• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ANALISIS RANTAI PASOK RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ANALISIS RANTAI PASOK RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

ANALISIS RANTAI PASOK RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

Tim Peneliti

I Wayan Gede Sedana Yoga, S.TP.,M.Agb I Wayan Arnata, S.TP., M.Si.

Ir. Sri Mulyani, MP

Dibiayai dari Dana DIPA Universitas Udayana Tahun Anggaran 2014 dengan Surat Perjanjian Kerja No. 822D/UN.14.1.26/HK.00.04.03 /2014

TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERITAS UDAYANA TAHUN 2014

(2)

ii   

NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG

---‐‐‐‐‐

2. Ketua Peneliti

a. Nama lengkap dengan gelar : I Wayan Gede Sedana Yoga, STP., M.Agb b. Pangkat/Gol/NIP : Penata Muda / III-a/19800516 200502 1 006 c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

d. Pengalaman penelitian : (Terlampir dalam CV) e. Program studi : Teknologi Industri Pertanian f. Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian

g. Alamat rumah/HP : Jl. Noja Gang Santaka No. 13 Denpasar, 80237 08124647979, 087860260100

h. e-mail : sedana80@yahoo.co.id

sedana80@gmai.com

---‐‐‐‐‐

3. Jumlah tim Peneliti : 2 orang

---‐‐‐‐‐

4. Pembimbing

a. Nama lengkap dengan gelar : Prof. Dr. Ir. Bambang Ahmadi H. MP. b. Pangkat/Gol/NIP :

c. Jabatan Fungsional :

d. Pengalaman penelitian : (Terlampir dalam CV) e. Program studi : Teknologi Industri Pertanian f. Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian

---‐‐‐‐‐

5. Lokasi Penelitian : Baturiti dan Denpasar

---‐‐‐‐‐

6. Kerjasama

a. Nama Instansi : - b. Alamat : -

---‐‐‐‐‐

7. Jangka waktu penelitian : 8 (delapan) bulan

---‐‐‐‐‐

8. Biaya Penelitian : Rp. 7.500.000 (Tujuh juta lima ratus ribu rupiah) ---‐‐‐‐‐

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ketua Tim Pelaksana,

(Ir. Sri Mulyani, MP) (I Wayan Gede Sedana Yoga, STP., M.Agb) NIP. 19620526 198603 2 002 NIP. 19800516 200502 1 006

Mengetahui,

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

(Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, MP.) NIP. 19591107 198603 1 004

(3)

iii   

Tuhan Ynag Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian ini berjudul “ANALISIS RANTAI PASOK KOMODITAS

RUMPUT LAUT DI KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG”. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah supaya para

pelaku dalam agribisnis rumput laut, serta mahasiswa dapat mengatahui dan memahami: struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, pola aliran informasi pada masing-masing rantai, proses penanganan pascapanen yang dilakukan pada masing-masing rantai, kreasi nilai, nilai tambah pada masing-masing rantai, serta

share keuntungan yang diperoleh.

Kami menyadari bahwa laporan ini tidak sempurna sehingga pada kesempatan ini kami mohon maaf dan dengan senang hati menerima kritik dan saran untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Akhir kata kami berharap semoga laporan hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukannya.

Bukit Jimbaran, 16 Oktober 2014 Penulis

(4)

iv   

LEMBAR IDENTITAS i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasokan Agribisnis...4

2.2. Analisis Nilai Tambah (Value Added) Rantai pasok Produk Segar Hortikultura...6

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan penelitian ...8

3.2. Manfaat penelitian ...8

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan komoditi rumput laut target penelitian...9

4.2. Jenis data…...9

4.3. Metode Pengumpulan Data...10

4.4. Target Responden...10

4.5. Analisis Nilai Tambah dengan Metode Hayami...10

4.6. Tahapan Penelitian...11

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Keadaan Geografis...13

5.2. Sistem Produksi...14

5.2.1. Lahan dan penyiapannya untuk produksi...14

5.2.2. Karakteristik Petani Rumput Laut...14

5.2.3. Penanaman...14

5.2.4. Pemanenan...15

5.3. Sistem Pascapanen Berdasarkan Pola Rantai pasokan………..15

(5)

v   

5.3.4. Penyimpanan ...17 5.4. Rantai Pasok Rumput Laut... …17

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ...19 6.2. Saran ...19

(6)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem distribusi komoditas pertanian saat ini dicirikan dengan perdagangan yang tidak transparan yang lebih menguntungkan pedagang dan merugikan petani. Sistem terlalu dipengaruhi kepentingan para pemodal dan banyak mata rantai, sehingga posisi tawar petani lemah dan hanya mendapat bagian terkecil dari usaha tani yang dikembangkan. Posisi tawar petani lemah akibat terlalu dominannya peran para pemilik modal dan pihak-pihak yang menjadi penghubung antara petani dengan pasar atau biasa dikenal dengan sebutan tengkulak. Mata rantai sistem agribisnis yang terlalu panjang juga menjadikan posisi tawar petani lemah. Lemahnya posisi tawar tersebut membuat petani tidak berdaya dalam menentukan harga berbagai komoditas tanaman. Fenomena yang terjadi selama ini, harga semua komoditas ditentukan oleh tengkulak. Petani ditekan sedemikian rupa dan berada dalam poisi terjepit. Guna meningkatkan posisi tawar petani, perlu dilakukan pemangkas mata rantai dalam sistem agribisnis. Untuk dapat memangkas rantai tersebut, maka petani perlu melakukan penambahan nilai berupa: proses produksi yang baik, penanganan pascapanen yang baik, serta pemasaran yang baik. Sebagai penunjang, perlu adanya pemberdayaan kelembagaan usaha, baik di tingkat petani maupun pedagang, yang keduanya mengarah pada posisi kesetaraan, sehingga kedua belah pihak sama-sama merasakan manfaat keuntungan dalam melaksanakan usaha hortikultura (Dirjen Hortikultura, 2008).

