• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

11 A. TINJAUAN TEORI

1. Pneumonia

a. Pengertian Pneumonia

Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi pada anak (Suriadi & Yuliani,2006 ).

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,virus,jamur, dan benda asing ( Ngastiyah,1997).

Pneumonia adalah peradangan pada paru yang tidak saja mengenai jaringan paru tapi juga mengenai bronkioli ( dr. Taufan Nugroho, 2011)

b. Patofisiologi Pneumonia

Menurut Suriadi (2006), patofisiologi pneumonia adalah sebagai berikut :

1) Adanya gangguan terminalis jalan napas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus dan pathogen staphylocopccus aurens, infleinzue dan

(2)

2) Terdapat infiltrate yang biasanya mengenai pada multiple lobus. Terjadi destruksi sel yang menanggalkan debris selular yang keluar ke lobus yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolus dan jalan napas.

3) Pada anak kondisi ini dapat akut dan kronik, misalnya AIDS, aspirasi benda asing dan kongenital yang dapat meningglkan risiko pneumonia.

c. Etiologi Pneumonia

Menurut WHO, penelitian di berbagai negara berkembang juga menunjukkan bahwa di negara berkembang Steptococcus Pneumoniae dan Haemofilus

influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada

2/3 (dua pertiga) dari hasil isolasi yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes RI,2009).

Menurut dr. Taufan Nugroho ( 2011 ) etiologi pneumonia diantaranya adalah :

1) Bakteri : stapilococcus, Streptococcus. 2) Virus : Virus influenza, dll.

3) Jamur : Candida albican, dll. 4) Aspirasi karena makanan , benda asing.

(3)

d. Manifestasi Klinis

Gejala pneumonia diantaranya adalah Serangan akut dan membahayakan, Demam tinggi, Batuk, Rales ( Ronki ), Wheezing, sakit kepala, Malaise, Myalgia ( pada anak ), nyeri abdomen ( Suriadi, 2006 ).

e. Klasifikasi Pneumonia

Menurut Ngastiyah ( 2005 ) pada umumnya pembagian pneumonia menurut dasar anatomis dan etiologi.

1) Pembagian pneumonia berdasarkan anatomis a) Pneumonia Lobaris

Penyakit menular akut akibat pneumokokus dan ditandai dengan radang satu atau lebih lobus paru yang diikuti konsolidasi ( Ngastiyah, 2005 ). b) Pneumonia Lobularis ( Bronkopneumonia)

Peradangan paru pada bonkioli terminal. Pada foto thoraks bronkopneumonia, terdapat bercak-bercak infiltrate pada satu atau beberapa lobus ( Ngastiyah, 2005 ).

c) Penumonia Intertitisial (Bronkiolitis )

Bentuk pneumonia kronis dengan peningkatan jaringan paru yang baik disertai indurasi ( Ngastiyah, 2005).

(4)

2) Pembagian pneumonia berdasarkan etiologi a) Bakteri

Sering ditemukan pada balita di negara berkembang. Pneumonia bakterial mungkin membutuhkan tindakan rawat inap bergantung pada dearajat distress pernapasan atau hipoksia pada anak (Ngastiyah, 2005).

b) Virus

Pneumoia yang disebabkan oleh virus seperti

adenovirus atau influenza, virus parainfluenza dan virus varisela. Pneumonia virus dapat diobati dirumah dengan

peredaran simptomatik seperti antipiretik, cairan, vaporizer uap dingin dan istirahat (Ngastiyah, 2005).

c) Mycoplasma pneumonia

Gejala yang ditimbulkan tersembunyi atau tiba-tiba. Terjadi pembesaran nodus limfe servikal dengan batuk yang tidak produktif dan terdapat rintisan persisten (Ngastiyah, 2005).

d) Jamur

Infeksi paru oleh Candida albicans jarang ditemukan pada anak-anak, meskipun insiden penyakitnya relatif tinggi pada awal masa bayi. Pada bayi berumur kurang dari 8 minggu yang semuanya mengalami kesulitan pernapasan, sekitar setengah

(5)

diantaranya mengalami sariawan pada mulut mereka tetapi tidak terdapat tanda–tanda klinis atau ronggenografis yang menjadi petunjuk bahwa sariawan tersebut menjadi penyebab infeksi paru-paru ( Berhman, 2000).

e) Aspirasi ( makanan, kerosen, amnion, dsb)

