• Tidak ada hasil yang ditemukan

31. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO KREDIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "31. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO KREDIT"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

31. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO KREDIT

Risiko kredit adalah risiko yang timbul akibat kegagalan debitur/pihak lawan (counterparty) serta pihak lainnya dalam memenuhi kewajibannya ketika jatuh tempo. Berbagai kewajiban ini dapat timbul dari beragam aktivitas fungsional penyediaan dana, seperti perkreditan, treasury, investasi dan pembiayaan perdagangan (trade finance).

Proses pengelolaan kredit Bank Sinarmas diawali dengan menentukan target pasar dan dilanjutkan dengan melakukan risk assessment & monitoring atas pemberian kredit. Dalam menyalurkan kreditnya, Bank Sinarmas senantiasa mengedepankan prinsip kehati-hatian dengan menempatkan fungsi analisis kredit yang dilakukan oleh unit bisnis dan unit risiko kredit yang independen. Bank Sinarmas senantiasa berpedoman pada Kebijakan Perkreditan Bank Sinarmas dalam mengelola risiko kredit secara end-to-end.

Penerapan Manajemen Risiko Kredit

a. Struktur Organisasi Manajemen Risiko Kredit

Organisasi manajemen risiko kredit Bank Sinarmas menerapkan sistem four eyes principle dengan memberikan opini risiko sebagai salah satu pengendalian risiko kredit pada proses pemberian kredit pada segmen Corporate, Retail (Commercial), Mikro SME dan Card & Consumer Loan.

b. Strategi Manajemen Risiko Kredit

Bank telah menetapkan prosedur dan kebijakan kredit, pengaturan limit, risk appetite dan risk tolerance dan melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa seluruh risiko yang mungkin timbul dari proses pemberian kredit dapat dimitigasi dengan menerapkan prinsip ”Four Eyes Principles” secara konsisten yaitu pemberian second opinion yang independen berupa pendapat atau kajian mitigasi risiko dari Satuan Kerja Manajemen Risiko (Risk Management Group), terhadap eksposur kredit dengan batasan tertentu dan juga terhadap produk-produk terkait dengan perkreditan ataupun aktivitas perkreditan yang memiliki risiko melekat (inherent risk) yang tinggi.

Bank juga melakukan monitoring penyediaan dana kepada pihak terkait, pihak tidak terkait serta penyediaan dana besar dengan melakukan analisis secara komprehensif dan pemberian second opinion dari Divisi Risk Management Group serta Divisi Kepatuhan sebagai Unit Independen. Bank harus memastikan penyediaan dana tersebut sesuai dengan ketentuan regulator.

 Pemantauan terhadap perkembangan portofolio kredit Bank dilakukan secara intensif sehingga memungkinkan Bank untuk melakukan tindakan pencegahan secara tepat waktu dengan cara mendeteksi debitur yang berpotensi terjadi penurunan kualitas kredit (early warning). Pemantauan portofolio kredit Bank disusun berdasarkan jenis penggunaan, sektor ekonomi, debitur inti, jenis fasilitas, kategori debitur, jenis mata uang, geografis, cabang dan lainnya. Laporan perkembangan portofolio tersebut disampaikan kepada Direksi secara bulanan.

 Dalam rangka memenuhi ketentuan regulator dan mendukung program pemerintah terkait penyaluran kredit UMKM, maka pada tahun 2020 salah satu fokus Bank adalah menyalurkan kredit pada segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Bank menerapkan organization wide policy yang membatasi nilai kredit untuk setiap segmen, baik untuk kredit korporasi maupun kredit retail (commercial) dan adanya Divisi Retail dan Mikro Banking yang fokus pada pengembangan produk, pemenuhan infrastruktur dan pemantauan kualitas kredit mikro sme dan ritel.

Untuk akselerasi proses persetujuan kredit pada segmen mikro sme dan consumer, Bank menggunakan scoring model sebagai alat bantu komite untuk memberikan persetujuan.

(2)

 Pemantauan terhadap portofolio kredit mikro sme dan ritel dilakukan secara harian oleh unit bisnis dalam bentuk laporan harian yang disampaikan kepada unit-unit mikro sme. Laporan tersebut digunakan sebagai dashboard bagi unit-unit mikro sme sehingga dapat sedini mungkin melakukan tindak lanjut penanganan terhadap debitur-debitur yang mulai menunggak.

 Pada Tahun 2020, Bank telah melakukan pengembangan sistem aplikasi untuk penyaluran kredit secara Digital (digital loan). Adapun dalam system risk engine telah menggunakan berbagai macam paramater untuk menilai dan mengukur repayment capacity setiap applicant. Bank juga melakukan analisa performance monitoring, review atas pengembangan scoring pada digital loan dan validasi model secara berkala.

 Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020 berdampak terhadap hampir seluruh sektor usaha, salah satunya sektor keuangan perbankan. Secara Nasional pembiayaan terhadap nasabah baru cenderung bertumbuh melambat. Adapun Bank menerapkan strategi selama masa Pandemi Covid-19 untuk mengantisipasi penurunan kualitas kredit yaitu: menerbitkan kebijakan terkait penanganan kredit kepada nasabah yang terdampak Covid sesuai relaksasi yang diterbitkan Regulator, membatasi penyaluran kredit dan penyaluran kredit baru dilakukan dengan sangat selektif dan mengutamakan sektor yang masih memiliki prospek usaha dan agunan yang memadai dan meningkatkan pemantauan secara ketat terhadap seluruh debitur.

