• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Identifikasi Kondisi Kesehatan Transformator Distribusi. awal yang harus dilakukan dalam penentuan kegiatan pemeliharaan Trafo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Identifikasi Kondisi Kesehatan Transformator Distribusi. awal yang harus dilakukan dalam penentuan kegiatan pemeliharaan Trafo"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

51

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Kondisi Kesehatan Transformator Distribusi

Identifikasi kondisi kesehatan Transformator distribusi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam penentuan kegiatan pemeliharaan Trafo distribusi berdasarkan kondisi. Secara umum kegiatan ini disebut sebagai assessment Trafo distribusi.

Pada prinsipnya kegiatan identifikasi kondisi kesehatan Trafo dilakukan dengan cara membandingkan data-data yang didapatkan dari proses inspeksi dan pengukuran, kemudian membandingkannya dengan kriteria-kriteria sehat pada Trafo distribusi untuk pengambilan keputusan atau pembuatan rekomendasi pemeliharaan. Melalui kegiatan inilah akan diketahui bagaimana kategori kondisi kesehatan dari suatu Trafo distribusi yang sedang beroperasi. Bila terindikasi akan segera rusak maka diperlukanlah upaya-upaya pemeliharaan seperti penggantian Trafo, penambahan Trafo sisipan, rekondisi / rekonstruksi Trafo, dan sebagainya. Berikut ini merupakan gambaran dari siklus kegiatan pemeliharaan berdasarkan kondisi atau condition based maintenance (CBM) Gambar 4.1.

(2)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Pengukuran  Electrical  & thermography test, DGA and furnural analysis CBM Operasi peralatan Ganti baru Rekondisi sehat Tidak sehat Trending & analysis Analisa kelayakan Data Aset Data operasi Pemeliharaan normal  Transformator Eks gangguan Overload ? Tambah / Sisipan  Commisioning/SLO Transformator rusak Eks gangguan wajar Tidak wajar

Gambar 4.1 Siklus kegiatan pemeliharaan berdasarkan Kondisi Trafo

4.1.1 Tahapan Kegiatan Identifikasi Kondisi kesehatan Trafo

Gambar 4.2 berikut ini merupakan tahapan kegiatan yang harus dilakukan

dalam proses identifikasi kondisi kesehatan Transformator distribusi.

(3)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

` Dari gambaran diatas dapat dikeketahui bahwa, untuk melakukan proses

identifikasi kondisi kesehatan Trafo distribusi, selain menggunakan data-data hasil inspeksi dan pengukuran, juga diperlukan peralatan bantu atau tools untuk menerbitkan rekomendasi atau hasil analisa kondisi kesehatan Trafo.

4.1.2 Standar Kriteria Sehat Pada Trafo Distribusi

Selain akibat resiko dari desain konstruksi Trafo, unsur penuaan (aging) yang menjadi kodrat fisik material, ketidak sempurnaan pengendalian operasi atau pemeliharaan menjadikan Transformator beresiko mengalami kerusakan saat beroperasi. Guna menghindari ini, maka perlu dilakukannya proses identifikasi kondisi kesehatan Trafo distribusi yang sedang beroperasi dengan cara membandingkan hasil pengukuran atau inspeksi terhadap kriteria-kriteria sehat pada Trafo distribusi dari berbagai segi. Baik itu dari segi kelistrikan dan manajemen operasi, konstruksi dan kondisi instalasi, maupun minyak (sistem pendinginan).

4.1.2.1 Segi Kelistrikan & Manajemen Operasi

Kriteria sehat Trafo distribusi dari segi kelistrikan dan manajemen operasi dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 kriteria sehat Trafo dari segi kelistrikan dan manajemen operasi

No Rincian pengukuran Kriteria sehat

1 Pengukuran beban tiap

fasa dan arus netral

‐ I fasa ≤ I nominal fasa Trafo. ‐ I Netral ≤ I fasa

‐ pembebanan maksimum 80 % (Ketetapan PLN)

(4)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) 3 Temperatur terminasi

pada beban puncak

∆t ≤ 50º C (IEC 694 tahun 1996)

4 Temperatur Trafo ≤ 90ºC pada thermometer terpasang Trafo

(OTI) atau 85ºC pengukuran suhu dinding tangki bagian atas Trafo pada beban puncak dengan yearly ambient normal (30oC)

4.1.2.2 Segi Instalasi dan Sistem Proteksi

Kriteria sehat Trafo distribusi dari segi instalasi dan proteksi dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.2 Kriteria sehat Trafo dari segi instalasi

No Rincian

pengukuran Kriteria sehat

1 Pemeriksaan visual Tidak terjadi kebocoran minyak Trafo,

isolator utuh dan baik secara fisik, serta aksessoris Trafo baik

2 Instalasi pembumian Terpasang benar dengan nilai pembumian

≤ 5 Ohm untuk tegangan rendah dan ≤ 1.73 Ohm untuk tegangan menengah

3 Instalasi kabel TR/TM Sesuai standar konstruksi, rapih dan

terpasang kuat pada kabel tray

(5)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Tabel 4.3 Kriteria sehat Trafo dari segi sistem proteksi

No Rincian pengukuran Kriteria sehat

1 Arrester Instalasi arrester terpasang sesuai

konstruksi dengan tahanan pentanahan arrester ≤ 1,73 Ohm, arus bocor Arrester ≤ 30 mA (disesuaikan dengan masing-masing standar pabrikan)

2 Fuse link tegangan menengah

Rating fuse link sesuai dengan kapasitas Trafo (tidak terlalu besar / kecil)

3 Fuse peralatan hubung bagi (PHB) TR

Rating fuse sesuai dengan besaran maksimum proteksi arus maksimum tiap jurusan

4.1.2.3 Segi Sistem Pendinginan (Minyak Trafo) a) Kualitas Minyak

Minyak Trafo sebagai bahan isolasi utama setelah kertas, harus selalu dalam kondisi diatas batas minimum yang diijinkan. Apabila sampai terjadi kondisi minyak berada dibawah kondisi yang diijinkan, maka fungsi utama minyak sebagai isolasi, peredam busur api, pelarut gas-gas dan sebagai mediator pendingin, tidak akan berfungsi secara optimal sehingga hal ini memungkinkan terjadinya kegagalan pada Trafo, baik itu karena stress tegangan ataupun karena stress panas yang ditimbulkan oleh belitan atau winding.

Dengan memahami perubahan karakteristik minyak Trafo, maka dapat di amati kecenderungan resiko akibat degradasi fungsi isolasi yang terjadi di dalam tangki Trafo. Kriteria sehat kualitas minyak Trafo mengacu pada standar IEC 60422 Tahun 2005 seperti pada Tabel 2.2 .

(6)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

b) Analisa Gak Terlarut atau Dissolved Gas Analysis (DGA)

Kriteria sehat kandungan gas terlarut didalam minyak Trafo adalah seperti yang terdapat pada Tabel 2.5, yaitu: berdasarkan standar IEEE C-57-104 tahun 1991 yang dinyatakan dengan total dissolved combustible gasses (TDCG) dalam satuan ppm yang terdiri menjadi empat kriteria yaitu : kondisi 1, kondisi 2, kondisi 3 dan kondisi 4.

