• Tidak ada hasil yang ditemukan

HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iii

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI... iii"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAM PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 7 1.5 Tujuan Penelitian ... 8 a. Tujuan Umum ... 9 b. Tujuan Khusus ... 9 1.6 Manfaat Penelitian ... 9 a. Manfaat Teoritis ... 9 b. Manfaat Praktis ... 10

(2)

x

1.7 Landasan Teoritis ... 10

1.8 Metode Penelitian ... 14

a. Jenis Penelitian ... 15

b. Jenis Pendekatan ... 15

c. Sumber Bahan Hukum ... 16

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 18

e. Teknik Analisis Bahan Hukum ... 18

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN KONTRAK 2.1 Memorandum of Understanding ... 20

2.1.1 Pengertian Memorandum of Understanding ... 20

2.1.2 Karakter Memorandum of Understandinng ... 24

2.1.3 Jenis-Jenis Memorandum of Understanding ... 25

2.1.4 Kekuatan Mengikat Memorandum of Understanding ... 26

2.2 Kontrak ... 33

2.2.1 Pengertian Kontrak ... 33

2.2.2 Subyek dan Obyek Kontrak ... 36

2.2.3 Doktrin-doktrin Hukum Kontrak ... 40 2.2.4 Pola Pengaturan Kontrak dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata

... 47

(3)

xi

BAB III PENGATURAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM KONTRAK BISNIS

3.1 Tujuan Pembuatan Memorandum of Understanding ... 52 3.2 Cara Pembuatan Memorandum of Understanding ... 56 3.3 Pengaturan Memorandum of Understanding dalam Kontrak

Bisnis ... 58

BAB IV AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN APABILA TERJADI PELANGGARAN TERHADAP MEMORANDUM

OF UNDERSTANDING DALAM KONTRAK BISNIS

4.1Tanggung Jawab Pihak-Pihak Apabila Terjadi Pelanggaran Terhadap Memorandum of Understanding dalam Kontrak Bisnis ... 70

4.2 Penyelesaian yang Dilakukan Apabila Terjadi Pelanggaran Terhadap Memorandum of Understanding dalam Kontrak Bisnis

... 76

BAB V PENUTUP

(4)

xii

5.2 Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ABSTRAK

Dalam hal akibat hukum dalam pengaturannya memorandum of understanding apabila terjadi pelanggaran dalam kontrak bisnis, tidak ada penjelasan yang jelas mengatur mengenai akibat hukum dan pengaturan yang detail apabila terjadi pelanggaran terhadap memorandum of understanding dalam kontrak bisnis. Berdasarkan uraian di atas adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana pengaturan memorandum of understanding dalam kontrak bisnis dan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan apabila terjadi pelanggaran terhadap memorandum of understanding dalam kontrak bisnis tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawaban dan pemahaman mengenai pengaturan memorandum of understanding dalam kontrak bisnis dan akibat hukum yang ditimbulkan apabila terjadi pelanggaran terhadap memorandum of understanding dalam kontrak bisnis tersebut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, serta ditunjang dengan bahan hukum sekunder dan tersier terkait dengan permasalahan yang dibahas dan dikumpulkan dengan studi kepustakaan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum.

Hasil dari penelitian ini adalah payung hukum pembuatan memorandum of understanding di Indonesia adalah Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai memorandum of understanding. Adapun dasar berlakunya memorandum of understanding di Indonesia adalah didasarkan pada asas kebebasan berkontrak dan asas kebiasaan. Untuk memorandum of understanding yang sifatnya bukan merupakan suatu kontrak maka tidak ada sanksi apapun bagi pihak yang melanggarnya kecuali sanksi moral, sedangkan untuk memorandum of understanding yang sifatnya sudah merupakan suatu kontrak maka apabila terjadi suatu wanprestasi terhadap substansi dalam memorandum of understanding ini maka pihak tersebut harus memenuhi prestasi yang telah dilanggarnya atau ia akan dikenai sanksi berupa ganti rugi. Kata Kunci: Akibat Hukum, Memorandum of Understanding, Kontrak Bisnis

