembaga pendidikan islam, yaitu keluarga, masjid, pondok pesantren

Kurikulum Pendidikan Pesantren Berkarakter : Studi Implementasi Pendidikan Berkarakter di Pondok Pesantren Nurul Ummah Mojokerto‘ 13 (2018): 16.. Kelemahan pesantren sendiri

1. Pendidikan Keagamaan Islam di yang diatur dalam PP. 55 Tahun 2007 Pasal 14 adalah Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Madrasah Diniyah terbagi menjadi tiga

Nilai-Nilai Pendidikan Multikultural yang terdapat di Pondok Pesantren Modern Daar El-Istiqomah Serang-Banten dan Pondok Pesantren Terpadu Bismillah Serang-Banten, meliputi

1. Pendidikan Keagamaan Islam di yang diatur dalam PP. 55 Tahun 2007 Pasal 14 adalah Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Madrasah Diniyah terbagi menjadi tiga

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, diungkapkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Pondok Pesantren adalah gerakan bergabungnya dasar-dasar Pondok Pesantren sehingga bersatu dengan