4.1.3 Faktor-Faktor yang harus diperhatikan dalam Analisa Trafo 4.1.3.1 Analisa Kondisi Instalasi

Analisa kondisi instalasi merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam menganalisa kondisi kesehatan Trafo distribusi. Kondisi ini ditunjukkan dengan data visualisasi yang didapatkan dari kegiatan inspeksi/pengukuran. Melalui data visualisasi tersebut maka kita dapat mengetahui kondisi ketidak normalan Trafo yang sedang beroperasi seperti : kebocoran minyak, bushing Trafo retak atau pecah, loss kontak pada terminasi akibat ketidak sesuaian kemampuan hantar arus (KHA) kabel, dll. Kondisi tersebut merupakan salah satu

titik fokus bagi orang yang melakukan analisa dalam mengambil kesimpulan

analisa Trafo atau pembuatan rekomendasi. Gambar 4.3 dan 4.4 Berikut ini merupakan Gambaran dari penjelasan diatas.

(7)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Gambar 4.4 ketidak normalan instalasi

Pada analisa instalasi menitik beratkan pada perbedaan konstruksi kabel sekunder yang digunakan pada Trafo, dimana untuk Trafo pasangan dalam

(indoor) menggunakan kabel jenis NYY 0,6/1 kV berukuran 1 x 240 mm2,

sedangkan untuk Trafo pasangan luar (outdoor) menggunakan kabel jenis NYFGbY 0,6/1 kV berukuran 4 x 95 mm. Kedua jenis kabel ini memiliki kemampuan hantar arus (KHA) maksimum yang berbeda seperti yang terdapat pada Tabel 4.4 dan 4.5 dibawah ini.

(8)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Tabel 4.5 KHA maksimum kabel NYY 0,6/1 kV sesuai SPLN 43-1 tahun 1994

4.1.3.2 Analisa Kondisi Sistem Proteksi

Analisa sistem proteksi sangat diperlukan sehingga dapat diketahui apakah fungsi alat proteksi dalam mengamankan Trafo distribusi terhadap gangguan arus lebih ataupun hubung singkat dapat bekerja optimal. Arus gangguan yang mengalir dalam waktu lama akan mengakibatkan kerusakkan pada Trafo. Oleh karena itu diperlukanlah peralatan proteksi yang dapat mengamankan Trafo dalam waktu yang cepat. Selain itu, pemilihan rating pengamanpun harus dilakukan secara tepat (sesuai dengan kapasitas Trafo atau kapasitas alat proteksi tidak terlalu besar / kecil) sesuai dengan rekomendasi standard IEC yang terdapat pada Tabel 2.6 dan 2.7.

Selain memproteksi arus gangguan, juga diperlukan analisa alat proteksi yang lain seperti Arrester yang digunakan sebagai pengaman tegangan lebih akibat Petir. Kondisi Arrester yang masih baik dapat diketahui melalui arus bocor yang tidak melebihi 30 mA seperti yang terdapat pada kriteria sehat dari segi proteksi yang terdapat pada tabel 4.2 dan 4.3.

(9)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Peran serta sistem pembumian (Grounding) juga harus diperhatikan secara khusus sehingga fungsi-fungsinya sebagai : pembatas arus gangguan ke tanah, penyeimbang tegangan, serta membantu pemadaman busur api saat terjadi gangguan dapat bekerja dengan baik. Berikut ini merupakan gambaran ketidak normalan sistem proteksi (gambar 4.5)

Gambar 4.5 ketidak normalan sistem proteksi dan grounding

4.1.3.3 Analisa Kondisi Thermal (Panas)

Analisa kondisi thermal (panas) pada Trafo atau peralatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi suhu Trafo maupun peralatan yang diukur, apakah berada dalam kondisi yang normal. Pada prinsipnya peralatan akan mengalami kelebihan panas (Overheat) sebelum mengalami kegagalan. Oleh karena itu untuk mengidentifikasi hal tersebut diperlukan analisa thermal. Melalui Analisa ini dapat diketahui potensi-potensi kegagalan yang ditandai dengan titik-titik panas pada Trafo atau peralatan yang diukur.

Pada prinsipnya Trafo atau peralatan litrik dirancang untuk memikul beban, dalam hal ini besarnya arus (beban) terwakili oleh suhu yang dihasilkan akibat pembebanan, semakin besar Trafo tersebut memikul beban maka semakin besar pula panas yang akan dirasakan. Selain pembebanan, besarnya panas yang dihasilkan oleh Trafo maupun peralatan gardu bisa disebabkan oleh suhu ruangan

(10)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) (ambient) yang terlalu panas adanya, pemasangan terminasi atau kontak yang tidak bagus sehingga mengakibatkan loss contact yang kemudian berdampak terhadap panas yang berlebih (overheat).

Gambar-Gambar Berikut ini merupakan contoh potensi-potensi gangguan pada Trafo distribusi yang teridentifikasi menggunakan analisa thermal (Gambar 4.6, Gambar 4.7 dan Gambar 4.8)

Gambar 4.6 Overheat pada titik terminasi (Bushing)

Gambar 4.7 Overheat pada Body Trafo

(11)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.1.3.4 Analisa Kondisi Pembebanan

Analisa pembebanan merupakan salah satu hal yang harus dilakukan dalam menentukan resiko kesehatan Trafo distribusi yang sedang beroperasi. Analisa pembebanan pada Trafo berhubungan terhadap beberapa hal, yaitu : kertas isolasi Trafo, KHA dari kabel dan lilitan, serta suhu dari Trafo. Semakin besar beban yang dipikul oleh sebuah Trafo maka semakin besar pula suhu yang akan dirasakan.

Analisa pembebanan dimaksudkan untuk menghindari beroperasinya sebuah Trafo distribusi melewati batas ratingnya (overload) maupun beban tidak seimbang (unbalance). Bila hal ini terjadi maka potensi kegagalan Trafo distribusi akan semakin meningkat karena Trafo yang dibebani secara overload akan berhubungan langsung terhadap kenaikan suhu (belitan dan isolasi) yang berdampak pada kerusakan belitan dan kertas isolasi Trafo, sedangkan Unbalance berhubungan terhadap besarnya arus yang mengalir pada kawat netral Trafo yang berujung pada rusaknya belitan Trafo.

Beban yang tidak seimbang ditandai dengan mengalirnya arus pada belitan netral Trafo. Dalam nilai yang besar arus netral tersebut dapat mengakibatkan putusnya belitan netral dari Trafo. Selain itu, pembebanan Trafo yang tidak seimbang juga akan memperbesar besar rugi-rugi pada Trafo.

Mengingat pentingnya hal tersebut diatas, maka pembebanan pada Trafo dibatasi maksimum sebesar 80% dan beban tidak seimbang sebesar 25% seperti yang terdapat pada Tabel 4.1 kriteria sehat trafo dari segi kelistrikan dan manajemen operasi.

