PERAN MORALITAS INDIVIDU: ANTARA SISTEM KEUANGAN DESA DAN
PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD)
(STUDI DI DESA KABUPATEN/KOTA PROVINSI ACEH)
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh sistem keuangan desa terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pengelolaan dana desa. Di samping itu, penelitian ini juga meneliti apakah moralitas individu dapat memoderasi hubungan antara sistem keuangan desa terhadap pencegahan fraud dana desa. Responden penelitian berjumlah 100 orang terdiri dari kepala desa, sekertaris desa, kaur keuangan, dan operator sistem keuangan desa seluruh responden ini berasal dari 23 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang didistribusikan melalui google form kepada responden pada bulan februari sampai mei 2021.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah PLS-SEM (Partial Least
Square-Structural Equation Modelling) dengan menggunakan aplikasi WarpPLS versi 7.0. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa sistem keuangan desa berpengaruh positif terhadap pencegahan kecurangan dan moralitas individu dapat menjadi variabel moderasi hubungan antara sistem keuangan desa dan pencegahan kecuragan. Impilkasi hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar para pengambil kebijakan dalam menerapkan Sistem keuangan desa dan sebagai pedoman praktis bagi desa dalam menjalankan Siskeudes.
1) Pendahuluan
Dana desa merupakan anggaran dana yang diamatkan kepada aparatur desa untuk dikelola demi kemaslahatan desanya. Anggaran tersebut bersumber dari Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana desa menjadi salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan pedesaan, dan mengembangkan perekonomian pedesaan. Pemberian wewenang pengelolaan dana desa kepada aparatur desa tidak menutup kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud) dalam hal akuntanbilitas dana desa dan alokasi dana desa (Rahimah et al, 2018). Personil yang dipercayakan dengan informasi sensitif dan kontrol perusahaan terutama yang menjabat sebagai fungsi keuangan atau peran terkait keuangan biasanya terlibat dalam kecurangan (KPMG, 2011; dan Rezaee, 2005).
Menurut data yang diterbitkan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW), terhitung dari tahun 2015-2020 terdapat 676 terdakwa kasus korupsi yang dilakukan oleh aparatur desa yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 111 miliar (Kompas.com, 2021). Pada tahun 2018 di Indonesia terjadi 96 kasus kecurangan dana desa, termasuk Aceh yang memiliki posisi keempat dengan banyaknya 22 kasus korupsi dana desa pada tahun 2018 (Antaranews.com, 2019). Seperti kasus kecurangan di Aceh utara pada desa Tanjong Ceungai yang merugikan Negara sebesar Rp 176 juta, diduga pelaku merupakan kepala desa dalam alokasi dana untuk Badan Usaha Milik Gampong (desa) tahun 2016. Kecurangan juga terjadi di Aceh Selatan di Desa Jambo Dalem yang merugikan negara mencapai Rp 250 juta, diduga pelaku merupakan dua perangkat Desa Jambo Dalem alat bukti terdapat beberapa penyimpangan dalam pengelolaan dana desa tersebut, antara mark up harga hingga fiktif. Kasus kecurangan juga terjadi di Bireun pada Desa Reusep Ara, kecamatan Jangka yang merugikan negara mencapai Rp 296 juta. kerugian itu disebabkan oleh mantan kepala desa, tersangka kasus korupsi dana desa dan alokasi dana gampong tahun 2018. Selanjutnya di Sabang pada desa Ujong Kareung juga terdapat kasus kecurangan pengelolaan dana desa yang merugikan negara mencapai Rp 206 juta, diduga pelaku merupakan mantan kepala desa tersangka diduga telah melakukan tindak pidana korupsi dalam penggunaan ADD/ADG Gampong Ujong Kareng tahap I Tahun 2016.
Tuanakotta (2010) mengungkapkan bahwa fraud merupakan salah satu perbuatan terlarang karena melawan hukum, dimana hal tersebut ditunjukan untuk mendapatkan untung baik berupa uang, barang atau harta, jasa, atau upaya dalam memenangkan proses bisnis. Menurut Romney & Steinbart (2016:149) ada tiga jenis kecurangan, yaitu korupsi, penyalahgunaan aset dan kesalahan pengungkapan. Diantara tiga jenis kecurangan ini, korupsi merupakan bentuk kecurangan yang banyak terjadi di pemerintahan Indonesia. Korupsi merupakan perbuatan asusila yang merugikan banyak pihak dan telah menjadi masalah umum
di negara Indonesia (Rifai & Mardijuwono, 2020; dan Tuanakotta 2010). Fraud organisasi menciptakan dampak negatif terhadap iklim investasi di tanah air, hal ini juga dapat berdampak pada kepercayaan lokal, negara bagian atau nasional kondisi ekonomi berdasarkan ukuran bisnis yang terkena fraud organisasi maka dari itu pentingnya pencegahan fraud untuk
citra organisasi ekonomi nasional, dan mekanisme yang efisien, penuntutan yang ketat harus dilakukan untuk mengidentifikasi dan menghentikan kelanjutan terjadinya fraud (Gupta & Gupta, 2015; Wardhani, 2016).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengkaji faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi pencegahan fraud antaralain: sistem (Le, N. T., Vu, L. T., & Nguyen, 2020; Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019), moralitas individu (Rahimah et al., 2018; Atmadja & Saputra, 2017; Widiyarta et al., 2017; Hussain & Hussaien, 2020; Fernandhytia & Muslichah, 2020; dan Setiawan, 2018), whistleblowing system (Suh & Shim, 2020; Saputra et al., 2020; Peterson, 2016;dan Suharto, 2020), kompetensi aparatur (Wahyuni & Nova, 2019; dan Laksmi & Sujana, 2019).Namun hasil penelitian masih belum konsisten. Sehingga penelitian ini ditujukan untuk mengkaji kembali hasil penelitian terdahulu untuk mendapatkan hasil yang pasti.
