• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karena Kita Hanya Punya Satu RUMAH Earth provides enough to satisfy every man s needs, but not every man s greed. Mahatma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karena Kita Hanya Punya Satu RUMAH Earth provides enough to satisfy every man s needs, but not every man s greed. Mahatma"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

1

Karena Kita Hanya Punya

Satu

‘RUMAH’

“Earth provides enough

to satisfy every man’s

needs, but not every

man’s greed.” ―

Ma-hatma Gandhi

Juli 2007 di Morowali Sulawesi Ten-gah, Indonesia, terjadi banjir bandang. Banjir ini terjadi setelah hujan deras selama seminggu. Padahal, bulan Juli adalah musim kemarau di Indonesia. Pada tahun yang sama banjir terbesar

terjadi di Inggris, banjir ini disebabkan naiknya air permukaan Sungai Severn dan Thames. Februari 2010 bencana tak kunjung mereda, 49 dari 50 negara bagian USA tertutup salju. Di Indonesia, longsor terjadi di Ciwidey, Bandung. Kini, kekeringan dan badai semakin sering melanda Amerika Serikat. Ban-jir bandang, gempa bumi, dan tsu-nami bukan suatu hal yang asing lagi. Bencana yang begitu sering datang. Apa yang sedang terjadi pada bumi kita?.

Bumi kian memanas! Menurut Badan Perubahan Iklim PBB, The In-terngovernmental Panel on Climate Change (IPCC), apabila kenaikan suhu bumi mencapai 6oC, diperkirakan kehidupan di bumi akan berakhir. Kenaikan suhu di bumi menyebabkan mencairnya es baik di Kutub Utara maupun di Kutub Selatan. Pencairan yang terjadi hingga kini, membuat nai-knya permukaan air laut. Nainai-knya per-mukaan air ini yang membuat negara-negara kepulauan terutama Indonesia

Halaman 2....

Majalah

(2)

2

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

terancam tenggelam. Pada tahun 2100, Indonesia diprediksi akan kehilangan daerah pantai dan pulau-pulau ke-cil yang dimilikinya seluas 90.260 km2.

terancam tenggelam. Pada tahun 2100, Indonesia diprediksi akan kehilangan daerah pantai dan pulau-pulau ke-cil yang dimilikinya seluas 90.260 km2. Kenaikan air laut, tenggelamnya pulau, akan menyebabkan masalah lain muncul ke permukaan. Penduduk yang berebut mencari tempat pemukiman baru men-imbulkan masalah kepadatan penduduk hingga kemiskinan yang merajalela. Situs National Geographic menuliskan dampak hebat akibat pemanasan global yakni terjadinya peperangan. Perang ter-jadi akibat perebutan bahan makanan, lahan, dan sumber daya alam lainnya. Pemanasan global tak lain disebabkan oleh dua hal, yakni berkurangnya veg-etasi pohon serta rusaknya ekosistem laut. Berkurangnya vegetasi pohon di berbagai belahan dunia menyebabkan tidak terurainya gas CO2 menjadi O2. Selain itu rusaknya ekosistem laut yang berperan sebagai penyeimbang daur en-ergi dan rantai makanan ekosistem laut. Meningkatnya kegiatan manusia teruta-ma yang berhubungan dengan pemba-karan bahan bakar fosil menyebabkan perubahan komposisi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Sinar matahari yang seharusnya dipantulkan ke angkasa ter-perangkap di bumi karena terhalang oleh gas-gas tersebut, menimbulkan efek ru

mah kaca yang berlebihan. Efek ru-mahkaca inilah yang berujung pada pe-manasan global, yang mencairkan es baik di Kutub Utara maupun Kutub Selatan. Semua peristiwa yang terjadi sering-kali dianggap sederhana dan dinilai akan berakhir dengan sendirinya.

Gross National Happiness

Negara Bhutan memperkenalkan teori Gross National Happiness (GNH). Teori ini diusulkan oleh Raja Jigme Singye Wangchuck IV. Saat kepemimpinannya ia tidak melulu memikirkan perkem-bangan ekonomi melainkan mendirikan negara yang mengusung keseta-raan, kepedulian, dan konsep ekologi. Sang raja turut memperhatikan pele-starian lingkungan hidup di Bhutan. Ia memberlakukan larangan merokok di seluruh negeri, melarang impor kan-tong plastik, dan mewajibkan setiap orang setiap tahun minimal menanam 10 batang pohon. Konsep GNH ini pun langsung memperoleh perhatian sek-sama masyarakat internasional dan menjadi tema pelajaran ilmu ekonomi yang digandrungi para pakar dan insti-tut penelitian di Amerika dan Jepang.

Lantas, apa kita akan

mem-biarkan bumi,

satu-satu-nya rumah kita hancur?

Jika tidak, sadarilah bahwa layaknya manusia bumi memiliki carrying capac-ity. Bumi punya batasan untuk dikeruk dan diekploitasi. Mengapa kita tidak be-lajar merawat bumi layaknya rumah kita sendiri, menjaganya tetap bersih, sehat, dan nyaman. Memulai dari hal kecil dengan tidak membuang sampah begi-tu saja, mengurangi jumlah kepemilikan mobil tiap anggota keluarga, mengguna-kan peralatan rumah tangga yang ramah lingkungan, dan pengurangan penggu-naan plastik untuk membawa bawaan. Kita harus mengingat bahwa setelah kita akan ada generasi lain yang akan men-empati ‘rumah’ kita. Saat kita membi-arkannya hancur, maka hancur pulalah keberlangsungan mereka. Sebelum ter-lambat, mengapa tidak kita antisipasi? Lantas bisakah kita, dengan kesadaran kita sendiri menerapkan teori GNH bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk membahagiakan alam ini? Bumi kita satu-satunya. Mulailah dari hal kecil, mulailah selagi ada waktu. Kemajuan lahir melalui perhatian ter-hadap hal-hal kecil. Belajar menghargai bumi dari hal-hal kecil, begitulah cara kita berterimakasih kepada semesta. ***

Referensi:

http://www.republika.co.id/berita/internasional/ global/12/05/04/m3hjm3-negaranegara-yang-paling-oke-di-dunia http://www.pemanasanglobal.net/lingkungan/ dampak_perubahan_iklim_terhadap_manusia. htm http://www.ipcc.ch/publications_and_data/pub-lications_and_data.shtml#.UCi-r3bUOHw http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/07/ meningkatnya-suhu-bumi-lunturkan-perdamaian-dunia http://www.attayaya.net/2008/12/fakta-ten-tang-perubahan-iklim-dunia.html

“Bumi, Rumah Kita Hari Ini” artikel yang ditulis-kan oleh Ilva Nurfitriati Effendi

editorial

(3)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

3

pendidikan

Jangan Buang Sampah

pada Tempatnya

Hampir di dekat setiap tong sampah di tempat umum tertulis slogan “Buanglah Sampah pada Tempatnya”. Setiap anak kecil juga pasti pernah diajar-kan untuk membuang sampah pada tempatnya, yaitu tong sampah. Jadi sebenarnya, sedari kecil kita telah men-dapatkan pemahaman bahwa sampah haruslah dibuang dalam tong sampah. Namun, hidup di zaman ini, di samping sadar untuk membuang sampah pada tempatnya, seyogianya kita juga harus aware terhadap kenyataan bahwa jum-lah sampah yang dibuang ke dalam tong sampah semakin hari semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Menurut Kepala PD Keber-sihan Kota Bandung, Cece H. Iskandar, volume sampah Kota Bandung setiap harinya dapat mencapai 1000 ton. Sampah yang berlimpah dapat me-nyebabkan masalah. Salah satu pemicunya adalah dalam pen-gelolaan sampah itu sendiri. Dalam praktiknya, sampah di Indone-sia masih dikelola dengan sistem pen-gangkutan dan pengumpulan. Proses