(12)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.1.3.5 Analisa Kondisi Minyak

Analisa kondisi minyak Trafo merupakan salah satu hal terpenting yang harus dilakukan dalam melakukan proses identifikasi kondisi kesehatan Trafo. Melalui analisa ini kecenderungan resiko kegagalan Trafo akibat degradasi fungsi isolasi yang terjadi di dalam tangki Trafo dapat diidentifikasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi utama dari minyak Trafo adalah sebagai mediator pendingin maupun isolasi didalam Trafo selain kertas isolasi Trafo itu sendiri. Oleh karena itu jika kondisi dari suatu minyak Trafo yang sedang beroperasi terindikasi buruk (dibawah kriteria sehat) maka fungsi-fungsi dari minyak Trafo tersebut tidak akan bekerja optimal pada saat terjadi stress tegangan ataupun panas yang ditimbulkan oleh winding pada saat pembebanan.

Identifikasi kondisi minyak Trafo dimaksudkan untuk mengetahui apakah kondisi dari minyak Trafo masih dalam kondisi normal pada saat Trafo tersebut dioperasikan, dengan demikian potensi kegagalan / kerusakan pada Trafo tersebut dapat diketahui secara dini. Dalam menganalisa kondisi minyak Trafo terdapat tiga bagian penting yang harus diperhatikan, yaitu : kondisi indikator minyak, kualitas minyak dan Kandungan Gas terlarut dalam minyak.

a) Kondisi Indikator Minyak Trafo

• Level ketersediaan minyak Trafo

Sebelum melakukan analisa parameter kualitas minyak Trafo, salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam menganalisa kondisi minyak Trafo adalah level ketersediaan minyak Trafo. Jika minyak Trafo didalam tangki berada dalam posisi yang tidak cukup, maka sistem pendinginan didalam tangki Trafo tidak akan dapat berfungsi secara optimal (Overheat). Untuk mendeteksi Level

(13)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) ketersediaan minyak Trafo didalam tangki dapat dilihat dari Accessories Trafo yang disebut OLI (Oil Level Indicator) seperti pada penjelasan yang terdapat pada point 2.3.1.6.1 bab II.

• Pendeteksi panas/suhu minyak Trafo

Dalam menganalisa kondisi minyak maka perlu diketahui terlebih dahulu panas yang pernah terjadi didalam minyak Trafo. Panas tersebut dapat diketahui melalui alat pendeteksi suhu minyak pada tangki bagian atas Trafo yang disebut OTI (Oil Temperature Indicator) seperti pada penjelasan yang terdapat pada pada point 2.3.1.6.2 bab II.

• Kondisi Silica Gel (tipe Trafo Konservator)

Dalam menganalisa kondisi minyak pada Trafo tipe konservator, sangatlah perlu diperhatikannya kondisi silica gel. Melalui Accessories ini dapat diketahui baik atau tidaknya kondisi penyaringan udara luar yang akan masuk kedalam tangki Trafo. Jika kondisi dari silica gel sudah tidak baik (jenuh) maka penyaringan udara luar tidak akan berfungsi optimal dan kemudian menyebabkan berkurangnya nilai dari paramater tegangan tembus (BDV) minyak Trafo. Untuk lebih jelas mengenai penjelasan baik atau tidaknya kondisi silica gel dapat dilihat pada Gambar 2.22.

b) Kualitas Minyak Trafo

• Warna minyak Trafo

Hal yang paling mudah dilakukan dalam menganalisa kualitas minyak Trafo adalah dengan melihat warna dari minyak Trafo. Warna minyak Trafo yang baik ditandai dengan kondisi minyak yang sangat jernih, sedangkan jika minyak

(14)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) sudah tidak baik akan ditandai dengan warna keruh (gelap) dan mengandung endapan atau sedimen seperti yang terdapat pada Tabel 2.2 karakteristik minyak Trafo berdasarkan standar IEC 60422 tahun 2005.

Dalam keadaan baru minyak Trafo selalu berwarna jernih, akan tetapi seiring dengan pemanasan yang terjadi didalam Trafo saat dibebani, minyak tersebut akan terkontaminasi. Baik itu terhadap uap udara, air, debu, kertas isolasi, carbon, dll yang mana hal ini akan menyebabkan minyak Trafo menjadi berubah warna. Untuk beberapa kondisi warna minyak Trafo seringkali menjadi pertanda terhadap nilai tegangan tembus (BDV) maupun tingkat keasaman minyak (acidity) Trafo. Dalam arti warna minyak yang tidak baik (keruh) akan berdampak terhadap nilai tegangan tembus dan tingkat keasaman menjadi tidak baik pula. Gambar 4.9 dan 4.10 berikut ini merupakan contoh gambaran warna minyak Trafo dengan kondisi baik maupun tidak baik seperti penjelasan diatas.

Gambar 4.9 Warna minyak yang baik (Jernih)

(15)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) • Tegangan tembus minyak Trafo (BDV)

Analisa tegangan tembus minyak Trafo dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi dari minyak Trafo masih mampu menahan tegangan listrik saat Trafo dioperasikan (tidak tembus tegangan).

Berdasarkan standar IEC 60422tahun 2005 (Tabel 2.2), batas kemampuan isolasi minyak Trafo yang baik adalah > 30 kV / 2,5 mm. Pada prinsipnya nilai dari tegangan tembus pada minyak Trafo akan menurun seiring dengan pembebanan pada Trafo itu sendiri. Penurunan tegangan tembus minyak Trafo biasanya disebabkan oleh adanya kandungan air didalam minyak Trafo akibat adanya uap udara yang masuk kemudian terkena panas didalam Trafo. Selain itu juga kontaminasi minyak dengan partikel-partikel padat dan partikel terlarut didalam Trafo juga akan menghasilkan nilai tegangan tembus yang rendah.

Analisa nilai tegangan tembus minyak Trafo merupakan salah satu paramater penting dalam menentukan hasil analisa Trafo (rekomendasi), dalam hal ini rekomendasi treatment minyak Trafo yang dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tegangan tembus minyak Trafo bila teridentifikasi berada dalam kondisi yang tidak normal. Perlu digaris bawahi bahwa untuk beberapa Kondisi seperti : (tegangan tembus rendah akan tetapi minyak Trafo sudah keruh dan tegangan tembus rendah akan tetapi tingkat keasaman sangat tinggi) kegiatan Treatment minyak Trafo tidak boleh dilakukan. Hal ini dikarenakan didalam minyak tersebut sudah terkontaminasi dengan partikel-partikel seperti kertas isolasi Trafo, kotoran, debu, ataupun karbon yang dapat masuk ke belitan Trafo pada saat kegiatan Treatment Trafo dilakukan. Hal inilah yang sering menyebabkan kegiatan Treatment minyak Trafo sering gagal saat Trafo

(16)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) dioperasikan. Gambar 4.11 berikut ini merupakan contoh gambaran dari penjelasan diatas.