Faktor pertama yang ditinjau dari struktural yang mempengaruhi pencegahan fraud khususnya pada pemerintah desa adalah dengan menerapkan aplikasi sistem keuangan desa (siskeudes) sebagai pengembangan teknologi. Menurut Sulina et al., (2017) pengembangan aplikasi Siskeudes diciptakan untuk mencegah terjadinya fraud baik yang dilakukan dengan cara sengaja maupun tidak sengaja. Dengan adanya penerapan siskeudes, pelaporan yang dulu dilakukan secara manual berubah menjadi sistem pelaporan yang terotomatisasi dan lebih efektif, karena adanya pelaporan yang terintegrasi dan terkomputerisasi akan mengurangi terjadinya tindakan kecurangan sehingga pelaporan tersebut lebih akuntabel dari yang sebelumnya. Pengelolaan dana desa akan semakin akuntabel jika pengoperasian dan penggunaan aplikasi siskeudes dilaksanakan dengan baik dan benar sehingga dapat hal tersebut dapat mencegah terjadinya kecurangan (Arfiansyah, 2020; dan(Fahrurrozi, 2019). Menurut (Rahman & Anwar,2014; Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019)
fraud dapat dicegah dengan adanya peranglat lunak atau aplikasi yang terproteksi dengan baik.
Faktor yang dapat mencegah fraud selanjutnya ditinjau dari keprilakuan moralitas. Memiliki moralitas yang tinggi membuat individu lebih memperhatikan kepentingan umum, bukan hanya kepentingan pribadinya (Islamiyah & Sari, 2020). Hal ini mencerminkan adanya hubungan positif antara moralitas individu dengan pencegahan fraud seperti bukti temuan (Rahimah et al., 2018; Islamiyah & Sari, 2020; Laksmi & Sujana, 2019; dan Saputra et al., 2020). Namun hasil penelitian Dewi et al., (2017) yang menyatakan moralitas tidak berpengaruh terhadap pencegahan fraud.
terkait pengaruh sistem dan moralitas terhadap pencegahan fraud dana desa adalah masih sedikit yang mengkaji sistem pengendalian internal menggunakan sistem keuangan desa, maka dari itu peneliti tertarik untuk mengkaji dan membahas sistem keuangan desa terhadap pencegahan fraud dengan memasukkan moralitas individu sebagai pemoderasi. Penelitian ini mengambil unit analisis individu, yaitu aparatur desa. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dasar teori agensi, mengingat principal dan agent memiliki hubungan terhadap pengelolaan dana desa, dimana pemerintah daerah merupakan agent yang dipercayakan untuk mengelola dana desa sedangkan masyarakat dan pemerintah pusat yang merupakan principal.
Penelitian ini diharapkan memberikan bukti empiris. Hasil temuan diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi pengambil kebijakan, serta dapat memberikan wawasan tentang aspek-aspek terkait dengan sistem keuangan desa dan moralitas individu dalam melakukan pengelolaan dana desa dalam upaya pencegahan kecurangan.
Pada bagian selanjutnya artikel ini akan membahas kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis kemudian dilanjutkan dengan metodologi penelitian dan dilanjutkan pada bagian yang merupakan hasil dan pembahasan lalu pada bagian akhir merupakan bagian kesimpulan, keterbatasan, dan saran
2) Kerangka Teoritis Dan Pengembangan Hipotesis
Agency Theory
Penelitian ini menggunakan agency theory karena dalam pengelolaan dana desa
Principal dan agent memiliki hubungan terhadap pengelolaan dana desa, dimana pemerintah
daerah merupakan agent yang dipercayakan untuk mengelola dana desa sedangkan masyarakat dan pemerintah pusat yang merupakan principal. Transparansi sangat dibutuhkan dalam hal ini agar tidak terjadi penyalahgunaan dan kecurangan dalam pengelolaannya.
Bentuk dari tanggungjawab pemerintah desa,Teori Jensen & Meckling (1976) percaya laporan keuangan harus meminimalkan konflik antara pihak terkait, dan individu biasanya bertindak untuk kepentingan pribadi. Bentuk hubungan keagenan daerah adalah pendelegasian kekuasaan terhadap pemerintah daerah secara efektif, transparan, terintegrasi dan efisien, bertindak sebagai agen penyelenggara pemerintahan, dan bertindak sebagai badan utama untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (Yamin & Sutaryo, 2015).
Teori keagenan Jensen & Meckling (1976) sering terjadinya masalah dikarenakan tujuan dan kepentingan antara agent dan principal tidak sama yang mana terkadang apa yang
agent lakukan sulit principal telusuri. Kecenderungan kecurangan manajemen juga ditentukan
oleh faktor moralitas (Wilopo, 2006). Teori keagenan Eisenhardt (1989) dijelaskan dalam tiga karakteristik dasar pribadi, yaitu lebih mengutamakan kepentingannya sendiri (self interest),
tidak berfikir panjang untuk masa depan (bounded rationality), dan menghindari resiko (risk
averse).
Pencegahan Kecurangan (Fraud)
Fraud menurut Repousis et al., (2019) merupakan fenomena universal yang sudah ada
dari jaman, Tuanakotta (2017:226) menyatakan fraud sebagai keinginan individu demi memperoleh keuntungan dalam sektor pemerintahan melakukan penyalahgunaan wewenang dan dianggap sebagai salah satu masalah utama yang menciptakan tantangan bagi organisasi bisnis (Perri & Brody, 2012; Naibaho, 2019; Repousis et al., 2019). Dalam mendeteksi kecurangan banyak model yang dapat digunakan seperti fraud triangle, fraud diamond, dan
fraud star (Clinard & Cressey, 1954; Wolfe & Hermanson, 2004; dan (Umar & Mohamed,
2016). Menurut Clinard & Cressey (1954) secara umum pendekatan yang dapat digunakan untuk deteksi kecurangan adalah dengan model segitiga kecurangan. Model ini menjelaskan bagaimana seseorang melakukan suatu kecurangan yang dimotivasi oleh tiga komponen yaitu tekanan, peluang, dan rasionalisasi
Salah satu faktor fraud adalah tekanan, seseorang mungkin mengalami tekanan keuangan atau jenis tekanan lainnya. Huang et al., (2017) menemukan bahwa tekanan adalah pemicu terkuat di antara ketiga faktor tersebut. Berada di bawah tekanan akan meningkatkan kemungkinan terjadinya fraud (Suyanto, 2009); dan Aidafitri et al., 2014). Tekanan-tekanan ini bisa berupa tekanan gaya hidup, tuntutan ekonomi, profesionalisme, dan lain sebagainya. Tekanan yang paling sering dialami adalah tekanan ekonomi, yakni kebutuhan seseorang akan uang. Jenis kebutuhan ini dianggap harus dihadapi sendiri dan tidak untuk disebarkan ke orang lain dalam penyelesaiannya sehingga berujung terjadinya kecurangan.