c. Pengelolaan Risiko Konsentrasi Kredit

Dalam hal mengelola risiko konsentrasi kredit, Bank menetapkan Batasan Pemberian Kredit kepada Satu Debitur/ Grup sesuai dengan regulasi terkait Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) juga batas konsentrasi yang menjadi risk appetite di dalam parameter profil risiko seperti sektor ekonomi, debitur inti, dan lainnya. Pemantauan terhadap risiko konsentrasi tersebut dipantau secara bulanan. Dalam penetapan limit risiko konsentrasi tersebut Bank telah mempertimbangkan kondisi historis, Statistik Perbankan OJK dan rencana Portofolio Bank yang ditetapkan Manajemen

d. Pengukuran dan Pengendalian Risiko Kredit Pengukuran Risiko Kredit

Dalam mengukur beban modal atas risiko kredit, Bank mengacu kepada Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 42/SEOJK.03/2016 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar. Penilaian terhadap profil risiko kredit juga dilakukan secara berkala untuk mengukur risiko yang melekat serta kecukupan penerapan manajemen risiko. Risiko yang melekat diukur dengan menggunakan sejumlah parameter yang mencakup antara lain komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi, kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan.

Secara berkala, Bank melakukan stress testing dengan berbagai scenario dan mereview parameter dalam stress testing. Stress testing kredit dilakukan guna mengukur dampak perubahan kondisi internal dan eksternal diantaranya faktor perubahan kebijakan, perubahan nilai tukar, perubahan suku bunga terhadap perkreditan Bank. Pada Tahun 2020 Bank melakukan Stress Testing untuk mengukur Dampak Pandemi Covid terhadap dampaknya terhadap ketahanan modal (risiko kredit dan risiko pasar) dan kecukupan likuiditas perbankan (risiko likuiditas). Hasil stress testing menunjukkan permodalan Bank cukup memadai dalam mengantisipasi kerugian dan potensi risiko yang dihadapi.

 Pengendalian Risiko Kredit

Bank mengembangkan serta menerapkan risk governance sebagai bagian dalam pengendalian internal perkreditan sebagai berikut:

(3)

- Lini pertama (pilar bisnis dan pendukung) terutama bertanggung jawab mengelola risiko kredit yang merupakan bagian dari aktivitasnya sehari-hari. - Lini kedua menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk mengembangkan

kerangka kerja risiko kredit, kebijakan, metodologi dan perangkat risiko kredit dalam pengelolaan risiko kredit yang bersifat material secara bankwide. - Lini ketiga merupakan audit internal dan kontrol internal, yang secara

independen bertugas untuk melakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan, kecukupan dan efektivitas proses manajemen risiko kredit.

 Dalam menjalankan fungsi manajemen risiko kredit, proses persetujuan kredit telah diatur dalam kebijakan bank, yaitu dengan menetapkan wewenang di cabang-cabang, kantor wilayah, dan kantor pusat sehingga memungkinkan proses pengambilan keputusan kredit yang optimal. Seiring dengan bertumbuhnya perkreditan Bank, maka untuk mendukung efektivitas dan efisiensi dalam pengajuan permohonan kredit serta mempercepat pelaksanaan proses persetujuan kredit, Bank menggunakan suatu program bantu yang dikenal dengan PEGA yang terus dikembangkan dan disempurnakan dalam proses pengajuan kredit retail, mikro sme dan consumer dengan menerapkan parameter-parameter risiko secara menyeluruh.

 Bank telah memiliki Loan Recovery Group yang khusus menangani debitur bermasalah. Agar upaya-upaya penyehatan dan/atau penyelamatan kredit bermasalah dapat dijalankan dengan lebih fokus dan termonitor maka Loan Recovery Group memperluas Struktur Organisasi dan menambah Sumber Daya Manusia serta menyusun beberapa strategi sehingga penanganan dapat lebih intensif dan kualitas kredit Bank tetap terjaga serta Recovery Rate atas penanganan kredit bermasalah meningkat. Upaya yang dilakukan dalam pengelolaan kredit bermasalah antara lain dilakukannya restrukturisasi, pembentukan pencadangan hingga pelaksanaan hapus buku jika diperlukan. Tata cara dan pedoman untuk melaksanakan penyehatan dan/atau penyelamatan kredit bermasalah juga telah diatur dalam kebijakan internal Bank dan dilakukan review secara berkala.

 Sebagai langkah mitigasi risiko kredit, Bank juga mewajibkan debitur untuk memberikan agunan. Jenis agunan yang diterima Bank sebagai agunan kredit antara lain berupa cash collateral, fixed asset, mesin, kendaraan bermotor, persediaan, Standby LC, saham dan lainnya sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Perkiraan nilai wajar dari agunan berdasarkan penilaian dari penilai internal bank dan penilai independen (eksternal) tergantung dari nilai plafond yang diajukan calon debitur. Definisi Tagihan Telah Jatuh Tempo dan Tagihan Mengalami Penurunan Nilai

Tagihan yang telah jatuh tempo adalah seluruh tagihan kepada pemerintah, tagihan kepada entitas sektor publik, tagihan kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional, tagihan kepada Bank, kredit beragun rumah tinggal, kredit beragun properti komersial, kredit pegawai/pensiun, tagihan kepada usaha mikro, usaha kecil dan portofolio ritel dan tagihan kepada korporasi, yang telah jatuh tempo lebih dari 90 (sembilan puluh) hari, baik atas pembayaran pokok dan/ atau pembayaran bunga.

Tagihan yang mengalami penurunan nilai/impairment adalah tagihan yang dalam kondisi dimana peristiwa yang merugikan sebagai akibat dari satu atau lebih peristiwa yang terjadi setelah pengakuan awal kredit yang dilengkapi dengan adanya bukti obyektif, dan peristiwa yang merugikan tersebut berdampak pada estimasi arus kas masa datang.