Gambar 4.11 Perlakuan terhadap kualitas tegangan tembus minyak Trafo

• Tingkat keasaman minyak Trafo (Acidity)

Analisa tingkat keasaman pada minyak Trafo dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya kontaminasi hasil reaksi oksidasi yang terjadi antara kertas isolasi dan minyak Trafo yang menyebabkan minyak menjadi bersifat asam dan berujung pada degradasi isolasi (kertas isolasi rusak). Karena adanya sifat asam pada minyak tersebut, maka akan terjadilah reaksi kimia antara minyak dengan logam (tangki Trafo) kemudian menghasilkan endapan atau sludge yang akan merusak kemampuan heat transfer minyak seperti penjelasan yang terdapat pada Gambar 2.28 Siklus reaksi pembentuk keasaman pada minyak Trafo.

Pada umumnya, endapan (sludge) pada minyak Trafo akan terlihat jelas pada saat kadar keasaman minyak Trafo mulai tidak normal atau berada pada rentang nilai ≥ 0,3 mg KOH / g oil. Tingginya tingkat keasaman minyak Trafo juga ditandai dengan warna minyak Trafo yang tidak baik (keruh / gelap). Dalam kondisi seperti ini minyak Trafo tidak bisa lagi di Filter / treatment melainkan

(17)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) harus dilakukan penggantian. Oleh karena itu analisa tingkat keasaman minyak Trafo merupakan paramater penting dalam menentukan hasil analisa Trafo (rekomendasi), dalam hal ini rekomendasi penggantian minyak Trafo. Gambar 4.12 berikut ini merupakan contoh beberapa kondisi minyak yang harus diganti.

Gambar 4.12 Perlakuan terhadap kualitas keasaman minyak Trafo • Analisa Kandungan Gas terlarut dalam Minyak (DGA)

Analisa gas terlarut atau dissolved gas analysis (DGA) merupakan hal

yang sangat penting dilakukan, mengingat melalui analisa ini potensi kegagalan pada internal trafo, seperti : overheat, kerusakan kertas isolasi, korona dan arcing dapat diketahui secara dini. Dalam mengidentifikasi potensi gangguan, DGA menggunakan kandungan gas-gas dalam minyak yang terjadi baik gas yang mudah terbakar (combustible gasses) seperti : H2 (Hidrogen), CO (Carbon

Monoxide), CH4 (Methane), C2H6 (Ethane), C2H4 (Ethylane) dan C2H2

(Acetylane) maupun Gas yang tidak mudah terbakar (Combustible Gasses) seperti : CO2 (Carbon Dioxide), yang mana pada konsentrasi tinggi kandungan

(18)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.1.4 Pembuatan Hasil Analisa dan Rekomendasi

Setelah proses analisa dilakukan maka dibuatlah kategori kondisi kesehatan Trafo berdasarkan paramater yang telah disesuaikan dengan pendekatan (trending) kegagalan yang pernah terjadi dilapangan kemudian dibuat sebagai acuan untuk mencegah keterlambatan dalam menindak lanjuti rekomendasi hasil analisa Trafo (Tabel 4.6). Kategori Kondisi Kesehatan Trafo terbagi menjadi empat kategori yaitu : Mendesak, Bahaya, sedang dan baik.

Tabel 4.6 klasifikasi kategori kesehatan Trafo

NO PENGUJIAN PERALATAN

KATEGORI, ESTIMASI WAKTU TINDAK LANJUT, DEFINISI BAIK SEDANG BAHAYA MENDESAK 6 bulan 3 bulan 1 bulan 2 minggu

Suatu kondisi peralatan dapat bekerja secara normal dan masih dalam batas standar yang berlaku. Suatu kondisi peralatan masih dapat Dioperasikan namun telah melewati sedikit batas standar yang berlaku Suatu kondisi peralatan telah melebihi batas standar dan berpotensi terjadi kegagalan bila dioperasikan continue Suatu kondisi peralatan telah jauh melebihi batas standar yang berlaku dan berpotensi

kegagalan dalam waktu yang relatif lebih singkat

1 TRAFO

1.1 OIL QUALITY

1.1.1 BDV (kV/2,5mm) > 40 30 - 40 15 - 30 < 15

1.1.2 asam (mg KOH/g Oil) < 0,15 0,15 - 0,2 0,2 - 0,3 > 0,3

1.1.3 Warna Jernih Kuning Jernih Cokelat gelap Gelap

1.1.4 DGA TDCG Kondisi 1 TDCG Kondisi 2 TDCG Kondisi 3 TDCG Kondisi 4

1.2 THERMAL

1.2.1 Tangki Bagian Atas

suhu pengukuran pada beban max < 85o

C

- - suhu pengukuran pada beban max > 85o

C

1.2.2 Terminal / Bushing

suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o C adalah < 90o C (∆t < 50 o C) suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o C adalah 90o C sd 150o C suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o C adalah > 150o C sd < 200o C suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o

C adalah ≥ 200o

C

1.3 Unjuk Kerja Trafo

1.3.1 Pembebanan < 80 % 80 s/d 90 % >90 s/d 100 % I fasa > I nominal Trafo / > 100 % 1.3.3 Unbalance < 25 % - - > 25 % 2 PHBTR 2.1 THERMAL suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o C adalah < 90o C ((∆t < 50o C) suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o C adalah 90o C sd 150o C suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o C adalah > 150o C sd < 200o C suhu pengukuran pada beban max dan pada ambient temperatur ≤ 40o C adalah ≥ 200o C 3 GARDU

3.1 INSTALASI Sesuai tidak sesuai

(19)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Tabel 4.7 berikut ini merupakan beberapa contoh rekomendasi kegiatan perbaikan atau pemeliharaan yang harus dilakukan berdasarkan kondisi kesehatan Trafo distribusi.

Tabel 4.7 contoh klasifikasi rekomendasi pemeliharaan

Rekomendasi

Pelaksana Proses Perbaikan Vendor Pemeliharaan Pabrik / Workshop Trafo Ganti Trafo V Ganti rak TR V

Rekonstruksi sipil gardu V

Pecah beban Trafo V

Ganti / tambah kabel sekunder V

Ganti PHB TR V

Uprating Trafo / pembesaran daya Trafo V

Perbaiki Grounding V

Pasang Trafo sisipan V

Ukur beban puncak V

Ganti NH fuse V

Ganti Fuse Holder (groundplate) V

Pasang / Ganti Fuse Cut Out (FCO) V

Perbaiki koneksi V

Pasang Arrester V

Setting ulang Tap Changer V

Ambil ulang minyak V

Ganti Arrester V

Ganti HRC fuse / Fuse Cut Out V

Treatment minyak Trafo V

Ganti seal Trafo (bushing / packing) V

Ganti silica gel V

Perbaiki kebocoran minyak (rembes) V

Ganti Minyak Trafo V

Selanjutnya, dengan memperhatikan Tabel 4.6 dan 4.7 diatas maka dibuatkanlah hasil analisa gardu yang berupa laporan teknik dari kegiatan identifikasi kondisi kesehatan Trafo yang telah dilakukan. Isi dari Laporan Teknik tersebut berupa data aset gardu (Trafo, PHB TR), poto thermal, kondisi minyak, dan kategori kondisi kesehatan Trafo beserta rekomendasi tindakan pemeliharaan yang harus dilakukan. Detail dari Laporan hasil analisa dari empat kategori (Mendesak, Baik, Sedang dan Baik) dapat dilihat pada lampiran.