Adanya kesempatan atau peluang membuat kondisi terjadinya kecurangan sangat terbuka lebar. Fraud lebih sering terjadi pada perusahaan dengan sistem pengendalian internal yang lemah, keamanan yang buruk pada properti, atau kebijakan yang tidak jelas terkait dengan perilaku yang dapat diterima (Manurung & Hadian, 2013; Gupta & Gupta, 2015;
Nawawi, 2017).
Rasionalisasi adalah sikap atau karakter seseorang yang membenarkan praktik curang (Skousen et al., 2009). Rasionalisasi merupakan bagian fraud triangle yang sangat sulit diukur. Bagi mereka yang terbiasa tidak jujur, akan mudah merasionalisasi kecurangan. Pelaku tindak kecurangan akan selalu berusaha mencari pembenaran yang rasional untuk membenarkan perbuatannya (Priantara, 2013).
Menurut Ghazali et al., (2014) sangat penting memiliki strategi yang efektif untuk mencegah kecurangan. Manajemen dapat mengatasi kesulitan penanganan fraud dan dilema terkaitnya dengan menyusun kebijakan dan mekanisme penanganan fraud. Memiliki kebijakan keamanan komputer juga dianggap perlu untuk mencegah kecurangan. Mekanisme lain yang
paling banyak dikutip termasuk pentingnya memiliki kebijakan investigasi kecurangan, serta kebijakan kode etik atau etika kerja.
Menurut Adams (2006:56) untuk menangani kerugian finansial karena penipuan, cara yang paling tepat dilakukan adalah dengan pencegahan. Dengan pencegahan fraud menyediakan lingkungan di mana terdapat sedikit peluang untuk terjadinya fraud (Omar & Bakar, 2012). Namun, banyak peneliti telah menemukan bahwa sebagian besar organisasi memberikan lebih banyak komitmen untuk antisipasi daripada pencegahannya, dan lebih memilih mengelola kejadiannya secara individu (Bishop, 2004; Omar & Bakar, 2012; KPMG, 2013). Lebih lanjut Laufer (2011) mengemukakan bahwa mencegah fraud lebih murah daripada mendeteksi fraud.
Kustiawan (2016) mengungkapkan tanggung jawab utama pencegahan fraud terletak pada pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan entitas dan pihak manajemen. Hal ini merupakan hal yang penting. Manajemen, di bawah pengawasan penanggung jawab tata kelola, menekankan bahwa pencegahan fraud dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penipuan. Individu tidak boleh melakukan kecurangan, karena kemungkinan besar akan diterdeteksi dan dihukum. Hal ini membutuhkan pembentukan budaya kejujuran dan perilaku etis, yang dapat diterapkan di bawah pengawasan aktif dari mereka yang bertanggung jawab atas tata kelola.
Sistem Keuangan Desa
Siskeudes adalah aplikasi yang dikembangkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan dana desa dan berkonsep akuntabilitas yaitu mampu mempertanggungjawabkan alokasi dana yang digunakan, dengan adanya aplikasi tersebut dapat meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa yang memenuhi prinsip transparansi dan juga akuntabilitas, salah satu upaya dengan menerapkan aplikasi Siskeudes, baik dari tahap perencanaan, pelaporan dan pertanggungjawabannya.Tujuan diterapkannya Siskeudes untuk memudahkan pelaporan keuangan dan menata kelola keuangan desa dengan optimal serta sarana untuk mengontrol atau mengukur pengelolaan keuangan desa agar tidak menyimpang dari ruang lingkup peraturan perundang-undangan.
Siskeudes dikembangkan oleh pemerintah dan BPKP pada mei 2015 diluncurkan pada juli 2015 dan diimplementasikan pada awal tahun 2016. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2019, Siskeudes sudah 95,06% diterapkan oleh seluruh desa di Indonesia. Aplikasi Siskeudes telah dilaksanakan pada 73.751 desa di 430 Kabupaten/Kota atau 98,40% dari 74.954 di 434 Kabupaten/Kota. Di Aceh pada akhir bulan desember 99,45% desa sudah mengimplementasikan Siskeudes. Dengan adanya implementasi siskeudes didesa diharapkan dapat mempermudah aparatur desa dalam pengelolaan dana desa.
Moralitas Individu
Moralitas merupakan cara hidup atau kebiasaan. Moralitas merupakan kualitas dalam perbuatan manusia yang memperlihatkan bahwa perbuatan itu baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik atau buruknya perbuatan manusia. Seseorang yang memiliki moral yaitu jika bersikap sesuai dengan aturan lingkungan sekitar yang mana memiliki sikap dan perilaku yang baik (Umam, 2010; dan Udayani & Sari, 2017)
Menurut Kohlberg (1971) terdapat tiga tingkatan tahap perkembangan moral pertama
pre-conventional pada tahap terendah ini individu lebih cenderung bertindak karena
menunjukkan kepatuhan dan ketakutan terhadap hukum yang ada. Selain itu pada level moral ini, individu juga akan menganggap hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan adalah kepentingan pribadinya. Kedua conventional, pada tahap kedua ini individu memiliki dasar pertimbangan moral terkait dengan pemahaman hukum. Untuk menghindari terjadinya kecurangan manajemen mulai mengikuti standar akuntansi dan peraturan lainnya sehingga membentuk moralitas manajemennya. Ketiga post-conventional, pada tahap tertinggi ini individu sudah mulai terlihat kedewasaan moral manajemen yang lebih tinggi. Ketika menanggapi isu terkait tanggung jawab sosial kepada orang lain, kematangan moral menjadi dasar pertimbangan manajemen. Berdasarkan tanggung jawab sosial, diharapkan para manajemen yang memiliki moralitas tinggi tidak akan melakukan penyelewengan dalam akuntansi.
Model yang dikemukakan oleh Kohlberg (1971) ini adalah model yang lazim digunakan peneliti dan dianggap sebagai yang paling populer dan teruji teori ranahnya dan tetap menjadi salah satu karya yang paling banyak dikutip dalam menjelaskan moralitas seperti penelitian (Hussain & Hussaien, 2020; Trevino, 1992; Hayes, 1994; Fisher & Lovell, 2009; ICAEW, 2007; Weber & McGivern, 2010).
