• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ANGIN ZONAL DAN OUTGOING LONGWAVE RADIATION (OLR) UNTUK INISIALISASI KEMUNCULAN FENOMENA MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) DI KOTA PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS ANGIN ZONAL DAN OUTGOING LONGWAVE RADIATION (OLR) UNTUK INISIALISASI KEMUNCULAN FENOMENA MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) DI KOTA PADANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PILLAR OF PHYSICS, Vol. 8. Oktober 2016, 09-16

9

ANALISIS ANGIN ZONAL DAN OUTGOING LONGWAVE RADIATION (OLR)

UNTUK INISIALISASI KEMUNCULAN FENOMENA MADDEN JULIAN

OSCILLATION (MJO) DI KOTA PADANG

Delvita Handayani

1)

, Asrul

2)

, Sugeng Nugroho

3) 1)

Mahasiswa Jurusan Fisika FMIPA UNP

2)

Staf Pengajar Jurusan Fisika FMIPA UNP

3)

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Sta. Klimatologi Sicincin

[email protected]

ABSTRACT

Maden Jullian Oscillation (MJO) is the most dominant climate variations occur in the equatiorial region and was centered in the Indian ocean and the Pacific ocean which affects the climate change. This research was conducted to determine the pattern of zonal wind and Outgoing Longwave Radiation (OLR) by the time of MJO was active and to find the time when MJO was active using RMM1 and RMM2 index. Additionally, to knowing the characteristic of correlation between MJO signal and zonal wind in Padang. This research used secondary data in velocity of zonal wind form, height 850 mb, reanalysis OLR data and index realtime multivariate (RMM1 and RMM2). Data are analyzed by using a program Weight Wavelet Z-transform (WWZ) and surfer 7 to see the patern and timing of the appearance MJO and characteristics of the connection MJO index RMM1 and RMM2 with 850mb zonal wind with simple regresion analysis and value of coeffisien determination (R2). The results showed that 850 mb zonal wind speed ranging from 5 m/s which suports to make formation of rain clouds and the carrier is evidenced by the low value of OLR as charactheristics of the MJO. The emergence of an active MJO phase 4, the impact caused by the emergence of the active phase of the MJO is a low wind speed and high rainfall during the propagation of the Indian ocean to the Pacific ocean that occured in the City of Padang. Time MJO emergence occured 19 time during 2010-2015. A highly significant connection between zonal wind and RMM1 and RMM2 850 with confidence interval 97%, and the effect on rainfall during the MJO is active in the City of Padang.

Keywords : wind zonal, OLR, MJO, RMM1, RMM2, WWZ PENDAHULUAN

Kota padang merupakan salah satu wilayah Sumatera Barat yang dekat dengan garis ekuator, dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang menjadikan cuaca, musim dan iklim di Kota Padang dipengaruhi oleh sirkulasi atmosfer global, regional dan lokal. Letak topografi dapat mempengaruhi perubahan cuaca dalam pola skala iklim[1]. Salah satu faktor yang mempengaruhi cuaca adalah pola angin di suatu wilayah. Angin memiliki tingkat keragaman yang sangat tinggi baik secara waktu dan tempat. Angin merupakan salah satu unsur cuaca, karena dapat berpengaruh terhadap lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Angin adalah masa udara yang bergerak, angin merupakan udara yang bergerak karena adanya perbedaan tekanan[2]. Pergerakan udara dipengaruhi oleh perputaran bumi dan juga adanya perbedaan tekanan udara yang terjadi di sekitarnya. Kecepatan angin adalah jarak tempuh angina atau udara per satuan waktu yang dinyatakan dalam satuan meter per detik (m/s). kecepatan angin dapat diukur dengan menggunakan alat Radiosonde.

Radiosonde adalah paket instrumentasi yang berukuran kecil yang beratnya mencapai 250-500 gram yang di pasangkan di bawah balon besar berisikan hidrogen dan gas helium yang siap untuk

diterbangkan. Sensor yang terpasang pada radiosonde akan mengirimkan data suhu udara, kelembapan udara dan tekanan udara. Kecepatan dan arah angin juga akan diperoleh dengan melacak posisi radiosonde yang di terbangkan melalui Global

Positioning System (GPS).

Angin pada lapisan 850 mb atau setara dengan 1,4 km merupakan tempat terbentuknya kumpulan awan Cumulus (Cu) dan bahkan pada ketinggian >1.4 km tempat terbentuknya awan

Cumulonimbus (Cb). Kumpulan dari awan Cb yang

sering dikenal dengan istilah Super Cloud Cluster (SCC) yaitu kumpulan awan pembawa hujan yang dibawa oleh angin yang dapat mempengaruhi curah hujan di suatu wilayah. Salah satu fenomena global dan cuaca yang di pengaruhi oleh pergerakan kumpulan awan SCC adalah fenomena Madden

Julian Oscillation (MJO).