Secara umum, sistem distribusi komoditas pertanian terdiri atas produsen –

middleman – supermarket, pasar tradisional, atau hotel. Masing-masing pelaku bisnis

tersebut akan memperoleh besaran nilai tambah dan mengeluarkan biaya yang berbeda-beda. Besarnya nilai tambah bersih yang didapat oleh masing-masing pelaku bisnis tergantung pada posisi tawar, efisiensi bisnis dan keadilan (fairness) di dalam pembagian total nilai tambah kepada setiap pelaku bisnis yang terkait (Widia, 2010).

Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada suatu proses produksi (Marimin, 2010). Arus peningkatan nilai tambah komoditas pertanian terjadi di setiap mata rantai, dari hulu

(7)

ke hilir, yang berawal dari petani dan berakhir pada konsumen akhir. Nilai tambah dalam pertanian adalah terbentuk ketika terjadi perubahan dalam bentuk fisik produk pertanian, adopsi metode produksi, atau proses penanganan yang bertujuan untuk meningkatkan basis konsumen bagi produk tersebut serta mendapatkan porsi yang lebih besar dari pengeluaran pembelanjaan konsumen yang tumbuh untuk produsen (Perdana, 2009). Pemberian nilai tambah pada komoditas pertanian biasanya meliputi pembersihan, sortasi, grading, pengemasan, transport, dan keamanan pangan. Collins (2009) mengatakan bahwa penanganan pascapanan adalah merupakan domain dalam proses penciptaan nilai. Pascapanen hortikultura melibatkan transformasi sederhana dari suatu produk, sehingga produk siap dikonsumsi oleh konsumen. Penanganan pascapanen yang tidak baik akan menyebabkan tingginya loss pada produk. Tingginya loss pada produk akan menyebabkan harga produk menjadi tinggi di tingkat konsumen, karena konsumenlah yang pada akhirnya menanggung seluruh loss yang terjadi pada rantai pasok.

Rantai pasok atau Supply Chain Management (SCM) adalah suatu jejaring organisasi yang saling tergantung dan bekerjasama secara menguntungkan melalui pengembangan sistem manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir (konsumen). Pendekatan rantai pasokan didasarkan pada; (a) Proses budidaya untuk menghasilkan produk (komoditas pertanian), (b) Mentransformasikan bahan mentah (penanganan panen dan pascapanen), dan (c) Pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi. Rantai pasokan tidak dapat berdiri dengan baik sendiri tanpa diserta dengan rantai permintaan yang baik pula. Hover (2001) berpendapat bahwa “Ketika

demand dan supply chain bekerja bersama dengan baik, dapat dikatakan bahwa supply beroperasi dengan baik bersama demand, atau suplier menyediakan konsumen

servis penambahan nilai”. Dalam rantai permintaan, terdapat informasi yang diinginkan konsumen terhadap suatu produk, yang harus dipenuhi produsen. Jika aliran informasi berjalan dengan baik, apa yang diinginkan konsumen dapat ditangkap dengan baik oleh masing-masing rantai, sehingga proses pemuasan kebutuhan konsumen dapat dimulai dari produsen, yang dianggap sebagai rantai pertama. Proses pemuasan kebutuhan konsumen dapat diterjemahkan salah satunya

(8)

dengan penanganan pascapanen yang baik. Kurangnya penanganan pascapanen yang baik pada masing-masing rantai juga menimbulkan loss yang tinggi, sehingga terjadi marjin yang tinggi pada masing-masing rantai. Imbas dari semua itu, masing-masing rantai mengharapkan marjin harga yang tinggi, sedangkan konsumen mengharapkan harga yang semurah-murahnya.

Penelitian dari World Bank menunjukkan bahwa petani mendapatkan share nilai tambah yang sangat kecil dibandingkan dengan middleman dan ritel, sedangkan biaya yang dilekuarkan relatif sama jika dibandingkan dengan rantai yang lain. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan, khususnya bagi pertani. Penelitian ini berusaha untuk menjawab permasalahan tersebut, yaitu: bagaimana kondisi objektif rantai pasok, berapakah nilai tambah yang diterima pada masing-masing mata rantai, apakah adil perlakuan pascapanen yang dilakukan dengan share yang diterima petani, serta bagaimanakah respon masing-masing rantai terhadap issue-issue yang berkembang tentang keamanan pangan. Proses pencarian jawaban tersebut dilakukan dengan melakukan penelitian pada rantai pasok rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung dengan menggunakan metode CSAM (A Commoditi

System Assessment Methodology), analisis rantai pasok, dan analisia nilai tambah.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah: (1) Bagaimanakah pola struktur rantai pasokan rumput laut?; (2) Bagaimanakah praktik penanganan pascapanen dan sumber-sumber apa sajakah yang menjadi penyebab kehilangan pada masing-masing rantai?; (3) Berapakah nilai tambah yang diperoleh pada masing-masing rantai?