Menurut Welton & Lagrone (1994), pembenaran mengenai individu diukur dengan menggunakan level penalaran moralnya. Pada level penalaran rendah individu cenderung akan lebih melakukan kecurangan, namun sebaliknya pada level penalaran yang tinggi individu cenderung melakukan hal yang benar dan tidak melakukan kecurangan. Penalaran moral berkaitan dengan bagaimana individu berpikir dan apa yang mereka pertimbangkan tentang situasi moral, hal ini merupakan proses untuk menentukan situasi yang benar atau salah ( Hussain & Hussaien, 2020). Setiawan (2018) menyatakan bahwa level penalaran moral individu akan mempengaruhi perilaku etisnya. Tingginya level moral individu menyebabkan semakin besarnya kemungkinan individu untuk melakukan hal yang benar (Rest et al., 2000).
Hubungan Sistem Keuangan Desa Terhadap Pencegahan Fraud
pengembangan teknologi dapat mencegah terjadinya fraud. Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan sistem dapat mencegah terjadinya fraud seperti penelitian (Le, N. T., Vu, L. T., & Nguyen, 2020; Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019) termasuk Siskeudes. Hasil penelitian Arfiansyah (2020) menyatakan bahwa Siskeudes berpengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan dana desa. Menurut Arfiansyah, (2020) akuntabilitas merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan dana desa yang sudah dipercaya sebagai pelaksanaan kewajiban kepala desa untuk tercapainya tujuan desa, pengelolaan dana desa menjadi tolak ukur kepercayaan masyarakat karena adanya akuntabilitas yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas kinerja pemerintahan desa, dengan adanya kepercayaan ini dapat mengurangi tingkat kecurangan dana desa. Dari uraian tersebut maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
H1: Sistem Keuangan Desa Berpengaruh terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud) Pengelolaan Dana Desa
Hubungan Sistem Keuangan Desa Terhadap Pencegahan Fraud dengan Moralitas Individu Sebagai Variabel Moderasi
Moralitas merupakan aspek fundamental untuk menilai baik atau buruknya perilaku seseorang (Alou et al., 2017). Lebih lanjut Setiawan (2018) menyatakan bahwa tingkatan penalaran moral yang dimiliki oleh setiap individu mencerminkan tindakan individu tersebut. Orang yang memiliki tingkat penalaran yang rendah akan berbeda dengan orang dengan tingkat penalaran yang tinggi saat mereka dihadapkan oleh dilema etika.
Sistem keuangan desa dirancang dengan mempertimbangkan pengendalian internal, berbagai penelitian (Puspasari & Suwardi, 2016; Laksmi & Sujana, 2019; dan Islamiyah & Sari, 2020) menyatakan bahwa kecenderungan untuk tidak melakukan kecurangan didukung dengan seseorang yang memiliki moralitas yang tinggi dengan sistem pengendalian internal yang baik dengan terjadinya hal tersebut mampu untuk pencegahan fraud.
Hasil penelitian lainnya dari Atmadja & Saputra (2017) menyatakan bahwa moralitas mampu memoderasi sistem pengendalian internal terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan dana desa hal tesebut karena didukung oleh sistem pengendalian internal yang handal. Oleh karena hasil penelitian Puspasari & Suwardi (2016) dan Atmadja & Saputra (2017) penulis dapat menduga dengan adanya penanaman nilai moral yang baik pada setiap perangkat aparatur desa yang menjalankan siskeudes akan membuat mereka menyajikan laporan pertanggungjawaban secara benar dan jujur, dimana hal ini dapat mencegah terjadinya kecurangan. Dari uraian tersebut maka diajukan hipotesis sebagai berikut:
H2: Sistem Keuangan Desa melalui Moralitas Individu berpengaruh terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud) Pengelolaan Dana Desa.
Gambar 2.1 Skema Pemikiran
3) Metode Penelitian
Sampel dan Teknik Pengumpulan Data
Responden penelitian ini merupakan aparatur desa pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Responden terdiri dari kepala desa, sekertaris desa, kaur keuangan, dan operator siskeudes. Kuesioner didistribusikan menggunakan web dengan google document melalui
google form dan didistribusikan kepada responden melalui whatsapp. Untuk daerah tertentu
kontak responden didapatkan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG). Distribusi dilakukan dari bulan februari sampai mei, dan pada tanggal jatuh tempo yang ditentukan, 100 kuesioner selesai dikumpulkan. Menurut Chin (2002) minimal ukuran sampel dalam PLS-SEM ialah 30-100 ukuran sampel.
Pengukuran
Pengukuran pencegahan fraud dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dikembangkan oleh anti fraud control yang terdiri dari 16 dimensi yaitu dengan audit tanpa diduga, pengalihan penugasan/harus mengambil cuti, saluran pengaduan fraud, program dukungan karyawan, pelatihan terkait fraud untuk manajer dan eksekutif, audit internal, pelatihan fraud untuk karyawan, kebijakan anti-fraud, audit eksternal untuk pengendalian intern dan pelaporan keuangan, kode etik, telaah manajemen atas pengendalian intern, audit eksternal atas laporan keuangan, komite audit yang bersifat independen, sertifikasi terkait kewajaran laporan keuangan oleh manajemen, penghargaan untuk pengadu fraud, dan usaha untuk melindungi terhadap pengadu fraud. Instrumen menggunakan skala pengukuran interval dan teknik pengukuran variabel dengan skala likert berkisar antara 1-5. Poin 1 menyatakan “Sangat Tidak Setuju” (STS) yang dan poin 5 berarti “Sangat Setuju” (SS).
Pengukuran ini juga pernah digunakan oleh penelitian Rahmawati et al., (2020) terkait penelitiannya yang bejudul ”determinan fraud prevention pada pemerintahan desa di kabupaten banjar”, dan Atmadja & Saputra (2017) terkait penelitiannya yang berjudul "
Pencegahan
Fraud dalam Pengelolaan Keuangan Desa”.