Madden Julian Oscillation (MJO) adalah

sirkulasi skala besar di ekuator dan berpusat di Samudera Hindia yang bergerak ke timur antara 10o LU dan 10o LS[3]. MJO terkait langsung dengan dicirikan dengan adanya pembentukan kolam panas di Samudera Hindia bagian timur dan Samudera Pasifik bagian barat. Kemunculan MJO dicirikan dengan pertumbuhan kumpulan gugusan awan

(2)

10

Hindia yang bergerak kea rah timur sepanjang ekuator mengelilingin bumi dan memberi pengaruh pada variabilitas iklim dan cuaca di daerah tropis, sehingga MJO merupakan variasi iklim yang paling dominan terjadi di daerah tropis.Beberapa unsur yang dapat digunakan menganalisis MJO berupa angin, Sea Surface Temperature (SST), perawanan, hujan dan Outgoing Longwave Radiation (OLR).

OLR merupakan radiasi inframereh yang dipancarkan bumi ke bagian atas atmosfer dan ditangkap oleh satelit[4]. Nilai OLR dari satelit yang rendah/minimum menunjukkan suhu yang dingin sementara nilai yang tinggi/maksimum adalah suhu yang panas. Minimum pada nilai OLR, merupakan gelombang panjang yang dipancarkan fluks dekat khatulistiwa disebabkan adanya puncak awan tinggi yang terkait dengan Inter-tropical Convergence Zone (ITCZ)[5].

Gambar 1. Lokasi ITCZ Secara Global

ITCZ merupakan Posisinya yang relatif sempit dan berada pada lintang rendah. Letak ITCZ akan mempengaruhi angin dan curah hujan pada tempat-tempat yang bertepatan dengan keberadaan ITCZ dan kemungkinan besar akan menyebabkan hujan berhari-hari dengan cuaca mendung terus menerus[6]. Faktor yang mempengaruhi pemancaran radiasi inframerah yang di pancarkan bumi ke luar angkasa dipengaruhi oleh Suhu bumi, uap air di atmosfer, dan awan yang dapat menghambat semua radiasi inframerah yang di pancarkan bumi sampai ke luar angkasa.

Awan konvektif adalah awan yang terjadi karena adanya kenaikan udara di atas permukaan yang lebih panas. Awan adalah volume udara atmosferik jenuh terhadap air dan mengandung air terkondensasi dalam keadaan cair atau padat dengan ukuran sekitar 10𝜇𝑚 secara efektif[7]. Jenis awan konvektif antara lain Cumulus Congestus dan

Cumulonimbus (Cb). Awan Cumulus Congestus

sama seperti awan Cumulonimbus, perbedaannnya pada ketinggian yaitu Cumulus Congestus belum cukup tinggi sehingga belum terbentuk puncak yang berwarna putih.

Awan konvektif dalam pertumbuhannya sampai turun sebagai hujan mempunyai tiga tahap, yaitu tahap pertumbuhan (growth stage) ditandai dengan adanya gerakan atau arus udara ke atas di seluruh sel awan. Tahap matang (mature stage) ditandai dengan adanya arus udara ke atas dan arus

udara ke bawah dan tahap disipasi (dissipation stage) ditandai dengan adanya arus udara ke bawah yang lemah di seluruh sel. Tahap ini disertai dengan intensitas hujan yang makin menurun dari hujan sedang menuju hujan ringan[8].

Prediksi MJO berbasis kepada teknik atau metode Real Time Multivariate MJO (RMM1 dan RMM2) yang hingga kini digunakan oleh pihak Badan Meteorologi Australia (BoM, Australia)[9]. RMM adalah nilai Empirical

Orthogonal Function (EOF) atau komponen utama

dari integrasi kecepatan angin zonal pada ketinggian 850 hPa (data re-analisis NOAA) dengan OLR yang diukur dari satelit NOAA. Indeks RMM menghasilkan sinyal secara realtime untuk mengetahui perkembangan aktivitas MJO (wheler).

Gambar 2. Roadmap Fase MJO

Roadmap MJO merupakan hasil plot nilai

RMM 1 dan RMM 2 pada tanggal tertentu yang kemudian dihubungkan dengan garis sehingga membentuk siklus seperti Gambar 7. Lingkaran di tengah diagram adalah posisi MJO lemah, apabila garis semakin jauh dari pusat diagram, maka pengaruh MJO semakin kuat di daerah tersebut. Pada saat indeks MJO menguat, terdapat kecenderungan bahwa curah hujan tinggi di daerah yang dilewatinya.