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rantai Pasokan Agribisnis

Beberapa tulisan ilmiah mendefinisikan manajemen rantai pasokan agribisnis sebagai berikut: (1) Roekel et al. (2002) menyatakan bahwa manajemen rantai pasokan menghubungkan berbagai pelaku bisnis mulai dari petani di lahan pertanian, industri hasil pertanian, rantai-rantai distribusi sampai kepada konsumen dengan tujuan untuk mencapai efektivitas rantai pasokan dan aliran barang yang berorientasi kepada konsumen. (2) Baulakis dan Weightman, 2004 dalam Perdana (2009) mendefinisiskan manajemen rantai pasokan sebagai suatu kumpulan perusahaan yang independen yang bekerjasama erat untuk mengelola aliran produk dan jasa sepanjang rantai pasok tambah produk pertanian dan pangan dalam upaya mewujudkan nilai konsumen yang unggul pada tingkat harga yang terjangkau. (3) Woods (2004), manajemen rantai pasokan merupakan manajemen secara keseluruhan dari proses produksi, distribusi dan pemasaran hasil pertanian untuk memasok konsumen produk yang diinginkan.

Manajemen rantai pasokan dalam agribisnis memiliki karakteristik unik. Menurut Bailey et al. (2002) dalam Perdana (2009) karakteristik unik dari manajemen rantai pasokan agribisnis adalah sebagai berikut :

1. Konsumen

Permintaan konsumen produk pangan menekankan pada aspek kesehatan, keragaman, dan kenyamanan. Pemilihan produk pangan dipengaruhi oleh karakteristik konsumen pada setiap negara. Selain itu, konsumsi pangan didorong oleh kebutuhan konsumen yang unik seperti nutrisi, keamanan pangan, kepekaan dan kebutuhan sosial. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh budaya konsumen dan lingkungan sosial.

2. Distribusi produk pertanian

Tidak hanya konsumen yang berbeda pada setiap negara, tetapi juga karakteristik produk seperti pengemasan, pelabelan, dan sistim distribusi juga berbeda. Para pelaku usaha harus menghadapi perubahan-perubahan aturan dan regulasi serta harus mengakomodasi keinginan konsuman.

(10)

3. Peranan pemasaran dalam solusi rantai pasokan

Rantai pasokan pangan agribisnis harus mampu memberikan solusi optimal untuk ketepatan produk, ketempatan tempat dan ketepatan waktu dalam memenuhi kebutuhan pasar pada setiap negara. Solusi optimal pemasaran hanya dapat dicapai apabila dikaitkan dengan isu rantai pasokan yang menjadi penjamin dalam penyampaian produ ke konsumen.

4. Karakteristik produk pertanian

Sifat yang mudah rusak pada produk pertanian meningkatkan pentingnya penyimpanan, penanganan dan transportasi. Seperti contoh: tantangan industri produk segar adalah ketersediaan transportasi yang cepat dan berpendingin. Dengan globalisasi perdagangan dan pengembangan teknologi penanganan dan penyimpanan baru, rantai pasokan agribisnis pangan telah mentransformasikan faktor produk musiman menjadi mekanisme stabilisasi untuk menjamin pasokan produk yang stabil sepanjang tahun.

5. Isu kesinambungan material

Rantai pasokan harus mampu menjamin ketersediaan pasokan yang berkelanjutan dari suatu produk pertanian dalam memenuhi prakiraan permintaan konsumen. Dalam rantai pasokan pangan, ketersediaan bahan baku pertanian harus diperhatikan dalam proses prakiraan. Hal tersebut terjadi karena sifat produk pertanian yang mudah rusak dan ketidak pastian pasokan karena jumlah panen yang tidak menentu.

Tujuan pengembangan manajemen rantai pasokan pada negara berkembang adalah untuk membangun kapasitas produsen lokal sehingga mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Tujuan lainnya adalah sebagai upaya membantu petani di negara berkembang untuk mengambil keuntungan dari peluang pertumbuhan kebutuhan konsumsi pangan dunia (Woods, 2004). Menurut Perdana (2009), manajemen rantai pasokan dapat menurunkan biaya transaksi dan marjin yang terjadi antar rantai. Hal tersebut dikarenakan oleh banyaknya aktivitas dan berbagai aspek yang terkait di dalamnya.

Kegunaan dari pendekatan pendekatan manajemen rantai pasokan dalam bidang pertanian didaftar dibawah ini (Roekel et al., 2002) :

(11)

1. Mengurangi kehilangan produk dalam transportasi dan penyimpanan. 2. Meningkatkan penjualan.

3. Diseminasi teknologi, teknik lanjutan, modal dan pengetahuan diantara mitra dalam rantai pasokan.

4. Informasi yang lebih baik mengenai arus produk, pasar, dan teknologi. 5. Transparansi rantai pasokan.

6. Penjejakan dan penelusuran sumber pasokan suatu produk. 7. Pengendalian yang lebih baik dari kualitas dan keamanan produk.