pengangkutan oleh PD Kebersihan di sebagian besar daerah di Indonesia di-lakukan tanpa pemilahan terlebih dahu-lu. Akibatnya, sampah yang terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan campuran dari beragam jenis material, baik organik, non organ-ik, beracun, cair, padat, dan sebagainya. Salah satu akibat dari menumpukn-ya sampah adalah peristiwa long-sornya sampah di TPA Leuwigajah pada tahun 2005 (Kompas, 17 Maret 2005). Gas metana yang terkumpul di bagian bawah gunung sampah meledak dan mengakibatkan long-sornya tumpukan sampah tersebut. Peristiwa ini menelan korban jiwa sebanyak 156 orang dan men-gakibatkan kacaunya pengelolaan sampah kota Bandung selama be-berapa hari. Ketika itu, jalanan kota Bandung penuh dengan tumpukan sampah karena tidak ada TPA yang dapat menampung sampah tersebut. Pengelolaan sampah yang hanya berba-sis pada usaha pemerintah, dalam hal ini PD Kebersihan, cepat atau lambat

akan menimbulkan peristiwa Leuwiga-jah kedua. Kunci dalam minimalisasi sampah adalah prinsip yang selama ini dikenal dengan 3R (Reduce, Reuse, Re-cycle). Tidak ada jalan lain untuk men-gurangi jumlah timbulan sampah selain mencegah sampah tersebut timbul. Prinsip 3R merupakan langkah ke-cil dan sederhana yang dapat dilaku-kan dalam kehidupan sehari-hari. Reduce, atau pengurangan, dilakukan dengan mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang ke tong sampah. Hal ini da-pat dicapai misalnya dengan mengguna-kan atau membawa botol minum daripada membeli air kemasan dalam botol plastik. Reuse, atau penggunaan ulang, dapat dicapai dengan menggunakan kembali tas belanja/kantong ketika berbelanja. Recycle, atau daur ulang, dapat dica-pai dengan menggunakan kemasan botol plastik bekas untuk menjadi pot tanaman. Selain itu, banyak barang yang berpotensi daur ulang seperti gelas plastik, kemasan plastik makanan, dan kertas yang biasanya menjadi sum-ber kehidupan bagi para pemulung. Contoh-contoh di atas merupakan seti-tik gambaran mengenai usaha memi-nimalkan sampah yang dapat dilakukan oleh anak kecil sekalipun. Salah satu persoalan mengenai minimnya mini-malisasi sampah di negara ini adalah kurangnya pendidikan mengenai hal ini sedari kecil. Apabila setiap anak mendapatkan pendidikan yang tepat mengenai prinsip 3R sejak dini, mere-ka amere-kan terbiasa untuk tidak langsung membuang sampah pada tempatnya. Walaupun prinsip 3R sudah cukup ser-ing didengar ataupun dilihat di media maupun dalam pendidikan, kenyataan-nya prinsip tersebut masih belum dapat diterapkan oleh sebagian besar warga negara kita. Banyak orang tahu namun enggan untuk memulai suatu kebi-asaan ini. Memulai memang sulit, na-mun tidak mustahil. Ingatkan diri sendiri akan prinsip 3R sebelum menggunakan suatu barang agar barang tersebut tidak harus berakhir dalam tong sampah.***

(4)

4

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

Sosial Politik

Berita “Hijau”

Bagi Indonesia

“... setiap orang berhak

untuk berkomunikasi

dan memperoleh

infor-masi ....” – UUD 1945

Pasal 28F

Dewasa ini perkembangan teknologi terjadi begitu cepat, informasi men-jadi salah satu kebutuhan bagi semua orang, tidak terkecuali bagi masyarakat Indonesia. Informasi tersebut dida-patkan dengan mudah karena dis-ebarkan melalui berbagai media, mulai dari media berita konvension-al, media berita elektronik dan In-ternet, hingga media jejaring sosial. Bahkan, saat ini penyebaran infor-masi melalui media Internet, khu-susnya jejaring sosial, tak jarang menjadi lebih kencang dari apa pun sehingga suatu kabar dan informasi dapat menyebar dan diterima oleh masyarakat dalam hitungan detik saja, tidak lagi seperti dulu ketika orang harus mendengarkan radio atau men-unggu surat kabar terbit keesokannya. Di Indonesia sendiri, tingkat penggu-naan media jejaring sosial dapat dika-takan salah satu yang terbesar di dunia dengan 43,6 juta pengguna Facebook dan 19,5 juta pengguna Twitter. Dengan banyaknya masyarakat yang memiliki akun jejaring sosial, akses mereka ter-hadap informasi dapat dibilang sangat mudah karena selain hampir setiap media berita menyebarkan kabar ter-kininya melalui jejaring sosial, saat ini berita/informasi dapat juga di-generate dengan mudah oleh setiap individu. Sayangnya, dampak negatif dari ber-bagai kemudahan tersebut adalah in-formasi yang cenderung disampaikan tanpa filter. Setiap orang bisa menjadi

informan. Ketika informasi itu menye-bar dengan cepat tanpa adanya sebuah identifikasi yang khusus, masyarakat dengan cepat pula bisa berasumsi men-genai apa yang sedang terjadi mela-lui informasi yang didapatnya tersebut. Belum lagi, isi berita sekarang lebih banyak mempertontonkan kebobro-kan negeri ini. Tidak heran apabila se-makin banyak masyarakat yang pesi-mis mengenai masa depan bangsa ini. Padahal, tidak selalu yang diperton-tonkan itu adalah keseluruhan potret dari suatu peristiwa atau kejadian.

Membaca Cerdas

Sudah menjadi rahasia umum bahwa beberapa media tengah dilatarbelakan-gi kepentingan. Ada kepentingan baik, namun ada juga yang buruk dan mer-ugikan. Tak jarang kepentingan tersebut adalah untuk menyesatkan masyarakat dan membentuk persepsi negatif serta opini publik yang tidak benar. Bagaimana caranya agar kita dapat menghindari berita yang sarat akan kepentingan? Filterisasi menjadi salah satu jawabannya. Filterisasi berita bisa dilakukan dengan cara yang paling se-derhana sekali pun. Misalnya, ketika ada berita yang memuat data-data, kita bisa cross-check langsung data-data terse-but via Google. Cukup mudah bukan? Selain bersikap selektif atau cerdas dalam memilih, membaca cerdas juga salah satu kemampuan yang perlu di-miliki sekarang ini. Bayangkan jika kita mesti terus menerus menelan begitu

saja berita yang disajikan, kita akan be-gitu mudah terpengaruh dan terbawa keadaan yang (misalnya) di-set hanya untuk kepentingan beberapa pihak. Apalagi saat ini sebuah stasiun televisi dapat dikuasai secara perorangan. Hal ini dapat disalahgunakan untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan banyak orang atau golongan, kepentingan pribadi, mau-pun kepentingan politik seperti menai-kkan atau menurunkan citra seseorang. Berita yang kurang berimbang saat ini dipercaya sebagai salah satu indikator utama adanya kepentingan tersebut. Fenomena tersebut di atas sebe-narnya cukup ironis. Dalam bukunya yang berjudul “The Elements of Jour-nalism”, Bill Kovach mengungkapkan bahwa salah satu elemen jurnalistik adalah “It must keep the news com-prehensive and proportional”. Hal ini berarti sudah seharusnya berita itu bersifat komprehensif dan propor-sional agar isi berita tetap netral dan dapat dipertanggungjawabkan. Senada dengan yang disampaikan Ko-vach, Ina Ratna Mariani June Kuncoro pun mengungkapkan bahwa salah satu etika dalam penulisan yang baik adalah berita yang berimbang. Semua ini bisa di-lakukan ketika informasi dapat dikuasai. Sebenarnya, masalah seperti ini su-dah diidentifikasi oleh pemerintah dan insan pers jauh-jauh hari. Ber-prinsipkan menjunjung tinggi asas demokrasi, Pemerintah telah berkomit-men untuk memberikan kebebasan bagi pers sekaligus memberikan kori

(5)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

5

dor serta rambu-rambu yang

men-gawal kebebasan tersebut agar tidak menjadi kebebasan yang kebablasan. Rambu-rambu tersebut tertuang dalam kode etik jurnalistik. Kode etik ini san-gat penting peranannya dalam memen-uhi salah satu hak azazi manusia, yaitu hak untuk memperoleh informasi yang benar (UUD 1945 Pasal 28 F menge-nai Hak Berkomunikasi). Di samping kode etik jurnalistik, Pemerintah juga mengesahkan UU No.40 Tahun 1999 yang mengatur segala hal tentang Pers. Media merupakan salah satu pilar pent-ing negara sehpent-ingga jangan sampai media kehilangan simpati masyarakat demi predikat media teraktual tapi tidak akurat. Media tidak boleh melupakan filterisasi dengan mengatasnamakan aktualitas sebuah berita. Sudah se-harusnya kode etik jurnalistik tidak di-anggurkan karena kode etik tersebut bisa menjadi salah satu titik terang media dalam menyebarkan informasi.

