• Tidak ada hasil yang ditemukan

SATU KASUS PEMPHIGUS VULGARIS DENGAN PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN KALIUM PERMANGANAT 1 : 5000

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SATU KASUS PEMPHIGUS VULGARIS DENGAN PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN KALIUM PERMANGANAT 1 : 5000"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

0

PRESENTASI KASUS

Kepada Yth:

Dipresentasikan pada: Hari/Tanggal :

Jam :

SATU KASUS PEMPHIGUS VULGARIS DENGAN

PERAWATAN LUKA MENGGUNAKAN LARUTAN

KALIUM PERMANGANAT 1 : 5000

Oleh : Ana Rahmawati

Pembimbing :

dr. Ni Made Dwi Puspawati, Sp.KK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR 2 0 1 6

(2)

1

PENDAHULUAN

Pemfigus vulgaris (PV) merupakan penyakit autoimun dengan manifestasi klinis berupa bula pada area mukokutaneus.1 Mekanisme terjadinya lesi pada pemphigus vulgaris yang dikenali sebagai akantolisis dikaitkan dengan penumpukan antibodi IgG dan juga kerusakan desmosom akibat antibodi tubuh bertindak melawan desmoglein 3 yaitu sel yang berfungsi untuk melekatnya satu sel dengan sel lain.1,2,4 Gambaran klinis PV diawali bula di atas kulit normal yang berkembang menjadi bula di atas kulit yang eritema, bula yang timbul mudah pecah menjadi erosi yang disertai krusta dan rasa nyeri. Etiologi PV tidak diketahui, penyakit ini dapat timbul sebagai hasil interaksi antara faktor genetik host dan faktor pencetus dari lingkungan seperti obat-obatan, diet, sinar ultraviolet (UV), virus dan yang lainnya. 7

Pemfigus vulgaris dapat terjadi pada seluruh kelompok ras dengan prevalensi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1.4:1.7,8 Berdasarkan hasil rekam medis yang dilakukan di RSUP Sanglah didapatkan 27 kasus PV yang pernah menjalani rawat inap antara tahun 2007-2011.3

Pengobatan PV bertujuan menekan terjadinya peradangan akibat pembentukan autoantibodi dan penanganan infeksi sekunder yang diakibatkan oleh lesi kutaneus. Terapi lini pertama pada penatalaksanaan PV adalah pemberian kortikosteroid.3,4 Pada PV sering terjadi erosi yang luas, dimana dapat menyebabkan suatu komplikasi gangguan keseimbangan elektrolit , hilangnya protein, serta suatu luka infeksi sekunder, sehingga perawatan luka pada pasien PV menjadi perhatian yang sangat penting.16,17 Perawatan luka pada pasien PV bisa menggunakan larutan kalium permanganat dengan konsentrasi 1 : 5000. Dimana kalium permanganat yang bersifat oksidatif dapat mempercepat terjadinya penyembuhan luka pada pasien PV.22

Berikut dilaporkan satu kasus pemfigus vulgaris dengan perawatan luka menggunakan kalium permanganat 1: 5000. Dilaporkan beberapa pustaka menyebutkan risiko kematian pada PV bukan karena PV itu sendiri melainkan karena penanganan luka yang tidak tepat.1,7,12 Kasus ini dilaporkan untuk menambah

(3)

2 pengetahuan kita tentang perawatan luka pasien pemfigus vulgaris dengan infeksi sekunder.

KASUS

Seorang perempuan, 32 tahun, suku Bali, warga negara Indonesia, status menikah, dengan nomor rekam medis 16.03.23.13, dirujuk dari rumah sakit umum Sanjiwani Gianyar pada tanggal 29 Juli 2016 dengan keluhan utama luka pada seluruh tubuh.

Pasien rujukan dari RS sanjiwani dengan pemphigus vulgaris. Pasien dengan keluhan timbul gelembung berair pada seluruh tubuh sejak 3 minggu yang lalu. Awalnya timbul gelembung berair pada dada kanan kemudian menyebar ke kulit kepala, badan, ketiak kanan kiri dan tungkai kanan kiri. Gelembung berair tersebut cepat pecah dan menyebabkan luka, luka dirasakan nyeri tetapi tidak gatal dan berbau. Beberapa hari kemudian pasien mengeluh luka pada bibir bagian bawah, demam, batuk pilek dan lemas. Selain itu pasien merasa banyak pikiran dan kurang istirahat sehingga keluhan tersebut bertambah parah, luka makin meluas sehingga pasien dirujuk ke rumah sakit umum pusat Sanglah.

Riwayat penyakit dahulu dengan keluhan yang sama sebelumnya, pertama kali pada bulan Mei 2012, kedua pada Oktober 2012 dirawat selama 7 hari dan terakhir pada Januari 2014 dirawat selama 10 hari. Setelah dirawat pasien kontrol ke rumah sakit Sanjiwani Gianyar. Riwayat kencing manis, tekanan darah tinggi, asma disangkal.