Patogenesis dari aspirasi kerosene dijelaskan bahwa kerosen mencapai setengah paru setelah diabsorbsi oleh traktus digestivus atau aspirasi pada waktu menelan kerosen, Muntah dan pada saat membilas lambung. Aspirasi makanan terjadi pada bayi yang sangat lemah ketika sedang diberi minum tersedak atau waktu muntah/ gumoh sebagian makanan/ susu terhisap ke jalan pernapasan. Membran amniotik yang ruptur pada bayi baru lahir dapat membuat mereka cenderung mengalami pneumonia pada hari pertama kehidupan (Ngastiyah, 2005).

f) Pneumonia hipostatik

Pneumonia terjadi karena kongesti paru lama, misalnya penderita penyekit menahun yang berbaring lama ( Staf Pengajar ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005).

(6)

g) Sindrom loeffler

Foto toraks sindrom ini biasanya menunjukan gambaran infiltrat besar dan kecil yang tersebar, ada yang menyerupai tuberkulosis miliaris. Batasanya kadang – kadang tidak tegas. Infiltrat ini dapat berpindah – pindah dari lobus yang satu ke lobus yang lain atau dari satu paru ke paru sisi lain. Penyakit ini biasanya tidak berat dan sembuh setelah beberapa hari sampai beberapa bulan (Staf Pengajar ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005).

f. Pemeriksaan Diagnostik ( Penunjang ) 1) Photo rontgen.

2) WBC ( White Blood Cell ) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3- ( Suriadi, 2006 ).

g. Penatalaksanaan Terapeutik

1) Pengobatan supportive bila virus pneumonia 2) Bila kondisi berat harus dirawat

3) Berikan oksigen, fisioterapi dada, dan cairan intravena 4) Antibiotik sesuai dengan program

5) Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotik ( Suriadi, 2006 ).

(7)

2. Balita

a. Pengertian Balita

Balita adalah anak dengan usia dibawah 5 tahun dengan karakteristik pertumbuhan yakni pertumbuhan cepat pada usia 0-1 tahun dimana umur 5 bulan berat badan naik 2x berat badan lahir, dan 3x berat badan lahir pada umur 1 tahun, dan menjadi 4x pada umur 2 tahun (Septiari, 2012).

Anak balita adalah anak yang menginjak usia di atas 1 tahun atau lebih populer dengan usia anak dibawah lima tahun. Masa balita merupakan usia penting dalam tumbuh kembang anak ( Hindah Muaris, 2006 ).

Balita merupakan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan, dan perkembangan yang bersifat unik, artinya memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan fisik. Usia balita dibagi dalam 3 tahap yaitu masa sebelum lahir, masa bayi, dan masa awal kanak-kanak. Pada ketiga tahap tersebut banyak terjadi perubahan, baik fisik maupun psikologis yang akan mempengaruhi tumbuh kembang anak ( Septiari, 2012).

b. Karakteristik Balita

Karakteristik balita dibagi menjadi dua yaitu Anak usia 1-3 tahun, Anak usia prasekolah 3-5 tahun ( Septiari, 2012). Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif,

(8)

artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering ( Atikah & Asfuah, 2009).

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup. Pada fase ini anak akan mencapai fase gemar memprotes. Pada masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan ( Septiari, 2012).

c. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Balita

Menurut banyak ahli, ada beberapa pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Soetjiningsih mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor

(9)

genetik dan faktor lingkungan ( faktor prenatal dan postnatal ). Faktor prenatal ( sebelum lahir ) terdiri dari gizi ibu waktu hamil, mekanis, toksin / zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas, dan anoksia embrio. Faktor postnatal ( setelah lahir ) terdiri dari lingkungan biologis, lingkungan fisik, psikososial, faktor keluarga (Atikah & Asfuah, 2009).

Menurut UNICEF (1999), faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak terdiri dari sebab langsung, sebab tak langsung, dan pnyebab dasar. Sebab langsung meliputi kecukupan pangan dan keadaan kesehatan, sebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan, dan penyebab dasar meliputi struktur ekonomi (Atikah & Asfuah, 2009).

3. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Mangkunegara dalam Arindita (2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mecakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (Input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap

(10)

stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.

Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti.

Adapun Robbins (2003) mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses di mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.

b. Faktor-faktor yang Berperan dalam Persepsi 1) Obyek yang dipersepsi

Obyek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor.Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.Namun, sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu.

2) Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus.Di samping itu juga harus ada syaraf

(11)

sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran.Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

3) Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek (Walgito, 2004).