Negara Dewasa dan

Masyarakat Cerdas

Sebagai masyarakat, sudah saatnya kita bisa lebih cerdas dan dewasa dalam menyikapi arus informasi yang datang terus menerus. Kuncinya, harus tetap kritis dan jangan mudah menyimpulkan. Jangan juga terlampau pesimis. Jika hal tersebut dapat dilakukan, maka secara tidak langsung kita sebagai individu se-dang berkontribusi membangun sebuah masyarakat yang lebih dewasa dan nega-ra dewasa dalam konteks yang lebih luas. Di samping itu, kita juga dapat secara aktif membangun atmosfer yang kon-dusif dan mewarnai Indonesia dengan informasi yang positif. Caranya tidak-lah sulit. Kita bisa memanfaatkan ber-bagai media berbasiskan teknologi informasi dan Internet yang sudah sangat kita kenal untuk melakukannya. Sebagai contoh, saat ini sudah ada setidaknya satu komunitas di dunia maya yang menyebarkan informasi dan berita positif mengenai sia, yaitu Good News From Indone-sia (GNFI). IniIndone-siatif dan tekad seperti

ini merupakan sesuatu yang patut diapresiasi karena di tengah keterpu-rukan imej negara di mata rakyatnya sendiri, ada sekelompok orang yang masih bangga ber-Indonesia dan ingin memperbaiki citra negatif tersebut. Kita pun bisa ikut menyebarkan infor-masi yang positif dan bermanfaat via akun jejaring sosial kita pribadi. Mis-alnya saja, dengan follow akun Twitter-nya GNFI, yaitu @GNFI, dan kemudian re-tweet, maka secara tidak langsung kita sedang turut serta menyebar-kan virus positif untuk membangun kebanggan khalayak luas terhadap Indonesia. Hal positif juga dapat di-lakukan melalui tulisan, baik itu yang dimuat di blog maupun media massa.

Ibarat bumi yang sedang dilanda krisis lingkungan sehingga segala sesuatu de-wasa ini selalu berkonsep eco dan green, maka sudah saatnya Indonesia pun di-warnai oleh berita dan informasi yang “hijau”. Berita “hijau” artinya berita atau informasi yang memuat intensi untuk memperbaiki, meremajakan, dan tidak memperburuk atmosfer bangsa saat ini. Menjadi lebih cerdas dan dewasa dalam menanggapi informasi/berita serta turut menyebarkan berita “hi-jau”, setidaknya itulah yang kita bisa lakukan secara individu sebagai mani-festasi cinta terhadap tanah air dan kontribusi dalam membangun ne-gara yang lebih cerdas dan dewasa.

Kebijakan

Pro Lingkungan

Pernyataan dari Amilia Agustin dalam acara televisi Kick Andy tersebut men-gandung ajaran moral yang disampaikan secara tegas. Kata “Jangan membuang sampah sembarangan” seringkali hanya masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Hal ini berbeda saat Ami menambahkan subjek atau pelakunya sehingga kata-kata itu memiliki makna mendalam. Indonesia adalah sebuah negara hu-kum. Eksistensi Indonesia sebagai ne-gara hukum secara lebih tegas dan kon-stitusional diatur dalam Amandemen Ketiga UUD 1945 yang menyebutkan “negara Indonesia adalah negara hu-kum”.[1] Sebagai amanat konstitusi, pemerintah perlu campur tangan un-tuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakatnya dalam praktik penyelenggaraan negara. Selain itu, Indonesia juga memper-hatikan prinsip pengelolaan lingkun-gan pada Konferensi Stockholm yang berprinsip wawasan lingkungan ke-mudian dilanjutkan Konferensi Ting-kat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992 yang berprinsip

kan pembangunan berkelanjutan.[2]

Pada tahun 2012, Indonesia menem-pati urutan keempat dunia dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu sebesar 257.516.167 jiwa.[3] Jumlah penduduk yang besar ini memberikan dampak besar juga pada lingkungan. Perubahan pola hidup masyarakat, percepatan teknologi serta pemban-gunan menghasilkan barang-barang kebutuhan masyarakat. Di samping memenuhi kebutuhan masyarakat, efek sampingnya adalah timbulnya barang-barang yang tak terpakai lagi dan akhirnya menjadi sampah. Kementerian Lingkungan Hidup mencat-at rmencat-ata-rmencat-ata penduduk Indonesia meng-hasilkan sekitar 2,5 liter sampah per hari atau 625 juta liter dari jumlah total pen-duduk.[4] Kondisi itu dapat bertambah sesuai lingkungannya. Dengan demikian, sampah menjadi permasalahan yang se-rius untuk harus dicari penyelesaiannya. Kebijakan umum di bidang lingkun-gan atau politik lingkunlingkun-gan di Indo

(6)

6

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

nesia telah dituangkan dalam pera-turan perundang-undangan yang ada. Undang-Undang Dasar 1945 pada dasarnya telah memuat gaga-san dasar mengenai kedaulatan ling-kungan hidup dalam Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Selain diatur dalam UUD 1945, tun-tutan membuat kebijakan-kebijakan lingkungan tercermin dalam Un-dang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelo-laan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Meski demikian, hingga saat ini kondisi pengelolaan sampah di Indonesia masih belum memenuhi harapan. Menurut Dr. M. Daud Silalahi, S.H, Pakar Hukum Lingkungan dari Universitas Padjadjaran, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelo-laan Sampah masih jauh dari pengimplementasiannya. Sebagai contoh, penyediaan tempat sampah di

tempat-tempat umum memang sudah dilaku-kan tetapi jika diperhatidilaku-kan tempat sampah yang terdiri dari sampah or-ganik dan non-oror-ganik masih belum efektif memisahkan sampah, isinya masih tetap bercampur. Kalau pun su-dah dipisah dengan benar, oleh petu-gas pengangkut sampah dijadikan satu lagi untuk dibawa ke TPS atau TPA. Selain itu, dari segi proses pembuatan kebijakan UU Pengelolaan Sampah, tim perumus kebijakan sangat ek-sklusif karena hanya terdiri dari orang-orang Kementerian Lingkungan Hidup dan tidak melibatkan pihak-pihak lain. Akibatnya, pelaksanaan masih jauh dari harapan karena masyarakat kurang memahami bagaimana se-harusnya sampah itu dikelola.

memilah sampah sangat sulit karena menyangkut kebiasaan, budaya, pema-haman dan kepedulian masyarakat ter-hadap lingkungan yang masih rendah. Masyarakat Indonesia pada umumnya sangat bergantung pada petugas keber-sihan. Oleh karena itu, masyarakat tidak merasa bahwa sampah itu adalah tang-gung jawab bersama melainkan dibe-bankan kepada petugas kebersihan. Melihat kenyataan diatas, kebija-kan-kebijakan yang dikeluarkan mengenai sampah belumlah cukup untuk dapat menyelesaikan per-masalahan sampah di masyarakat. Untuk menciptakan suatu kebijakan yang benar-benar dapat menggugah masyarakat diperlukan langkah-lang-kah yang diurakain sebagai berikut: Undang-Undang Pengelolaan Sampah sebagai hukum semestinya mendorong kondisi dan perilaku masyarakat men-jadi lebih baik atau efisien. Para-digma pengelolaan sampah, kumpul — angkut — buang, sudah harus dit-inggalkan menjadi paradigma pen-gelolaan sampah melalui upaya mengurangi (reduce), menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang (re-cycle) yang terkenal dengan sebutan 3R. Kenyataannya, paradigma 3R yang diu-sung UU Pengelolaan Sampah belum banyak dilaksanakan oleh masyarakat. Ajakan kepada masyarakat untuk