Riwayat pengobatan di RS Sanjiwani pasien diberikan metilprednisolon 62.5 mg intravena, setiap 24 jam dan mebhidrolin napadisilate50 mg tablet setiap 12 jam intraoral. Pasien menyangkal memakai minyak tradisional. Riwayat keluarga, tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama. Riwayat sosial, pasien seorang ibu rumah tangga dengan tiga orang anak berusia 6 tahun, 4 tahun dan 8 bulan, kegiatan sehari- hari pasien mengurus rumah tangga tanpa bantuan pembantu rumah tangga.

(4)

3 Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita lemah dan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi pernapasan 20x/menit, denyut nadi 80x/menit, suhu aksila 37°C dan Visual Analog Scale (VAS) 2. Pada status generalis didapatkan kepala normocephali, pada permeriksaan kedua mata tidak tampak anemis dan ikterus. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan tidak ditemukan kelainan dan pada leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan thorax, pada jantung didapatkan suara jantung (S1 dan S2) tunggal, regular, tidak terdapat murmur dan gallop. Pada paru, suara nafas vesikuler, tidak ditemukan adanya rhonki ataupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen, bising usus dalam batas normal, tidak ditemukan distensi, tidak ada pembesaran hepar dan lien. Ekstremitas atas dan bawah teraba hangat.

Status dermatologi, lokasi pada wajah, kulit kepala, dada, punggung, ekstremitas atas dan bawah kanan kiri didapatkan efloresensi bula multipel, dengan batas tegas, dinding kendor, bentuk geografika, ukuran diameter bervariasi 1x2 cm hingga 2x3 cm, konfigurasi dan ditribusi tersebar dan diantara bula tersebut tampak erosi multipel, bentuk geografika, ukuran bervariasi 2x3cm hingga 5x6 cm, beberapa ditutupi krusta coklat kehitaman. Mousy odor (+) (Gambar 1.A, B,C,D,E).

Gambar 1.A. Lesi di wajah, B.Lesi dibadan dan aksila dekstra et sinistra. C.Lesi di punggung.

(5)

4

Gambar 1.D dan E. Lesi di ekstremitas bawah dekstra et sisnitra.

Dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik, urinalisis, pengecatan gram dari lesi erosi, Tzanck dari dasar bula serta kultur dasar luka dan uji sensitivitas.

Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 29 Juli 2016 didapatkan hasil leukosit 19,0 (4,10-11,00x103/µL); neutrofil 11,06 (2,50-7,50x103/µL); limfosit 2,3 (1,00-4,00x103/µL); monosit 2,2 (0,10-1,20x103/µL); eosinofil 0,01 (0,00-0,50x103/µL); basofil 0,06 (0,00-0,10x103/µL); eritrosit 5,07 (4,00-5,20x106/µL); hemoglobin 12,9 (12,00-16,00 g/dL); hematokrit 40,0 (36,0-46,0 %); trombosit 398 (140,0-440,0x103/µL). Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan SGOT 13,5 (0-27 U/L); SGPT 12,5 (0-34 U/L); albumin 2,07 (3,4-4,8 g/dL); BUN 16 (8-23 mg/dL); kreatinin 0,7 (0,51-0,95 mg/dL); glukosa darah sewaktu 115 (80-100 mg/dL); natrium 131 (136-145 mmol/L); kalium 3,9 (3,5-5,1 mmol/L. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan PH 6 (7,35-7,45); leukosit +2 (+); nitrit negatif; protein negatif (-); glukosa normal; keton negatif (-); urobilinogen normal; bilirubin negatif (-); eritrosit positif; warna amber; sedimen urin: leukosit negatif; eritrosit +5 (+); bakteri +3 (+).

Pada pemeriksaan gram dari lesi erosi didapatkan leukosit 5-10/lpb; kokus gram positif (+), kokus basil (+). Pemeriksaan Tzanck didapatkan sel akantolitik. Pemeriksaan hasil kultur dasar luka didapatkan hasil Staphylococcus aureus, signifikan sebagai agen infeksi tergantung pada klinis dan marker infeksi pasien. Jika dipertimbangkan signifikan, antibiotik Cephalosporin generasi I atau Trimetroprim/sulfamethoxazole dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi.