(4)

Pendekatan Bank untuk Pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) Sejak Bulan Januari 2020, Bank telah mengimplementasikan PSAK 71 dalam pembentukan impairment kredit sesuai dengan penetapan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI). Bank bekerja sama dengan konsultan telah membangun infrastruktur dan sistem teknologi informasi yang dapat melakukan Classification & Measurement, perhitungan impairment (collective & individual), serta disclosure reporting. Cakupan penurunan nilai berdasarkan PSAK 71 (IFRS 9) telah memperhitungkan kerugian di masa mendatang (expected credit loss model).

Berbeda dengan PSAK 50/55 sebelumnya yang mengakui kerugian kredit pada saat peristiwa kerugian kredit terjadi, metode yang diperkenalkan pada PSAK 71 ini mensyaratkan pengakuan segera atas dampak perubahan kerugian kredit ekspektasian setelah pengakuan awal aset keuangan. PSAK 71 memperkenalkan metode kerugian kredit ekspektasian (Expected Credit Loss/ ECL) dalam mengukur kerugian instrumen keuangan akibat penurunan nilai instrumen keuangan.

Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) dengan menggunakan metode Expected Credit Loss sesuai dengan ketentuan PSAK 71 (IFRS 9) menghitung penurunan nilai pada Portofolio (1) Kredit; (2) Treasury; (3) Trade Finance baik untuk On B/S maupun Off B/S - secara bulanan, yang dicatat pada biaya perolehan diamortisasi atau pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain, ditambah piutang sewa, aset kontrak, komitmen pinjaman, dan kontrak jaminan keuangan yang tidak diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.

Tujuan dari persyaratan penurunan nilai adalah untuk mengakui kerugian kredit ekspektasi sepanjang umurnya atas semua instrumen keuangan yang telah mengalami peningkatan risiko kredit secara signifikan sejak pengakuan awal, baik dinilai secara individu atau kolektif, dengan mempertimbangkan semua informasi yang wajar dan didukung informasi yang bersifat perkiraan masa depan (forward-looking).

Bank Sinarmas mengukur penyisihan kerugian instrumen keuangan sejumlah kerugian kredit ekspektasi sepanjang umurnya, jika risiko kredit atas instrumen keuangan tersebut telah meningkat secara signifikan sejak pengakuan awal. Jika pada tanggal pelaporan, risiko kredit atas instrumen keuangan tidak meningkat secara signifikan sejak pengakuan awal, entitas mengukur penyisihan kerugian untuk instrumen keuangan tersebut sejumlah kerugian kredit ekspektasi 12 bulan.

Bank melakukan permodelan Probability of Default, Loss Given Default, Credit Conversion Factor, Exposure at Default, dan Forward Looking of Macroeconomic untuk semua segmentasi portofolio instrumen keuangan sesuai dengan metodologi yang telah ditentukan oleh Bank Sinarmas. Selain itu, Bank melakukan review secara berkala terhadap parameter Probability of Default, Loss Given Default, Credit Conversion Factor, dan Forward Looking of Macroeconomic. Dalam hal itu, Bank melakukan review parameter Probability of Default, Loss Given Default, dan Credit Conversion Factor setiap 6 (enam) bulan sekali, serta melakukan review perhitungan Forward Looking of Macroeconomic minimal 1 (satu) tahun sekali.

Seperti pada penerapan PSAK 50/55, perhitungan impairment juga dilakukan dalam 2 (dua) kategori, yaitu individual dan kolektif.

1. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) secara individual

a. CKPN individual dibentuk untuk kredit dengan plafon di atas Rp 10 milyar dan telah menunggak lebih dari 90 hari atau belum menunggak selama 90 hari tetapi terdapat bukti objektif penurunan nilai.

(5)

b. Perhitungan penurunan nilai secara individu: - Discounted Cash Flow

Penurunan nilai yang mengakibatkan kerugian diukur dari selisih antara nilai tercatat aset keuangan dengan nilai kini dari estimasi arus kas masa datang yang didiskontokan memakai tingkat suku bunga efektif awal dari aset keuangan yang dimaksud. Nilai tercatat aset tersebut dikurangi melalui akun cadangan kerugian penurunan nilai dan beban kerugian yang diakui pada laporan laba rugi.

Apabila tagihan telah jatuh tempo memiliki suku bunga variabel, maka kerugian penurunan nilai didiskontokan dengan menggunakan suku bunga efektif yang berlaku sesuai yang tertera dalam kontrak.

- Fair Value of Collateral

Pengukuran aset keuangan dengan agunan dihitung berdasarkan nilai kini dari estimasi arus kas masa datang yang mencerminkan arus kas dari hasil penjualan atau pengambilalihan agunan dikurangi biaya-biaya untuk memperoleh dan menjual agunan tersebut.

2. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kolektif

a. CKPN kolektif dibentuk untuk seluruh kredit dengan plafon di bawah Rp 10 milyar dan kredit dengan plafond di atas Rp10 miliar yang tunggakannya belum melebihi 90 hari. Metode perhitungan CKPN disesuaikan dengan standar kebijakan akuntansi yang berlaku.

b. Bank melakukan evaluasi penurunan nilai secara kolektif menggunakan parameter Probability of Default, Loss Given Default, Credit Conversion Factor, Exposure at Default, dan Forward Looking of Macroeconomic dengan mengelompokkan aset keuangan berdasarkan kesamaan karakteristik risiko kredit, seperti terhadap jenis segmentasi kredit dan lama tunggakan.

c. Bank menggunakan metode migration analysis yaitu metode pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan tingkat migrasi DPD secara historical selama 5 tahun terakhir dalam menghitung Probability of Default (PD).

Pengungkapan Risiko Kredit Menggunakan Metode Standar

a. Kebijakan penggunaan peringkat dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit.