8. Investasi dan resiko yang besar dibagi diantara mitra dalam rantai pasokan.

2.2. Analisis Nilai Tambah (Value Added) Rantai pasok Produk Segar Hortikultura

Produk pertanian memiliki sifat yang mudah rusak (perishable), sehingga diperlukan proses penanganan yang tepat, sehingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen sesuai dengan mutu yang diinginkan. Dalam perjalanannya menuju ke tangan konsumen, komoditas tersebut akan mengalami beberapa proses perlakuan, seperti pengolahan, pengawetan, dan pemindahan untuk menambahkan kegunaan atau untuk menimbulkan nilai tambah. Nilai tambah komoditas pertanian di sektor hulu dapat dilakukan dengan menyediakan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada seluruh mata rantai, antara lain petani, penyedia sarana dan prasarana pertanian, serta penyedia teknologi (Marimin, 2010).

Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan, dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan input lainnya.

Besar nilai tambah dari proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produksi yang dihasilkan, serta tidak

(12)

termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi modal dan manajemen yang secara matematika dinyatakan sebagai berikut.

Nilai tambah = f{K, B, T, U, H, h, L}

Keterangan: K = kapasitas produksi

B = bahan baku yang digunakan T = tenaga kerja yang digunakan U = upah tenaga kerja

H = harga output h = harga bahan baku

L = nilai input lain (nilai semua pengorbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai)

Kelebihan dari analisis nilai tambah metode Hayami adalah: (1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah; (2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor produksi; dan (3) Dapat diterapkan di luar subsistem pengolahan, misalnya pada kegiatan pemasaran (Marimin 2010).

Langkah-lagkah yang dilakukan adalah: (1) Membuat arus komoditas yang menunjukkan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan, dan berbagai perlakuan yang diberikan; (2) Mengidentifikasikan setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial; dan (3) Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku, bukan satuan output, (Marimin 2010).

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode Hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut: (1) Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan satu satuan output; (2) Koefisien tenaga kerja langsung, menunjukkan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input; dan (3) Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input (Marimin 2010).

(13)

III. TUJUAN DAN MANFAAT

3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah: identifikasi struktur rantai pasokan rumput laut, menganalisis penanganan pascapanen dan sumber-sumber penyebab kehilangan pada masing rantai, serta menganalisis nilai tambah yang diperoleh pada masing-masing rantai, sehingga diperoleh distribusi nilai tambah pada masing-masing-masing-masing rantai.

3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah supaya para pelaku dalam agribisnis rumput laut, serta mahasiswa dapat mengatahui dan memahami: struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, pola aliran informasi pada masing-masing rantai, proses penanganan pascapanen yang dilakukan pada masing-masing rantai, kreasi nilai, nilai tambah pada masing-masing rantai, serta share keuntungan yang diperoleh.

(14)

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan komoditi rumput laut target penelitian

Penelitian dilakukan pada berbagai pelaku agribisnis rumput laut, dengan lokasi utama adalah petani di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (Purposive Sampling) yang diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Kecamatan Nusa Penida dipilih, karena kecamatan Nusa Penida secara statistik adalah sentra penghasil rumput laut besar terbesar di Bali. Rumput laut yang dipilih untuk penelitian adalah rumput laut jenis spinosum (eucheuma spinosum) dan jenis katoni (eucheuma cottoni).

4.2. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup pemetaan proses bisnis dan rantai pasok, yang meliputi: harga pembelian dan penjualan, sistem transportasi, data jumlah nilai harian, data jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan masing-masing lembaga pemasaran, serta data tentang hubungan kemitraan antara pemasok dan distributor. Data sekunder yang digunakan meliputi data-data hasil penelitian terdahulu yang dilakukan, serta publikasi dari lembaga-lembaga yang terkait.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Pengumpulan data primer :

Pengumpulan data dilakukan dengan instrumen kuisioner serta survei dan wawancara langsung, dengan komponen-komponen dalam rantai pasok.

2. Pengumpulan data sekunder :

Pengambilan data sekunder diperlukan untuk memperkuat dan mendukung penelitian, yakni berupa: (1) Hasil-hasil penelitian atau studi lainnya mengenai rantai pasok; (2) Data profil komoditas rumput laut; (3) Data perkembangan demografi (kependudukan); dan (4) Data lainnya yang mendukung penelitian

(15)

seperti kebijakan pemerintah, program-program pembangunan daerah, peranan institusi dan data/ informasi lainnya.

4.4. Target Responden

Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional terhadap jumlah populasi yang ada. Pengambilan sampel desa penelitian dilakukan dengan metode purpossive

sampling. Sampel petani diambil dengan teknik pengambilan sampel acak (random sampling), besarnya sampel diambil menggunakan tabel Slovin. Pengambilan sampel

pada middleman dan supermarket/pasar tradisional/hotel digunakan digunakan metode snowball sampling.