(6)

5 Hasil riwayat pemeriksaan histopatologi sediaan kulit pada daerah punggung (tanggal terima 18 Oktober 2012 dengan nomor PA 4024/PP/2012) didapatkan sediaan berupa biopsi jaringan kulit yang terdiri dari epidermis dan dermis. Epidermis menunjukkan spongiosis ringan terutama di epidermis bagian basal dan suprabasal Pada dermis superfisial, tampak infiltrat eosinofil, histiosit dan limfosit terutama di sekitar pembuluh darah. Tidak tampak gambaran bula secara nyata di daerah suprabasal maupun sub epidermal. Kesimpulan: Gambaran morfologi cenderung suatu pemfigus vulgaris fase awal.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis kerja pada pasien adalah pemfigus vulgaris. Penatalaksanaan yang diberikan adalah dirawat di rumah sakit, IVFD NaCl 0,9% dibanding Dekstrosa 5 % = 1:1 = 20 tetes per menit, pemberian metilprednisolon 125 mg intravena setiap 24 jam, sefadroxil 500mg tablet peroral setiap 12 jam, paracetamol 500mg tablet intraoral setiap 8 jam jika nyeri, dan kompres dengan NaCl 0,9% setiap 6jam/hari selama 15 menit pada lesi erosi, rawat luka dengan sofra-tulle diganti setiap 24 jam.

Pasien dikonsulkan ke bagian penyakit dalam karena dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit, albumin yang menurun, pada pemeriksaan urin lengkap ditemukan bakteri. Pasien didiagnosis dengan suspek infeksi saluran kencing dan hipoalbuminemia et causa suspek inflamasi kronis. Tatalaksana rawat bersama dengan Bagian Kulit dan Kelamin, transfusi 1 flas albumin 20% intravena setiap 24 jam sampai kadar albumin > 2,7 g/dL, antibiotik siprofloksasin 200mg intravena setiap 12 jam.

Pasien dikonsulkan kebagian Telinga Hidung dan Tenggorokan, didapatkan mukosistis oral dengan tatalaksana rawat bersama dengan Nistatin drop 1mililiter tiap 8 jam dan dilakukan oral higiene dengan kumur betadine gargle tiap 12 jam. Pasien dikonsulkan ke bagian gizi klinik karena dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan albumin yang rendah. Pasien didiagnosis dengan pemfigus vulgaris. Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet 1700 kalori, protein 60 gram (ikan), sayur

(7)

6 hijau (3x makan @400 kalori, 2x snack @ 200 kalori), ekstra putih telur 3x2 butir, rawat poliklinis.

PENGAMATAN LANJUTAN I ( Hari ke delapan: 5 Agustus 2016)

Pengamatan pada hari kedelapan, dari anamnesis didapatkan gelembung berair baru tidak ada, luka di kulit masih basah, luka di bibir mengering, demam tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri kencing tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik dan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 70x/menit, suhu aksila 36˚C, frekuensi napas 20x/menit dan VAS 1. Pemeriksaan status generalis, pada wajah didapatkan moon face.

Status dermatologis pada lokasi wajah dan bibir, badan dan punggung didapatkan efloresensi erosi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi 2x3 cm - 5x6 cm, konfigurasi dan distribusi tersebar, sebagian besar mengering dan beberapa ditutupi oleh krusta coklat kehitaman ( Gambar 2.A,B dan C). Gambar yang menunjukkan perawatan luka dengan kalium permanganat dilanjutkan dengan perawatan luka sofra-tulle dan ditutup dengan kasa steril. (Gambar D dan E)

Gambar 2.A,B dan C . Lesi di wajah, dada dan punggung.

B C

(8)

7

Gambar 2.D dan 2.E.Perawatan luka dengan kalium permanganat ditutup dengan kasa-steril.

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 5 Agustus 2016 didapatkan leukosit 14,32 (4,10-11,00x103/µL); neutrofil 8,03 (2,50-7,50x103/µL); limfosit 5,01 (1,00-4,00x103/µL); monosit 1,13 (0,10-1,20x103/µL); eosinofil 0,07 (0,00-0,50x103/µL); basofil 0,10 (0,00-0,10x103/µL); eritrosit 4,75 (4,00-5,20 x106/µL); hemoglobin 12,61 (12,00-16,00 g/dL); hematokrit 39,93 (36,0-46,0 %); trombosit 523 (140,0-440,0x103/µL). Hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan albumin 3,53 (3,40-4,80 g/dL); natrium 138 (136-145 mmol/L), kalium 3,5 (3,5-5,1mmol/L).

Pada pemeriksaan kultur urine yang diambil pada tanggal 2 Agustus 2016 didapatkan hasil terdeteksi adanya antibiotika pada spesimen urin menunjukkan penderita telah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya. Tidak adanya pertumbuhan kuman dapat juga disebabkan sudah ada respon terhadap terapi antibiotika yang diberikan sebelumnya.