Pertama, dalam pengambilan atau pe-rumusan kebijakan di bidang lingkun-gan hidup, pemerintah mesti meng-hindari pola sentralisasi yang bersifat satu arah, di mana pemerintah mem-buat peraturan dan masyarakat ting-gal menjalankan tanpa banyak per-tanyaan. Seharusnya, pemerintah membuka peluang bagi seluruh aspek dalam masyarakat untuk berpartisipasi. Kedua, kebijakan yang dibuat harus memiliki pengakuan terhadap keter-batasan daya dukung ekosistem dan prinsip keberlanjutan. Kriteria ini di-maksudkan agar ada kejelasan lang

kah-langkah pencegahan dan penanggulangan keru-sakan lingkungan hidup. Ketiga, setelah kebijakan dibuat, pemerintah juga harus tegas mengawasi ke-bijakan yang dihasilkan agar berjalan tepat sasaran. Seba-liknya, pemerintah pun tidak perlu ragu memberikan apre-siasi dan penghargaan kepada masyarakat yang mampu menjaga kebersihan dan men gelola sampah menjadi keun-tungan bagi kehidupannnya. Keempat, harus dibangun partisipasi aktif masyarakat untuk mendukung berbagai kebijakan pemerintah men-genai lingkungan hidup. Partisipasi aktif masyarakat ini seyogianya diikuti dengan sikap kritis masyarakat ter-hadap isu lingkungan sehingga dapat melakukan fungsi pengawasan ter-hadap kebijakan yang dibuat tersebut.

Referensi:

[1] Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang Dasar Republik Indonesia dalam Satu Naskah, Amande-men Ketiga, 2002.

[2] Syamsuharya Bethan, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Indsutri Nasional,PT.Alumni, Bandung,2008,hlm.87. [3] http://www.tutorialto.com/lainnya/864-jumlah-penduduk-indonesia-2012.html 15 Juli 2012, 05:13 WIB [4] http://www.tempo.co/read/ news/2012/04/15/063397147/Indonesia-Hasil-kan-625-Juta-Liter-Sampah-Sehari 15 Juli 2012, 05:18 WIB

(7)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

7

ekonomi

Jam menunjukkan pukul 18.00 WIB. Inilah saat yang paling emosional bagi warga Jakarta. Mengapa demikian? Ya, karena saat inilah para pekerja kembali ke rumahnya masing-masing. Serentak mereka keluar dari kantor, beberapa lainnya menunggu kemacetan reda sambil bekerja sampai larut malam. Kemacetan, masalah klasik yang kini menjadi sistemik yang melanda ibukota ini dan juga mungkin beberapa kota be-sar lainnya di Indonesia. Saat ini, kema-cetan sudah tidak dapat dipandang sebelah mata karena memiliki dampak yang cukup serius. Di samping kerugian waktu dan rusaknya mood, pernahkah kita memikirkan seberapa banyak ba-han bakar yang habis terbuang sia-sia begitu saja akibat macet? Padahal, ca-dangan minyak Indonesia saat ini be-rada pada status “lampu kuning”. Ironis. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu, baik biotik maupun abiotik, yang muncul secara alami dan da-pat digunakan oleh manusia, seperti gas alam, minyak bumi, logam, dan lain-lain. Indonesia termasuk negara dengan biodiversitas tertinggi di du-nia setelah Brazil. Pertadu-nian dan pe-ternakan tidak diragukan lagi hasilnya. Begitu pula dengan pertambangan yang saat ini menjadi pendukung laju perekonomian. Sayangnya, justru ken-yataan inilah yang banyak dieksploi-tasi oleh industri asing sehingga ne-gara kita hanya mendapatkan sisanya. Banyak pertambangan minyak bumi kita yang dikuasai oleh pihak asing, sebut saja Exxon Mobile dan Conoc-co Philips. Belum lagi blok Ambalat yang akhirnya jatuh ke tangan negara tetangga. Indonesia justru hanya men-dapatkan sebagian kecilnya, yaitu seki-tar 15%. Tidak mengherankan apabila terjadi kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di sejumlah daerah. Bukan hanya karena ditimbun, tapi juga karena per-sediaan minyak kita semakin menipis. Menurut Pengamat perminyakan Dr. Kurtubi, cadangan minyak In-donesia dalam 12 tahun lagi akan habis. Hal ini terjadi karena dalam kurun waktu 12 tahun terakhir ini

pemerintah Indonesia tidak berhas-il menemukan ladang minyak baru. Memperkuat pernyataan tersebut, Dep-uti Pengendalian Operasi Badan Penga-tur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Rudi Rubiandini mengatakan, “Tiap hari kita produksi minyak atau minyak yang keluar dari perut bumi di Indonesia hampir 900 ribu barel/ hari, artinya sekitar 300 juta barel/ tahun. Jumlah tersebut memangkas cadangan minyak Indonesia sekitar 8 persen tiap tahunnya. Pasalnya, ca-dangan minyak Indonesia diperkira-kan mencapai 3,9 miliar barel lagi.” Sudah jelas kini minyak bumi yang du-lunya menjadi kekayaan alam Indone-sia dan begitu melimpah, kini mulai menipis persediaannya. Sementara itu, baik di kota-kota besar maupun daerah di Indonesia, penggunaan ken-daraan semakin bertambah. Peng-gunaan minyak bumi pun semakin meningkat. Hal ini diperparah oleh kema-cetan yang semakin menguasai seba-gian besar kehidupan warga kota besar. Kita harus berpikir bagaimana ke de-pannya nanti jika memang benar cadangan minyak bumi kita habis. Haruskah kita mengemis terhadap pihak asing yang menguasai bebera-pa aset minyak bumi di Indonesia? Kini kita sebagai rakyat Indonesia yang menggunakan bahan bakar untuk kep-erluan sehari-hari sepatutnya sadar dan mulai untuk ber-”diet” bahan

ba-kar. Awalnya mungkin sulit bagaikan menurunkan berat badan, tapi jika dibiasakan, bukan hanya kita yang mendapatkan manfaatnya tapi juga orang lain. Jika kita diet bahan bakar, tentu saja tingkat polusi udara di Indo-nesia juga bisa berkurang, kemacetan berkurang, tubuh menjadi sehat, dan tentu saja alam kita menjadi terjaga. Lalu bagaimana caranya diet ba-han bakar? Caranya mudah saja. Pertama, jika Anda memang seseorang yang memiliki jam terbang tinggi di jalan, maka dalam menggunakan ken-daraan bermotor sebaiknya kurangi agresi kendaraan terutama saat terjadi kemacetan karena jika Anda menekan pedal gas dan rem secara mendadak dapat meningkatkan konsumsi bahan bakar sampai 40 persen, sementara itu terjadi peningkatan emisi beracun lima kali lebih banyak. Lalu gunakan kecepa-tan yang rendah dan stabil. Yang paling penting, belilah kendaraan yang ramah lingkungan atau hemat bahan bakar. Kedua, apabila tempat tujuan Anda tidak begitu jauh, usahakan tidak per-lu menggunakan kendaraan pribadi. Anda bisa berlatih hidup sehat den-gan mengden-gantinya lewat berjalan kaki ataupun berkendara dengan sepeda. Selain hemat, Anda juga bisa sehat. Ketiga, cobalah beralih mengguna-kan kendaraan umum. Selain Anda bisa bersantai dan tidak begitu tegang saat menghadapi kemacetan, juga bisa

(8)

8

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013 sambil menikmati pemandangan yang

mungkin teralihkan ketika kita meng-endarai kendaraan bermotor sendiri. Keempat, gunakan becak atau delman. Mungkin di Jakarta kendaraan ini su-dah jarang, tetapi di kota-kota lainnya kendaraan ini masih ada walaupun sepi peminat. Tidak ada salahnya menuju tempat tujuan sampil melestarikan ken-daraan tradisional Indosesia ini, bukan?

