• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efikasi Larvisida

Efikasi adalah kemampuan suatu larvisida untuk memenuhi pernyataan sebagaimana yang tercantum pada label yang diusulkan. Hal ini dapat dinyatakan dalam bentuk seberapa jauh terjadi pengurangan populasi, atau seberapa jauh perkembangan populasi larva yang masih hidup setelah perlakuan, atau dalam bentuk perlindungan terhadap hasil, kuantitas dan kualitas6.

B. Insect Growth Regulator (IGR)

Insect Growth Regulator (IGR) merupakan salah satu bahan yang digunakan

dalam kegiatan larviciding. IGR adalah sejenis bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan jentik sejak dari instar I sampai IV dan dapat mengganggu hormon pertumbuhan jentik agar tidak berhasil menjadi kepompong atau nyamuk dewasa. Akan tetapi IGR tidak langsung bereaksi meracuni nyamuk. Kematian nyamuk disebabkan karena ketidakmampuan nyamuk untuk melakukan metamorfosis. Telur gagal untuk menetas, larva gagal menjadi pupa dan Pupa tidak berhasil menjadi nyamuk dewasa. Penggunaan IGR biasanya akan benar-benar dipertimbangkan dalam pelaksanaan pengendalian biologis3,7.

Beberapa senyawa kimia “Insect Growth Regulator” (IGR) sintetik telah diuji untuk menanggulangi nyamuk vektor stadium pra-dewasa baik di tingkat laboratorium maupun tingkat operasional. Metrophene dan diflubenzuron adalah 2 IGR sintetik yang telah diuji dan telah direkomendasikan untuk digunakan dalam program pemberantasan nyamuk vektor5.

C. SUMILARV

Salah satu larvisida alternatif yang dapat digunakan untuk mengendalikan larva nyamuk adalah Sumilarv , yang berbahan aktif Pyriproxyfen dari golongan

(2)

pengatur pertumbuhan serangga sebagai IGR dalam formulasi granule. Keuntungan dari penggunaan Sumilarv berbahan aktif Pyriproxyfen sebagai IGR adalah memiliki efikasi tinggi pada dosis rendah, efikasi tahan lama, memiliki tingkat racun yang rendah pada mamalia yaitu LD 50 > 5000 oral, LD 50 > 2000 dermal dan LD 50 > 1000 inhalation, efek kecil pada lingkungan, memiliki selektifitas yang tinggi terhadap organisme sasaran serta cocok digunakan untuk mengendalikan larva di tempat yang terdapat organisme pengendali biologis5.

Pyriproxyfen yang dikenal dengan nama dagang Sumilarv merupakan IGR

sintetik terbaru yang diperkenalkan untuk digunakan dalam menanggulangi nyamuk vektor stadium pra-dewasa. Seperti metrophene dan diflubenzuron, pyriproxyfen selain bekerjanya menghambat perkembangan nyamuk stadium pra-dewasa menjadi dewasa menjadi stadium dewasa, juga sangat selektif dan tidak berbahaya bagi organisme lain (LD 50 tikus oral > 5000 mg/kg, dermal > 2000 mg/kg dan inhalation > 1000 mg/kg). Pyriproxyfen yang ada di air mudah menembus kulit larva nyamuk dan masuk ke dalam haemolymph. Terdapatnya pyriproxyfen didalam haemolymph menyebabkan corpus allatum tidak menghasilkan juvenile hormon, akibatnya larva tidak dapat berkembang menjadi nyamuk4,5.

Larvisida ini telah diuji di kepulauan Solomon. Hasil pengujian menunjukkan bahwa aplikasi Sumilarv dosis 0,1 ppm dapat menghambat lebih dari 50 % munculnya An. farauti, sedang dosis 0,1 ppm pada tempat perindukan nyamuk

Anopheles sp. dapat menghambat munculnya nyamuk Anopheles sp. lebih dari 70 %

selama lebih dari 3 bulan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan uji coba larvisida

Sumilarv4.

D. Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali. Sampai sekarang dikenal 4 jenis plasmodium, yaitu 8,9:

a. Plasmodium falciparum sebagai penyebab penyakit Malaria Tropika b. Plasmodium vivaks penyebab penyakit Malaria Tertiana

(3)

c. Plasmodium malariae sebagai penyebab penyakit Malaria Quartana

d. Plasmodium ovale yang menyebabkan penyakit Malaria yang hampir serupa

dengan Malaria Tertiana

Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual didalam hospes vertebrata dikenal sebagai skizogoni dan siklus seksual yang membentuk sporozoit disebut sebagai sporogoni

1. Skizogoni

Sporozoit infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles, dimasukkan

kedalam aliran darah hospes vertebrata (manusia) melalui tusukan nyamuk, dalam waktu 30 menit memasuki sel parenkim hati, memulai stadium eksoeritrositik dari daur hidupnya. Di dalam sel hati parasit tumbuh skizon.

2. Sporogoni

Sporogoni terjadi didalam nyamuk. Gametosit yang masuk bersama darah,

tidak dicernakan bersama sel-sel darah lain. Pada mikrogametosit jantan titik kromatin membagi diri menjadi 6-8 inti yang bergerak ke pinggir parasit. Di pinggir beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan mempunyai gerakan aktif, yaitu yang menjadi 6-8 mikrogamet berinti tunggal, didesak keluar akhirnya lepas dari sel induk. Proses ini disebut sebagai aksflagelasi. Sementara makrogametosit betina menjadi matang sebagai makrogamet terdiri atas sebuah badan dari

sitoplasma yang berbentuk bulat dengan sekelompok kromatin ditengah.

Pembuahan (fertilisasi) terjadi karena masuknya satu mikrogamet kedalam

makrogamet untuk membentuk Zigot9. E. Vektor Penular Malaria

Spesies nyamuk vektor malaria berbeda-beda dari setiap daerah. Perbedaan ini dipengaruhi faktor-faktor penyebaran, geografi, iklim dan jenis tempat perindukan. Peran vektor dalam menularkan penyakit dipengaruhi umur nyamuk, kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametocyte, frekuensi menggigit manusia, kepadatan vektor, pemilihan hospes, siklus gonotrofik. Siklus gonotrofik adalah waktu yang diperlukan oleh nyamuk dari menghisap darah sampai bertelur kemudian menghisap lagi2.

Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies. Pada

(4)

suhu 26,7 0C masa inkubasi ekstrinsik adalah hari untuk P. Falciparum dan 8-11 hari untuk P.vivax, 14-15 hari untuk P. Malariae dan P. Ovale12.

1. Suhu

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 300 C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik sporogoni dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

2. Kelembaban

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 % merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria.

3. Hujan

Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat dan perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles.

4. Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian diatas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut (di Bolivia).

5. Angin

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.

(5)

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. An. Barbirostris dapat hidup baik ditempat yang teduh maupun yang terang

7. Arus air

An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis / mengalir

lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang.

8. Kadar garam

An. sundaikus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12

sampai dengan 18 % dan tidak berkembang pada kadar garam 40 % keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan An. sundaikus dalam air tawar2.

Penularan malaria secara ilmiah berlangsung melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina. Hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang mampu

menularkan penyakit malaria dan spesies tersebut disebut sebagai vektor. Dari lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung

sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria2.

Penyebaran geografik vektor malaria di Indonesia adalah sebagai berikut2 : 1. An. aitkenii : ditemukan di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. 2. An. umbrosus : terdapat di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. 3. An. beazai : Pulau jawa, Sumatera, kalimantan dan Sulawesi.

4. An. letifer : terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan 5. An. roperi : Sumatera dan Kalimantan

6. An. barbirostris : terdapat di Irian Jaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

7. An. vanus : ditemukan di pulau Kalimantan dan Sulawesi. 8. An. bancrofti : terdapat di Irian Jaya.

9. An. sinensis : di pulau Sumatera

(6)

11. An. kochi : Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi 12. An. tesselatus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi 13. An. leucosphyrus : terdapat di Sumatera dan Kalimantan 14. An. balabacensis : terdapat di Jawa dan Kalimantan 15. An. punctulatus : saat ini hanya terdapat di Irian jaya 16. An. farauti : ditemukan di Irian jaya.

17. An. koliensis : Irian Jaya

18. An. aconitus : terdapat di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi 19. An. minimus :ditemukan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi 20. An. flavirostris : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

21. An. sundaicus : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

22. An subpictus : Irian Jaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi 23. An. annularis : Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi

24. An. maculatus : jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi

Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut2 :

1. Kedekatan vektor dekat pemukiman manusia

2. Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia 3. Frekuensi menghisap darah (tergantung suhu)

4. Lamanya sporogoni (berkembangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi infektif)

5. Lama hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies

Anopheles dapat diduga sebagai vektor malaria apabila memenuhi persyaratan

tertentu, diantaranya yang terpenting adalah2 : 1. Kontaknya dengan manusia cukup besar. 2. Merupakan spesies yang selalu dominan.