Diagnosis kerja saat ini adalah follow up pemfigus vulgaris hari ke delapan dan infeksi saluran kencing membaik. Penatalaksanaan yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit, metilprednisolon 125 mg intravena setiap 24 jam, pemberian hari ke delapan, siprofloksasin 200 mg intravena setiap 12 jam, pemberian hari ketiga, paracetamol 500 mg tablet intraoral, setiap 8 jam jika nyeri, rencana pemberian sparing agent tetrasiklin 500 mg tablet intraoral setiap 6jam, mulai tanggal 9 Agustus 2016, kompres dengan NaCl 0,9%, perawatan luka dengan mandi kalium permanganat 1:5000 setiap 24 jam, kemudian ditutup dengan sofra- tulle dan kasa steril.

(9)

8 Dari bagian ilmu penyakit dalam penderita didiagnosis dengan pemfigus vulgaris, infeksi saluran kencing dan hipoalbuminemia et causa suspek inflamasi kronis membaik, tata laksana cairan, IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit, siprofloksasin 200 mg intravena setiap 12 jam, pemberian hari ketiga.

PENGAMATAN LANJUTAN II ( Hari ke 21: 19 Agustus 2016)

Pengamatan pada hari keduapuluh satu, dari anamnesis didapatkan gelembung berair baru tidak ada, luka di kulit mengering, luka di bibir mengering, demam tidak ada, mual tidak ada, muntah tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita baik dan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 70x/menit, suhu aksila 36˚C, frekuensi napas 20x/menit dan VAS 1. Pemeriksaan status generalis, pada wajah didapatkan moon face.

Status dermatologis pada lokasi wajah dan bibir, badan dan punggung didapatkan efloresensi makula hiperpigmentasi dengan batas tegas bentuk geografika ukuran bervariasi 2x4 sentimeter sampai 4x8 sentimeter (Gambar 3.A, B dan C).

Gambar 3.A,B dan C .Lesi Hiperpigmentasi pada wajah dada dan punggung.

Hasil pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 19 Agustus 2016 didapatkan leukosit 5,71 (4,10-11,00x103/µL); neutrofil 3,91 (2,50-7,50x103/µL); limfosit 1,23 (1,00-4,00x103/µL); monosit 0,53 (0,10-1,20x103/µL); eosinofil 0,00

(10)

9 0,50x103/µL); basofil 0,03 (0,00-0,10x103/µL); eritrosit 5,23 (4,00-5,20 x106/µL); hemoglobin 14,91 (12,00-16,00 g/dL); hematokrit 46,00 (36,0-46,0 %); trombosit 168 (140,0-440,0x103/µL). Hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan albumin 3,7 (3,40-4,80 g/dL); natrium 138 (136-145 mmol/L), kalium 3,5 (3,5-5,1mmol/L).

Diagnosis kerja saat ini adalah follow up pemfigus vulgaris hari ke dua puluh satu. Penatalaksanaan yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tetes per menit, metilprednisolon 16 mg intraoral setiap 8 jam, pemberian hari pertama, ranitidin 150 mg intraoral setiap 12 jam, hidrokortison 2,5 % dengan kloramfenikol 2 % topikal pada lesi kering setiap 12jam.

Dari bagian ilmu penyakit dalam penderita didiagnosis dengan pemfigus vulgaris, infeksi saluran kencing dan hipoalbuminemia et causa suspek inflamasi kronis membaik, rawat poliklinis.

PEMBAHASAN

Pemfigus vulgaris adalah penyakit bula intra-epidermal kronik yang berpotensi menyebabkan bula dan erosi yang luas.5 Awalnya diberi nama oleh Wickman pada tahun 1791 namun baru pertama kali dilaporkan pada tahun 1943.5,6 Istilah pemfigus berasal dari kata pemphix, merupakan bahasa Yunani yang artinya bula atau gelembung dan istilah vulgaris berasal dari kata latin yang artinya umum.7

Pemfigus vulgaris terutama terjadi pada dewasa dengan onset antara usia rata-rata 40-60 tahun, namun bisa terjadi pada anak-anak ataupun usia lanjut.1,7 Pemfigus vulgaris dapat terjadi pada seluruh kelompok ras dengan prevalensi perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1,4:1.4,6,7 Pada kasus, pasien adalah seorang perempuan berusia 32 tahun.

Penyebab pemfigus vulgaris belum diketahui secara pasti. Diduga genetik berperan pada penyakiy ini, dimana terdapat hubungan alel Human Leucocyte Antigen (HLA) kelas I (HLA-A1, HLA-A26) dan HLA kelas II (HLA DR4 atau DR14) dengan PV 2,4,7 Faktor pemicu lainnya yaitu obat (antihipertensi, NSAID,

(11)

10 antibiotik, kemoterapi), rebound phenomenon pada pasien yang tidak teratur mengkonsumsi kortikosteroid, infeksi bakteri (Staphylococcus aureus, Escherichia coli), virus HHV 8, radiasi, pembedahan, makanan yang mengandung komponen allyl (bawang) dan tannins (lada hitam, sambal merah, anggur merah) dan stres emosional.4,5 Pada kasus, faktor pencetus dicurigai karena tidak rutinnya pasien mengkonsumsi metilprednisolon, faktor stres dan kelelahan setelah acara adat.