4.5. Analisis Nilai Tambah dengan Metode Hayami

Nilai tambah adalah besarnya peningkatan kegunaan dan kepentingan akibat dilakukannya satu atau lebih proses pada suatu produk (Christopher dalam Wahyuningsih, 2004). Secara umum, ukuran nilai adalah mutu dan layanan dibagi dengan biaya dan waktu. Nilai tambah di tingkat produsen (petani) dihitung berdasarkan selisih harga jual petani dengan ongkos-ongkos produksi yang meliputi ongkos tenaga kerja (labour cost), ongkos input pertanian (agri. input cost) dan sewa tanah (land rent), mengadopsi metodologi analisis yang dikembangkan oleh ACIAR (Australian Centre for International Agricultural Research). Sedangkan nilai tambah bersih pada setiap kelembagaan pemasaran dihitung berdasarkan selisih harga jual dan harga beli dikurangi dengan ongkos-ongkos yang relevan pada setiap lembaga pemasaran (Widia, 2010). Nilai tambah diukur secara matematik menggunakan metode Hayami. Adapun prosedur penghitungan nilai tambah dapat dilihat pada tabel berikut :

Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami

No. Variabel Nilai

Output, input, dan harga

1. Output (kg) (1)

2. Bahan baku (kg) (2)

3. Tenaga kerja (HOK) (3)

4. Faktor konversi (4) = (1)/(2)

(16)

6. Harga output (Rp/kg) (6) 7. Upah tenaga kerja langsung

(Rp/HOK)

(7) Penerimaan dan keuntungan

8. Harga bahan baku (Rp/kg) (8) 9. Harga input lain (Rp/kg) (9)

10. Nilai output (Rp/kg) (10) = (4)x(6)

11. a. Nilai tambah (Rp/kg) (11a) = (10) - (9) - (8) b. Rasio nilai tambah (%) (11b) = (11a)/(10) x 100% 12. a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) (12a) = (5) x (7)

b. Pangsa tenaga kerja (%) (12b) = (12a)/(11a) x 100% 13. a. Keuntungan (Rp/kg) (13a) = (11a) – (12a)

b. Tingkat keuntungan (%) (13b) = (13a)/(10) x 100% Balas jasa pemilik faktor produksi

14 Marjin keuntungan (14) = (10) – (8)

Pendapatan tenaga kerja (%) (14a) = (12a)/(14) x 100% Sumbangan input lain (%) (14b) = (9)/(14) x 100% Keuntungan perusahan (%) (14c) = (13a)/(14) x 100%

Sumber: Marimin, 2010

4.6. Tahapan Penelitian

Tahap pertama adalah menjelaskan profil komoditas rumput laut, yaitu menggambarkan potensi usaha rumput laut di suatu daerah. Bagian ini mendeskripsikan perkembangan suatu komoditas dalam tiga tahun terakhir.

Tahap kedua adalah menggambarkan kondisi obyektif rantai pasok. Kondisi objektif rantai termasuk pola aliran produk, aliran income, serta aliran informasi.

Tahap ketiga adalah analisis rantai pasok. Tahapan ketiga ini terdiri dari tiga analisis yaitu penentukan aliran produk, aliran income dan aliran informasi. Aliran produk menjelaskan pelaku yang berperan dalam pengadaan bahan baku, pengolahan sampai dengan pemasaran produk. Aliran income menggambarkan transaksi dalam bentuk uang. Aliran informasi menjelaskan kemampuan setiap pelaku serta lembaga yang langsung maupun tidak langsung terlibat dalam mata rantai untuk memberikan dan memperoleh informasi baik mengenai harga, jumlah dan kualitas produk, serta kontinyuitas produk dalam upaya memperlancar pasokan bahan baku/produk.

Tahap keempat adalah analisis nilai tambah. Dengan menggunakan metode Hayami, maka akan diperoleh: nilai tambah, rasio nilai tambah, pendapatan tenaga kerja, keuntungan, persentase tingkat keuntungan , marjin keuntungan, persentase

(17)

pendapatan tenaga kerja, persentase sumbangan input lain, serta persentase keuntungan perusahan.

Tahap kelima yaitu pembahasan hasil penelitian. Tahap ini menguraikan tentang permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing rantai, serta kemungkinan solusi yang dapat diberikan dikaitkan dengan teori-teori yang cocok.

Tahap keenam yaitu kesimpulan dan saran. Pada tahapan ini, disarikan pembahasan menjadi kesimpulan, serta saran-saran yang nantinya akan diberikan kepada pihak-pihak terkait seperti produsen, middleman, konsumen, serta pemerintah.

(18)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Keadaan Geografis

Kabupaten Klungkung merupakan Kabupaten yang paling kecil dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kodya di Bali, terletak diantara 115 ° 27 ' - 37 '' 8 ° 49 ' 00 ''. Lintang Selatan dengan batas-batas disebelah utara Kabupaten Bangli. Sebelah Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kabupaten Gianyar, dan sebelah Selatan Samudra India, dengan luas : 315 Km ². Wilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya ( 112,16 Km ²) terletak diantara pulau Bali dan dua pertiganya ( 202,84 Km ² lagi merupakan kepulauan yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.

Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah Penduduk 46,749 Jiwa (8.543 KK). Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat tempat yaitu lewat Benoa dengan menumpang Quiksilver/Balihai ditempuh +1 jam perjalanan, lewat Sanur dengan menumpang perahu jarak tempuh + 1,5 Jam perjalanan. Lewat Kusamba dengan menumpang Jukung jerak tempuh +1,5 jam perjalanan. sedangkan kalau lewat Padangbai dengan menumpang Kapal Boat yang jarak tempuh + 1 jam perjalanan. Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit. Desa - desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0 - 3 % dari ketinggian lahan 0 - 268 m dpl. Semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang. Demikian juga pulau Lembongan bagian Utara merupakan lahan datar dengan kemiringan 0- 3% dan dibagian Selatan kemiringannya 3-8 %. Sedangkan Pulau Ceningan mempunyai kemiringan lereng bervariasi antara 8-15% dan 15-30% dengan kondisi tanah bergelombang dan berbukit.

Mata pencaharian penduduk adalah pertanian dan sektor perikanan merupakan mata pencaharian utama oleh 6,68% tersebar pada desa-desa pesisir yaitu Suana, Batununggul, Kutampi Kaler, Ped dan Desa Toyapakeh. Di Pulau Lembongan 16,80% penduduk bergerak dibidang perikanan, dan Ceningan 12,88% mengingat

(19)

kondisi dan topografi daerah maka yang cocok dikembangkan adalah Sektor Pertanian, dan Sektor Pariwisata.

5.2. Sistem Produksi

Untuk mendapatkan mutu rumput laut yang baik, maka budidaya menjadi proses yang penting untuk diperhatikan. Pengolahan yang baik, akan mengkasilkan rumput laut yang baik pula.

5.2.1. Karakteristik Petani Rumput Laut

Petani rumput laut di Kecamatan Nusa Penida sebagian besar menggarap lahan sendiri. Dari 30 responden, 27 orang menggarap lahan sendiri, 2 orang menyewa, dan 1 orang adalah buruh tanam rumput laut. Rata-rata umur petani penggarap adalah 40,37 tahun, dengan sebaran usia dari 23 – 60 tahun. Rata-rata luas area yang dikelola adalah 4,2 are.

5.2.2. Penanaman

Kualitas rumput laut yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh teknik

budidaya yang digunakan tetapi juga dipengaruhi oleh umur tanaman, cara panen dan keadaan cuaca pada saat panen. Rumput laut siap dipanen pada umur 1 – 1,5 bulan setelah ditanam. Apabila dipanen sebelum umur tersebut maka kualitas rumput laut yang dihasilkan menjadi rendah karena kandungan agar/karaginannya rendah dan kekuatan gel dari agar/karaginan juga rendah tetapi kadar airnya tinggi.

5.2.3. Pemanenan

Pemanenan rumput laut di nusa Penida dilakukan pada pagi hari, mulai pukul 07.00 – pukul 10.00 WITA. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kerusakan kualitas sebelum dijemur kembali pada keeseokan harinya. Proses pemanenan rumput laut yang dilakukan di Nusa Penida: (1) Pembersihhan rumput laut dari kotoran atau tanaman lain yang melekat sebelum dipanen; (2) Pelepasan tali ris yang dengan ikatan rumput laut dari tali utamanya; (3) Peletakan gulungan tali ris yang penuh rumput laut tersebut kedalam sampan atau perahu; serta (4) Rumput laut dibawa ke daratan untuk selanjutnya dilakukan pemetikan rumput-rumput laut dari tali ris (panen keseluruhan) dan petik thallus muda untuk dijadikan bibit pada tanaman berikutnya.

(20)

Teknik panen keseluruhan (full harvest) dinilai lebih cepat dan lebih praktis bila dibandingkan dengan teknik memetik /memotong rumput laut secara langsung di tengah laut. Keuntungan lainnya apabila menggunakan teknik panen keseluruhan, adalah dapat sekaligus memilih thallus muda yang akan dijadikan sebagai bibit untuk penanaman berikutnya.

Frekuensi penanaman rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung rata-rata adalah 13 kali per tahun, dengan rata-rata volume produksi 5520 kg/tahun pada luas area tanam 121 are.

5.3. Sistem Pascapanen Berdasarkan Pola Rantai pasokan

Penanganan pascapanen rumput laut yang dilakukan pada rantai pasok rumput laut di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung adalah:

5.3.1. Pencucian dengan air laut

Rumput laut yang sudah dipanen, dicuci dengan menggunakan air laut sampai bersih kemudian dijemur hingga 2 – 3 hari tergantung kondisi cuaca saat itu. Pencucian rumput laut setelah dipanen dengan air laut ini dimaksudkan untuk membersihkan rumput laut dari kotoran-kotoran yang menempel. Petani melakukan pencucian rumput laut dengan air laut dimaksudkan agar supaya warna rumput laut tidak memudar sebab apabila rumput laut dicuci dengan air tawar akan menyebabkan perubahan warna. Selain itu hal ini dilakukan karena para pembeli biasanya kebanyakan meminta kondisi rumput laut kering dalam kondisi kering tanpa pencucian dengan air tawar.