- Dalam perhitungan ATMR risiko kredit, Bank menggunakan perhitungan dengan Pendekatan Standar (Standardized Approach).

- Kategori portofolio yang menggunakan peringkat eksternal adalah tagihan kepada entitas sektor publik, tagihan kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional, tagihan kepada Bank, dan tagihan kepada Korporasi (surat berharga). - Lembaga pemeringkat yang digunakan oleh Bank berpedoman pada ketentuan Bank

Indonesia. Bank menggunakan beberapa lembaga pemeringkat yang diakui Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan SE OJK No.37/SEOJK.03/2016 dalam rangka pemberian kredit kepada debitur berupa obligasi dan surat berharga lainnya, yaitu : Standard and Poor’s, Fitch Rating, Moody’s, Fitch Ratings Indonesia, dan Pemeringkat Efek Indonesia.

(6)

b. Pengungkapan risiko kredit pihak lawan (counterparty credit risk)

Eksposur derivatif yang dimiliki Bank Sinarmas tidak terlalu signifikan, dimana Bank hanya memiliki eksposur derivative nilai tukar. Transaksi Reverse Repo dan Repo yang dilakukan Bank cenderung insignifikan dimana transaksi tersebut hampir sepenuhnya dilakukan dengan Bank Indonesia.

c. Mitigasi Risiko Kredit

Pengungkapan risiko kredit sebesar eksposur tagihan/kredit yang diterima oleh pihak lawan/debitur dengan memperhitungkan jenis agunan yang diserahkan kepada Bank sebagai mitigasi risiko kredit Bank.

- Dalam kebijakan perkreditan Bank jenis agunan yang diterima antara lain:

 Benda bergerak dan berwujud, seperti: kendaraan bermotor/kendaraan alat berat, barang dagangan (inventory), mesin/alat-alat berat, kapal laut.

 Agunan tunai, antara lain berupa: sertifikat deposito, deposito berjangka, tagihan/piutang usaha, saham, obligasi, standby L/C dan lain-lain.

 Tanah dan bangunan : Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Sertifikat Hak Milik atas Rumah Susun (SHMRS).

 Hak sewa pakai.

 Agunan immateriil penanggungan, antara lain Jaminan pribadi/perorangan (personal guarantee) dan jaminan perusahaan (corporate guarantee).

Written Support, antara lain Letter of Awareness, Letter of Comfort, Letter of Undertaking.

 Reksadana.

 Kinerja Perusahaan.

- Kebijakan, prosedur dan proses untuk menilai dan mengelola agunan

Pada prinsipnya pemberian pinjaman harus disesuaikan dengan kemampuan pembayarannya, tetapi analisa jaminan tetap dibutuhkan sebagai alternatif penyelesaian apabila pinjaman menjadi bermasalah. Jaminan yang diterima merupakan jaminan yang materil dan memiliki nilai pasar yang tinggi (marketable) dan diutamakan atas nama calon debitur. Penilaian agunan dilakukan oleh penilai independen atau penilai internal yang tidak terlibat dalam proses pemberian kredit. Proses penilaian tergantung besar pinjamannya, di mana pinjaman diatas Rp 5 miliar, maka agunan harus dilakukan penilaian oleh independen appraisal sedangkan pinjaman hingga Rp 5 miliar dilakukan oleh internal appraisal Bank.

- Pihak-pihak utama pemberi jaminan/garansi dan kelayakan kredit (creditworthiness)

Untuk menjaga kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang sudah diberikan kepada debitur, maka Bank dapat meminta tambahan agunan antara lain meminta jaminan dari pihak ketiga lainnya dan/atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai dan Bank akan menilai kelayakan kredit (creditworthiness) dari pihak-pihak tersebut. Dimana pihak-pihak Utama pemberi jaminan/garansi tersebut dianalisa pada saat proses kredit dan kelayakannya diputuskan dengan penerapan four-eye principles.

(7)

33. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO PASAR

Risiko pasar terjadi akibat adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki Bank. Variabel pasar yang dimaksud adalah suku bunga dan nilai tukar. Risiko pasar, antara lain terdapat pada aktivitas fungsional Bank seperti kegiatan treasury dan investasi dalam bentuk surat berharga dan pasar uang maupun penyertaan pada lembaga keuangan lainnya, penyediaan dana (pinjaman dan bentuk sejenis), kegiatan pendanaan dan penerbitan surat utang, serta kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance).

Bank memisahkan prinsip segregation of duties dengan memisahkan fungsi dan tanggung jawab secara independen atas transaksi perdagangan treasury, yang terdiri dari unit front office, middle office dan back office. Front office melakukan aktivitas bisnis dan berhubungan dengan nasabah. Dalam melakukan aktivitasnya, eksposur risiko yang timbul dibatasi dengan risk appetite & risk tolerance yang telah ditetapkan.

Pemantauan eksposur risiko dan kepatuhan terhadap limit-limit risiko dilakukan oleh unit independen, yaitu Risk Management Group selaku middle office. Sedangkan proses aktivitas pembukuan dan settlemen transaksi treasury serta proses valuasi portofolio dilakukan oleh Divisi Treasury Settlement sebagai back office. Koordinasi antarunit bisnis (sebagai Front Office) dan Risk Management Group (sebagai Middle Office) semakin ditingkatkan, sehingga apabila terdapat potensi risiko bagi Bank dapat segera teridentifikasi dan dapat ditindaklanjuti dengan segera. Pengelolaan risiko suku bunga dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam trading book maupun banking book. Risiko pasar dalam trading book diukur dengan berbagai metodologi antara lain analisa sensitivitas nilai tukar dan Value at Risk (VaR) yang memperhitungkan potensi kerugian dalam suatu periode tertentu dan pada tingkat kepercayaan tertentu.