Patogenesis PV dimediasi oleh autoantibodi (autoAbs) yang secara langsung melawan desmoglein (Dsg) yang terletak pada permukaan sel keratinosit, mekanisme pencetus yang mengawali respon imun belum diketahui. 6,9 Desmoglein bekerja sebagai lem yang berfungsi melekatkan sel epidermal yang saling berdekatan melalui satu titik perlekatan yang disebut dengan desmosom.5,6 Ketika antibodi menyerang Dsg menyebabkan sel menjadi terpisah dan epidermis menjadi tidak melekat yang disebut akantolisis dan secara klinis akan tampak vesikel dan bula.5,6,10 Autoantibodi pada PV terutama secara langsung melawan desmoglein 3 (Dsg 3), merupakan suatu glikoprotein desmosomal pada kulit yang dominan terletak di lapisan epidermis suprabasilar dan jarang melawan desmoglein 1 (Dsg 1).4,5 Epitel oral sebagian besar mengekspresikan Dsg 3 sedangkan kulit mengekspresikan Dsg 1. Ketika Dsg 3 dirusak oleh autoantibodi akan menyebabkan lesi pada oral pada fase awal. Namun jika kerusakan terjadi pada Dsg 1 akan tampak lesi kulit dan penyakit cenderung menjadi lebih parah. Saat ini reseptor kolinergik terhadap autoantibodi nondesmoglein (human alpha 9 acetylcholine receptor) telah ditemukan dapat menginduksi tampilan klinis dari PV. Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Interleukin-2 (IL-2) sebagai mediator pada proses terbentuknya bula pada PV.5

Sebagian besar kasus PV (50-70% ) lesi di bagian oral dapat dominan mendahului lesi di kulit.8,12 Lesi di kulit dapat lokalisata maupun generalisata tampak vesikel maupun bula berdinding kendor dengan ukuran dari <1 cm sampai beberapa cm yang biasanya terdapat di atas kulit yang normal.12 Bula yang timbul mudah pecah sehingga menjadi erosi dan ulserasi yang nyeri disertai dengan tanda nikolsky

(12)

11 yang positif.3,12 Permukaan mukosa yang terkena antara lain mukosa oral, esofagus, okular, nasal, faring, laring dan anogenital.3,8 Lesi oral biasanya diawali dengan vesikel maupun bula, tanda lebih lanjut dapat berupa deskuamasi atau erosi pada pada gusi sementara pada bibir dapat ditutupi krusta hemoragik yang tebal.7

Pada kasus, timbul gelembung berair pada dada kanan sejak 3 minggu yang lalu kemudian menyebar ke kulit kepala, badan, ketiak kanan dan kiri, tungkai kanan dan kiri. Gelembung berair tersebut cepat pecah dan menyebabkan luka.

Pemeriksaan penunjang dilakukan hapusan Tzank, pemeriksaan ini merupakan tes yang simple dan murah. Dilakukan dengan cara mengambil hapusan dari dasar lesi vesikel kemudian dihapuskan ke objek glass yang kemudian diberi pewarnaan giemsa selama 15- 20 menit. 5,6,10 Pada pemeriksaan Tzank didapatkan sel akantolitik. Pemeriksaan histopatologi dapat ditemukan bula suprabasal dengan akantolisis. Lapisan basal kehilangan jembatan intraseluler, namun masih tetap melekat pada dermis memberikan gambaran ‘tombstone apperance’. Lesi PV fase awal menunjukkan spongisosis eosinofilik. Pada dermis ditemukan campuran infiltrat sel inflamasi yang ringan dan terletak superfisial, biasanya terdapat eosinofil.1,12 Pada kasus, dilakukan hapusan Tzanck dengan hasil positif, sedangkan histopatologi didapatkan epidermis menunjukkan spongiosis ringan terutama di epidermis bagian basal dan suprabasal. Pada dermis superfisial, tampak infiltrat eosinofil, histiosit dan limfosit terutama di sekitar pembuluh darah. Tidak tampak gambaran bula secara nyata di daerah suprabasal maupun sub epidermal. Kesimpulan: Gambaran morfologi cenderung suatu pemfigus vulgaris fase awal.