Sistem
Keuangan Desa
Pencegahan
Fraud
Moralitas
Individu
Pengukuran Siskeudes dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dikembangkan oleh Romney & Steinbart (2018:30) yang terdiri dari tujuh dimensi yaitu, relevan, andal, lengkap, tepat waktu, dapat dipahami, dapat diverifikasi dan dapat diakses. Instrumen menggunakan skala pengukuran interval dan teknik pengukuran variabel dengan skala likert berkisar antara 1-5. Poin 1 menyatakan “Sangat Tidak Setuju” (STS) yang dan poin 5 berarti “Sangat Setuju” (SS). Pengukuran ini juga pernah digunakan dalam penelitian Azmi & Harry (2017) terkait penelitiannya yang berjudul kajian kualitas sistem informasi akuntansi pada perguruan tinggi muhammadiyah di indonesia.
Pengukuran Moralitas dalam penelitian ini berupa kuesioner yang dikembangkan oleh (Kohlberg dalam Hussain & Hussaien, 2020) yang terdiri dari tujuh dimensi, yaitu, kepatuhan dan hukuman, individualisme, kesesuaian antarpribadi, keselarasan sosial, utilitas sosial, dan prinsip etika universal. Instrumen menggunakan skala pengukuran interval dan teknik pengukuran variabel dengan skala likert berkisar antara 1-5. Poin 1 menyatakan “Sangat Tidak Setuju” (STS) yang dan poin 5 berarti “Sangat Setuju” (SS).
Metode Analisis
PLS-SEM (Partial Least Square- Structural Equation Modelling)
Penelitian ini menggunakan metode analisis PLS-SEM dengan menggunakan aplikasi WarpPLS 7.0, dilakukan dengan tiga tahap pengujian yaitu, outer model, inner model, dan hipotesis. Outer model dilakukan untuk menilai reabilitas dan validitas dari indikator-indikator pembentuk konstruk laten. Ghozali & Latan (2014:91) menjelaskan bahwa outer model memiliki 4 kriteria yaitu convergent validity, discriminant validity, indicator reliability, dan
composite reliability. Sedangkan Inner model digunakan untuk memantau nilai R-Squares pada
tiap variabel laten endogen selaku kekuatan prediksi dari model struktural (Geisser, 2012). Adapun rule of thumb untuk mengevaluasi inner model yaitu, Cofficients of Determination 𝑅2,
Effect Size (𝑓2), Predictive Relevance (𝑄2), dan Ukuran 𝑞2 effect. Pengujian hipotesis Nilai signifikansi yang digunakan adalah ϒi = 0,05 atau ϒi = 5%. Jika nilai signifikansi suatu variabel eksogen <0,05 maka variabel eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen. Sebaliknya, jika nilai signifikansi suatu variabel eksogen >0,05 maka variabel eksogen tidak berpengaruh terhadap variabel endogen.
4) Hasil dan Pembahasan
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner melalui google form yang didistribusikan kepada responden melalui
whatsApp, Penyebaran kuesioner dilakukan selama 2 bulan, yakni mulai dari Februari
sampai Mei 2021. Responden sebanyak 100 aparatur desa dari seluruh total kepala desa,
sekertaris desa, kaur keuangan, dan operator Siskeudes di kabupaten/kota di provinsi
aceh. Profil responden yang berpartisipasi dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini.
Tabel 1 Deskripsi Karakteristik Responden
No Karakteristik Responden Frekuensi (N) Persentase (%)
1 Prov/Kab/Kota
1. Kabupaten Aceh Barat 2. Kabupaten Aceh Barat Daya 3. Kabupaten Aceh Besar 4. Kabupaten Aceh Jaya 5. Kabupaten Aceh Selatan 6. Kabupaten Aceh Singkil 7. Kabupaten Aceh Tamiang 8. Kabupaten Aceh Tengah 9. Kabupaten Aceh Tenggara 10. Kabupaten Aceh Timur 11. Kabupaten Aceh Utara 12. Kabupaten Bener Meriah 13. Kabupaten Bireuen 14. Kabupaten Gayo Lues 15. Kabupaten Nagan Raya 16. Kabupaten Pidie 17. Kabupaten Pidie Jaya 18. Kabupaten Simeulue 19. Kota Banda Aceh 20. Kota Langsa 21. Kota Lhokseumawe 22. Kota Sabang 23. Kota Subulussalam 24. Total 2 1 12 2 4 3 1 2 9 29 1 1 3 4 1 1 5 1 12 2 1 2 1 100 0,02% 0,01% 0,12% 0,02 % 0,04% 0,03 % 0,01 % 0,02 % 0,09 % 0,29% 0,01% 0,01% 0,03% 0,04% 0,01% 0,01% 0,05% 0,01% 0,12% 0,02% 0,01% 0,02% 0,01% 100% 2 Usia a. 21-30 tahun b. 31-40 tahun c. 41-50 tahun d. 51-60 tahun e. Total 21 32 34 13 100 0,21% 0,32% 0,34% 0,13% 100% 3 Jenis Kelamin a. Pria b. Wanita c. Total 95 5 0,95% 0,05% 100 100% 4 Jabatan a. Kepala Desa b. Sekertaris Desa c. Kaur Keuangan d. Operator Siskeudes e. Total 43 21 23 14 100 0,43% 0,21% 0,23% 0,14% 100% 5 Masa Jabatan a. 1-2 tahun b. 2-3 tahun c. 3-4 tahun d. 4-5 tahun e. Lebih dari 5 tahun
f. Total 24 15 12 41 8 100 0,24% 0,15% 0,12% 0,41% 0,08% 100% 6 Pendidikan
a. SMA/SMK b. Diploma (I/II/III/IV) c. Sarjana (S1) d. Sarjana (S2) e. Total 49 8 40 3 100 0,49% 0,08% 0,40% 0,03% 100%
Tabel 2 Tanggapan Responden terhadap Sistem Keuangan Desa
No Pernyataan
Skor Jawaban
Rata-rata
STS TS N S SS
1 Informasi yang dihasilkan sistem keuangan desa saya dapat meningkatkan pengambilan keputusan, mengurangi ketidakpastian dan mengoreksi ekspetasi sebelumnya
1 1 9 53 36 4,22
2 Laporan yang dihasilkan oleh sistem keuangan desa saya bebas dari kesalahan/bias dan dapat menggambarkan aktivitas desa saya
1 2 12 54 31 4,33
3 Sistem keuangan desa saya lengkap sehingga memudahkan saya untuk menilai kegiatan
1 1 9 52 37 4,23
4 Dengan adanya sistem keuangan desa, memudahkan saya untuk menyajikan laporan keuangan secara tepat waktu
0 1 12 34 53 4,39
5 Dengan adanya sistem keuangan desa dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti
0 1 8 40 51 4,41
6 Dengan adanya Siskeudes, saya dengan mudah mendapatkan informasi yang dapat diverifikasi secara langsung ke bukti transaksi awal
0 0 11 39 50 4,39
7 Saya dapat mengakses sistem keuangan desa kapan saja, ketika dibutuhkan dalam format yang digunakan
1 1 9 45 44 4,30
Rata-rata 4,32
tabel 2 di atas menunjukkan nilai rata-rata responden adalah 4,32. Hal ini mengindikasikan kesetujuan responden terhadap pencegahan fraud. Pernyataan dengan nilai rata-rata paling tinggi terdapat dalam pernyataan nomor 5 yaitu 4,41 mengenai dengan adanya sistem keuangan desa dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dengan didominasi oleh 51 responden dengan pilihan sangat setuju. Selanjutnya pernyataan dengan nilai rata-rata paling rendah terdapat dalam pernyataan nomor 1 yaitu 4,22 mengenai Informasi yang dihasilkan sistem keuangan desa dapat meningkatkan pengambilan keputusan, mengurangi ketidakpastian dan mengoreksi ekspetasi sebelumnya dengan didominasi oleh 53 responden dengan pilihan setuju.