Terakhir, menggunakan bahan bakar ramah lingkungan seperti yang terbuat dari biji jarak ataupun biodiesel. Meski-pun masih jarang, setidaknya kalau kendaraan kita cocok, mengapa tidak? So, tunggu apa lagi. Mari diet ba-han bakar dari sekarang. ***

Referensi:

http://ekonomi.kompasiana.com/bis- nis/2011/06/18/negeri-kaya-sda-namun-rakyat-hidup-menderita-salah-siapa/ http://www.pikiran-rakyat.com/node/183564 www.otoasia.com

budaya

Hak Hidup Generasi Masa Depan

Aduh, neraka bocor! Hampir setiap dari kita pasti pernah mengeluh tatkala menghadapi cuaca panas berlebihan di siang bolong. Tapi siapakah di antara kita yang setelah mengeluh, mencari tahu penyebabnya kemudian bertindak? Bumi tampaknya sedang berbicara bahwa dirinya dalam kondisi sekarat. Apa yang banyak dikeluhkan sekarang meru-pakan dampak pemanasan global yang dialami planet biru ini. Fenomena pe-manasan global ini diindikasikan dengan peningkatan suhu rata-rata udara per-mukaan bumi dan lautan pada dekade terakhir. Gawatnya, peningkatan suhu ini masih dan akan terus berlangsung. Pemanasan global sesungguhnya tak dapat dilepaskan dari aktivitas ma

nusia. Kegiatan keseharian manusia menjadi penyebab dalam lingkup ke-cil terjadinya pemanasan global, se-mentara aktivitas negara menjadi pe-nyebab dalam lingkup yang lebih besar. Setiap negara pasti berupaya men-ingkatkan perekonomiannya. Salah satu caranya, dengan memperce-pat laju pertumbuhan industri. Say-angnya, usaha mendorong pertumbu-han industri secara besar-besaran ini terkadang memberi sumbangan yang besar pula bagi pemanasan global. Pasalnya, semakin banyak industri se-makin banyak polusi yang diakibatkan. Selain itu, penebangan pohon-pohon atau pemanfaatan hutan untuk diambil nilai ekonominya kerap menjadi upaya

lain suatu negara untuk memompa perekonomiannya. Padahal, semua ini mempengaruhi lingkungan sekitar kita dan tak jarang bumi menjadi korban. Tanpa disadari, lambat laun pemana-san global mengakibatkan pencairan es di kutub bumi, perubahan iklim atau cuaca yang ekstrim, dan semakin langkanya air bersih. Pada akhirnya kehidupan manusia sendiri yang ter-ancam. Seberapa besar kita peduli dan berpikir tentang bumi? Cueknya manusia terhadap bumi seolah men-unjukkan bahwa manusia memiliki bumi kedua yang dapat ditinggali. Bumi adalah rumah kita dan kita hanya memiliki satu bumi. Kesa-daran untuk bertanggung jawab atas kondisi bumi merupakan kewajiban setiap kita sebagai penghuni bumi. Kesadaran sebagai pemilik bumi akan mendorong kita untuk menjaganya. Banyak sekali langkah kecil ber-dampak besar yang dapat diam-bil untuk menjaga bumi tetap hijau. Langkah awal dengan mengurangi penggunaan tisu, kertas, dan plastik. Hal ini terkesan sederhana namun ternyata berdampak besar bagi bumi. Perlu disadari bahwa pemanasan global yang sekarang dihadapi ternyata sudah

(9)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

9

tidak dapat dihentikan, apalagi

dipuli-hkan. Yang dapat kita lakukan saat ini hanyalah memperlambat prosesnya dengan mulai melakukan hal-hal kecil. Sudah sepatutnya kita memberi apre-siasi kepada beberapa generasi muda saat ini yang sudah mulai think green dan bertindak go green! Berangkat ke kampus menggunakan sepeda meru-pakan salah satu tindakan sederha-na yang banyak dilakukan oleh asederha-nak muda. Sepeda merupakan transpor-tasi ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar sehingga tidak akan ada polusi yang disebarkan. Di samping itu, ada pula yang ambil per-an dalam aktivitas one mper-an one tree. Satu orang wajib menanam dan ber-tanggung jawab atas satu pohon. Satu orang dengan satu pohon tentu tidak akan membawa dampak besar. Namun, jika ada seribu orang berpartisipasi maka akan ada seribu pohon yang akan ikut menopang usia bumi. Keberadaan pohon akan menjaga temperatur bumi, mengingat lapisan ozon yang sudah semakin menipis membuat panas ma-tahari lebih mudah menusuk bumi. Meskipun ada generasi muda yang telah memiliki kesadaran pentingn-ya menjaga lingkungan, tidak boleh dilupakan bahwa masih ada anak muda yang masih sebatas ikut-ikutan mempedulikan bumi. Mereka adalah generasi yang belum bertindak ber-dasarkan kesadaran sendiri. Meski tindakannya ikut memperhatikan bumi, namun bertindak berdasarkan kesadaran akan jauh lebih bermakna dan tidak akan mudah digoyahkan. Mari berpikir ke depan! Pernahkah kita pikirkan, apakah generasi yang akan datang masih bisa menikmati se-garnya air pegunungan atau melihat pemandangan dengan pohon-pohon yang hijau segar? Bahkan, masih bi-sakah mereka bernapas dengan udara bersih seperti yang kita hirup saat ini? Apa yang kita lakukan saat ini me-nentukan masa depan. Berikan generasi mendatang hak untuk menikmati apa yang disediakan alam. Mulailah cintai rumah kita!***

hukum

Sosialisasi Perda Demi

‘Rumah’ Kita

Tahukah Anda, jika Anda merokok di dalam angkutan kota (angkot) di Band-ung, Anda akan dikenakan denda Rp 5.000.000? Atau, tahukah bahwa Anda bisa dikenai denda Rp 250.000 jika Anda membuang sampah sembarangan? Sanksi tersebut terdapat dalam Pera-turan Daerah (Perda) Kota Band-ung Nomor 3 Tahun 2005. Perda tersebut menyatakan larangan merokok dan membuang sampah sem-barangan di dalam angkutan umum. Tujuan pemerintah memang baik, yaitu agar tercipta kenyamanan pe-numpang di dalam kendaraan umum. Namun kenyataannya, buah dari pera-turan tersebut belum terlihat. Tidak jarang ditemukan di dalam angkot be-gitu banyak sampah, belum lagi para penumpang merokok di dalamnya dan asapnya mengganggu penumpang lain. Diatur juga di dalam Perda tersebut,

setiap kendaraan penumpang/benda bergerak termasuk angkot diwajibkan menyediakan tempat sampah. Nyat-anya, sangat jarang ada angkot yang menyediakan tempat sampah di dalam kendaraan. Padahal, sanksi yang diberi-kan tidak main-main. Bagi yang mel-anggar dikenakan denda Rp 250.000. Hal demikian hanyalah sepersekian kecil pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat. Belum lagi sering ditemukan orang-orang membuang sampah di sembarang tempat, meng-injak rerumputan, atau membuang limbah ke sungai. Buktinya terlihat dari kondisi sungai Cikapundung di Bandung. Sampah, air keruh dan ber-bau menjadi ciri khas sungai tersebut. Masyarakat sudah seharusnya memi-liki kesadaran lebih terhadap lingkun-gan sekitar. Bumi sebagai peninggalan leluhur kita, dahulu merupakan tem

(10)

10

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013 pat yang permai dan kaya, sebelum

pada akhirnya kita merusaknya den-gan pencemaran di mana-mana. Seka-rang, kita tidak pernah tahu kapan habisnya seluruh sumber daya alam yang menjadi kebutuhan kita dan kita terancam kehilangan semuanya. Kesadaran akan lingkungan hidup dapat dimulai dari kita. Setiap hari ketika kita naik angkutan umum, ada baiknya ber-inisiatif untuk menegur apabila salah satu penumpang merokok di dalam kendaraan atau membuang sampah di bawah tempat duduk kendaraan. Mungkin kita dapat menengok seben-tar ke negeri tetangga, Singapura. Di sana kita dapat melihat orang-orang yang menegur turis yang membuang sampah sembarangan. Bahkan aparat negara yang sedang bertugas dapat dengan mudah mendatangi mere-ka yang membuang sampah sem-barangan dan menangkapnya. Kepedulian masyarakat Singapura akan lingkungan hidup tempat mereka tinggal patut kita contoh. Kita tidak perlu takut menegur karena ada peraturan daerah yang mengatur. Oleh karena itu, mari kita mulai belajar untuk selalu ingin tahu akan hukum yang berlaku di sekitar kita dan mengatur aktivitas kita sehari-hari. Patut diakui, kurangnya praktik Perda tersebut tak bisa dibebankan pada masyarakat yang kurang aktif. Pasalnya, pemerintah pun kurang melakukan so-sialisasi peraturan yang telah dibuat tersebut. Akibatnya, peraturan tersebut tidak diketahui oleh masyarakat umum dan terabaikan. Pemerintah bertang-gung jawab penuh memberi penyulu-han kepada masyarakat dan aparat-aparat negara mengenai kesadaran akan hukum lingkungan juga kesadaran un-tuk mematuhi peraturan yang berlaku. Patut diakui, kurangnya praktik Perda tersebut tak bisa dibebankan pada masyarakat yang kurang aktif. Pasalnya, pemerintah pun kurang melakukan so-sialisasi peraturan yang telah dibuat tersebut. Akibatnya, peraturan tersebut tidak diketahui oleh masyarakat umum dan terabaikan. Pemerintah bertang