Tujuan utama dari pengobatan pemfigus vulgaris adalah untuk mengatasi gejala penyakit sedini mungkin, serta untuk menginduksi remisi dari penyakit. Tujuan selanjutnya adalah pengobatan pemeliharaan dengan menggunakan dosis obat minimal yang dapat mengontrol penyakit dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya efek samping.2 Deksametason merupakan steroid dengan mekanisme kerja panjang.8 Kortikosteroid sistemik 1-2mg/kg/hari tetap menjadi terapi pada pasien PV meskipun

(13)

12 beberapa pasien terjadi efek samping karena penggunaan jangka panjang dosis tinggi. Efek samping kortikosteroid berupa hipertensi, osteoporosis, aterosklerosis, penyakit ulkus peptik, nekrosis aseptik, diabetes melitus/intoleran glukosa, cenderung mengalamai infeksi dan septikemia.5 Beberapa agen yang digunakan pada PV yaitu agen anti-inflamasi dan imunosupresan (azatioprin, metotreksat dan siklofosfamid).5 Agen tersebut sering dikombinasi sebagai sparing-agent kortikosteroid. Pada pasien dengan lesi oral digunakan kortikosteroid topikal potensi sedang hingga tinggi contohnya triamsinolon asetonid 0,1%, fluosinolon asetonid 0,05% atau klobetasol propionat 0,05% in ora base yang diaplikasi 2-3 kali sehari.2

Pada kasus,pasien rawat inap, diberikan metilprednisolon 125 mg intravena setiap 24 jam diberikan selama14 hari dengan dilanjutkan dengan dosis tapperring off bertahap. Sefadroksil tablet, ciprofloxaxin intravena diberikan sebagai antibiotik infeksi saluran kencing. Sedangkan tetrasiklin tablet sebagai sparing agent. Untuk terapi topikal digunakan kalium permanganat 1 : 5000 setiap 24 jam yang dilanjutkan dengan sofra-tulle dan kasa steril.

Proses penyembuhan luka melalui 4 tahapan, diantaranya tahap koagulasi dan hemostasis (berlangsung dalam beberapa menit setelah cedera), inflamasi (dimulai dalam beberapa jam setelah cedera dan berlanjut hingga 2-4 hari), proliferasi dan pembentukan jaringan granulasi (terjadi setelah hari ke-4 dapat berlangsung hingga 21 hari), serta remodeling matriks ekstraseluler (dimulai dalam 4 minggu hingga 1 tahun setelah cedera). Penyembuhan luka yang superfisial hanya berlangsung hingga tahap pembentukan jaringan granulasi (reepitelisasi), tanpa remodeling matriks ekstraseluler. Hal ini yang membedakan dengan proses penyembuhan luka yang letaknya lebih dalam. 5,18,20 Proses reepitelisasi mencakup 3 tahap utama, yaitu migrasi sel epitelial dari tepi luka, proliferasi sel epitelial dan perbaikan membran basalis. Adapun hal-hal yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, antara lain faktor sistemik (usia, nutrisi, diabetes) dan faktor lokal (ukuran luka, iskemia dan infeksi berat).24 Pada kasus lesi yang terjadi letaknya superfisial (sebatas epidermis)

(14)

13 dan tidak terdapat jaringan nekrotik. Reepitelisasi terjadi pada hari ke-5 dan berlangsung hingga beberapa minggu, umumnya 28 hari.

Pada tahap penyembuhan luka perlu diketahui agen yang dapat membantu proses tersebut (contohnya kalium permanganas) serta pemilihan dressing yang tepat sesuai jenis dan tahapan penyembuhan luka.5 Kalium permanganat (KMnO4 ) merupakan kristal padat berbentuk bubuk berwarna keunguan, dimana bersifat tidak mudah terbakar, tidak berbau, larut dalam beberapa organik pelarut seperti aseton dan metanol, bersifat stabil di udara. Kalium permanganat bersifat juga sebagai alkali kaustik yang akan terdisosiasi dalam air membentuk ion permanganat (MnO4-) dan juga mangan oksida (MnO2) dan terbentuknya molekul oksigen.5,7 Oleh karena itu, efek utama bahan ini adalah sebagai oksidator. Beberapa khasiat lain dari Kalium permanganat yang dilaporkan diantaranya adalah: sebagai disinfektan luka, mengurangi bakteri gram negatif, antiseptik, dan astringen. Pada satu studi randomized controlled trial digunakan sebagai dekontaminan pada pasien ICU, dimana menurunkan resiko dari infeksi nasokomial.19 Pada dermatitis dipakai pengenceran 1: 10.000, sedangkan pada infeksi digunakan pengenceran 1: 5000. Pada dermatitis, kulit telah peka, karena itu dipakai yang lebih encer. Jika konsentrasinya lebih kuat daripada 1: 5000 dapat mengiritasi kulit. Cairan ini murah, kekurangannya berwarna merah, sehingga mewarnai kulit dan pakaian. 21,22