4. Tenaga Kesehatan a. Pengertian

Menurut Undang – Undang Kesehatan No. 23 Tahun1992 tentang kesehatan pada pasal 1 yang mengartikan tenaga kesehatan sebagai seorang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan ( M.Jusuf & Amir, 2007).

(12)

Dalam Undang – Undang Tenaga Kesehatan tahun 1963 Tenaga kesehatan dibagi atas tenaga kesehatan sarjana (Dokter, Dokter Gigi, apoteker) dan tenaga kesehatan sarjana muda menengah dan rendah (Asisten Apoteker, Bidan, Perawat, Penilik Kesehatan , Nutrisionist damn lain-lain) ( M.Jusuf & Amir, 1999).

Dokter Puskesmas adalah tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan kepada Masyarakat pada sarana pelayanan kesehatan (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik didalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku (Kementrian Kesehatan RI, 2012).

Bidan adalah wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku ( Kementrian Kesehatan RI, 2012 ).

b. Tugas Tenaga Kesehatan

Menurut Pasal 50 menjelaskan tugas tenaga kesehatan yaitu menyelanggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan

(13)

sesuai dengan bidang keahlian atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan ( M.Jusuf & Amir, 1999).

Menurut Kementrian Kesehatan RI ( 2012 ) Tugas tenaga kesehatan sebagai berikut :

1) Tenaga kesehatan sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

2) Tenaga kesehatan sebagai tenaga pemberdayaan Masyarakat.

3) Tenaga kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan strata pertama.

4) Tenaga kesehatan sebagai pegawai puskesmas. 5) Sebagai tenaga kesehatan professional.

6) Tenaga kesehatan sebagai anggota masyarakat.

5. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Pencegahan Pneumonia a. Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan atau posisi individu didalam masyarakat. Dalam setiap posisi terdapat sejumlah peran yang masing-masing terdiri dari kesatuan perilaku yang kurang lebih bersifat homogen dan didefenisikan menurut kultur sebagaimana yang diharapkan dalam posisi atau status (Friedman, 1998).

(14)

Pencegahan adalah mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum terjadi ( Noor, 2008 ). Menurut Bustan ( 2007 ) upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu dibagi atas berbagai tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit. Ada empat tingkat utama pencegahan penyakit yaitu :

1) Pencegahan tingkat awal ( Priemordial Prevention ) a) Pemantapan status kesehatan ( undrerlying Condition ) 2) Pencegahan tingkat pertama (Primary Prevention)

a) Promosi Kesehatan ( Health Promotion ) b) Pencegahan khusus

3) Pencegahan tingkat kedua ( Secondary Prevention ) a) Diagnosis awal dan Pengobatan tepat

b) Pembatasan kecacatan

4) Pencegahan tingkat ketiga ( Tertiary Prevention ) a) Rehabilitasi

Peran tenaga kesehatan dalam pencegahan pneumonia pada balita termasuk dalam peran pencegahan tingkat pertama. Peran aktif tenaga kesehatan dalam pencengahan pneumonia sangat diperlukan karena yang biasa terkena dampak pneumonia adalah usia balita dan anak-anak yang kekebalan tubuhnya masih rentan terkena infeksi. Sehingga

(15)

diperlukan peran tenaga kesehatan dalam menangani hal ini. Tenaga kesehatan harus mengerti tentang dampak negatif dari penyakit pneumonia seperti pneumonia ringan bisa menjadi

Pneumonia yang kronologisnya dapat mengakibatkan

kematian, jika tidak segera ditangani.

Menurut Dinkes ( 2008 ) rendahnya kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan standar opersional prosedur yang belum maksimal sehingga banyak kasus pneumonia balita tidak terdeteksi, disamping itu belum maksimalnya sosialisasi kepada masyarakat tentang tanda-tanda pneumonia pada balita serta bahayanya bila tidak segara ditangani sangat berpengaruh terhadap rendahnya cakupan penemuan kasus pneumonia balita.

6. Pencegahan Pneumonia a. Pencegahan Pneumonia

Dalam upaya penanggulangan pneumonia, Departemen Kesehatan telah menyiapkan sarana kesehatan (seperti puskesmas pembantu/ Pustu, Puskesmas, Rumah Sakit) untuk mampu memberikan pelayanan penderita ISPA,pneumonia dengan tepat dan segera. Teknologi yang dipergunakan adalah teknologi tepat guna yaitu teknologi

(16)

deteksi dini pneumonia balita yang dapat diterapkan oleh sarana kesehatan terdepan (Maryunani,2010).