Kedelapan fase tersebut menunjukkan wilayah yang dilewati MJO, yaitu Samudra Hindia untuk fase 2 dan 3, Benua Maritim untuk fase 4 dan 5, Pasifik Barat untuk fase 6 dan 7 dan belahan Bumi bagian Barat serta Afrika untuk fase 1 dan 8. Berikut ini adalah koordinat dari fase MJO:

1. Fase-1 di Afrika (210° BB-60° BT)

2. Fase-2 di Samudera Hindia bagian barat (60° BT-80° BT)

3. Fase-3 di Samudera Hindia bagian timur (80° BT-100° BT)

4. Fase-4 dan fase-5 di Benua Maritim Indonesia (100° BT-140° BT)

5. Fase-6 di kawasan Pasifik Barat (140° BT-160° BT)

(3)

11

6. Fase-7 di Pasifik Tengah (160° BT-180° BT) 7. Fase-8 di daerah konveksi di belahan bumi

bagian barat (180° -160° BB)

Weighted Wavelet Z-Transform (WWZ)

suatu metode analisis spektrum digunakan untuk menganalisis data runtut waktu (time series). Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Giant Foster tahun 1996 digunakanuntuk mendeteksi dan mengkuantifikasi sinyal periodik[10]. Persamaan yang digunakan dalam program WWZ diformulasikan dengan: 𝑁𝑒𝑓𝑓 = 𝑛2(𝜔, 𝜏) 𝑛( 2𝜔, 𝑡) 𝑊𝑊𝑇 =(𝑁𝑒𝑓𝑓− 1)𝑉𝑦 2𝑉𝑥 𝑊𝑊𝑍 = 𝑊𝑊𝑇(𝑁𝑒𝑓𝑓 − 1) −2𝑊𝑊𝑇 + (𝑁𝑒𝑓𝑓 − 1) Dimana :

n = banyak data lokal 𝜏 = perubahan waktu 𝜔 = frekuensi

𝑁𝑒𝑓𝑓 = jumlah efektif (effective number) waktu

dan frekuensi data yang di uji

𝑉𝑥 = Variasi pembobot (weighted variation)

pada sumbu horizontal (time series) 𝑉𝑦 =Variasi pembobot pada sumbu vertikal

Daerah yang dilalui MJO akan mengalami peningkatan suhu muka laut seiring dengan perjalanan arus laut ke timur yang nantinya akan berdampak pada tingginya penguapan air laut. Terjadinya pergerakan uap air secara vertikal dan membentuk beberapa cluster awan hujan dengan kecepatan 5-10 m/s[7]. Awan ini mengandung air sangat banyak serta mempunyai periode ulang 30 sampai 90 hari yang berarti dalam kisaran waktu tersebut akan terjadi peningkatan hujan di kawasan-kawasan yang dilaluinya (Zang, 2009). Kota Padang yang berada di salahsatu kawasan Sumatera Barat merupakan wilayah yang dekat dengan garis ekuator dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia sehingga fenomena MJO sangat berpengaruh terhadap wilayah Kota Padang.

Untuk melihat kemunculan MJO di Kota Padang menggunakan data kecepatan angin zonal 850 mb dari Radiosonde dan data radiasi gelombang panjang (OLR). OLR merupakan radiasi inframerah yang di pancarkan bumi ke bagian atas atmosfer (Salby, 1996). Faktor yang mempengaruhi pemancaran radiasi inframerah yang ditangkap oleh satelit salah satunya adalah adanya pembentukan awan cumulonimbus (Cb), sehingga nilai OLR dari satelit yang rendah akan menunjukkan tingginya potensi awan (hujan) yaitu tanda dari kemunculan MJO.

Pentingnya penelitian tentang inisialisasi kemunculan MJO adalah terjadinya perubahan cuaca disebabkan oleh pergerakan MJO yang dapat mempengaruhi segala aspek yang berhubungan langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis data angin zonal 850 mb dan OLR selama periode 6 tahun untuk inisialisasi dari kemunculan fenomena MJO di Kota Padang.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskripif dengan menggunakan data sekunder berupa Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa data:

a. Kecepatan angin zonal pada ketinggian 850 mb hasil pengamatan Radosonde di Kota Padang yang terletak di 0°52’40,29” LU dan 100°21’12,45’’ BT yang bersumber dari BMKG Ketaping pada tahun 2010-2015.

b. Outgong Longwave Radiation (OLR) tahun 2010-2015 yang diperoleh dari

http://www.cpc.noaa.gov/products.precip/CWlin k/daily_MJO_index/poj_norm_order.ascii c. Indeks Realtime Multivariate (RMM1 dan

RMM2) tahun 2010-2015 yang diperoleh dari http://www.bom.gov.au/bmrc/clfor/cfstaff/matw/ mapsoom/RMM///

d. Curah hujan Kota Padang tahun 2010-2015 yang diperoleh dari alat Ombrometer manual (Observatorium) yang ada di stasiun BMKG Ketaping.