5.3.2. Penjemuran

Proses selanjutnya adalah pengeringan atau penjemuran. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air pada bahan tersebut dengan menggunakan energy panas. Pengeringan atau penjemuran yang dilakukan oleh petani adalah dengan menggunakan panas dari sinar matahari. Pengeringan hasil panen dilakukan di bawah sinar matahari langsung dengan menggunakan anjangan dari bambu agar hasil panen tidak tercampur dengan pasir, tanah atau benda-benda lainya. Pengeringan

(21)

dilaksanakan selama siang hari pada cuaca cerah dan pada malam hari atau waktu hujan, hasil panen ditutup supaya tidak tercampur dengan air hujan maupun embun.

Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara menggunakan alat pengering (oven) atau secara alami dengan menjemur dengan sinar matahari. Yang murah dan praktis adalah dengan cara dijemur dengan sinar matahari selama 2 - 3 hari, tergantung kondisi panas matahari. Dalam penjemuran ini harus menggunakan alas, seperti para-para, terpal plastik dan lain-lain untuk menghindari tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran seperti pasir atau kerikil dan lain-lain. Setelah kering dan bersih dari segala macam kotoran maka rumput laut dimasukkan kedalam karung plastik untuk kemudian siap dijual atau disimpan di gudang. Pada waktu penyimpanan hindari kontaminasi dengan minyak atau air tawar. 5.3.3. Pengemasan

Rumput laut yang sudah kering dan bersih kemudian dimasukkan ke dalam karung plastic maupun karung bekas dan dipadatkan. Jarum dan tali rafia dipergunakan untuk menutup karung plastik bagian atas dengan cara disulam. Bila pengemasan telah selesai maka rumput laut segera di jual ke pengepul kecil. Tujuan dari pengemasan sendiri antara lain: (1) Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang; (2) Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah; (3) Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan; (4) Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan; (5) Memudahkan distribusi/ pengangkutan bahan pangan; (6) Mendukung perkembangan makanan siap saji; serta (7) Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan.

Berdasarkan pengamatan pada saat praktek kerja lapang, dapat diketauhi bahwa kegiatan pengemasan yang dilakukan oleh petani rumput laut tidak memperhatikan hal-hal di atas. Kebanyakan karung-karung plastik yang digunakan sebagai bahan pengemas tidak memenuhi ketentuan, misalnya ada karung plastic yang berlubang, warnanya sudah pudar dan terkadang pula bagian luar kotor bekas tanah. Di tempat penjualan rumput laut, karung plastic berisi rumput kering ditimbang dengan menggunakan timbangan duduk. Rumput laut dihitung berdasarkan harga per kg.

(22)

Rumput laut milik petani-petani Desa Sidomulyo yang sudah dibeli oleh pengepul kecil selanjutnya ditampung pada gudang penyimpanan milik kelompok tani Tawang Sari dimana pengepul tersebut melaukan system penyewaan tempat kepada kelompok tani tersebut. Hal ini dilakukan karena pengepul sendiri tidak mempunyai gudang dalam jumlah besar untuk menampung hasil panen milik petani serta memudahkan pengepul sendiri dalam membeli rumput laut karena ditempat inilah para petani lebih mudah ditemui. Selanjutnya pengepul hanya akan melakukan penimbangan saja sebelum rumput laut di jual ke pengepul besar maupaun ke pabrik-pabrik.

5.4. Rantai Pasok Rumput Laut

Rantai pasok rumput laut yang ada di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung ada satu rantai, yaitu Petani Rumput Laut – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar Surabaya.

Petani melakukan pembibitan rumput laut dengan cara mengikat bibit pada tali. Bibit diperoleh dari tanaman rumput laut muda, hasil panen sebelumnya. Penanaman dan pemanenan rumput laut pada areal sepanjang pantai Nusa Penida. Umur rumput laut dari penanaman hingga siap dipanen mencapai satu bulan. Dalam setahun, petani dapat melakukan maksimal 13 kali pemanenan. Pemanenan dilakukan dengan melepaskan tali pengikat tambatan rumput laut dan selanjutnya ditaruh pada wadah keranjang. Rumput laut selanjutnya dipetik di darat, untuk memudahkan pemanenan, dan mempercepat penjemuran rumput laut. Setelah kering, rumput laut selanjutnya dikemas menggunakan karung plastik, dan dijual kepada pedagang pengumpul. Kehilangan selama pemanenan pada tingkat petani adalah sebesar 20%.

Pedagang pengumpul selanjutnya menjemur kembali rumput laut. Pada proses penjemuran, dilakukan juga pembersihan rumput laut dari kotoran yang masih ada,

(23)

seperti karang, plastik, batu, dan lainnya. Setelah kering, maka rumput laut selanjutnya dikemas menggunakan karung plastik dan ditimbang, kemudian disimpan untuk selanjutnya dikirim ke pedagang besar di Surabaya. Alat transportasi yang digunakan adalah Truk terbuka. Transportasi menggunakan truk menyebabkan kehilangan pada saat transportasi sebesar 10%.