(20)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.2 Studi Kasus Identifikasi Kondisi Kesehatan Trafo Distribusi

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis mengambil contoh cara melakukan identifikasi kondisi kesehatan trafo distribusi pada satu Gardu saja, yaitu : Gardu KC 369. Data yang disajikan dan digunakan merupakan data real yang diambil langsung dari Lapangan berdasarkan pengujian dan inspeksi yang telah dilakukan.

4.2.1 Data dan Analisa Kondisi Aset Gardu 4.2.1.1 Data Aset Gardu

Data aset gardu KC 369 dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.13 dibawah ini.

Tabel 4.8 data aset Gardu KC 309

Nomor Gardu : KC 369

Penyulang : Trilin

Gardu Induk : Tangerang

Jenis : Gardu Pasangan dalam (Tipe Beton)

Tipe Pelayananan Pelanggan Umum

Alamat : Jl. Imam Bonjol

Suhu ruangan : 32 °C

Catatan : Gardu Kotor

(21)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.2.1.2 Analisa Kondisi Aset Gardu

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.13 diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Kondisi Gardu kotor, sehingga perlu dilakukan pembersihan Gardu untuk menghindari kontaminasi langsung antara debu dan peralatan. Bilamana kondisi ini terjadi, proses penuaan (aging) yang berdampak pada peralatan akan semakin cepat.

b. Temperatur ruang (suhu ambient) pada Gardu berada dalam batas normal, sehingga kelebihan temperatur yang merupakan pemicu rusaknya peralatan-peralatan dalam gardu dapat dihindari

4.2.2 Data dan Analisa Aset Trafo Distribusi 4.2.2.1 Data Aset Trafo Distribusi

Data Trafo distribusi yang digunakan pada Gardu KC 309 dapat dilihat pada Tabel 4.9 dibawah ini.

Tabel 4.9 Data Trafo Distribusi

Parameter Keterangan Merek : Trafindo S/N : 9530183 Kapasitas : 630 KVA Tahun pembuatan : 2000 Tipe : Hermatical Fase : 3

Sistem Pendingin : ONAN

Tegangan : 20 KV / 400 V

Posisi Tap : 3 dari 5

OTI terukur / max : 55oC / 65oC

Oil Level : Medium

Silicagell : Tidak ada

(22)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.2.2.2 Analisa Aset Trafo Distribusi

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.9 diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Trafo sudah dioperasikan selama 13 tahun atau ± ½ dari usia normal Trafo bila dioperasikan dengan pembebanan maksimal secara kontinues seperti penjelasan yang terdapat pada Bab II Gambar 2.26 kurva umur Transformator distribusi.

b. Beban (arus) maksimum Trafo dalam dapat dihitung menggunakan data yang terdapat pada table 2.9 dan persamaan 2.10 yang terdapat pada bab II, sehingga beban makimum adalah :

A KV x KVA IPRIMER 18,19 20 3 630 =

= (Sisi Primer Trafo)

A V x VA ISEKUNDER 909,3 400 3 000 . 630 =

= (Sisi Sekunder Trafo)

c. Indikator level minyak Trafo (OLI) berada pada posisi medium, dengan demikian dapat diketahui bahwa volume minyak didalam tangki Trafo sudah mulai berkurang, sehingga perlu dipertimbangkan penambahan minyak Trafo sehingga fungsi utama minyak sebagai isolasi dan pendingin Trafo dapat bekerja secara optimal. Mengingat konsep umur Trafo (Gambar 2.26), hal ini adalah wajar, karena minyak akan menguap setelah dibebani dalam waktu yang lama walaupun tidak terdapat kebocoran pada Trafo.

d. Melalui Indikator temperature minyak (OTI) dapat dilihat bahwa temperature terukur sebesar 55°C dan suhu tertinggi yang pernah dicapai pada Trafo sebesar 65°C. untuk mengetahui apakah kondisi tersebut berada dalam batas normal, diperlukan perhitungan berdasarkan pembebanan sebagai berikut :

(23)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) • OTI maksimum menurut standar pada beban maksimum adalah 90°C

(kriteria sehat trafo Tabel 4.1), sehingga :

Suhu Maks = Kenaikkan Temp. belitan + Temperatur ambien normal 90°C = Kenaikkan Temperatur belitan + 30°C

Kenaikkan Temperatur belitan = 90°C - 30°C

Kenaikkan Temperatur belitan = 60°C (pada beban 100%)

• sehingga pengukuran temperature 55°C adalah normal apabila persentase pembebanannya :

Kenaikkan Temeperatur belitan + 32°C temperature ruang = 55°C Kenaikkan Temperatur belitan = 55°C - 32°C

Kenaikkan Temperatur belitan = 23°C

% beban Normal pada suhu 23°C = 100% 38,3% 60 23 × = C C o o

Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa pada suhu pengukuran OTI 55°C dengan kenaikkan temperature 23°C adalah normal apabila persentase pembebanannya sebesar 38,3% atau lebih. Pembacaan tersebut tidak normal apabila suhu pengukuran tersebut memiliki beban kurang dari 38,3%, yang artinya pembacaan temperature 55°C pada beban kurang dari 38,3% menandakan telah terjadinya kelebihan panas (Overheat) pada internal Trafo.

4.2.3 Data dan Analisa Kondisi Instalasi dan Sistem Proteksi 4.2.3.1 Data Kondisi Instalasi dan Sistem Proteksi

Data Kondisi Instalasi dan Proteksi yang terdapat pada Gardu KC 309 dapat dilihat pada Tabel 4.10 dibawah ini.

(24)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Tabel 4.10 Data Instalasi dan Proteksi

Parameter Keterangan

Pembumian (Grounding) : 9,7 Ohm

Tipe dan Penampang Kabel Sekunder Trafo : NYY ukuran 4(1x95mm2)

Tipe dan Rating Proteksi : HRC Fuse 40 A Tipe T

4.2.3.2 Analisa Kondisi Instalasi dan Sistem Proteksi

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.10 diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Hasil pengujian nilai grounding / pembumian Trafo melebihi standar kriteria sehat (Tabel 4.3), dimana harusnya ≤ 5 Ohm untuk tegangan rendah (sisi sekunder) dan ≤ 1.73 Ohm untuk Tegangan menengah (sisi Primer). Hasil pengukuran sangat besar yaitu hampir mencapai 10 ohm. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan nilai grounding Trafo sehingga fungsi-fungsi Grounding untuk membuang arus bocor pada BKT (bagian Konduktif terbuka) ke tanah serta penyeimbang tegangan berlebih dapat berfungsi optimal.