Teknik Pengolahan data terbagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:

1. Menentukan Variasi Angin Zonal dan OLR Data angin yang berbentuk skalar pada lapisan 850 mb, diubah menjadi data kecepatan angin zonal menggunakan persamaan:

U = 0.5 . 𝑓𝑓. 𝐶𝑜𝑠 (270 − 𝑑𝑑𝑑) Dimana:

ff = kecepatan ddd = arah

Penguraian komponen angin dimaksudkan untuk mengetahui aktifitas angin zonal dari data observasi Radiosonde pada ketinggian 850 mb. Komponen nilai angin zonal yang bernilai positif (+) menandakan angin dari barat, komponen nilai angin zonal bernilai negetif (-) menandakan angin dari arah timur.

Data OLR yang diperoleh dalam type file NC file atau yang belum terbaca dalam bentuk angka, sehingga data OLR dibaca dengan menggunakan GraDS untuk mendapatkan nilai OLR berupa angka yang bisa dipindahkan ke Microsoft Excel, data OLR memiliki jumlah data 2191 hari selama 2010-2015.

(4)

12

2. Menentukan Pola dan Waktu Terjadinya

Kemunculan MJO di Kota Padang

Untuk melihat kapan terjadinya kemunculan MJO, dilakukan pengolahan dengan menggunakan program Weighted Wavelet Z-Transfrom (WWZ) dan

Surfer 7. Pengolahan data angin zonal 850 mb dan

OLR dalam deret waktu (time series) dengan WWZ, akan diperoleh frekuensi dari angin zonal 850 mb dan OLR yang kemudian diubah dalam bentuk periode. Setelah didapatkan nilai perioda, pengolahan selanjutnya menggunakan perangkat lunak surfer 7, dengan inputnya adalah JD Transformasi, perioda dan nilai WWZ, maka akan diperoleh hasil dalam bentuk kontur sehingga memudahkan menganalisis inisialisasi kemunculan MJO dari parameter angin zonal 850 mb dan OLR untuk selang waktu di Kota Padang.

3. Menentukan Karakteristik Hubungan MJO dengan Angin Zonal 850 mb di Kota Padang

Untuk melihat hubungan karakteristik antara data Angin Zonal pada lapisan 850 mb memprediksi kemunculan kejadian MJO di Kota Padang, menggunakan analisis statistik berupa teknik korelasi regresi linier berganda menggunakan persamaan:

𝑌 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1+ 𝑏2𝑋2+ ⋯ + 𝑏𝑛𝑋𝑛

Dalam menentukan nilai ‘a’ dan ‘b1′,’b2′,’b3’,.., digunakan persamaan regresi linier berganda: 𝑌 = 𝑎𝑛 + 𝑏1 𝑋1+ 𝑏2 𝑋2

𝑋1𝑌 = 𝑎 𝑋1+ 𝑏1 𝑋12+ +𝑏2 𝑋1𝑋2

𝑋2𝑌 = 𝑎 𝑋2+ 𝑏1 𝑋1𝑋2+ 𝑏2 𝑋22

dan melihat nilai koefisien determinasi (R2). 𝑅 =𝑏1 𝑋1𝑌 + 𝑏2 𝑋2𝑌

𝑌2

Dimana:

Y = variabel tidak bebas A = konstanta

b1,b2 = koefisien regresi X1, X2 = variabel bebas

Nilai koefisien determinasi digunakan untuk mendapatkan selang kepercayaan dari hubungan antara nilai kecepatan angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan regresi linier berganda dengan 3 variabel, yaitu dua variabel bebas (dependent

variable) RMM1 dan RMM2, dan satu variabel tak

bebas (independent variable) angin zonal 850 mb.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

a. Menentukan Pola Angin Zonal 850 mb dan OLR di Kota Padang

1) Kecepatan Angin Zonal 850 mb Bulanan Kota Padang

Grafik angin zonal 850 mb bulanan menunjukkan kecepatan angin zonal 850 mb yang terjadi pada bulan tertentu yang dinyatakan dalam satuan m/s. Komponen nilai angin zonal yang bernilai positif (+) menandakan angin dari barat, komponen nilai angin zonal bernilai negetif (-) menandakan angin dari arah timur. Berikut ini adalah grafik kecepatan angin zonal 850 mb di Kota Padang untuk melihat pola dan arah dari kecepatan angin zonal.

Gambar 3. Grafik Kecepatan Angin Zonal 850 mb Bulanan Tahun 2011

Gambar 3 diperoleh dari penjumlahan kecepatan angin zonal 850 mb harian menjadi rata-rata bulanan pada tahun 2011 di Kota Padang. Kecepatan angin zonal 850 mb setiap bulannya berbeda-beda, puncak kecepatan angin pada tahun 2011 terjadi pada bulan Maret dengan rata-rata kecepatan 0.858 m/s dengan arah angin dari barat dan bulan Juli dengan kecepatan 0.257 m/s dengan arah angin dari barat.