Tabel 3 Tanggapan Responden terhadap Moralitas Individu
No Pernyataan
Skor Jawaban Rata-rata
STS TS N S SS
tanggungjawab di tempat saya bekerja
2 Saya sadar akan tanggungjawab saya di tempat saya bekerja
0 0 5 28 67 4,62
3 Saya membantu rekan atau organisasi dimana saya bekerja untuk mencapai tujuan.
0 0 7 34 59 4,52
4 Saya membiarkan rekan saya bekerja jika tidak sesuai dengan tujuannya dalam melakukan pekerjaan.
37 41 19 3 0 4,12
5 Saya merupakan pribadi yang baik di pandangan rekan saya.
0 1 15 51 33 4,16
6 Saya dapat beradaptasi dengan baik dalam lingkungan kerja saya dan juga lingkup lainnya.
0 0 15 44 41 4,26
7 Saya bertindak sesuai moral yang berlaku dalam organisasi saya bekerja dan juga masyarakat.
0 1 11 37 51 4,38
8 Saya memiliki keinginan untuk melakukan semua kewajiban yang saya miliki serta memiliki toleransi terhadap perbedaan yang ada pada organisasi saya bekerja.
0 1 10 39 50 4,38
9 Saya memiliki komitmen untuk berprilaku dan bersikap sesuai dengan norma yang berlaku
0 0 8 38 54 4,46
10 Saya bekerja secara jujur dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab saya.
0 0 7 36 57 4,50
11 Saya merasa bersalah ketika melakukan kebohongan ketika bekerja.
0 2 10 24 64 4,50
Rata-rata 4,40
tabel 3 di atas menunjukkan nilai rata-rata responden adalah 4,40. Hal ini mengindikasikan kesetujuan responden terhadap moralitas individu. Pernyataan dengan nilai rata-rata paling tinggi terdapat dalam pernyataan nomor 2 yaitu 4,62 mengenai kesadaran akan tanggungjawab di tempat bekerja dengan didominasi oleh 67 responden dengan pilihan sangat setuju. Selanjutnya pernyataan dengan nilai rata-rata terendah berada pada nomor 4 yaitu 4,12 mengenai membiarkan rekan kerja, bekerja jika tidak sesuai dengan tujuannya dalam melakukan pekerjaan.dengan didominasi oleh 41 responden dengan pilihan tidak setuju.
Tabel 4 Tanggapan Responden terhadap Pencegahan Fraud
No Pernyataan
Skor Jawaban
Rata-rata
STS TS N S SS
1 Di desa saya pernah dilakukan audit/pemeriksaan mendadak
0 8 22 51 19 3,81
2 Jika salah satu aparatur desa saya berhalangan hadir, tugasnya dapat dialihkan kepada oranglain yang memiliki kompetensi/kemampuan di bidang tersebut
1 5 12 52 30 4,05
3 Di desa saya terdapat saluran komunikasi khusus untuk melaporkan ketidakberesan dalam
pengelolaan keuangan desa 4 Di desa saya pernah diberikan
program pendukung pengelolaan keuangan desa seperti pelatihan kompetensi, studi banding atau sejenisnya
1 5 16 46 32 4,03
5 Di desa saya terdapat program pelatihan mengenai sanksi kecurangan dalam hal pengelolaan keuangan desa untuk kepala desa
3 6 17 46 28 3,90
6 Di desa saya terdapat audit internal oleh inspektorat maupun BPKP setiap tahun
2 4 25 41 28 3,89
7 Saya pernah mengikuti pelatihan kecurangan bersama aparatur lainnya
8 4 21 47 20 3,67
8 Saya pernah mengikuti sosialisasi program pemberantasan
kecurangan dijelaskan segala bentuk modus dan sanksinya
7 2 20 52 19 3,74
9 Di desa saya dilakukan audit eksternal oleh BPK untuk sistem pengendalian internal
pemerintahan desa atas pelaporan keuangannya
3 5 25 44 23 3,79
10 Di desa saya memiliki aturan perilaku/kode etik tentang pedoman dan tata cara pengelolaan keuangan desa yang jelas dan terukur serta konsisten untuk ditaati
0 6 15 47 32 4,05
11 Di desa saya dilakukan evaluasi terhadap sistem pengendalian internal dalam pengelolaan keuangan desa oleh BPD dan masyarakat
0 7 12 53 28 4,02
12 Di desa saya perlu dilakukan audit eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan pemerintahan desa
3 4 22 49 22 3,83
13 Di desa saya, pemerintahan desa harus memiliki atau bekerjasama dengan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) yang independen.
0 3 17 41 39 4,16
14 Di desa saya, pemerintahan desa perlu memiliki sertifikasi mengenai kewajaran laporan keuangan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) baik oleh inspektorat maupun BPKP.
2 2 24 42 30 3,96
15 Di desa saya memberikan imbalan bagi siapapun baik masyarakat maupun aparatur desa apabila melaporkan kecurangan pengelolaan keuangan desa yang terjadi, berupa reward
(penghargaan baik berupa material maupun non material).