b. Kondisi instalasi kabel sekunder Trafo (Single Core TR) tidak sesuai karena berdasarkan perhitungan yang terdapat pada bagian 4.2.2.2 untuk kapasitas Trafo 630 KVA memiliki pembebanan maksimum (100%) sebesar 909,3 A, sedangkan KHA kabel yang digunakan hanya berukuran 4 (1x240mm2) dengan demikian KHA hanya sebesar 540 A untuk masing-masing phase. Oleh karena itu diperlukan penambahan kabel sekunder atau sisi tegangan rendah Trafo untuk memperbesar kemampuan hantar arus (KHA) Trafo untuk mencegah panas berlebih yang berujung pada terbakarnya kabel.

c. Peralatan proteksi yang terpasang pada sisi primer Trafo sesuai rekomendasi standard (Tabel 2.8), dimana untuk Trafo pasangan dalam (indoor) 630 KVA

(25)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) dapat menggunakan pelebur jenis HRC Fuse 40 A untuk tipe T maupun tipe K. Dengan demikian pada saat terjadinya gangguan beban lebih maupun hubung singkat, alat proteksi ini dapat bekerja sebagimana mestinya dalam mengamankan Trafo. besarnya arus nominal pada sisi primer Trafo dapat dilihat pada perhitungan yang terdapat pada bagian 4.2.2.2

4.2.4 Data dan Analisa Minyak Trafo

4.2.4.1 Data Kualitas Minyak dan Kandungan Gas terarut

Data hasil pengujian kualitas minyak Trafo dan kandungan gas dilihat pada Tabel (4.11 dan 412) dan Gambar 4.14 dibawah ini.

Tabel 4.11 Data hasil pengujian kualitas minyak

Parameter Hasil Minyak

Warna (Colour) Kuning

jernih

Tegangan tembus minyak (kV / 2,5 mm) 24.3

Keasaman / Acidity ( mg kOH / g Oil) 0.093

Tabel 4.12 Data hasil pengujian kualitas minyak

JENIS

PENGUJIAN HASIL PENGUJIAN

Analisa Gas Terlarut (DGA, Dissolved Gas Analysis) H2 = 163 ppm CH4 = 303 ppm C2H6 = 189 ppm C2H4 = 38 ppm C2H2 = 21 ppm CO = 75 ppm CO2 = 1.012 ppm

(26)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Gambar 4.14 Hasil Pengujian Analisa Gas terlarut

4.2.4.2 Analisa Kualitas Minyak dan Kandungan Gas terarut

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel (4.11 dan 4.12) serta Gambar 4.14 diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Kondisi minyak Trafo masih Jernih yang berarti baik walaupun mulai berubah warna menjadi kuning. Kondisi ini adalah wajar mengingat Trafo sudah dioperasikan dan dibebani ± 13 tahun.

b. Nilai keasaman minyak Trafo masih berada dalam kondisi baik < 1,5 mg kOH / g Oil (sesuai standar kriteria sehat kualitas minyak tabel 2.2), dengan demikian dapat diketahui bahwa belum terindikasi adanya kontaminasi didalam Trafo antara minyak dengan kertas isolasi, partikel, debu maupun logam.

c. Tegangan tembus minyak Trafo (BDV) sudah menurun atau tidak baik. Berdasarkan standar kriteria sehat kualitas minyak yang terdapat pada tabel 2.2 nilai tegangan tembus minimal adalah 30 KV/2,5 mm oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan nilai tegangan tembus agar fungsi isolasi minyak didalam Trafo dapat berfungsi optimal.

(27)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) • Dengan melihat tabel 4.12 dapat dihitung besarnya total kandungan gas

terlarut dalam minyak (TDCG), yaitu:

TDCG dalam satuan PPM = 163+303+189+38+21+75

TDCG = 789 PPM

Dengan melihat standar kriteria sehat kandungan gas yang terdapat pada tabel 2.5 maka TDCG sebesar 789 PPM berada pada kondisi 2 yang artinya gangguan kemungkinan akan muncul, sehingga perlu dilakukan tindakan melalui pengujian berikutnya dalam durasi waktu satu bulan untuk mendapatkan trending kenaikkan komposisi kandungan gas.

• Melalui Tabel 4.12 juga dapat dilihat bahwa beberapa gas sudah mengalami peningkatan atau tidak normal bila dilihat dari standar (tabel 2.50. Adapun gas-gas tersebut antara lain : H2 (Hidrogen), CH4(Metana) yang berada pada

Kondisi 2 serta C2H6(Etana) pada kondisi 3.

• Dengan mengunakan metode analisa gas kunci (Tabel 2.6), maka dapat diketahui beberapa potensi gangguan yang timbul dari gas-gas yang tidak normal tersebut. H2 (Hidrogen) secara individu mengakibatkan terjadinya

partial discharge. Kemudian bersama dengan C2H6(Etana) melakukan

pembentukan gas C2H2 (Asitilen) yang mengakibatkan potensi gangguan

Arcing. Selain itu gas CH4(Metana) dan C2H6(Etana) secara bersama

melakukan pembentukan gas C2H4 (Etilen) yang mengakibatkan terjadinya

thermal pada minyak atau Overheat seperti yang terdapat pada Tabel 4.11. Oleh karena itu perlu perhatian khusus terhadap sistem pendinginan Trafo yaitu minyak.

(28)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.2.5 Data dan Analisa thermal (temperature) Trafo 4.2.5.1 Data Thermal (temperature) Trafo

Data hasil pengujian panas yang terjadi pada Trafo dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.15 dibawah ini.

Tabel 4.13 Data hasil pengujian temperatur Trafo

Objek Hasil Pengujian satuan

Bodi Trafo 53 oC

Paking atas Trafo 51 oC

Bushing TM (Primer) 43 oC

(29)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Gambar 4.15 Hasil Pengujian Temperatur Trafo

4.2.5.2 Analisa Data Thermal (temperature) Trafo

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.15 diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Dari hasil pengujian thermal pada bodi dan packing atas Trafo, pada temperature ruang sebesar 32 °C (Tabel 4.8), didapatkan hasil pengukuran thermal body Trafo sebesar 53°C dan Packing atas Trafo sebesar 51 °C, untuk mengetahui apakah kondisi tersebut berada dalam batas normal, diperlukan perhitungan berdasarkan kondisi pembebanan sebagai berikut :

• Thermal pada tangki menurut standar pada beban maksimum adalah 85°C (kriteria sehat trafo tabel 4.1), sehingga :

Suhu Maks = Kenaikkan Temp. belitan + Temperatur ambien normal 85°C = Kenaikkan Temperatur belitan + 30°C

Kenaikkan Temperatur belitan = 90°C - 30°C

(30)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) • Sehingga pengukuran temperature pada tangki sebesar 53°C adalah Normal

apabila persentase pembebanannya :

Kenaikkan Temeperatur belitan + 32°C temperature ruang = 53°C Kenaikkan Temperatur belitan = 53°C - 32°C