gung jawab penuh memberi penyulu-han kepada masyarakat dan aparat-aparat negara mengenai kesadaran akan hukum lingkungan juga kesadaran un-tuk mematuhi peraturan yang berlaku. Pengawasan dari pemerintah di ten-gah masyarakat pun masih dirasa sangat kurang. Kebanyakan aparat negara hanya mengawasi persoalan lalu lintas dan tidak pernah terlihat mereka menegur orang-orang yang membuang sampah di pinggir jalan. Hukum tentang lingkungan hidup se-benarnya bertujuan baik. Untuk itu, diperlukan dukungan dari berbagai pihak untuk turut aktif menjalankan hukum ini bersama-sama. Mari kita ingat lagi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945: “Bumi air dan kekayaan alam yang ter-kandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebe-sar-besarnya kemakmuran rakyat.” Indonesia adalah rumah kita. Jika bu-kan kita yang merawat dan melind-ungi, siapa lagi yang peduli? ***

Green Office:

Kantor Masa

Depan

Banyak orang berpikir bahwa kantor se-lalu identik dengan suasana yang tidak menyenangkan, jenuh, dan terkadang bising. Tapi, bagaimana jika sebuah kan-tor memiliki suasana yang alami, segar, dan memiliki pendingin yang alami; sebuah kantor yang di mana kita bisa melihat tumbuhan hijau yang segar. Itu semua bisa ditemui di Green Office. Green Office adalah kantor yang dide-sain untuk berkolaborasi dengan alam sekitar sehingga kantor tersebut dapat berjalan seperti biasanya tanpa harus mencemari lingkungan. Contohnya ada

lah menggunakan penerangan alami, ruangan yang hemat energi, pengelo-laan sampah kertas, dan sebagainya. Salah satu alasan mengapa konsep Green Office perlu diterapkan adalah tingginya tingkat polusi udara yang di-hasilkan akibat konsumsi energi yang boros. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, bangunan atau gedung menyumbang emisi CO2 terbesar dalam konsumsi energi untuk sumber daya listrik dibandingkan sektor lain, seperti transportasi dan industri. Berdasarkan Green Building Coun-cil Indonesia (GBCI), ada lima as-pek sebuah kantor bisa dikata-kan memiliki konsep Green Office. Pertama: Pertimbangan terhadap kes-ehatan dan kesejahteraan manusia. Hal ini bisa dilihat dari penerangan ruangan yang menggunakan pencahayaan alami. Dengan memakai cahaya alami, maka tentu penggunaan energi listrik untuk menyalakan lampu dapat dikurangi. Meskipun hal di atas terdengar sederha-na, tapi dampaknya akan menjadi besar jika banyak yang melaku-kan. Berdasarkan data Green Of-fice Network yang didirikan oleh WWF pada tahun 2010, 119 kantor berhasil mengurangi konsumsi lis-trik hingga mencapai 2,9 juta KWh dibandingkan pada tahun 2009. Kedua: Tingkat kenyamanan yang tinggi. Faktor kenyamanan terse-but meliputi segi visual, akustik, dan termal bagi si penghuninya. Contoh un-tuk kenyamanan visual adalah meran-cang sebuah ruangan yang memiliki ke-san natural sehingga ruangan tersebut akan terlihat segar dan hidup. Memi-nimalkan suara bising dari sistem HVAC (Heating, Ventilation and Air Condi-tioner) termasuk usaha untuk mencip-takan kenyamanan dari segi akustiknya. Sedangkan, menghindari titik panas dari sinar matahari langsung melalui penempatan ventilasi yang benar ada-lah demi kenyamanan dari segi termal.

Halaman 11...

teknologi

(11)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

11

Ketiga: Desain yang mengikuti

peruba-han. Ketika fungsi sebuah ruangan ingin diganti, tidak perlu melakukan perom-bakan secara besar-besaran melain-kan perubahan kecil saja sudah cukup. Hal ini sangat efisien dan berman-faat karena bisa meminimalkan tim-bulnya sampah elektronik dan perabot. Keempat: Pemanfaatan teknologi terkini. Teknologi yang digunakan bi-asanya merupakan teknologi nirkabel (wireless) maupun penggunaan kabel serat optik untuk pengiriman data dan konferensi video berbasis internet. Pe-manfaatan teknologi seperti ini dapat mengurangi pengunaan kertas. Selain itu, penggunaan peralatan teknologi informasi yang tahan lama dan hemat energi juga perlu diimplementasikan. Terakhir: Pelatihan sumber daya ma-nusia. Pelatihan ini salah satunya bisa berupa bagaimana cara menggunakan sebuah teknologi tertentu. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena secang-gih apapun teknologinya, jika tidak digu-nakan dengan benar maka manfaat dari teknologi tersebut tidak akan maksimal dan bahkan bisa mengalami kerusakan. Membangun sebuah kantor yang ramah lingkungan bukanlah suatu hal yang mustahil lagi. Hal ini terli-hat dari berbagai teknologi mutakhir yang sangat mendukung keberadaan Green Office. Jadi, teknologi yang berkolaborasi dengan alam bukanlah mimpi di siang bolong lagi, melain-kan mimpi yang menjadi kenyataan.

Referensi:

Konsili Bangunan Hijau Indonesia. “The Definition in Creating Green Offices”. http://www.gbcin-donesia.org/attachments/article/99/ECO%20 OFFICE2.pdf diakses pada tanggal 16 Juli 2012 WWF Green Office. “Environmental Management System for Sustainable Organisations : Achieve-ments and Activities 2010”.http://wwf.fi/media-bank/1414.pdf diakses pada tanggal 16 Juli 2012.

Bertualang dengan

Sampah

Bermain dengan sampah bagi Kh-ilda Baiti Rohamah adalah hobi. Dari hobi berpetualang dengan sampah itulah, gadis kelahiran 14 Juli 1988 ini mendapatkan berbagai penghar-gaan, seperti Ashoka Young Change-makers 2009, Sampoerna Pejuang 9 Bintang, dan Danamon Award 2011. Kegiatannya mengolah sampah dimu-lai sejak tahun 2006 ketika ia masih duduk di bangku SMA. Saat itu ia menjadi relawan Yayasan Pengem-bangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) Bandung, sebuah LSM yang bergerak di bidang lingkungan. Kegiatannya di LSM tersebut ialah menjelaskan isi poster mengenai ling-kungan, terutama masalah sampah. Dari situlah muncul ketertarikan-nya terhadap sampah. Mojang yang dibiasakan membaca setiap hari oleh orang tuanya ini kemudian belajar mengenai sampah lewat buku-buku. Pertemuannya dengan seorang kakek pengangkut sampah yang telah bek-erja selama 35 tahun dengan peng-hasilan Rp 250 ribu – Rp 350 ribu un

tuk membiayai delapan orang anak, pun membuatnya berpikir bagaima-na caranya mebagaima-nambah penghasilan orang-orang melalui sampah. Akh-irnya, pada 2007, ia memutuskan un-tuk kuliah di jurusan Teknik Lingkun-gan, Universitas Pasundan Bandung. Kesulitan ekonomi yang melanda ke-luarganya mengharuskan dia bekerja untuk membiayai kuliahnya dan keem-pat adiknya. Dia pernah bekerja seba-gai fasilitator pengolahan sampah di Cimahi. Selama enam bulan bekerja di tempat tersebut, ia belajar untuk mengolah sampah anorganik menjadi kerajinan. Dibantu saudaranya, ia pun mengembangkan kerajinan tersebut. Pada 2010, ketidaksengajaan Khilda mendengar percakapan pegawai Di-nas Pengolahan Sampah Kota Su-kabumi ketika ia magang, mem-buatnya berinisiatif untuk menjadi relawan pengolahan sampah di kota itu. Desa pertamanya ialah Desa Cikundul. Awalnya Khilda tidak mendapat sambu-tan baik dari ibu-ibu di desa tersebut. Akan tetapi, setelah melalui beberapa

profil

(12)