3. Anggota populasi yang pada umumnya berumur cukup panjang, sehingga memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan plasmodium hingga menjadi

sporozoit.

(7)

F. Nyamuk Anopheles Aconitus

Parasit malaria ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina. Salah satu jenis nyamuk Anopheles yang gemar hidup di sawah

adalah Anopheles aconitus. Nyamuk tersebut hidup di perairan yang mendapat lindungan bayangan daun-daunan atau rumput. Mula-mula jentik nyamuk tidak dapat hidup karena padinya masih kecil, kemudian setelah padi tumbuh kira-kira setengah dari tinggi semestinya, daun padi itu telah cukup memberi bayangan untuk dijadikan perlindungan oleh jentik-jentik nyamuk tersebut, mulai saat itulah nyamuk-nyamuk berkembang. Perlindungan yang diberikan oleh daun padi makin lama makin banyak, karena padi makin menjadi besar. Puncak pertumbuhan nyamuk adalah pada waktu panen.

Usaha pemberantasan wabah malaria hanya dapat dilakukan dengan mengeringkan sawah-sawah itu dalam waktu yang agak lama dan dilakukan serentak pada semua petak-petak sawah dalam kompleks sawah yang luas. Rumput dipinggir-pinggir saluran pengairan, walaupun hanya sedikit sudah cukup untuk memberi keteduhan bagi jentik-jentik. Semua rumput dan tumbuhan lain harus dilenyapkan agar air dapat deras mengalir dan jentik-jentik dapat dimusnahkan. Pengaliran air yang baik dalam selokan-selokan yang rata dan bersih biasanya dapat menghindarkan pertumbuhan nyamuk5,7.

Setelah padi diketam kemudian biasanya oleh petani jerami-jeraminya dirobohkan atau dibabat, petak-petak sawah itu diairi sehingga semua yang ada di sawah digenangi air. Biasanya dalam sawah tadi sudah banyak jentik An. Aconitus. Apabila pembabatan jerami tidak bersih, maka sawah tersebut dapat memberi kesempatan yang baik sekali pada jentik-jentik untuk berkembang. Salah satu jalan untuk menghindari pertumbuhan jentik-jentik An. aconitus, yaitu sebelumnya petak sawah digenangi air, jerami-jerami yang ada di sekitar dibabat sampai bersih. Babatan jerami dapat ditimbun pada suatu tempat di sawah11

Di Indonesia nyamuk An. aconitus terdapat hampir diseluruh kepulauan, kecuali Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak di daerah kaki gunung pada ketinggian 400-1000 m dengan persawahan

(8)

bertingkat. Nyamuk ini merupakan vektor pada daerah tertentu di Indonesia, terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali11.

G. Tata Hidup dan Perilaku Nyamuk Anopheles aconitus 1. Klasifikasi Nyamuk

Urutan Penggolongan klasifikasi nyamuk An. Aconitus seperti binatang lainnya adalah sebagai berikut 12:

Phylum : Arthropoda Klas : Hexapoda

Ordo : Diptera

Family : Culicidae

Sub Famili : Anophelinae Genus : Anopheles

Spesies : An. Aconitus 2. Bionomik

a. Tempat Berkembang Biak (Breeding Place)

Tempat-tempat yang airnya menggenang, sawah, irigasi yang bagian tepinya banyak ditumbuhi rumput dan tidak begitu deras airnya.

b. Tempat Mencari Makan (Feeding Place)

Hanya nyamuk betina yang menghisap darah. Nyamuk Anopheles

aconitus lebih suka berada di luar rumah dan menggigigit diwaktu senja

sampai dengan dini hari (eksofagik) serta mempunyai jarak terbang sejauh 1,6 km sampai dengan 2 km. Nyamuk ini lebih bersifat suka menggigit binatang

(zoofilik) daripada sifat suka menggigit manusia (antrophofilik) .

Pada saat mencari mangsa nyamuk betina yang lapar darah terbang melawan arah angin menelusuri jejak bau hospes. Sensila pada palp dan antena berfungsi untuk mengetahui lokasi hospes, membantu memonitor kecepatan, ketinggian dan arah terbang. serta rincian lokasi mangsa. Karena kebanyakan Anopheles aktif pada malam hari, maka tampaknya faktor mata hanya merupakan pembantu.