Petani menjual rumput laut kering kepada pedagang pengumpul rata-rata seharga Rp 3.944,44. Harga jual tertinggi pada tingkat petani adalah Rp 7.000 dan harga terendah adalah Rp 3.500. Dari harga tersebut, petani mendapat keuntungan rata-rata Rp 1.273, dengan keuntungan tertinggi Rp 1.754 dan kruntungan terendah Rp 968.

(24)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Identifikasi struktur rantai pasokanan rumput laut yaitu: Petani Rumput Laut Æ Pedagang Pengumpul Æ Pedagang Besar Surabaya.

2. Sumber-sumber penyebab kehilangan pada rantai pasokan yaitu: pada Petani Rumput Laut Æ Pedagang Pengumpul, kehilangan terbesar terjadi pada rumput laut yang terserang hama. Total kehilangan rata-rata sebesar 20%. Pada Pedagang Pengumpul Æ Pedagang Besar Surabaya, kerusakan terjadi saat rumput laut berjamur akibat dari kekurangan sinar matahari pada proses pengeringan. Kehilangan pada rantai ini mencapai 10%.

3. Rantai pasokan memberikan share keuntungan sebesar Rp 1.273 bagi petani dan Rp 1.754 bagi pedagang pengumpul.

6.2. Saran

Jika petani mampu membuat kelompok tani, dan menjual langsung ke Pedagang Besar Surabaya, maka keuntungan yang didapatkan oleh petani akan semakin besar.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Arda, G., M. Wijaya, G.S. Yoga, dan M.S. Utama. 2009. Baseline Survey dan Analisisnya dalam Rangka Pengembangan Agribisnis Holtikultura UD. SILA ARTHA. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Badan Pusat Statistik. 2009. Data Bali Membangun. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Pemerintah Provinsi Bali.

Badan Pusat Satistik Kabupaten Klungkung. 2009. Kecamatan Nusa Penida Dalam Angka 2009. ISSN no. 0852-0494

CIRDAP. 2010. Reduction of Post Harvest Losses by Improving Storage Methods

and Technologies. Agricultural and Rural Development Planning and

Economic Research Institute (ARDPERI). Tehran. Iran.

Directorate of Research (Agri) Assam Agricultural University. 2005. Post Harvest

Practices and Loss Assessment of Some Commercial Horticultural Crops of Assam. Jorhat. India

Direktorat Jendral Hortikultura Departemen Pertanian. 2008. Membangun

Hortikultura Berdasarkan Enam Pilar Pengembangan. Jakarta.

FAO. 2003. Selected Indicators of Food and Agriculture Development in

Asia-Pacific Region 1992-2002. Food and Agriculture Organization of The United Nations Regional Office for Asia and The Pacific. Bangkok October

2003, diunduh dari

http://www.fao.org/DOCREP/004/AD452E/ad452e1y.htm pada 17 Desember 2011.

Hindarwati, 2007, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.).

La Gra, J. 1999. A Comodity Systems Assessment Methodology for Problem and

Project Identification. Postharvest Institue for Perishables. Collage of

Agriculture University of Idaho. Moscow.

Marimin, N. dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam

Manajemen Rantai Pasokan. IPB Press. Bogor.

Mutiarawati, T. 2007. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. makalah Workshop Pemandu Lapangan I (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (SL-PPHP) Departemen Pertanian.

(26)

Pemerintah Kabupaten Klungkung, 2013, http://www.klungkungkab.go.id/index.php/profil/15/Kondisi-Geografis

Perdana, T. 2009. Pemodelan Dinamika Sistem Rancangbangun Manajemen Rantai

Pasokan Industri Teh Hijau. Disertasi tidak dipublikasikan. Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Poerwanto, R. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Bahan Ajar. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Setiawan, A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasokan Sayuran

Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat. Tesis tidak dipubikasikan. Sekolah

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno. 1996. Peranan Teknologi Pascapanen dalam Agroindustri. Agrimedia hal: 28-30. Volume 2 No.2 September 1996 ISSN: 0853-8468.

The World Bank. 2007. Horticultural Producers and Supermarkaet Development in

Indonesia. The World Bank report No. 38543-ID.

Widia, W., dan K.B. Susrusa. 2010. Pemetaan Proses Bisnis dan Analisis Rantai

Nilai Komoditi Cabe Merah di Provinsi Bali. disampaikan pada Seminar

Nasional Hortikultura. PERHORTI, 25-26 November 2010.

Worinu, M. 2007. The Operation and Effectiveness of Formal and Informal Supply

Chains for Fresh Produce in the Papua New Guinea Highlands.

Unpublished thesis. Lincoln University

Woods, J. E. 2004. Supply Chain Management: Understanding the Concept and Its

Implications in Developing Countries. 18-26 Proceedings of a workshop”

Agriproduct Supply-Chain Management in Developing Countries” held in Bali, Indonesia. 19–22 August 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Hanya bedanya disini ditambah biaya tenaga kerja untuk mengangkut rumput laut kering ke kapal yang dalam rantai 1 ditanggung oleh pedagang pengumpul, karena rantai ini

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap, pengetahuan dan intensitas interaksi petani dengan PPL mengenai pengelolaan rumput laut di kelompok tani