12

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013 kali latihan, mereka bisa menerima dan

akhirnya menghasilkan produk keraji-nan. Selain produk pengolahan sampah, Khilda juga mengembangkan potensi lain di Desa Cikundul, yaitu ikan lele. Ia membuat nugget, bakso, dan abon lele. Dengan adanya produk keraji-nan dari sampah dan pengem-bangan potensi ini, Kota Sukabumi memenangkan P2WKSS (Pen-ingkatan Peranan Wanita Menuju Keluar-ga Sehat dan Sejahtera) tingkat provinsi. Selain penghargaan tersebut, Kota Sukabumi juga mendapatkan Gover-ment Award. Salah satu alasan dip-ilihnya Sukabumi untuk menda-patkan penghargaan pemerintah tersebut adalah pengolahan sampah Desa Cikundul yang diinisiasi oleh ilda. Tidak hanya di Desa Cikundul, Kh-ilda juga ternyata membuat pengolahan sampah di daerah Baros, Sukabumi. Usaha Khilda tidak selamanya mem-bawa keberuntungan. Dia pernah bek-erja tanpa dibayar selama lima bulan oleh salah satu konsultan. Saat itu dia melakukan riset mengenai minyak sampah. “Padahal tahun itu saya dalam keadaan terpuruk. Saya harus menbi-ayai adik-adik saya sekolah,” kata Khilda.

Kejadian tersebut membuatnya lebih memilih untuk membuat komuni-tas sendiri, yaitu komunikomuni-tas “Sampah Koe” untuk mengembangkan peneli-tian minyak sampah tersebut. Minyak sampah ialah bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah yang terbuat dari sampah organik. Saat ini, sudah banyak investor yang mau mengem-bangkan penelitian minyak sampahnya. “Saya pernah takut untuk memulai lagi karena ditipu itu, tetapi saya bangkit dan memulai lagi,” ujar Khilda. “Moti-vasi hidup saya ialah: apabila kita tidak mencoba hari ini maka kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi esok.” Menanggapi Khilda Baiti, Ria Ismaria, M. T., seorang konsultan lingkungan di bidang persampahan, berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Kh-ilda bukanlah sesuatu yang baru tetapi kesungguhannya pada masyarakat tan-pa tan-pamrihlah yang perlu dihargai. “Ban-yak Khilda-Khilda lain yang kebetulan saja tidak mendapat reward. Dengan Kh-ilda mendapatkan reward, seharusnya menginspirasi kaum-kaum muda. Tern-yata berbuat sesuatu yang terlihat tidak berarti tetapi ternyata sekarang berarti.”

Saling Menghargai

Dalam Ko-Eksistensi

relasi

Respect. Kata kerja yang menurut saya manifestasinya semakin memudar dalam kehidupan masyarakat. Di kota-kota besar, terutama, berkurangnya rasa saling menghargai ini terlihat dalam interaksi dan relasi antar manusia sehari-hari. Entah kesibukan atau kerasn-ya kehidupan kerasn-yang menjadi akar kecenderungan ini. Tidak hanya kehidupan perkotaan yang membuat saya berpikir akan sikap menghargai atau respectful. Semangat menjaga rumah bumi pun membawa saya mengingat kata “respect” dan maknanya dalam upaya melindungi bumi. Beberapa waktu yang lalu, tepatnya di awal tahun, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti suatu

acara camp mengenai pemeliharaan lingkungan. Saat itu, tema acara berbunyi : “Co-exist with nature”. Tema tersebut menarik perhatian saya, karena mengambil sudut pan-dang yang berbeda dari kebanyakan acara atau wacana pemeliharaan ling-kungan yang biasanya menempatkan kita sebagai barisan penjaga lingkun-gan – melihat lingkunlingkun-gan dari luar, dan memperbaiki kondisinya sebagai orang-orang yang melihat dari luar. Sudut pandang yang diambil acara di atas adalah ko-eksistensi. Artinya, hidup bersama dan secara damai, terlepas dari adanya interaksi lang-sung satu sama lain atau tidak. Dalam kerangka berpikir seperti ini, kita tidak ditempatkan semata-mata sebagai pengeksploitasi bumi, tetapi partner atau teman bumi. Kita hidup berdamp-ingan dengan mother earth, dan ber-interaksi secara dua-arah dengannya. Ko-eksistensi ini membawa kita kem-bali pada kata “respect”. Salah satu fondasi hubungan yang baik adalah sikap saling menghargai antar pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut. Menghargai berarti memberi nilai dan penghormatan, menunjukkan per-hatian, dan tidak mengganggu. Se-layaknya dengan teman sendiri, kita menunjukkan ketiga sikap tersebut terhadap bumi dalam setiap inter-aksi kita dengannya. Sebaliknya, bumi pun akan menunjukkan penghar-gaannya terhadap kita lewat caranya.

(13)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

13

Saya teringat salah satu bagian dari

ki-sah The Lord of The Rings (LOTR), karya J.R.R. Tolkien yang dapat menggambar-kan makna dari menghargai bumi dalam kerangka ko-eksistensi dengannya. Dalam buku LOTR dikisahkan bahwa mid-dle-earth sedang mengalami ancaman peperangan akibat berkembangnya sua-tu kuasa yang jahat. Unsua-tuk isua-tu, sekelom-pok utusan dengan sebutan Fellowship of the Ring ditugaskan untuk melintasi daerah middle-earth untuk mencegah kejahatan tersebut berkembang. Dalam perjalanan mereka, terlihat bahwa dunia mereka telah banyak berubah akibat manusia yang tidak lagi memikirkan kepentingan alam sekitar mereka. Salah satu akibatnya, pohon-pohon di hutan tidak lagi bersahabat, dan sering dengan sen-gaja membuat manusia yang masuk ke dalam hutan tersebut tersesat.

Alam semakin menutup diri dari manusia, karena tidak lagi per-caya akan maksud hati manusia. Bagian dari LOTR tersebut bagi saya se-cara tidak langsung mengingatkan dan menegur kita akan cara kita berinteraksi dengan bumi. Kita tidak terbiasa dengan cara hidup “menghargai” bumi dan me-mandangnya sebagai partner kehidu-pan kita. Kita lebih sering memandang bumi sebagai objek yang mendukung kepentingan kita semata, dan kare-nanya menjadi korban eksploitasi kita. Akibatnya, bumi pun kian hari kian tidak mendukung perkembangan ke-butuhan kita. Kondisi iklim dan cuaca global terus berubah, lahan-lahan mulai tidak menghasilkan sebaik dahulu, dan bencana alam terjadi di mana-mana. Apa yang kita lakukan akan berpengaruh terhadap bumi, dan sebaliknya, apa yang

terjadi pada bumi akan berpengaruh terhadap kenyamanan hidup kita. Untuk mempunyai hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan, kita perlu bela-jar menghargai bumi seperti teman kita. Pertama dengan mengingat bahwa bumi mempunyai peran yang pent-ing dalam kelancaran kegiatan kita sehari-hari. Selanjutnya, dengan mem-beri perhatian kepada bumi, yaitu dengan merawatnya. Yang terakhir, dalam beraktivitas, kita perlu memikir-kan apakah tindamemikir-kan yang kita ambil akan mengganggu bumi atau tidak. Ko-eksistensi untuk mendukung kondisi bumi, dan akhirnya men-dukung kondisi kita sendiri.

karikatur

Oleh : Ernestasia Rahel Siahaan

(14)