(9)

Nyamuk Anopheles aconitus suka berada di alam atau luar rumah

(eksofilik) yaitu tempat-tempat lembab, terlindung sinar matahari, gelap.

d. Umur Nyamuk

Panjang umur nyamuk sesudah terinfeksi harus cukup agar parasit dapat menyelesaikan siklus hidupnya sehingga nyamuk menjadi infektif. Plasmodium vivax

e. Siklus Hidup

Nyamuk jantan dan betina menghisap nektar dan cairan yang lain yang diperlukan untuk pertumbuhan dan sumber tenaganya. Nyamuk Anopheles betina selain menghisap nektar juga menghisap darah mamalia, burung, katak dan sebagainya, tergantung pilihan spesies. Pada saat menghisap darah, pisau proboscis ditusukkan sampai mencapai ke pembuluh kapiler pada korban kulit korban. Rasa gatal akibat gigitan nyamuk merupakan reaksi kulit terhadap air liur dari nyamuk. Jumlah darah yang dihisap dapat lebih dari dua kali rata-rata berat badan pada saat perut kosong. Setelah cukup menghisap darah, nyamuk betina menggunakannya sebagai nutrisi untuk menghasilkan 200-300 telur atau lebih sekaligus.

Nyamuk Anopheles memiliki siklus penghisapan darah dan bertelur yang paling teratur dibandingkan nyamuk yang lain. Aktifitas menggigit dan menghisap darah secara berulang inilah yang menyebabkan Anopheles dapat menjadi vektor malaria dan penyakit lainnya baik terhadap manusia maupun hewan dan penyakit-penyakit zoonosis, karena berpindahnya patogen tertentu dari hewan ke manusia.Selesainya siklus hidup bervariasi tergantung dengan suhu dan spesies nyamuk. Di daerah tropis dengan suhu rata – rata 27 0 C, waktu terpendek yang dimulai dari peletakan telur sampai menjadi nyamuk adalah 10 – 12 hari di laboratorium, dan dapat menjadi 9 hari di alam.

Stadium telur membutuhkan 1-2 hari. Pada nyamuk betina waktu antara keluar dari pupa sampai menghisap darah yang pertama adalah 1-2 hari, perkawinan terjadi pada hari-hari tersebut dan biasanya sebelum menghisap darah. Siklus gonotrofik pertama mungkin membutuhkan 2-4 hari, tergantung

(10)

berapa kali dibutuhkan penghisapan darah guna mematangkan telur telur yang pertama

Tanda pertama akan menetasnya telur adalah gerakan pharynx yang menelan cairan amnion, kemudian kulit telur bagian dorsal retak karena dorongan tanduk larva dan udara masuk sistem trakhea, kepala dan thorak mengembang serta kutikula melebar. Selanjutnya larva akan tumbuh dan berkembang melalui 4 stadium. Perpindahan stadium diikuti dengan pelepasan kutikula dan tubuh larva bertamnbah besar sebelum kutikulaberikutnya mengeras. Proses pergantian kutikula ini (moulting process) diatur secara hormonal dan diketahui terdapat 3 jenis hormon, yaitu :

1. Hormon Aktivasi dihasilkan oleh sel-sel neurosekretor pada otak yang mengatur reaktivasi tubuh setiap kali sesudah pergantian kutikula.

2. Hormon Moulting (pergantian kutikula) dihasilkan oleh kelenjar prothorax yang mengatur proses pergantian kutikula dan juga pertuimbiuhan dan morphogenesis.

3. Hormon Juvenile dihasilkan oleh corpora allata yang mengatur pertumbuhan larva, fungsi folikel pada nyamuk dewasa dan beberapa fungsi dan struktur organ lainnya.

Setelah menetas, larva tumbuh dan berkembang melalui 4 tahap dengan melepaskan kulitnya diantara tahap prkembangannya tersebut. Bentuk larva pada masing-masing tahap disebut instar. Instar pertama amat kecil kemudian tumbuh dan berkembang serta mencapai maksimum pada instar tahap 4.

Larva instar IV hidup lebih lama dibandingkan stadium I, II dan III karena disini terjadi pertumbuhan beberapa calon organ untuk nyamuk dewasa serta persiapan tumbuhnya pupa. Pada saat pergantian, larva mengambil posisi sejajar permukaan air, kutikula membuka pada batas tengah dorsal dan pupa keluar melalui retakan tersebut.