6 4 29 39 22 3,67
16 Di desa saya terdapat perlindungan dari pemerintah maupun pihak yang berwenang bagi orang yang melaporkan kecurangan pengelolaan keuangan desa.
1 3 25 46 25 3,91
tabel 4 di atas menunjukkan nilai rata-rata responden adalah 3,90. Hal ini mengindikasikan kesetujuan responden terhadap pencegahan fraud. Pernyataan dengan nilai rata-rata tertinggi berada pada pernyataan nomor 13 yaitu 4,16 mengenai keharusan desa untuk memiliki atau bekerjasama dengan Badan Permusyarawatan Desa (BPD) yang independen dengan didominasi oleh 41 responden dengan pilihan setuju. Selanjutnya pernyataan dengan nilai rata-rata terendah berada pada nomor 7 dan nomor 15 yaitu 3,67 yang mana pernyataan nomor 7 mengenai pengalaman mengikuti pelatihan kecurangan bersama aparatur lainnya dengan didominasi oleh 47 responden dengan pilihan setuju. Selanjutnya pernyataan nomor 15 mengenai pernyataan memberikan imbalan bagi siapapun baik masyarakat maupun aparatur desa apabila melaporkan kecurangan pengelolaan keuangan desa yang terjadi, berupa reward (penghargaan baik berupa material maupun non material) dengan didominasi oleh 39 responden dengan pilihan setuju.
Tabel 5 Hasil Uji Outer Model
Variabel Indikator Loading Factor ≥0,50 CR ≥0,70 AVE > 50% √AVE Pencegahan Fraud PF1 0,746 0,968 0,652 0,807 PF2 0,816 PF3 0,818 PF4 0,794 PF5 0,770 PF6 0,774 PF7 0,877 PF8 0,862 PF9 0,838 PF10 0,836 PF11 0,839 PF12 0,843 PF13 0,773 PF14 0,814 PF15 0,747 PF16 0,757
Sistem Keuangan Desa SKD1 0,801 0,949 0,728 0,853
SKD2 0,874 SKD3 0,882 SKD4 0,864 SKD5 0,852 SKD6 0,846 SKD7 0,852
Moralitas Individu MI1 0,738 0,948 0,626 0,791
MI2 0,774 MI3 0,761 MI4 0,772 MI5 0,735 MI6 0,828 MI7 0,820 MI8 0,825 MI9 0,873 MI10 0,785 MI11 0,781
Tabel 5 menunjukkan CR (Composite Reliability), AVE (Average Variance Extracted), dan akar kuadrat AVE (√AVE). AVE dan CR hanya dapat digunakan untuk konstruk dengan indikator reflektif. CR adalah parameter dari internal consistency reliability yang bertujuan untuk mengukur reliabilitas konstruk secara keseluruhan. Uji reliabilitas untuk pencegahan
fraud, sistem keuangan desa, dan moralitas individu telah menghasilkan nilai yang baik. Nilai
CR masing-masing variabel yaitu 0,968 (PF), 0,949 (SKD), dan 0,948 (MI), yang sesuai standar karena sudah > 0,70. AVE adalah parameter dari convergent validity, sedangkan √AVE dan AVE adalah parameter dari discriminant validity. Convergent validity dan discriminant validity bertujuan untuk melakukan uji valiaditas. Berdasarkan tabel 4.1, nilai AVE untuk semua
variabel sangat baik karena nilainya > 0,50 sehingga memenuhi kriteria convergent
validity yang bertujuan untuk menguji korelasi antar indikator untuk mengukur
konstruk. Ketiga variabel laten juga memiliki nilai discriminat validity yang sangat baik,
dimana nilai √AVE setiap variabel lebih besar daripada nilai AVE.
Tabel 6 Pengujian Hipotesis
Path Hipotesis Koefisien Nilai P Kesimpulan
SKD-PF H1 0.55 <0.001 Diterima
MI*SKD H2 0.19 <0.002 Diterima
Tabel 6 menunjukkan pengaruh parsial secara langsung masing-masing variabel eksogen, yaitu sistem keuangan desa, dan moralitas individu sebagai pemoderasi. Path
coefficients menunjukkan arah hipotesis, yaitu positif. Signifikansi < 0,05 berarti bahwa
variabel eksogen berpengaruh terhadap variabel endogen. Berdasarkan table 4.5, maka dapat diambil kesimpulan, sistem keuangan desa memiliki path coefficients sebesar 0,573 dan p-value sebesar <0,001 yang berarti lebih kecil dari 0,05, maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel sistem keuangan desa berpengaruh positif terhadap pencegahan fraud dan moralitas individu sebagai variabel moderasi memiliki path coefficients sebesar 0,191 dan p-value 0,024 yang berarti lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan HA
ditolak. Artinya, moralitas individu mampu memoderasi sistem keuangan desa terhadap fraud.
Tabel 7 Uji Kecocokan Model
Indikator Target Tingkat
Kecocokan
Hasil Estimasi Tingkat Kecocokan
APC > 0,05
p-value ≤ 0,05
APC = 0,369
P-value = 0,001
Good Fit
ARS > 0,05 0,414 Good Fit
AARS > 0,05 0,402 Good Fit
AVIF Rule of thumb
idealnya sebesar ≤ 3,3, namun nilai ≤ 5 masih dapat diterima.
AFVIF Rule of thumb idealnya
sebesar ≤ 3,3, namun nilai ≤ 5 masih dapat diterima. 1,408 Good Fit Gof ≥ 0,36 (besar), ≥ 0,25 (menengah) dan ≥ 0,10 (kecil) 0,558 Besar SPR SPR idealnya yaitu
sama dengan 1, namun nilai ≥ 0,7 masi dapat diterima
1,000 Good Fit
RSCR RSCR idealnya yaitu
sama dengan 1, namun nilai ≥ 0,7 masi dapat diterima
1,000 Good Fit
SSR Rule of thumb untuk
SSR yaitu
1,000 Good Fit
NLBCDR harus ≥ 0,7
Rule of thumb untuk
NLBCDR yaitu harus ≥ 0,7
1,000 Good Fit
Gof (Goodness of Fit) menghasilkan nilai 0,558 berarti termasuk dalam kategori yang besar. SPR (Sympson’s Paradox), RSCR (R-Squared Contribution Ratio), dan SSR Statistic (Suppressions Ratio) menghasilkan nilai yang sama yaitu 1,000. Hal ini berarti tidak ada masalah kausalitas dalam model. Selanjutnya NLBCDR (Nonlinear Bivariate Causality
Direction Ratio) mempunyai nilai 1,000 yaitu mempunyai nilai ≥ 0,7 yang berarti cukup baik.