Pengelolaan portofolio yang terekspos risiko suku bunga dalam trading book juga dilakukan dengan menetapkan dan memantau limit-limit, seperti limit portofolio, limit PV01, dan Stop loss limit. Sedangkan pada banking book, risiko suku bunga dikelola dengan melakukan analisa repricing gap antara Risk Sensitive Asset (RSA) dan Risk Sensitive Liabilities (RSL). Analisa dilakukan untuk mengukur sensitivitas pendapatan bunga bersih dan kecukupan permodalan atas pergerakan suku bunga.

Bank melakukan proses valuasi secara harian berdasarkan harga transaksi yang terjadi atau kuotasi harga pasar dari sumber yang independen untuk seluruh instrumen yang diklasifikasikan dalam portolio trading book dan banking book. Sumber harga pasar yang digunakan terutama dari harga pasar yang dikeluarkan oleh Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) serta mempertimbangkan pula sumber acuan lainnya seperti Refinitiv dan Bloomberg.

Pengukuran risiko pasar untuk perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dilakukan dengan menggunakan metode standar yang dilaporkan secara bulanan kepada regulator. Cakupan portofolio yang dihitung dalam KPMM adalah portofolio trading book untuk risiko suku bunga dan portofolio trading book dan banking book untuk risiko nilai tukar.

Bank telah menetapkan limit-limit untuk membatasi eksposur portofolio maupun potensi kerugian yang timbul dari aktivitas bisnis Bank. Pemantauan terhadap limit-limit tersebut dilakukan secara harian sehingga potensi risiko pasar yang timbul diharapkan dapat segera dimitigasi.

Kebijakan pengelolaan risiko nilai tukar berpedoman pada batas Posisi Devisa Neto sesuai limit internal bank dan ketentuan Bank Indonesia yaitu Bank wajib mengelola dan memelihara Posisi Devisa Neto paling tinggi 20% dari modal. Bank menerapkan kebijakan off market rate pada

(8)

transaksi yang dijalankan oleh Treasury dengan tujuan agar rate yang ditransaksikan tidak berada diluar rentang harga wajar pasar, mengingat hal ini dapat menimbulkan potensi kerugian terhadap bank atau kerugian dari sisi customer yang akan memicu timbulnya risiko reputasi pada Bank.

Bank senantiasa memantau dan mengukur kecukupan modal yang dialokasikan untuk menutupi potensi kerugian yang timbul dari risiko pasar, baik risiko nilai tukar maupun risiko suku bunga. Pengukuran dilakukan dengan skenario: pergerakan nilai tukar dan suku bunga diasumsikan dalam kondisi normal hingga kondisi terburuk.

39. MANAJEMEN RISIKO LIKUIDITAS (LIQA)

Risiko likuiditas berhubungan dengan adanya kemungkinan Bank tidak mampu untuk memenuhi kewajiban terhadap deposan, investor dan kreditur, yang diantaranya disebabkan keterbatasan akses pendanaan atau ketidakmampuan untuk melikuidasi aset yang dimiliki dengan harga yang wajar. Pengelolaan risiko likuiditas merupakan salah satu aktivitas terpenting yang dilakukan oleh bank. Pengelolaan risiko likuiditas ini bertujuan untuk meminimalkan kemungkinan ketidakmampuan Bank dalam memperoleh sumber pendanaan arus kas.

Salah satu upaya yang dilakukan Bank untuk memitigasi terjadinya risiko likuiditas adalah dibentuknya tim Asset Liability Management (ALMA) yang berfungsi mengelola dan memonitor struktur aktiva dan kewajiban serta membuat strategi pendanaan Bank.

Bank juga memiliki Asset and Liability Committee (ALCO) yang berperan sebagai forum manajemen senior tertinggi untuk memonitor situasi likuiditas Bank. ALCO bertanggung jawab untuk menentukan kebijakan dan strategi yang berkaitan dengan aset dan liabilitas Bank sejalan dengan prinsip kehati-hatian manajemen risiko dan peraturan yang berlaku. ALCO menyetujui kerangka limit transaksi, mempertimbangkan struktur laporan posisi keuangan jangka panjang dari Bank.

Salah satu pengukuran yang dilakukan Bank yaitu berupa Maturity profile untuk melihat gap likuiditas dalam skala waktu tertentu berdasarkan sisa waktu sampai dengan jatuh tempo. Pengukuran maturity profile dilakukan secara kontraktual maupun behavior yaitu dengan mempertimbangkan karakteristik dan behaviour Dana Pihak Ketiga. Bank juga telah menetapkan maturity gap limit baik untuk contractual maturity profile maupun behavior maturity profile. Pengelolaan likuiditas Bank juga dilakukan dengan mempelajari pola pergerakan dana dan atau perilaku nasabah Dana Pihak Ketiga, khususnya dana nasabah inti dan nasabah yang memiliki tingkat volatilitas cukup tinggi. Dengan mempelajari perilaku nasabah, maka Bank dapat menjaga kecukupan likuiditas yang diperlukan secara tepat untuk menutup kebutuhan tersebut. Bank menjaga kecukupan secondary reserves pada level yang aman dengan besaran kecukupan disesuaikan dengan kondisi likuiditas Bank secara spesifik maupun kondisi likuiditas di pasar. Pemantauan terhadap likuiditas Bank dilakukan secara harian dan sebagai bagian dari sistem informasi manajemen hasil pemantauan tersebut dilaporkan kepada Manajemen. Pemantauan antara lain dilakukan terhadap komposisi posisi keuangan Bank, aktivitas dana keluar dan dana masuk yang tercermin dari transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) dan Sistem Kliring Nasional (SKN), aktivitas money market, posisi aset likuid baik primer maupun sekunder, serta rasio-rasio likuiditas seperti rasio kecukupan aset likuid dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM). Pemantauan terhadap pemenuhan Giro Wajib Minimum baik primer maupun sekunder dilakukan untuk memastikan bahwa Bank selalu menjaga GWM sesuai yang telah ditentukan oleh OJK serta sesuai dengan risk appetite & risk tolerance yang ditentukan oleh Bank.