Pertumbuhan dan perkembangan larva sebagian besar nyamuk tropis memerlukan waktu sekitar 1 minggu. Larva Anopheles bernafas melalui

(11)

siphon yang tidak berkembang baik, sedang pupa melalui trompet. Cara makan larva adalah filter feeding yang menggunakan sikat maxilla dan palatum untuk menangkap partikel makanan dan membawanya ke mulut. Makanan larva adalah mikroorganisme dan partikel-partikel kecil, sedang pupa tidak makan. Selain diatur hormon, pertumbuhan larva dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, periode gelap terang dan persediaan makanan dan tingkat kepadatan.

Pupa terdiri atas cephalothorax tanpa segmen dan abdomen yang memiliki banyak segmen. Pada cephalothorax terdapat terompet sebagai alat bernafas, bakal mata, mulut, kaki dan sayap. Abdomen meliputi 8 segmen dan sepasang kayuh pada ujungnya yang berguna untuk berenang.

Tubuh pupa memiliki distribusi rambut peraba berpasangan yang disebut setae. Masing-masing rambut mempunyai pangkal yang berhubungan dengan serabut saraf. Jumlah pasangan rambut ini tetap dan posisinya juga tetap, sehingga dapat diberi nama dan nomor yang bermanfaat untuk identifikasi. Deskripsi tentang jumlah, posisi, lokasi, bentuk dan bercabang atau tidaknya rambut pada pupa atau larva disebut chaetotaxy.

Stadium pupa berlangsung sekitar 2 hari kemudian trakhea yang menuju terompet akan retak, udara terhisap masuk dan perut nyamuk membesar, mendesak kutikula pupa sampai terbelah pada daerah cephalothorax. Nyamuk muda muncul dan udara dari perut mengisi sayap dan kakinya. Dalam waktu beberapa menit nyamuk sudah dapat terbang untuk jarak dekat guna mencari perlindungan, sambil menunggu kutikula mengeras dalam waktu sekitar setengah jam 12.

H. Pengendalian Vektor

Dewasa ini banyak sekali metode pengendalian vektor dan binatang pengganggu yang telah dikenal dan dimanfaatkan manusia. Dari berbagai metode yang telah dikenal dapat dikelompokkan sebagai berikut3,13:

(12)

Pengendalian dengan cara kimia ini disebut juga pengendalian dengan menggunakan pestisida. Pestisida adalah zat kimia yang dapat membunuh vektor dan binatang pengganggu. Disamping pengendalian langsung kepada vektor, pengendalian secara kimiawi juga bisa dilakukan terhadap tanaman yang menunjang kehidupan vektor dan binatang pengganggu dengan menggunakan herbisida. Penggunaan pestisida untuk mengendalikan vektor dan binatang pengganggu memang sangat efektif tapi dapat menimbulkan masalah yang serius karena merugikan manusia dan lingkungannya.

2. Pengendalian Cara Biologi ( Biological Control )

Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alaminya ( predator ) atau dengan menggunakan protozoa, jamur, dan beberapa jenis bakteri serta jenis - jenis nematoda.

3. Pengendalian Cara Fisika-Mekanik

Pengendalian dengan fisika-mekanika ini menitik beratkan usahanya pada penggunaan dan memanfaatkan faktor-faktor iklim kelembaban suhu dan cara-cara mekanis.

4. Pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan (Environmental management ).

Dalam pengendalian dengan cara pengelolaan lingkungan dikenal dua cara yaitu:

a. Perubahan lingkungan (Environmental Modivication)

Meliputi kegiatan setiap pengubahan fisik yang permanen terhadap tanah, air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi tempat perindukkan nyamuk tanpa menyebabkan pengaruh yang tidak baik terhadap kualitas lingkungan hidup manusia. Kegiatan ini antara lain dapat berupa penimbunan (filling), pengeringan (draining), perataan permukaan tanah dan pembuatan bangunan, sehingga vektor dan binatang pengganggu tidak mungkin hidup, sehingga vektor dan binatang pengganggu tidak mungkin hidup.

b. Manipulasi Lingkungan ( Environment Manipulation)

Sehingga tidak memungkinkan vektor dan binatang pengganggu berkembang dengan baik. Kegiatan ini misalnya dengan merubah kadar garam

(13)

(solinity), pembersihan tanaman air atau lumut dan penanaman pohon bakau

pada pantai tempat perindukan nyamuk sehingga tempat itu tidak mendapatkan sinar matahari3,13.