Pengaruh Sistem Keuangan Desa Terhadap Pencegahan Fraud
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa sistem keuangan desa berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti dengan adanya sistem yang teintegrasi dan terkomputerisasi dapat memudahkan dalam hal pengoperasian dan penggunaan aplikasi Siskeudes, maka akan menghasilkan pelaporan yang akuntabel dalam pengelolaan dana desa sehingga dapat mencegah terjadinya kecurangan.
Siskeudes dirancang dengan mempertimbangkan pengendalian internal. Hasil penelitian relevan dengan agency theory di mana diperlukannya sistem pengendalian internal dalam mengawasi perilaku agen (aparatur desa), jika berdasarkan teori fraud diamond kesempatan merupakan kelemahan pada sistem yang difungsikan untuk melakukan fraud saat menghasilkan laporan keuangan. Efisiennya pengendalian internal dapat menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel, taat akan aturan, dan efisiensi operasional efisien (Kummer et al., 2015). Pengendalian yang memiliki kualitas yang baik yaitu bisa meminimalisir sikap dan mementingkan kepentingan pribadi yang para aparat desa ingin lakukan (Wijayanti & Hanafi, 2018).
Hasil penelitian ini didukung oleh Laksmi & Sujana (2019), dan Atmadja & Saputra (2017), yang menyatakan sistem pengendalian internal berpengaruh signifikan terhadap pencegahan fraud. Artinya, fraud dapat dicegah apabila setiap organisasi dapat menerapkan
sistem pengendalian internal yang efektif, karena melalui sistem pengendalian internal tersebut maka suatu instansi bisa mempertanggungjawabkan segala kegiatan dan aktivitas yang menjadi kewenangannya yang dimulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan keuangan menurut prosedur serta aturan yang ada. Penelitian ini juga didukung oleh (Le, N. T., Vu, L. T., & Nguyen, 2020; Rahim et al., 2017; Baldock, 2016; dan Fahrurrozi, 2019).
Pengaruh Moralitas Individu Sebagai Pemoderasi
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa moralitas individu mampu memoderasi sistem keuangan desa terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti semakin baik moralitas seseorang maka semakin baik pula sistem keuangan desa tersebut. Sistem keuangan desa dijalankan oleh manusia yang mana ketika seseorang memiliki moralitas yang baik maka ia memiliki rasa tanggungjawab dan menaati aturan yang berlaku ditempat ia bekerja. Hal ini berarti jika seseorang memiliki moralitas yang baik maka ia dapat menjalankan sistem keuangan desa tersebut dengan baik dan benar sehingga hal ini dapat mencegah terjadinya fraud pengelolaan dana desa.
Hasil penelitian relevan dengan agency theory, moralitas termasuk dalam asumsi self
interest (mementingkan diri sendiri). Namun asumsi tersebut dapat dicegah dengan peningkatan
moral. Kemungkinan untuk melakukan fraud kecil jika tingginya moralitas yang dimiliki individu, karena bukan hanya mementingkan kepentingan pribadinya melainkan lebih mementingkan kepentingan umum. Semakin individu memiliki level moral yang tinggi semakin invidu tersebut berusaha menghindari tindakan fraud. Penelitian ini juga didukung oleh (Puspasari & Suwardi, 2016; Laksmi & Sujana (2019); dan Islamiyah & Sari, 2020)
5) Kesimpulan, Keterbatasan, dan Saran
Hasil dari penelitian ini dapat disumpulkan bahwa, sistem keuangan desa secara langsung berpengaruh positif terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti dengan adanya sistem yang teintegrasi dan terkomperisasi dapat memudahkan dalam hal pengoperasian dan penggunaan aplikasi Siskeudes, maka akan menghasilkan pelaporan yang akuntabel dalam pengelolaan dana desa sehingga dapat mencegah terjadinya fraud. Moralitas Individu mampu memoderasi pengaruh sistem keuangan desa terhadap pencegahan fraud. Hal ini berarti semakin tinggi moralitas seseorang maka semakin baik dalam menjalankan sistem keuangan desa dan pada akhirnya hal ini dapat mencegah terjadinya fraud.
Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini yaitu total responden hanya 100 orang, tentunya masih kurang untuk menunjukkan kondisi sebenarnya. Penelitian ini hanya meninjau dari sistem keuangan desa, dan moralitas individu sedangkan terdapat beberapa variabel lain yang dapat dipakai guna mengkaji apa saja faktor yang dapat mempengaruhi pencegahan fraud. Selanjutnya keterbatasan Instrumen dalam pengumpulan data dalam
penelitian ini hanya berupa kuesioner yaitu dengan kuesioner online. Metode ini dilakukan dikarenakan dunia sedang melakukan social distancing, dimana adanya pembatasan kontak sosial dan mobilitas masyarakat, akibat pandemi COVID-19. Kesimpulan yang didapat hanya berdasarkan data yang dikumpulkan melalui kuesioner sehingga dapat menimbulkan masalah apabila jawaban responden berada dengan keadaan yang sesungguhnya, apalagi bila kuesioner tidak diisi oleh responden yang dibutuhkan. Keadaan seperti ini diluar batas kemampuan peneliti yang tidak dapat dikendalikan. Pengisian kuesioner menggunakan google form juga menjadi keterbatasan dalam penelitian ini karena menyebabkan beberapa responden sukar dalam mengisinya sehingga membutuhkan pemandu dan juga hal tersebut menyebabkan tidak kembalinya kuesioner kepada peneliti.
Saran untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk menambahkan beberapa variabel lain sehingga tidak hanya terdiri dari dua variabel independen saja yang mana pada penelitian ini, variabel yang mempengaruhi pencegahan fraud hanya ditinjau dari variabel sistem keuangan desa dan moralitas individu. Peneliti juga menyarankan untuk menambahkan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data, seperti observasi dan wawancara.