(9)

Bank senantiasa melakukan pemantauan terhadap posisi core fund dan berupaya untuk secara berkesinambungan meningkatkan persentase terhadap jumlah dana yang dimiliki. Core fund menjadi bagian yang sangat penting bagi Bank dalam menjalankan fungsi intermediasi berupa penyediaan danajangka panjang. Hal ini mengingat portofolio dana pihak ketiga yang dimiliki Bank sebagian besar berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan dana mengendap antara lain diciptakan program-program yang mengharuskan dana nasabah ditahan dan tidak dapat ditarik sampai jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan program.

Pada dasarnya, risiko likuiditas dikelola sesuai dengan kerangka kebijakan, pengawasan, dan batasan yang memastikan bahwa konsentrasi pendanaan bersifat minimal, sumber dan jangka waktu pendanaan telah terdiversifikasi.

Sebagian besar liabilitas yang dimiliki oleh Bank akan jatuh tempo dalam waktu kurang dari 1 bulan, namun berdasarkan pengalaman Bank sebagian besar dari liabilitas tersebut pada saat jatuh tempo akan diperpanjang (roll over). Upaya yang dilakukan Bank agar nasabah tetap mempertahankan dananya pada Bank yaitu dengan meningkatkan kualitas pelayanan serta memberikan penawaran suku bunga yang wajar dan kompetitif. Dengan upaya tersebut, Bank juga mengharapkan dapat menarik nasabah baru untuk menempatkan dananya pada Bank. Bank juga melakukan upaya lain untuk memitigasi adanya penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah dimana Bank juga memantau 50 deposan inti, dengan cara mengevaluasi profil dan perilaku dari deposan-deposan tersebut sehingga Bank dapat melakukan antisipasi terhadap penarikan dana besar yang akan dilakukan deposan.

Untuk memitigasi penarikan dana yang cukup signifikan Bank menjaga kecukupan Aset Likuid pada level yang aman. Mitigasi risiko likuiditas juga dilakukan dengan cara memonitoring arus kas oleh Treasury yang memiliki akses langsung kepada nasabah-nasabah besar dan mempunyai akses serta wewenang untuk memasuki pasar antar bank maupun non bank untuk melakukan aktivitas placing maupun taking.

Dalam menghadapi kondisi krisis likuiditas, Bank telah menyusun dokumen Contingency Funding Plan. Contingency Funding Plan mencakup kebijakan, strategi, prosedur dan rencana tindak (action plan) untuk memastikan kemampuan Bank memperoleh sumber pendanaan yang diperlukan secara tepat waktu dan dengan biaya yang wajar.

Untuk mengetahui dampak perubahan faktor pasar maupun faktor internal pada kondisi ekstrim terhadap likuiditas, Bank melakukan stress testing Risiko Likuiditas secara berkala. Hasil stress testing selanjutnya disampaikan kepada manajemen. Sampai dengan saat ini, Bank tidak pernah mengalami kesulitan likuiditas maupun kondisi yang berpotensi menimbulkan risiko bagi Bank. Apabila terdapat potensi risiko, Bank telah memiliki Rencana Pendanaan Darurat (Contingency Funding Plan) untuk menghindari terjadinya kesulitan likuiditas. Bank memiliki sejumlah upaya antisipasi seperti ketersediaan Giro Wajib Minimum, Cadangan Sekunder, serta penetrasi yang baik terhadap pasar antar Bank.

41. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO OPERASIONAL

Risiko operasional dapat disebabkan karena ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Pengelolaan risiko operasional didukung dengan struktur organisasi Bank yang antara lain meliputi:

(10)

a. Kewenangan Direksi dan Komisaris, memastikan bahwa seluruh kebijakan terkait dengan risiko operasional telah sesuai dengan strategi manajemen risiko Bank serta menumbuhkan komitmen dalam mengelola Risiko operasional sesuai dengan strategi bisnis Bank.

b. Komite Manajemen Risiko memastikan bahwa framework manajemen risiko yang disusun dapat memitigasi potensi risiko yang akan dihadapi oleh Bank.

c. Risk Management Group memastikan bahwa potensi risiko yang dihadapi oleh Bank telah diidentifikasi, diukur, dipantau dan dikendalikan sesuai dengan strategi manajemen risiko. RMG juga memberikan analisa serta rekomendasi terhadap adanya eksposur potensi risiko operasional, sehingga potensi risiko tersebut dapat dimitigasi.

d. Satuan Kerja Audit Internal, memastikan bahwa risiko yang teridentifikasi telah dikelola dengan baik serta memastikan keefektifan pelaksanaan manajemen risiko dan internal kontrol oleh unit-unit bisnis.

e. Branch Internal Control, memastikan efektivitas fungsi internal kontrol pada cabang sehingga dapat memitigasi potensi risiko operasional.

f. Unit Kerja, merupakan risk owner yang bertanggung jawab untuk pengelolaan manajemen risiko pada aktivitas operasional harian.

Dalam rangka mengidentifikasi dan mengetahui exposure risiko operasional, Bank menggunakan operational risk tools Loss Event Database (LED) yang digunakan untuk mencatat dan memonitor database kejadian operasional yang terjadi, serta untuk mengukur besarnya kerugian yang diakibatkan oleh kejadian operasional tersebut.