Pemilihan penggunaan dressing yang tepat penting dalam mempercepat proses penyembuhan luka, di mana prinsip dasar bahwa luka dengan lingkungan yang lembab (moist) akan terjadi penyembuhan lebih cepat dibandingkan luka yang kering. Lingkungan lembab ini bisa dicapai salah satunya dengan pengaplikasian dressing yang mampu menjaga kelembaban luka, antara lain berbahan film, hidrogel, hidrokoloid, foam, alginate dan hidrofiber. Syarat dressing yang ideal, antara lain memenuhi karakteristik umum (mudah diaplikasikan, diterima secara estetik, biaya terjangkau, mudah disimpan, nonalergenik), memfasilitasi proses penyembuhan (mampu mempertahankan lingkungan yang lembab, tidak menyebabkan trauma atau

(15)

14 maserasi pada tepi luka, mampu menahan panas, sebagai sarana pertukaran gas), dan meminimalkan risiko infeksi (mampu membersihkan jaringan nekrotik, menyerap eksudat, meminimalkan kontaminasi eksternal). Masing-masing dressing digunakan pada aplikasi klinis yang berbeda-beda dan memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.13,14,15 Prinsip penggunaan dressing antimikroba adalah pada luka tidak nekrotik, namun berpotensi terjadi infeksi.13,15 Pemakaian sufra-tulle atau framycetin sulfate dimana indikasi pemakaian sufra-tulle adalah untuk luka trauma, ulserasi, infeksi sekunder pada kulit. Kandungan framycetin sulfate adalah antibiotik aminoglikosid spektrum luas, bersifat bakterisidal. Mekanisme dari antibiotik ini belum dipahami sepenuhnya dimana framycetin sulfate diketahui menghambat sintesis protein dari bakteri dengan mengikat unit daripada ribosom.21,22

Pada kasus perawatan luka dipergunakan kalium permanganat dengan perbandingan konsentrasi 1: 5000, digunakan dengan cara membilas luka yang kemudian ditutup dengan sufta-tulle dan kasa steril yang diganti setiap 24 jam. Kalium permanganat yang digunakan untuk perawatan luka adalah konsentrasi 1:5000, cara mendapatkan konsentrasi tersebut dapat dilakukan dengan cara mencampur 1 gram bubuk kalium permanganat dengan 5 liter air. Dimana dengan pemakaian kalium permanganat diharapkan dapat membantu mempercepat penyembuhan luka dalam proses oksidasi dan selalu memberikan kondisi yang lembap pada luka.

Sebelum ditemukan terapi kortikosteroid, prognosis pada 60% pasien PV sering fatal dikarenakan luka yang luas pada kulit dan membran mukosa menyebabkan komplikasi terutama sepsis.1,9 PV juga fatal pada orang tua dengan komorbiditas. Pada kasus prognosis dubius karena penanganan pada pasien telah diberikan metilprednisolon, umur pasien muda dan tanpa penyakit sistemik penyerta.

(16)

15

KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus pemfigus vulgaris seorang perempuan berusia 32 tahun dengan perawatan luka menggunakan kalium permanganat 1:5000. Diagnosis pemfigus vulgaris ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan berupa rawat inap, pemberian cairan infus, terapi steroid intravena, dosis awal metilpredmisolon 125 mg tiap 24 jam yang diturunkan dosisnya secara bertahap. Perawatan luka secara teratur setiap 24 jam menggunakan kalium permanganat 1:5000 serta penutupan dengan sufta-tulle. respon terapi baik selama perawatan 21 hari, sehingga pasien dirawat poliklinis.

Prognosis pada pasien dubius ad bonam dimana adanya perbaikan lesi yang signifikan dan tidak adanya komplikasi sistemik maupun faktor komorbiditas pada pasien.

(17)

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Stanley J.R. Pemphigus. In: Wolff K., Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., Leffel D.J. Eds. Fitzpatrick’s Dermatology In Genral Medicine. 8th

ed. New York: McGraw Hill. 2012. p. 1100-22.

2. Ali F.A, Ali J.A. Pemphigus vulgaris and mucous membrane pemphigoid: Update on Ethiopathogenesis, oral manifestations and management. J Clin Exp Dent. 2011;3(3): 246-50.

3. Anonim. Buku Register Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar: 2007-2011.

4. Chmurova N., Svecova D. Pemphigus Vulgaris: a 11-year review. Bratisl lek Listy. 2009;110(8): 500-03.

5. Hasan S., Khan N. I., Sherwani O. A., Bhatt V., Srivastava H. Pemphigus Vulgaris: An Insight on Conventional and Emerging Treatment Modalities. Int. Res. J. Pharm. 2013;4(3): 8-12.

6. Karisetty B., redy K.N., Lahkar M. Prevalence of Pemphigus Vulgaris and Pemphigus Foliaceus in Tertiary Care Hospital in India: an Update. The Pharma

Innovation-Journal. 2013;2(8): 68-72.

7. Wonjnrowska F., Venning V.A., Burge S.M. Immunobullous Diseases. In: Burns T., Breathnach S. Cox N., Griffths C. Eds. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th

ed. United Kingdom: Willey-Blackwell Ltd. 2010. p. 40.1-40.12.