Caranya adalah dengan melihat ada tidaknya tarikan dinding dada kedalam dan menghitung frekuensi (gerakan) nafas pada balita yang batuk atau sukar bernapas. Adanya tarikan dada ke dalam merupakan tanda adanya pneuomonia berat. Adanya peningkatan frekuensi nafas merupakan tanda adanya pneumonia yaitu jika frekuensi nafas 40 kali atau lebih pada anak usia 1-5 tahun,50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang 1 tahun dan 60 kali permenit atau lebih pada anak kurang 2 bulan (Maryunani,2010).

Menurut Maryunani (2010) upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi dan balita berkaitan dengan ISPA dan pneumonia dibagi menjadi tiga :

1) Upaya pencegahan ISPA dan Pneumonia

Pencegahan ISPA dan Pneumonia melalui upaya peningkatan kesehatan seperti imunisasi, perbaikan gizi dan perbaikan lingkungan pemukiman. Peningkatan pemerataan cakupan kualitas pelayanan kesehatan juga akan menekan mortalitas ISPA dan Pneumonia.

(17)

Pemerintah telah membangun rumah sakit, Puskesmas, Pustu (Puskesmas Pembantu) di seluruh penjuru tanah air. Pemerintah juga telah menempatkan bidan di desa-desa, menggalakkan hidup bersih dan sehat, menggalakkan produksi dan distribusi obat generik serta melaksankan program kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu.

2) Peranan masyarakat dalam penanggulangan ISPA dan Penumonia

Peranan masyarakat sangat menentukan keberhasilan upaya penanggulangan ISPA dan Penumonia. Yang terpenting adalah masyarakat memahami cara deteksi dini dan cara mendapatkan pertolongan (care seeking). Akibat berbagai sebab, termasuk hambatan geografi, budaya dan ekonomi, pemerintah juga menggerakkan kegiatan masyarakat seperti Posyandu, Pos Obat Desa dan lain-lainnya untuk membantu balita yang menderita batuk dan kesukaran bernapas yang tidak dibawa berobat sama sekali.

Bagi masyarakat yang telah terjangkau dan telah memanfaatkan sarana kesehatan, perlu melaksanakan pengobatan dan nasehat yang diberikan oleh sarana atau tenaga kesehatan (seperti bidan). Selanjutnya

(18)

seluruh masyarakat perlu mempraktekkan cara hidup yang bersih dan sehat agar dapat terhindar dari berbagai penyakit termasuk ISPA dan pneumonia.

3) Pengobatan ISPA yang rasional

Hal yang perlu diperhatika juga adalah pengobatan ISPA yang rasional. Penderita pneumonia memerlukan obat antibiotika, demikian juga penderita pharingitis yang disebabkan oleh Steptococcus haemoliticus. Tetapi, tidak semua penderita ISPA memerlukan antibiotika, misalnya yang disebabkan oleh virus seperi batuk pilek biasa. Selanjutnya pemberian obat batuk, lebih tepat diberikan pelega tenggorokan seperti minuman hangat.

7. Perilaku a. Pengertian

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk-makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai

(19)

bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disampaikan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,2010).

b. Macam Perilaku

Dilihat dari bentuk respons maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :

1) Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk “unobservablebbehavior” atau

“covert behavior” yang dapat diukur adalah

pengetahuan dan sikap (Notoatmodjo). 2) Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau prektik ini

(20)

dapat diamati orang lain dari luar atau “observable

behavior” (Notoatmodjo,2010).

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Teori Lawrence W. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu :

1) Faktor-faktor predisposisi (Predisposising factors)

Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Yang termasuk dalam faktor ini adalah :

b) Tingkat Pengetahuan c) Pendidikan

d) Beberapa karakteristik individu, misal : umur,jenis kelamin, pendidikan, jumlah anak (paritas), ekonomi dan sebagainya.

e) Sikap

f) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut.

g) Nilai-nilai dan budaya h) Tingkat Sosial Ekonomi

(21)

2) Faktor – faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, yang masuk dalam faktor pemungkin ini adalah :

a) Ketersediaan pelayanan kesehatan.

b) Ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak segi biaya dan sosial.

c) Adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku teresbut.

3) Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang memperkuat (atau kadang-kadang justru memperlunak) untuk terjadinya perilaku tersebut, yang masuk dalam kelompok faktor penguat ini ialah tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, kader..

d. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perbedaan Individual dalam Berperilaku :

1) Persepsi

Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi serta meraba kerja indra di sekitar kita (Widayatun, 1999).

(22)

Ada 4 hal yang sangat berpengaruh terhadap persepsi yaitu persepsi dalam belajar yang berbeda, kesiapan mental, kebutuhan dan berfikir yang berbeda. Sedangkan faktor yang berpengaruh terhadap persepsi antara lain faktor instrisik dan ekstrinsik seseorang (berupa cara hidup/cara berfikir, kesiapan mental, kebutuhan dan wawasan), faktor I poleksosbud Hankam (Ideologi Politik Ekonomi Sosial Budaya Pertahanan dan Keamanan), faktor usia, faktor kematangan, faktor lingkungan sekitar, faktor pembawaan, faktor fisik, dan kesehatan dan faktor mental.

2) Sikap

Sikap atau attitude dapat didefinisikan sebagai “a

predisposition to react in some manner to an individual or situation” yang secara bebas dapat diterjemahkan sebagai

suatu rangsangan yang timbul dari seseorang atau situasi (Indrawijaya, 2002).

3) Kepribadian

Menurut Kurt Lewin (1935) dalam Indrawijaya (2002) personality atau kepribadian adalah fungsi dari pembawaan sejak lahir dn lingkungan (pengalaman). Beberapa unsur kepribadian antara lain unsur biologis, unsur pengalaman, sintesa, lingkungan dan kebudayaan.

(23)

4) Belajar

Merupakan suatu proses pembentukan atau perubahan tingkah laku yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan, kecakapan, ketrampilan, kebiasaan, sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan (Afifudin, 1981).

5) Asumsi Determinan Perilaku Manusia

Faktor peneliti atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi (akibat) dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Secara lebih terinci, perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya.

(24)

B. Kerangka Teori C. D. E. F. G. H. I.

Bagan 2.1 Kerangka Teori Sumber :

Lawrence Green dalam Notoatmojo ( 2007 )

 Faktor Predisposisi - Tingkat pengetahuan - Karakteristik - Sikap - Kepercayaan - Tradisi / Nilai

- Tingkat sosial ekonomi

 Faktor Pemungkin

- Ketersediaan Sarana dan Prasarana Fasilitas Kesehatan Masyarakat seperi air bersih, tempat pembuangan sampah, pembuangan tinja

- Ketersediaan makanan yang bergizi

- Ketersediaan fasilitas Kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,dokter / bidan praktik klinik swasta dan sebagainya

 Faktor Penguat

- Tokoh Masyarakat (Toma) - Tokoh Agama (Toga) - Petugas Kesehatan - Kader

Perilaku pencegahan pneumonia pada ibu

(25)

C. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis daripenelitian ini adalah :

Ada hubungan antara persepsi ibu tentang peran serta tenaga kesehatan dengan perilaku pencegahan pneumonia pada ibu balita usia 0 – 5 tahun.

Persepsi Ibu Tentang peran serta tenaga Kesehatan

Perilaku pencegahan pneumonia pada balita

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengepakan dilakukan dengan penimbangan bobot semen pada setiap sak semen  seuai takaran dan memerlukan sistem otomasi untuk memudahkan proses produksi sesuai

Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif , perawat dan dokter masih cenderung tidak melakukan

Kata melinting tidak hanya nama sebuah daerah secara administratif, juga merupakan nama sebuah tarian tradisional dari Lampung Timur, namun kata melinting juga

Sensor kelembaban yang digunakan akan membaca keadaan kelembaban tanah tempat tanaman tersebut berada dan menginformasikan hasil pembacaan sensor tersebut ke pengguna

Untuk melihat bahwa sinyal fenomena iklim tahunan El Nino berkorelasi dengan suhu lokal di wilayah penelitian maka kandungan Sr/Ca dalam koral yang merupakan perekam SPL lokal

Analisis data yang dilakukan yaitu menggambarkan grafik berdasarkan data dari karakteristik I-V, hubungan frekuensi terhadap konduktansi, kapasitansi dan impedansi

Simpangan baku(S) adalah nilai yang menunjukan tingkat variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari nilai rata-ratanya... X = nilai rata-rata data n = jumlah data

Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam, BPPT Jl. Tujuan makalah ini adalah untuk memperkenalkan sistem baru untuk estimasi luas panen padi yang disebut sebagai “Pendekatan