Gambar 4. Grafik Kecepatan Angin Zonal 850 mb Bulanan Tahun 2014

Gambar 4 diperoleh dari penjumlahan kecepatan angin zonal 850 mb harian menjadi rata-rata bulanan pada tahun 2014 di Kota Padang. Kecepatan angin zonal 850 mb setiap bulannya berbeda-beda, puncak kecepatan angin pada tahun 2014 terjadi pada bulan Desember dengan kecepatan +0.451 m/s dengan arah angin dari barat dan pada bulan Agustus dengan kecepatan -0.440 m/s dengan arah angin dari timur.

2) Data Nilai OLR di Kota Padang

Data OLR merupakan Nilai radiasi bumi yang memiliki gelombang panjang yang terdeteksi dari luar angkasa yang terbaca oleh satelit. Satuan

-0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K e ce pat an A ng in (m /s ) Waktu (Bulan) -0.6 -0.4 -0.2 0 0.2 0.4 0.6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K e ce pat an A ng in (m /s ) Waktu (Bulan)

(5)

13

dari nilai OLR adalah Watt/m2. Variasi nilai OLR dapat dilihat dari grafik bulanan di Kota Padang.

Gambar 5. Grafik Nilai OLR Bulanan Tahun 2011 Gambar 5 diperoleh dari penjumlahan nilai OLR harian menjadi rata-rata bulanan pada tahun 2011 di Kota Padang dapat dilihat bahwa nilai OLR terendah selama tahun 2014 terjadi pada bulan Maret yaitu dengan nilai 186.935 Watt/m². Nilai OLR terendah kedua terjadi pada bulan Januari yaitu dengan nilai 187.209 Watt/m².

Gambar 6. Grafik Nilai OLR Bulanan Tahun 2014 Gambar 6 diperoleh dari penjumlahan nilai OLR harian menjadi rata-rata bulanan pada tahun 2014 di Kota Padang dapat dilihat bahwa nilai OLR terendah selama tahun 2014 terjadi pada bulan November yaitu dengan nilai 184.866 Watt/m². Nilai OLR terendah kedua terjadi pada bulan Desember yaitu dengan nilai 183.258 Watt/m².

b. Menentukan Pola dan Waktu Terjadinya Kemunculan MJO di Kota Padang

Pengolahan data kecepatan angin zonal 850 mb dan OLR harian dengan menggunakan WWZ, akan didapatkan nilai frekuensi yang nantinya akan diubah menjadi nilai perioda. Hasil pengolahan data menggunakan WWZ akan diinputkan ke Surfer 7 untuk mendapatkan kontur yang nantinya bisa di interpretasi untuk melihat kemunculan MJO yang akan dibandingkan dengan hasil RMM1 dan RMM2 (menunjukkan fase).

Gambar 7. Map Fase MJO[4]

Gambar 7 merupakan hasil penjumlahan fase ini yang nantinyakan diperoleh Kota Padang berada di fase mana yang lebih dominan saat terjadinya MJO aktif.

1) Kemunculan MJO

Pola angin zonal dan OLR di Kota Padang pada awalnya diperoleh dari hasil pengolahan WWZ yang kemudian akan dilanjutkan menggunakan surfer 7. Hasil grid kontur kecepatan angin zonal 850 mb dan OLR gambar berikut:

Gambar 8. Grid Kontur Angin Zonal 850 mb

Gambar 9. Grid Kontur OLR

Gambar 8 dan 9, sumbu x menunjukkan

Julian Day (hari) yang dimulai dari 1-2191, sumbu y

menunjukkan besarnya perioda dari kemunculan MJO sedangkan sumbu z, menunjukkan variasi dari nilai WWZ setiap data kecepatan angin zonal 850 mb dan data OLR di Kota Padang. Dapat dilihat dari Gambar 8 dan 9 yaitu pola dari angin zonal dan OLR hampir sama ketika kemuculan MJO di Kota Padang

Gambar 10. Perbandingan Pola Grid Kontur Angin Zonal dan OLR

Gambar 10 angka 1 pada kontur menunjukkan angin zonal 850 mb dan OLR merupakan kontur yang sama pada saat MJO aktif di Kota Padang. Nilai pada Angka 1 ialah kemunculan MJO terjadi pada periode 24-34 dan waktu terjadinya yaitu hari ke 1701 sampai hari 1720 bertepatan 170 190 210 230 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ni lai O LR (w/ m ²) Waktu (Bulan) 170 190 210 230 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ni lai O LR (w/ m ²) Waktu (Bulan)

(6)

14

dengan tanggal 28 Agustus 2014 sampai 16 September 2014.