8. Giurdanella F., Fania L., Gnarra M., Paola T., Rollo D.D., Sauder D.N., et al. A Possible Role for CD8+ T Lymphocytes in the Cell-Mediated Pathogenesi of Pemphigus Vulgaris. Mediator of Inflamations. Hindawi Publishing Coorporation. 2013: 1-5.

9. Uddin M.J., Islam A.Z.M.M, Ali M.E., Wahab M.A., Khondker L., Khan M.S.I. Safety of parenteral dexamethasone vs oral prednisolone in the treatment of pemphigus vulgaris. Journal of Pakistan Association of Dermatologist. 2013;23(2): 163-7.

10. Fatahzadeh M. Timely Recognition of Pemphigus vulgaris by Dental Professionals.

(18)

17 11. Dadras M.S., Farnaghi A., Tehranchinia Z., Rahimi H., Saeedi M., Ghaemi M. Comparison of serum Level of Antiphospolipid Antibodies and Homocysteine in Patients with Pemphigus Vulgaris and Healhty Subject: A Case-Control Study.

Iranian Journal of Dermatology. 2010;13(3): 67-70.

12. Weedon D. Pemphigus Vulgaris, Pemphigus Vegetans. In: Skin Pathology. 3rd ed. Philadelphia: Chruchill Livingstone. 2010. p.135-9.

13. Saha M., Bhogal B., Black M.M., Cooper D., Vaughan R.W., Groves R.W. Prognostic Factors in Pemphigus Vulgaris and Pemphigus foliaceus. BJD. 2014;170: 116-22.

14. Gibran NS, Boyce S, Greenhalgh DG. Cutaneous wound healing. J Burn Care Res 2007; 28(4):577-9.

15. Li J, Chen J, Kirsner R. Patophysiology of acute wound healing. Clin Dermatol. 2007; 25(1):9-18.

16. Toriseva M, Kahari VM. Proteinases in Cutaneous wound healing. Cell Mol Life Sci 2009; 66(2): 203-224.

17. Braund R, Hook S, Medlicott NJ. The role of topical growth factors in chronic wounds. Curr Drug Deliv 2007; 4(3):195-204.

18. Li W, Dasgeb B, Phillips T, Li Y, Chen M, Garner W. Wound-healing perspectives. Dermatol Clin. 2005;23(2):181-92.doi:10.1016/j.det.2004.09.004

19. Gurjar V, Bharaney R. A Comparative study of Open Versus Closed dressing method of surgical wound. European Journal of Patient Diagnosis and Clinical Research 2013;2:135-6.

20. Jones V, Grey JE, Harding KG. ABC of wound healing: Wound dressings. BMJ 2006;332:777-780, doi:10.1136/bmj.332.7544.777

21. Bradley M, Cullum N, Nelson EA, Petticrew M, Sheldon T, Torgerson D. Systematic reviews of wound care management: (2) Dressings and topical agents used in the healing of chronic wounds. Health Technology Assessment. 1999; Vol.3:No.17 Available at http://www.journalslibrary.nihr.ac.uk/_data/assets/pdf_file/0006/64806/ 22. Med Broadcast Clinical Team, Sofra-tulle, 2016. Available at

Gambar

Gambar 1.A. Lesi di wajah, B.Lesi dibadan dan aksila dekstra et sinistra. C.Lesi di punggung
Gambar 1.D dan E. Lesi di ekstremitas bawah dekstra et sisnitra.
Gambar 2.A,B dan C . Lesi di wajah, dada dan punggung.
Gambar 2.D dan 2.E.Perawatan luka dengan kalium permanganat ditutup dengan kasa-steril
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat eksperimen, yaitu untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun papaya ( Carica papaya L ) untuk mematikan larva nyamuk

penelitian dilakukan upaya untuk mengambarkan pertanggungjawaban penyidik polri ketika terjadi error in persona dalam pelaksanaan tembak di tempat saat menjalankan

elongata yang berada dipermukaan tanah relatif berwarna merah tua sampai merah tua gelap, sedangkan yang tuber yang tertutup tanah, atau yang berada lebih dekat dengan

Mengingat pentingnya pelayanan kesehatan geriatri di rumah sakit, maka dalam rangka mengisi kegiatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) kami membentuk panitia umtuk

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang diakukan di MIN 04 Brebes, kegiatan belajar mengajar untuk mata pelajaran Matematika dilakukan dengan menggunakan media dan

Lebih dari 100 tahun setelah kode Braile dan kode Morse diperkenalkan, tepatnya pada tahun 1948, metode kompresi data mengalami peningkatan yang signifikan dengan

(1) Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat (2), tercermin dalam Indikator persentase Penduduk Miskin, persentase desa dengan jenis permukaan jalan utama terluas