Kenaikkan Temperatur belitan = 21°C

% beban Normal pada suhu 23°C = 100% 38,1% 55 21 = × C C o o

• Dari perhitungan diatas dapat diketahui hasil pengukuran thermal pada tangki sebesar 53°C dengan kenaikkan temperature 21°C adalah normal apabila persentase pembebanannya sebesar 38,1% atau lebih. Pembacaan tersebut tidak normal apabila pada suhu pengukuran tersebut memiliki beban kurang dari 38,1%, yang artinya pembacaan temperature 53°C pada beban kurang dari 38,1% menandakan telah terjadinya kelebihan panas (Overheat) pada internal Trafo. Selain itu juga, bila dilihat dari Foto thermal tangki dan packing atas Trafo, kondisi thermal tersebut masih berada dalam kondisi Normal (tidak mengalami overheat karena tidak teridentifikasi adanya hotspot disekitar tangki Trafo).

b. Berdasarkan Foto dan hasil pengukuran thermal di sisi sekunder Trafo dapat diketahui bahwa telah terjadi Overheat sebesar 120 °C pada Bushing sekunder (TR) Trafo. Hal ini sangat bertolak belakang terhadap standar thermal pada terminasi (tabel4.1), batas normal ∆t (kenaikkan temperature) adalah ≤ 50oC. Sedangkan ∆t hasil pengukuran sebesar (120oC - 32oC = 88 oC). Bila dilihat dari foto visual Trafo (gambar 4.12) hal ini dapat disebabkan oleh karena koneksi pada Bushing TR Trafo yang tidak baik sebagai akibat dari penggunaan material yang tidak senyawa (Sepatu kabel terbuat dari bahan

(31)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) aluminium /AL sedangkan Bushing terbuat dari tembaga / CU) sehingga menimbulkan panas berlebih atau overheat. Selain itu overheat tersebut diakibatkan oleh KHA kabel single core TR yang tidak cukup (terlihat dari foto visual Trafo dan tabel 4.13 yang hanya menggunakan kabel berukuran 1x240mm2 pada masing-masing phase), sebagaimana kita ketahui bahwa kabel berukuran 1x240mm2 memiliki KHA terus menerus sebesar 620 A sedangkan untuk kapasitas Trafo 630 KVA memiliki arus maksimum sebesar 909,3 A.

4.2.6 Data dan Analisa Pembebanan Trafo 4.2.6.1 Data Pengukuran beban Trafo

Data hasil pengukuran beban pada Trafo dapat dilihat pada Tabel 4.14 (beban siang) dan Tabel 4.15 (beban puncak / malam) dibawah ini.

Tabel 4.14 Data hasil pengukuran beban siang pukul 13.30 WIB Jurusan

Kabel Jurusan PENGUKURAN BEBAN

Type Penampang (mm2)

Phase R (A) S (A) T (A)

N (A) Beban Fuse Beban Fuse Beban Fuse

A NYFGBY 4x95mm² 63 200 63 200 76 200 15 B NYFGBY 4x95mm² 131 200 161 200 150 200 34 C NYFGBY 4x95mm² 166 200 152 200 98 200 47 D NYFGBY 4x95mm² 0 200 0 200 0 200 0 E NYFGBY 4x95mm² 60 200 68 200 84 200 35 F NYFGBY 4x95mm² 110 200 98 200 82 200 21 TOTAL 530 542 490 152

Tabel 4.15 Data hasil pengukuran beban malam (puncak) pukul 19.40 WIB Jurusan

Kabel Jurusan PENGUKURAN BEBAN

Type Penampang (mm2)

Phase R (A) S (A) T (A)

N Beban Fuse Beban Fuse Beban Fuse

A NYFGBY 4x95mm² 78 200 70 200 81 200 32 B NYFGBY 4x95mm² 189 200 180 200 120 200 34 C NYFGBY 4x95mm² 190 200 181 200 168 200 67 D NYFGBY 4x95mm² 0 200 0 200 0 200 0 E NYFGBY 4x95mm² 65 200 70 200 89 200 35 F NYFGBY 4x95mm² 135 200 147 200 147 200 21 TOTAL 657 648 605 189

(32)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.2.6.2 Analisa Data Pengukuran beban Trafo

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.14 dan Tabel 4.15 diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Karena arus beban penuh telah diketahui besarnya berdasarkan perhitungan sebelumnya (Bagian 4.2.2.2) yaitu sebesar 909,3 A, maka persentase pembebanan Trafo pada beban siang maupun puncak dapat dihitung melalui persamaan 2.11 dan 2.12.

• Siang hari

Persentase beban Phase R(IR)=

A A 3 , 909 530 x 100% = 58,3 %

Persentase beban Phase S(IS)=

A A 3 , 909 542 x 100% = 59,6 %

Persentase beban Phase T(I

T)= A A 3 , 909 490 x 100% = 53,9 %

Persentase beban rata-rata = 57,3%

3 % 62 , 59 % 53 % 4 , 59 + + =

• Malam hari (Puncak) Persentase beban Phase R(I

R)= A A 3 , 909 657 x 100% = 72,3%

Persentase beban Phase S(IS)=

A A 3 , 909 648 x 100% = 71,3%

Persentase beban Phase T(IT)=

A A 3 , 909 605 x 100% = 66,53 %

Maka Persentase beban rata-rata = 70,04%

3 % 53 , 66 % 3 , 71 % 3 , 72 + + = Dari hasil perhitungan persentase beban diatas dapat dilihat bahwa kondisi pembebanan Trafo masih dalam batas normal ≤ 80% dan arus netral pun tidak melebihi arus masing-masing fase.

(33)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) b. Besarnya persentase ketidak seimbangan beban Trafo dapat dihitung melalui

persamaan 2.15 hingga persamaan 2.18, seperti yang terdapat dibawah ini : • Siang Hari : Irata-rata = 520,66A 3 490 542 530+ + = IR = a . I maka : a 520,66 530 I IR = = = 1,02 maka ∆a = 0,02 IS = b . I maka : b 520,66 542 I IS = = = 1,04 maka ∆b = 0,04 IT = c . I maka : c 520,66 490 I IT = = = 0,94 maka ∆c = 0,06

Ketidak seimbangan beban =

{

}

100%

3 ) ( ) ( ) ( x b b a + Δ + Δ Δ % 4 % 100 3 06 , 0 04 , 0 02 , 0 + + = = x

Pada beban puncak :

Irata-rata = 636,67A 3 605 648 657+ + = IR = a . I maka : a 636,67 667 I IR = = = 1,05 maka ∆a = 0,05 IS = b . I maka : b 636,67 648 I IS = = = 1,02 maka ∆b = 0,02 IT = c . I maka : c 636,67 605 I IT = = = 0,95 maka ∆c = 0,05

Ketidak seimbangan beban =

{

}

100%

3 ) ( ) ( ) ( x b b a + Δ + Δ Δ 100% 4% 3 05 , 0 02 , 0 05 , 0 + + = = x

Dari hasil perhitungan ketidak seimbangan beban (Unbalance) Trafo, dapat diketahui bahwa unbalance masih berada dalam batas normal ≤ 25% (Tabel 4.1).