2) Menentukan Pola Kemunculan MJO Dengan RMM1 dan RMM2 di Kota Padang

Nilai dari RMM1 dan RMM2 menunjukkan Fase yang dilalui selama waktu terjadinya kemunculan MJO di Kota Padang dari tahun 2010-2015 berbeda-beda. Tabel 1 menunjukkan fase MJO di Kota Padang yang dilalui untuk setiap waktu. Tabel 1. Pola Kemunculan MJO di Kota Padang

Tanggal pada tebel 1 didapatkan dari pembacaan grid kontur, untuk keterangan angka pada fase MJO dari BoM Australia sebagai berikut:

1: MJO berada pada fase 1 2: MJO berada pada fase 2 3: MJO berada pada fase 3 4: MJO berada pada fase 4 5: MJO berada pada fase 5 6: MJO berada pada fase 6 7: MJO berada pada fase 7 8: MJO berada pada fase 8

c. Menentukan Karakteristik Hubungan MJO Indeks RMM1 dan RMM2 dengan Angin Zonal 850 mb

Karakteristik hubungan antara data kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb dengan data RMM1 dan RMM2 untuk memprediksi kemunculan kejadian MJO di Kota Padang. Hal ini dilakukan dengan menggunakan analisis statistik berupa teknik korelasi dan melihat signifikansi antara data kecepatan angin zonal 850 mb dengan data RMM1 dan RMM2.

Melihat hasil nilai perhitungan analisa regersi, sebelumnya membandingkan grafik data kecepatan angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2. Dari perbandingan grafik akan diketahui tepatnya puncak-puncak varians dari kecepatan angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2 yang terlihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Rata-rata Data Bulanan Kecepatan angin Zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2 perioda Januari 2010-Desember 2015

Gambar 11 secara sepintas terlihat grafik kecepatan angin zonal 850 mb memiliki pola yang sama dengan grafik data RMM1 dan RMM2 meskipun amplitudonya berbeda. Hal tersebut dibuktikan dengan korelasi statistik menunjukkan bahwa data kecepatan angin 850 mb dengan data RMM1 dan RMM2 memiliki hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 97%.

Pada grafik terlihat bahwa ketiga variabel memiliki pola yang sama meskipun amplitudonya berbeda dan terlihat adanya puncak-puncak kecepatan angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2 khususnya terjadi pada bulan November 2010, Maret 2011, Juli 2011, Maret 2012, Agustus 2012, Januari 2013, Juni 2013, Desember 2014, dan Agustus 2015. Puncak-puncak grafik inilah yang dianggap bahwa ketiga variabel menguat.

Tabel 2. Analisa Regresi linier antara Kecepatan Angin zonal 850 mb di Kota Padang dengan Data RMM1 dan RMM2

Tabel 2 menunjukkan persamaan regresi linier berganda sederhana antara kecepatan angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2 dimana;

(7)

15

Y= kecepatan angin zonal 850 mb, X1= RMM1, dan X2= RMM2. Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang sangat erat antara data angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2 dengan nilai rata-rata R² sebesar 0.3. Nilai R² tertinggi terjadi pada bulan November, Januari dan Juni. Pada masing-masing bulan diatas, fase MJO dimulai dibelahan bumi bagian barat/ Afrika bergerak ke timur melalui Samudera Hindia, Indonesia, dan Samudera Fasifik Bagian Barat. MJO aktif pada saat melewati Indonesia tidak sama setiap bulan, berdasarkan pola kemunculan MJO di Kota Padang selama 2010-2015 terjadi sebanyak 19 kali.

Pada Tabel 2 juga dapat terlihat bahwa nilai koefisien determinasi antara data RMM1 dan RMM2 dengan data angin zonal 850 mb labih tinggi pada saat bulan basah, yakni Maret dan November. Jika dilihat dari pola curah hujan di Kota Padang seperti pada Gambar 12 berikut:

Gambar 12. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Kota Padang Tahun 2010-2015

Gambar 12 merupakan data curah hujan selama tahun 2010-2015, data curah hujan dipakai untuk menunjukkan bahwa pada saat indeks MJO menguat maka akan terjadi peningkatan curah hujan di Kota Padang. Pada Gambar 8 dapat dilihat adanya dua puncak hujan tertinggi yang terjadi selama tahun 2010-2015 yaitu pada bulan Maret dan bulan November.

2. Pembahasan

a. Pola Angin Zonal dan OLR di Kota Padang Grafik kecepatan angin zonal 850 mb membuktikan teori tentang sirkulasi zonal, diketahui terdapat sirkulasi zonal yang menggambarkan pergerakan udara pada arah sejajar dengan garis lintang bumi. Sirkulasi walker adalah salah satu sirkulasi zonal (timur-barat) yang terjadi disepanajng garis ekuator. Pada tahun 2014 hasil pengolahan data kecepatan angin zonal 850 mb data rata-rata bulanan diperoleh grafik kecepatan angin zonal yang bernilai negatif (-) atau arah timur terlihat pada bulan Januari, Mei sampai November dengan kecepatan maksimum 0.440 m/s. Nilai positif (+) atau arah angin barat terjadi sekitar bulan Februari sampai April, dan Desember dengan kecepatan maksimum 0.451 m/s.