14

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

opini

Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup tahun 2009 yang dilakukan di salah satu SMA di Jayapura, Papua, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Ir. Rachmat Witoelar, menyatakan bahwa peruba-han iklim global telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan hidup yang dapat mempengaruhi kehidu-pan manusia di muka bumi ini. Hal ini diperkuat dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia yang tidak seimbang dengan ketersediaan sum-ber daya alam (SDA) bagi pemenuhan pangan dan energi di berbagai negara. Penurunan kualitas lingkungan hidup ini tentu saja tak lepas dari perilaku manu-sia yang tidak bertanggung jawab dalam memanfaatkan lingkungan. Sepertinya, hampir semua pemangku kepentingan yang memanfaatkan lingkungan iden-tik dengan perbuatan mengeksploitasi, merusak dan mencemari lingkungan. Perusahaan-perusahaan tambang terus-menerus mengeruk perut bumi hingga lapisan paling dalam tanpa berusaha untuk memulihkan kem-bali keadaan lahan. Pabrik-pabrik

berlomba-lomba untuk mencetak re-kor menyumbangkan limbah seban-yak-banyaknya baik ke sungai, danau ataupun laut tanpa mengupayakan pengelolaan limbah terlebih dahulu. Ditambah lagi terjadi perusakan alam bawah laut yang dilakukan oleh ne-layan-nelayan yang tidak mempedu-likan keselamatan biota bawah laut. Padahal, biota tersebut memegang per-anan penting dalam rantai ekosistem. Belum selesai sampai di situ, para pen-gusaha membabat habis hutan untuk menciptakan perkebunan sawit selu-as-luasnya tanpa mempertimbangkan ketidaksuburan pada tanah akibat pe-nanaman sawit. Hutan di tebang tanpa proses tebang pilih agar para pengusaha dapat mengambil sebanyak-banyaknya kayu yang mereka inginkan baik untuk usaha mebel, atau pembuatan ker-tas. Kegiatan ini pun seringkali tak dii-kuti upaya penanaman kembali hutan. Selanjutnya, hutan-hutan juga harus mengalami pembalakan liar, pem bakaran hutan untuk membuka

la-han baru bagi usaha ladang atau bakaran hutan untuk membuka la-han baru bagi usaha ladang atau pembangunan pemukiman yang se-muanya ini menjadi penyumbang terbesar terjadinya perubahan iklim. Masyarakat awam juga tidak hilang per-anan dalam menurunkan fungsi ling-kungan. Ketidaksadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan membuat pola hidup masyarakat se-wenang-wenang terhadap lingkungan. Pemakaian energi yang berlebihan, penggunaan barang-barang yang tidak ramah lingkungan hingga kon-sumsi barang-barang yang berba-han dasar sumber daya alam secara besar-besaran, seperti pemborosan pemakaian tissue dan kertas. Be-lum lagi segala emisi yang di lepas di udara yang merusak lapisan ozon. Bahkan, hingga jajaran pemerin-tah yang seharusnya melindungi ne-gara ini dari kehancuran pun ikut memberikan sumbangsihnya dalam menurunkan fungsi lingkungan.

(15)

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

15

Pemerintah yang demi pendapatan

pu-sat atau daerah seringkali tidak lagi se-lektif dalam memberikan izin mengelola lingkungan hidup bagi masyarakat. Segala resiko kerusakan dan pence-maran lingkungan dapat dijadikan nomor dua demi terjadinya pertum-buhan ekonomi yang pesat. Yang menjadi prioritas utama adalah pem-bangunan di bidang ekonomi dan mengenyampingkan perlindungan terhadap lingkungan. Padahal, ru-saknya lingkungan pada akhirnya akan melumpuhkan perekonomian negara. Kelihatannya, kecil sekali kemungki-nan untuk memulihkan lingkungan. Meskipun demikian, usaha pemuli-han lingkungan masih tetap layak un-tuk dilakukan demi mencegah kian buruknya keadaan lingkungan. Pada dasarnya, lingkungan sendiri memiliki daya lenting, yaitu daya untuk pulih dari kerusakan atau pencemaran. Tu-gas kita adalah untuk mendorong pemulihan itu lebih cepat terjadi.

Mulai dari sekarang, mulai dari diri sendiri. Mencintai lingkungan dapat kita mulai saat ini juga dengan mulai mel-akukan hal-hal kecil, seperti membuang sampah pada tempatnya, menggunakan energi seefisien mungkin, menghindari pemakaian barang-barang berbahan dasar sumber daya alam secara besar-besaran dan memulai hidup dengan pola 3R (reuse, reduce, dan recycle). Pemerintah juga harus serius dalam me-nangani masalah-masalah lingkungan. Dalam setiap kebijakan yang dikeluar-kan, hendaknya pemerintah mengutam-akan aspek lingkungan. Sudah saatnya hanya perusahaan atau pengusaha yang benar-benar layak dan membarengi us-aha mereka dengan perlindungan ling-kungan sajalah yang boleh mendapat izin untuk memanfaatkan lingkungan. Para pengusaha pun dalam menjalan-kan usaha seharusnya sudah dapat beralih ke alat-alat atau bahan-bahan yang ramah lingkungan serta melaku-kan pengolahan limbah dengan be

nar sebelum membuangnya ke alam. Penurunan kualitas lingkungan hidup yang terus-menerus jelas hanya akan membawa bencana pada umat manusia. Jika tidak ada lingkun-gan yang baik, maka tidak akan ada mahluk bernama manusia yang da-pat bertahan di bumi. Mari selamat-kan bumi, selamatselamat-kan hidup!***

(16)

16

Majalah FOKAL | Edisi 28 | Mei 2013

redaksi

Penasehat:

1. Albertus Patty 2. Jeffrey Samosir

3. Alm. Kornel M. Sihombing

Pemimpin Redaksi:

Basar Daniel Tampubolon

Redaktur Pelaksana:

Sorta Lidia Caroline

Redaktur Eksekutif:

1. Bob Situmorang

2. Contasia Christie 3. Dommy Waas 4. Ernestasia Siahaan 5. Noir Primadona Purba 6. Pirhot Nababan 7. Priska Apriani

Editor:

Jeffrey Kurniawan

Administrasi Umum:

Lydia Utami

Kolumnis:

1. Albert Tommy 2. Andri Parangin-angin 3. Ansitus Marulitua 4. Ardinanda Sinulingga 5. Arion Euodia Saragih 6. Aurora Esterlia 7. Berliana Friscilia 8. Cici Flowerina 9. Dian Wulansari 10. Elgawaty Octaviani 11. Fanny Febyanti 12. Franky Tarigan 13. Galih Andreanto 14. Harriman S. Saragih 15. Junius Fernando 16. LB. Ciputri Hutabarat 17. Leo Chris Evan 19. Rezky Septry 20. Sandy Aletta 21. Trisfianto Prasetio 22. Victor Nalle

Ilustrator:

Bramasta K. Lasut

Fotografer:

1. Frans Lukas 2. Ludwig Panggabean

Desain:

1. Deo Lamando 2. Mahen

Administrator Web:

1. Edwin Tobing 2. Impola T.S. Alexander O

Sekilas

fokal.info

Wadah pengembangan potensi generasi muda dari berbagai kalangan (nirlaba). Memperkenankan pengelola media massa (cetak/elektronik) mengutip teks dan foto, dengan menyebutkan sumber (Misal : sumber www.fokal.info).

Referensi

Dokumen terkait

Kemitraan antara perusahaa dengan petani mitra dapat menciptakan manfaat secara ekonomi dan sosial Purnaningsih dan Sugihen (2008), sebagai berikut: Manfaat

Namun dalam pembuatan suatu karya animasi juga bisa digunakan beberapa aplikasi lainnya, oleh karena itu penulis memperkenalkan aplikasi Scratch pada

Berdasarkan dari jenis kata pinjaman, kata ini termasuk dalam Loan Word, karena kata tersebut diimpor keseluruhan dari bahasa inggris dan disesuaikan dengan

Berkaitan dengan Penerapan Sistem Akuntibilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang merupakan instrument pertanggung jawaban, Renstra ini merupakan langkah awal untuk

Pada layar ini yang tampilannya dapat dilihat pada gambar 4.5, ditampilkan general life table yang memuat angka harapan hidup saat lahir hingga tua untuk laki-laki dengan

Dengan ini penulis menyatakan bahwa Karya Ilmiah / Penulisan Hukum / Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

Menguraikan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Kota/Kabupaten

Dengan demikian, tujuan Tarekat Qadiriyah Wan Naqsyabandiyah adalah merupakan induk kenyakinan yang dianut oleh umat islam, yang bertujuan untuk memperteba iman