(34)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) c. Proteksi beban tegangan rendah (Fuse TR) pada masing-masing jurusan

terpasang normal, karena tidak terdapat arus beban yang mengalir continues melebihi rating dari Fuse TR / NH fuse.

d. Kondisi kabel jurusan yang terpasang juga normal, karena tidak ada arus beban yang mengalir secara melebihi KHA kabel. Dimana KHA maksimum untuk jenis kabel NYFGBY 4x95mm2 sebesar 245 A (Tabel 4.4)

4.2.7 Data dan Analisa thermal peralatan Eksternal 4.2.7.1 Data hasil pengujian thermal peralatan eksternal

Tabel 4.16 dan Gambar 4.16 dibawah ini merupakan data hasil pengujian temperature peralatan eksternal Trafo yaitu peralatan hubung bagi (PHB) tegangan rendah dan instalasinya.

Tabel 4.16 Data hasil pengujian temperatur PHB TR dan Instalasi

Objek Hasil Pengujian satuan

Switch / Handle 114 oC

Fuse TR 63 oC

(35)

Rachmat Adi Chandra (41412110091) Gambar 4.16 Hasil Pengujian Temperatur PHB TR dan Instalasi

4.2.7.2 Analisa Data hasil pengujian peralatan eksternal

Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 4.16 dan Gambar 4.16 diatas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

a. Berdasarkan Foto thermal Switch (Saklar) diatas, dapat diketahui bahwa telah terjadi panas berlebih / overheat sebesar 114 °C. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan standar kenaikan temperature pada terminasi ∆t ≤ 50oC (Tabel 4.1), dimana berdasarkan hasil pengukuran ∆t sebesar (114 °C - 32°C = 82 oC). Apabila dilihat dari foto visual switch TR, Overheat tersebut disebabkan oleh karena switch yang sudah mulai terbakar dan bersifat korosif sehingga mempunyai tahanan yang besar. Dengan demikian apabila dialiri oleh arus akan terjadi panas berlebih pada titik tersebut.

b. Dari foto thermal Fuse TR dapat dilihat bahwa temperature tertinggi terdapat pada proteksi (Fuse TR) Jurusan B dan C pada masing-masing phase. Tingginya temperatur tersebut terjadi akibat dari Fuse TR jurusan B dan C memang mengalirkan arus beban paling tinggi diantara jurusan-jurusan lainnya. Akan tetapi hasil pengukuran thermal sebesar 63 °C tersebut masih

berada dalam batas normal (Tabel 4.1) karena memiliki ∆t sebesar (63°C -

(36)

Rachmat Adi Chandra (41412110091)

4.2.8 Kategori dan Rekomendasi berdasarkan hasil analisa

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan sebelumnya, maka dapat diketahui kondisi kesehatan Trafo dan rekomendasi perbaikan yang harus dilakukan seperti yang terdapat pada tabel 4.17 dibawah ini.

Tabel 4.17 Kondisi Kesehatan Trafo dan rekomendasi perbaikan / pemeliharaan berdasarkan hasil analisa

NO ASSET REKOMENDASI PERBAIKAN /

PEMELIHARAAN ALASAN

1 GARDU Lakukan Pembersihan Gardu untuk menghindari kontaminasi langsung antara debu dan peralatan. Bilamana kondisi ini terjadi proses penuaan peralatan akan semakin cepat.

Gardu sangat Kotor

2 TRAFO Lakukan Treatment / Filtering Minyak

Trafo untuk menaikkan nilai tegangan tembus minyak Trafo disertai penambahan minyak sehingga fungsi-fungsi minyak dapat bekerja secara optimal

Level minyak Trafo didalam tangki mulai berkurang

Hasil pengukuran tegangan tembus minyak Trafo tidak normal (≤30 KV/2,5mm) TDCG menunjukkan Kondisi 2, dimana Komposisi gas sudah melebihi batas normal yaitu kandungan H2(Hidrogen), CH4

(Methane), C2H6 (Ethane),

C2H4 (Ethylane) yang

mengidentifikasikan bahwa sudah terjadinya panas berlebih (overheat)

Perbaiki Nilai Grounding / sistem pembumian Trafo sehingga Grounding yang juga merupakan salah satu sistem proteksi dapat berfungsi Optimal

Hasil Pengukuran Grounding tinggi hampir mencapai 10 Ohm (Melampaui batas standard maksimal 1,73 Ohm) Lakukan Penambahan Kabel Sekunder

Trafo dari 4(1x240mm²) menjadi 7(1x240mm²) untuk memperbesar KHA

dan menghindari terbakarnya kabel terjadi Overheat hingga 120°C

pada Bushing sekunder Trafo Perbaiki Koneksi Bushing Sekunder

Trafo dengan melakukan penggantian kabel Schoon dari Material Aluminium (AL) menjadi tembaga (CU)

Lakukan Pemantauan beban secara Continous untuk menghindari terjadinya Overload

Pembebanan Trafo maksimum sebesar 74,9% atau mendekati batas overload

3 PHB TR Perbaiki Koneksi Switch TR dengan

melakukan penggantian kabel Schoon dari Material Aluminium (AL) menjadi tembaga (CU) disertai pembersihan korosif pada Switch

terjadi Overheat hingga 114°C pada Switch (Saklar) PHB TR

KATEGORI KONDISI KESEHATAN TRAFO : BERBAHAYA

Gambar

Gambar 4.1 Siklus kegiatan pemeliharaan berdasarkan Kondisi Trafo
Tabel 4.1 kriteria sehat Trafo dari segi kelistrikan dan manajemen operasi  No  Rincian  pengukuran  Kriteria sehat
Tabel 4.2 Kriteria sehat Trafo dari segi instalasi
Gambar 4.3 kebocoran minyak Trafo
+7

Referensi

Dokumen terkait

“(1) promosi untuk memperkenalkan obyek wisata; (2) transportasi yang lancar; (3) kemudahan keimigrasian atau birokrasi; (4) akomodasi yang menjamin penginapan yang nyaman;

Kota Pekalongan perlu melakukan identifikasi isu strategis yang ada di daerahnya mengingat isu strategis ini akan menjadi dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan

Banyak kegunaan teknologi Jabber, pada awalnya teknologi Jabber bersifat asynchronous, platform IM yang dapat digunakan secara luas dan jaringan IM berdasarkan

hasil mengalah, menyerah, panenan, gandum, pemilihan, sukses, keberhasilan, karya, mengakibatkan, menghasilkan, kali, panen, produksi, hasil, pertanian hewan hewani,

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan penalaran matematis siswa menggunakan pendekatan

produk yang ditawarkan untuk item core switch dan router sekurang-kurangnya 1 orang. Memiliki keahlian dalam bidang IT khususnya sistem jaringan dibuktikan dengan

Berdasarkan hasil dari latar belakang di atas, penelitian yang akan diambil adalah merancang perilaku musuh kecerdasan buatan NPC dalam game pembelajaran

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang hubungan antara kecepatan relatif pergerakan lempeng dengan tingkat aktifitas gempabumi tektonik khususnya di zona subduksi serta