Nilai OLR yang di ukur menggambarkan seberapa besar perawanan yang menghambat keluarnya radiasi bumi. Semakin kecil nilai OLR menunjukkan semakin besarnya hambatan radiasi bumi sehingga dapat divisualisasi sebagai semakin

tingginya awan yang menghambat biasanya awan konvektif. Berdasarkan hasil pengolahan data variasi nilai OLR, maka dapat kita lihat nilai terendah OLR yang menandakan adanya hambatan dari awan konvektif. Pada tahun 2014 nilai OLR terendah terjadi pada bulan November, Desember, dan April dengan nilai minimum 184.860 Watt/m², nilai kecepatan angin zonal 850 mb tertinggi pada tahun 2010 juga berada pada pada bulan Desember dengan nilai kecepatan 0.451 m/s.

b. Pola dan Waktu Terjadinya Kemunculan MJO di Kota Padang

Dari hasil pengolahan data yang dilakukan, kemuculan MJO terjadi selama 6 tahun (2010-2015) di Kota Padang sebanyak 19 kali. Berdasarkan hasil dari kemunculan MJO pembacaan grid kontur maka dapat di tentukan pola kemunculan MJO terjadi di Kota Padang. Berikut ini adalah Gambar grafik frekuensi dari kemunculan MJO di Kota Padang.

Gambar 13. Gafik Frekuensi MJO di Kota Padang Tahun 2010-2015

Gambar 13 terlihat perbandingan fase penjalaran MJO terhadap frekuensi kejadianya. Fase 1, frekuensi kejadiannya sebanyak 59 kali. Fase 2, frekuensi kejadiannya sebanyak 68 kali. Fase 3, frekuensi kejadiannya sebanyak 83 kali. Fase 4, frekuensi kejadiannya sebanyak 124 kali. Fase 5, frekuensi kejadiannya sebanyak 94 kali. Fase 6, frekuensi kejadiannya sebanyak 53 kali. Fase 7, frekuensi kejadiannya sebanyak 57 kali. Fase 8, frekuensi kejadiannya sebanyak 74 kali, sehingga dapat di simpulkan bahwa Kota Padang aktif pada fase 4.

Gambar 14. Fase MJO Aktif di Fase 4

Gambar 14, diketahui bahwa fase MJO aktif di pulau Sumatera Barat barada pada fase 4. Gambar Bulatan merah menunjukkan daerah yang di lalui pada saat MJO aktif di fase 4. Berdasarkan gambar

(8)

16

bulatan merah tersebut diketahui MJO aktif pada fase 4 di Pulau Sumatera terletak pada koordinat 80°100° BT di daerah ekuator yang menandakan bahwa wilayah di sekitar fase tersebut akan mempunyai nilai OLR negatif (puncak awan konvektif sangat dingin sehingga memancarkan sedikit radiasi gelombang panjang) yang mengakibatkan terjadinya kejadian hujan ekstrim, baik dalam jumlah dan intensitas curah hujan yang terjadi[9]. Oleh karena itu, pengaruh MJO terhadap angin yang membawa awan konvektif yang berpengaruh terhadap curah hujan dapat di lihat dari nilai kecepatan angin dan OLR serta nilai curah hujan yang lebih tinggi dari normal pada time series Kota Padang.

c. Karakteristik Hubungan MJO Indeks RMM1 dan RMM2 dengan Angin Zonal 850 mb

Berdasarkan hasil pengolahan data untuk melihat karakteristik hubungan antara indeks RMM1 dan RMM2 dengan angin zonal 850 mb, hasil dengan korelasi statistik menunjukkan bahwa data kecepatan angin zonal lapisan 850 mb dengan data RMM1 dan RMM2 memiliki hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 97%. Analisis statistik dari variabel angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2 difokuskan pada saat keduanya menguat. Hal ini bertujuan untuk melihat keterkaitan antara kemunculan MJO dan kecepatan angin zonal 850 mb dan pengaruhnya terhadap curah hujan di daerah Kota Padang.

KESIMPULAN

1. Pola kecepatan angin berkisar 5 m/s. kecepatan angin ini tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah sehingga dapat mendukung terjadinya pembentukan awan sebagai ciri terjadinya MJO. Kecepatan angin zonal 850 mb tertinggi berada di fase 4 mempunyai nilai RMM1>1 dan RMM2>1. Dan dapat dilihat bahwa ketika kecepatan angin zonal 850 mb bernilai tinggi maka nilai dari OLR rendah yang menandakan jika nilai OLR rendah maka adanya pengaruh awan konvektif sebagai tanda kemunculan MJO di bulan yang sama.