Sebagai bagian dari proses pengukuran risiko operasional, melalui LED tersebut diharapkan Bank dapat mengkuantifikasi besarnya modal yang diperlukan untuk memenuhi kerugian yang diakibatkan oleh kejadian-kejadian dalam aktivitas operasional Bank sesuai dengan Loss Event Classification menurut BASEL.

Bank juga mengembangkan dan menerapkan perangkat pengukuran risiko operasional Risk Control Self Assessment (RCSA) yang merupakan suatu alat dan mekanisme yang bertujuan untuk melakukan identifikasi risiko dan pengukuran atas efektivitas pelaksanaan kontrol yang akan menghasilkan penilaian atas tingkat risiko. RCSA dilakukan secara bertahap baik pada cabang/unit kerja di Kantor Pusat. RCSA dilakukan secara berkala dan berkelanjutan, serta

dilakukan peninjauan oleh RMG untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam

pelaksanaannya.

Selain itu, Bank Sinarmas juga memiliki perangkat risiko operasional berupa Key Risk Indicator (KRI). Key Risk Indicator (KRI) adalah salah satu perangkat untuk mengelola risiko operasional yang digunakan untuk mengidentifikasi atau memberikan suatu indikator (early warning signal) dan menganalisa risiko sejak dini atas naik turunnya indikator-indikator tingkat risiko dalam rangka pengendalian setiap risiko operasional yang melekat pada setiap aktivitas bisnis dan operasional Bank. Dengan KRI, Bank dapat memantau posisi risiko operasional Bank untuk menentukan tindakan mitigasi risiko yang diperlukan.

Untuk memitigasi potensi risiko operasional, berikut ini adalah hal yang dilakukan oleh Bank: a. Kajian berkala terhadap kebijakan, prosedur serta ketentuan lain yang dimiliki oleh Bank. b. Divisi Operational & IT Risk Management membuat laporan atas pelaksanaan LED, RCSA, danKRI, yang mencakup rekomendasi kontrol untuk mitigasi risiko kepada unit kerja terkait serta tindak lanjut atas kejadian yang pernah terjadi sebelumnya.

(11)

c. Pemenuhan kebutuhan SDM pada Bank baik pada business unit maupun supporting unit dan peningkatan kualitas SDM melalui training.

d. Kajian risiko terhadap Produk dan/atau Aktivitas Bank serta rekomendasi mitigasi risiko yang perlu dilakukan.

e. Penerapan strategi anti fraud oleh Divisi Anti Fraud untuk mengendalikan risiko fraud, baik internal maupun eksternal.

f. Pelaksanaan internal control yang memadai melalui pemisahan yang jelas terhadap tugas dan tanggung jawab (Segregation of Duties), serta fungsi dual control / four eye principles oleh Pejabat yang berwenang.

g. BIC dan Branch Auditor yang berada di Kantor Cabang secara rutin melaksanakan tugasnya yang mencakup aktivitas transaksional; selain itu, SKAI Kantor Pusat melakukan pemeriksaan secara berkala atas kegiatan operasional cabang dan unit kerja.

42. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO HUKUM

Risiko hukum merupakan risiko yang timbul dari kelemahan aspek hukum, antara lain akibat dari tindakan hukum, tidak adanya peraturan yang mendukung atau kelemahan dari ketentuan-ketentuan yang mengikat secara hukum, seperti kegagalan untuk mematuhi persyaratan hukum suatu perjanjian dan celah-celah dalam pengikatan jaminan.

Perkembangan dan dinamika transaksi memerlukan peningkatan optimalisasi atas peran dan fungsi pada Divisi Legal yang ada. Dalam setiap aktivitas, baik perkreditan, operasional maupun treasury, Bank juga selalu memperhatikan kelengkapan aspek hukum, terutama yang berkaitan dengan aktivitas perikatan perjanjian dengan nasabah/debitur dan kelengkapan dokumen legalitas sebagai bentuk pengendalian risiko.

Sejumlah upaya yang telah dilakukan Bank untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan terkait perjanjian, antara lain dengan melakukan review ulang dan pemutakhiran perjanjian kerja sama yang sudah tidak sesuai dengan pelaksanaan, program pelatihan bagi karyawan, sosialisasi guna membangun budaya sadar risiko hukum dan kepatuhan pada seluruh aspek lini bank serta efektivitas terhadap pengendalian internal.

43. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO REPUTASI

Risiko reputasi dapat timbul akibat adanya pemberitaan negatif yang menyangkut operasional Bank, atau persepsi negatif tentang Bank.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan akan pengelolaan risiko reputasi yang memadai, Bank antara lain memiliki unit kerja Contact Center untuk memberikan layanan informasi perbankan serta menerima keluhan/pengaduan nasabah, Corporate Secretary memberikan informasi yang perlu disampaikan kepada publik/stakeholders terkait aktivitas Bank, serta petugas Bank di kantor-kantor cabang yang setiap saat dapat memberikan informasi kepada nasabah.

Selain itu, pengendalian risiko reputasi juga dilakukan antara lain dengan melalui pemantauan yang dilakukan oleh Unit Kerja Corporate Secretary terhadap berita yang berkaitan dengan Bank Sinarmas di media massa, Bank juga secara aktif melakukan Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan di bidang pendidikan dan kesehatan.

Bank telah menerapkan prinsip transparansi dalam tata cara penanganan pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa kepada kantor cabang/unit kerja serta kepada nasabah. Hal itu sesuai

(12)

dengan ketentuan regulator tentang Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan, termasuk dalam hal apabila terjadi krisis.

Bank telah memiliki sistem informasi manajemen untuk pencatatan dan administrasi pengaduan nasabah, terutama terkait dengan pengaduan mengenai produk dan layanan Bank. Aplikasi ini membantu Bank untuk menyelesaikan pengaduan dengan baik sesuai Service Level Agreement (SLA).