I. Pengendalian Jentik Malaria

Usaha pengendalian terhadap jentik vektor malaria dapat dilakukan dengan: 1. Source Reduction

Source Reduction adalah suatu upaya untuk mengalirkan air pada

perindukan nyamuk atau breeding places ke laut. Di Indonesia upaya Source

Reduction dapat berhasil menurunkan populasi nyamuk dan menurunkan angka

malairia, namun konstruksi Source Reduction harus dipelihara agar aliran air dapat lancer dan kadang-kadang dapat rusak karena terserang ombak yang keras.

2. Biological Control

Biological Control adalah upaya untuk menebarkan ikan pemakan jentik

di breeding places yang potensial. Pemanfaatan ikan sangat cocok apabila populasi jentik Anopheles di suatu tempat sudah rendah, karena dapat menekan populasi sampai sangat rendah, kalau ditebarkan pada suatu tempat yang masih tinggi populasinya hasil kurang dapat nyata karena dibutuhkan jumlah ikan yang sangat besar. Di Indonesia pemanfaatan ikan ini sudah lama dilakukan tetapi evaluasi terhadap perkembangan ikan setelah ditebarkan di breeding

places belum banyak dikembangkan. 3. Larviciding

Larviciding adalah upaya untuk mengurangi populasi jentik disuatu breeding places. Berbagai bahan yang digunakan antara lain dengan

menggunakan minyak solar, insektisida, Insect Growth Regulator dan menggunakan bakteri Baccilus Thuringiensis. Penggunaaan insektisida (larvisida) paling banyak digunakan karena ternyata dapat menekan populasi jentik dalam waktu yang singkat3.

(14)

J. Kerangka Teori

Dari beberapa penjelasan yang telah dipaparkan dalam tinjauan pustaka diatas maka dapat dibuatkan sebuah kerangka teori. Adapun bentuk kerangka teori tersebut adalah sebagai berikut.

Musim

Pertumbuhan larva

Anopheles aconitus Predator

Larvisida Pyriproxyfen IGR Pengendalian Jentik Malaria : 1. Source Reduction 2. Biological Control 3. Larvaciding 1. Suhu 2. Periode gelap terang 3. Persediaan Makanan 4. Tingkat kepadatan Faktor lingkungan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan larva Anopheles aconitus Sumber: Modifikasi Depkes RI (1993), Kuat Prabowo (1992), Ruben

(15)

K. Kerangka Konsep Larvisida berbahan aktif Pyriproxyfen sebagai IGR Kematian larva Anopheles aconitus Variabel Terikat Variabel Bebas Variabel terkendali - Temperatur air - pH air - Cahaya - Volume air L. Hipotesa

Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat diajukan hipotesa bahwa ada perbedaan jumlah kematian rata-rata larva nyamuk Anopheles Aconitus pada berbagai macam dosis IGR berbahan aktif Pyriproxyfen.

(16)

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian bionomik tentang aktivitas menggigit vektor malaria nyamuk Anopheles di Desa Bangsring Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten

Penyakit Jantung Iskemik berkaitan dengan aterosklerosis yaitu terjadi kekakuan dan penyempitan lubang pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan atau kekurangan

Aktifitas manusia banyak menyediakan terjadinya tempat perindukan yang cocok untuk pertumbuhan vektor malaria, seperti genangan air, selokan, cekungan-cekungan yang terisi air

Keanekaragaman jenis dan perilaku menggigit vektor malaria ( Anopheles spp .) di Desa Lifuleo , Kecamatan Kupang Barat , Kabupaten Kupang , Nusa Tenggara Timur.. Acta tropica

Anopheles barbirostris yang merupakan jenis yang paling dominan dibandingkan dengan lima spesies lainnya, dan merupakan vektor malaria di Sulawesi yang ditemukan menghisap

Vektor-vektor malaria tersebut pada umumnya menggigit manusia pada malam hari, penularan akan lebih intensif terjadi di daerah dimana nyamuk dapat hidup dalam waktu lama

Penelitian ini bertujuan menentukan hubungan kepadatan populasi dan aktivitas menggigit Anopheles farauti yang merupakan vektor malaria di ekosistem pantai (Kabupaten

Penyakit Diabetes merupakan faktor risiko mayor untuk terkena stroke, di mana diabetes dapat menyebabkan terjadinya sumbatan pada pembuluh darah di otak yang dapat