2. Berdasarkan pengolahan data menggunakan WWZ, Surfer 7 kecepatan angin zonal 850 mb dan OLR dapat melihat kemunculan MJO di Kota Padang. MJO aktif di Kota Padang terjadi pada fase 4. Kemunculan MJO yang terjadi pada tahun 2010-2015 di Kota Padang terjadi sebanyak 19 kali. Dampak yang ditimbulkan oleh kemunculan MJO pada saat fase aktif adalah kecepatan angin yang rendah dan curah hujan akan tinggi pada daerah yang dilaluinya selama penjalaran dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik. Terjadinya kemunculan MJO di Kota Padang dipengaruhi oleh wilayah Kota

Padang berdekatan dengan garis ekuator dan dipengaruhi oleh proses penjalaran MJO yang berpusat di Samudera Hindia yang bergerak ke timur sepanjang ekuator yang di tandai dengan pertumbuhan awan SCC.

3. Hubungan karakteristik antara angin zonal 850 mb dengan RMM1 dan RMM2 memiliki hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 97%. Dan berpengaruh terhadap curah hujan yang terjadi di Kota Padang, yaitu pada saat MJO aktif maka adanya peningkatan dari curah hujan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sta. Klimatologi Sicincin Sumatera Barat atas data yang telah digunakan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Winarso, P.A. dan J. McBride. 2002. Kapan

Hujan Turun? Dampak Osilasi Selatan dan El Nino di indonesia. Information

Series QIO2002, Departemen of Primary Industies Queensland

[2]. Kato,S dkk. 1998. Dinamika Atmofer. ITB. Bandung.

[3]. Madden R. A., & Julian P., 1971. Detection

of a 40±50 day oscillation in the zonal wind in the tropical Pacific. J Atmos Sci. 28,

702-708

[4]. Salby L, M. 1996. Physics Of The Atmosphere

and Climate. Cambridge University Press.

Macquarie University

[5]. Aldrian, E. 2000. Pola hujan rata-rata

bulanan wilayah Indonesia; tinjauan hasil kontur data penakar dengan resolusi ECHAM T -42. Jurnal Sains & Teknologi

Modifikasi Cuaca, 1(2), 113-123.

[6]. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi.

Bandung: Penerbit ITB

[7]. Tjasjono, Bayong. 2008. Meteorologi Terapan. Bandung: Penerbit ITB

[8]. Bayong, T.H.K. 2000. Awan Konvektif di Atas

Benua Maritim Indonesia. Jurnal

Meteorologi dan Geofisika, Vol. 1, No. 4, Jakarta

[9]. Wheeler M, & Hendon H. H., (2004).An

All-Season Real-Time Multivariate MJO

Index:Development Of An Index For Monitoring And Prediction. Month W

eather Rev, 132, 1917-1932.

[10]. Foster, G. 1996. Wavelets For Period Analysis

of Unevenly Sampled Time Series. The

Astronomical Journal: 1709-1729. Massachusetts

Gambar

Gambar 1. Lokasi ITCZ Secara Global
Grafik  angin  zonal  850  mb  bulanan  menunjukkan  kecepatan  angin  zonal  850  mb  yang  terjadi  pada  bulan  tertentu  yang  dinyatakan  dalam  satuan  m/s
Gambar 11. Rata-rata Data Bulanan Kecepatan angin  Zonal  850  mb  dengan  RMM1  dan  RMM2  perioda  Januari  2010-Desember  2015
Gambar  12.  Curah  Hujan  Rata-rata  Bulanan  Kota  Padang Tahun 2010-2015

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis spektral diketahui bahwa data kecepatan angin zonal pada lapisan 850 mb memiliki osilasi yang sama dengan data indeks MJO global (RMM1 dan RMM2), yakni

Dari penelitian ini terlihat bahwa intensitas curah hujan yang tinggi lebih banyak terjadi pada fase MJO tidak aktif dibandingkan dengan fase aktif.. Perbedaan parameter DSD

Pada periode setelah MJO aktif, terlihat pola yang serupa dengan Gambar 3, kali ini dalam komponen meridional, di mana pada sisi utara lokasi radar hujan

Fenomena MJO dominan di kawasan ekuator yang memiliki periode osilasi harian akibat pengaruh dari konveksi awan yang terbentuk di atas Samudera Hindia bagian timur (sebelah

Hasil dari analisis Power Spectral Density (PSD) dan wavelet data kecepatan angin zonal lapisan 850 mb menunjukkan adanya sinyal MJO kuat yang dicirikan dengan adanya osilasi

grafik pengaruh fenomena Pacific decadal Oscillaton PDO fase dingin, dengan Madden Julian Oscillation MJO terhadap curah hujan Provinsi Papua tahun 1981-2020 Grafik tersebut