Transparansi produk yang ditawarkan kepada nasabah sesuai dengan ketentuan regulator mengenai transparansi produk melalui website Bank, serta upaya peningkatan standar layanan nasabah dengan melakukan training service excellence kepada petugas Bank. Selain itu, Bank memiliki unit kerja Service Quality yang bertugas untuk memastikan kualitas pelayanan yang diberikan oleh petugas bank kepada nasabah sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Untuk memastikan pelayanan yang berkualitas, cabang melakukan role play minimal 1 (satu) minggu sekali serta Mystery Call yang berkoordinasi dengan unit kerja Service Quality, Mystery Shopper yang dilakukan oleh unit kerja Service Quality maupun petugas yang ditunjuk oleh unit kerja tersebut. Selain itu, melalui unit Service Quality, Bank juga melakukan sosialisasi terkait kebijakan di bidang layanan.

44. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO STRATEJIK

Secara umum, risiko stratejik adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat ketidaktepatan dalam pembuatan dan pelaksanaan suatu keputusan strategis, serta kegagalan Bank dalam menanggapi perubahan lingkungan bisnis.

Sebagai langkah dalam memitigasi terjadinya potensi risiko strategis, Bank telah menyusun strategi dan rencana bisnis bank (RBB) yang sebelumnya telah didiskusikan dengan Dewan Komisaris dan Direksi. Penyusunan RBB dilakukan oleh unit kerja Financal Planning Controlling untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan seluruh unit kerja terkait. Penyusunan RBB juga dilakukan kajian dan evaluasi atas realisasi yang telah dicapai oleh Bank sesuai dengan yang terangkum dalam Rencana Bisnis Bank.

Pengukuran atas pencapaian kinerja Bank dilakukan dengan melakukan monitoring secara berkala melalui laporan-laporan berkala yang ditujukan kepada Direksi serta kantor cabang/unit kerja terkait.

45. PENGUNGKAPAN KUALITATIF RISIKO KEPATUHAN

Risiko kepatuhan merupakan risiko yang timbul ketika Bank tidak mematuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum lain yang berlaku.

Pengelolaan risiko kepatuhan merupakan tanggung jawab seluruh unit kerja di Bank, baik karyawan, pejabat eksekutif, direksi maupun komisaris. Selain itu pula, Bank memiliki Compliance Group yang memastikan seluruh aktivitas operasional dan bisnis Bank sudah sesuai dengan ketentuan regulator.

Dalam rangka penerapan manajemen risiko kepatuhan yang efektif, Bank Sinarmas melakukan identifikasi dan pengelolaan terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya eksposur risiko kepatuhan, antara lain:

(13)

a. Penerapan Good Corporate Governance (GCG) secara efektif untuk memastikan dan memantau kepatuhan terhadap setiap peraturan dan persyaratan secara eksternal maupun internal.

b. Melakukan penilaian secara aktif dan berkala terhadap kecukupan kebijakan Pedoman dan Prosedur Internal yang dimiliki oleh Bank untuk memastikan kesesuaiannya terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

c. Proaktif melakukan sosialisasi terkait dengan pemberlakuan peraturan-peraturan Regulator yaitu baik dalam bentuk sosialisasi langsung, juga dilakukan penyempurnaan materi sosialisasi ketentuan terbaru melalui media internal dengan menambahkan rangkuman dari ketentuan tersebut.

d. Melakukan identifikasi dan analisa kepatuhan (compliance analysis) atas rencana dan pengembangan produk dan aktivitas baru guna memastikan kepatuhannya terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Bank secara berkala menyempurnakan kebijakan dan prosedur serta limit-limit yang mengacu kepada ketentuan regulator serta institusi terkait lainnya, seperti Kementerian Keuangan, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang Perbankan, dan lainnya. Bank melakukan kajian kembali secara berkala terhadap kebijakan, prosedur dan limit. Kajian tersebut untuk mengukur kesesuaiannya dengan skala dan kompleksitas Bank serta untuk meningkatkan kehati-hatian dan mitigasi risiko kepatuhan. Bank juga secara berkala melakukan pemantauan atas kepatuhan Bank terhadap pelaporan-pelaporan kepada regulator sehingga memitigasi potensi sanksi/denda.

Referensi

Dokumen terkait

Karena lingkungan dibersihkan oleh cacing dan bakteri baik, dan banyak ruang untuk pertumbuhan akar, dan kita tidak perlu membersihkan media tanam karena bersama dengan tanaman

Ş ebeke enerjisinin uzun süreli kesintilerinde 24/24 saat boyunca motor üreticilerinin kataloglarında belirtti ğ i güç olup de ğ i ş ken yük altında ESP yükün

Sejak tahun 2010, penerbitan Jurnal BACA dilakukan secara elektronik (e-journal), dengan menggunakan aplikasi Open Journal System (OJS) versi Bahasa Indonesia. Dengan

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 150 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah perlu membentuk Peraturan

Berdasarkan data dari penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh status gizi dan tonsillitis kronis terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri

Hasil penelitian ini akan menguraikan efektivitas pembelajaran tolak peluru kelas VII menggunakan media bola plastik yang dilakukan pada siswa kelas VII I SMP Negeri 24

Gambaran objek yang diteliti adalah studi kasus pengelolaan sumber daya manusia pada perusahaan produsen air minum dalam kemasan di Pulau Lombok yang mana fungsi

Setelah jumlah darah yang diperlukan terpenuhi ( minimal 1 ml), cabut jarum Setelah jumlah darah yang diperlukan terpenuhi ( minimal 1 ml), cabut jarum dengan