(5)

xiii

ABSTRACT

In case of the legal consequences in the regulation of the memorandum of understanding in the event of a violation in contract business, there is no clear explanation of the legal consequences and set the detail regulation in case of violation of the memorandum of understanding in business contracts. Based on the above description as for the issues discussed is how the regulation of a memorandum of understanding in business contracts and how the legal consequences arising in case of violation of the memorandum of understanding in the business contract. This research was conducted to get an answer and understanding on regulation a Memorandum of Understanding in business contracts and the legal consequences arising in case of violation of the Memorandum of Understanding in the business contract.

The type of this research called normative legal research with the primary legal materials such as statute, supported also by secondary legal materials and tertiary legal materials by the library research all the related problem will be collected and to be discussed. The statute approached and the analytical of conceptual approached must be approaches in this research.

The results of this study is Article 1320 and Article 1338 Book of the Law of Civil Law as legal protection in the manufacture of the Memorandum of Understanding. In the Indonesian legislation, there is no provision which specifically governs the memorandum of understanding. The basic enactment of a memorandum of understanding in Indonesia is based on the principle of freedom of contract and the principle of habit. Memorandum of Understanding were not located as contract the no sanction for who deny it except a moral sanction, whereas the memorandum of Understanding that are already a contract then the party must fulfiil the achievement which have been infringed or he will penalized in the form of compensation.

Key Words: Legal Consequences, Memorandum of Understanding, Business Contracts

(6)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hampir setiap aspek dari kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari perjanjian, perjanjian telah menjadi bagian yang penting di dalam kehidupan manusia. Demikian halnya dalam dunia bisnis, kerjasama para pelaku bisnis biasanya dituangkan dalam suatu perjanjian yang nantinya akan mendasari kerjasama bisnis tersebut. Perjanjian dalam dunia bisnis lazimnya dilakukan secara tertulis, atau yang disebut dengan kontrak. Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat hukum. Oleh karena kontrak merupakan kesepakatan para pihak yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat, maka pengertiannya sama dengan perjanjian meskipun istilah kontrak belum tentu sebuah perjanjian karena perjanjian tidak eksklusif sebagai istilah suatu perikatan dalam bisnis.

Mengenai perjanjian (kontrak) di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia diatur di dalam Buku III tentang Perikatan, Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia tidak mengatur secara khusus dan detail mengenai Memorandum of Understanding. Tetapi Pasal 1320 dan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan payung hukum dalam pembuatan memorandum of understanding di Indonesia. Memorandum of understanding merupakan kesepakatan awal dalam kontrak yang dibuat berdasarkan sistem hukum Common Law. Kontrak merupakan kesepakatan para pihak yang mempunyai akibat hukum yang mengikat bagi para pihak sebagai

(7)

undang-undang sesuai dengan asas Pacta Sunt Servanda. Dimana asas ini menjelaskan bahwa setiap orang yang membuat kontrak maka dia mengandung janji-janji yang bersifat mengikat pada para pihak sebagaimana undang-undang. Hal ini sejalan pula dengan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, yang menyatakan bahwa: “Semua perjanjian (kontrak) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Kebebasan berkontrak artinya seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, bebas pula menentukan bentuk kontraknya.1 Asas ini memberikan kebebasan bagi pihak-pihak yang berkontrak, namun asas kebebasan berkontrak itu juga tidak memberikan kebebasan yang mutlak. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri memberikan beberapa pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak ini, antara lain dibatasi oleh undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Kontrak merupakan bagian yang melekat dari transaksi bisnis, baik dalam skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional. Fungsi kontrak sangat penting dalam menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji-janji para pihak dapat terlaksana dan dipenuhi. Adapun syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya suatu perjanjian (kontrak) ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

1 Abdul R. Salimin, 2010, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus),

(8)

3. Suatu hal tertentu. 4. Suatu sebab yang halal.2

Dalam hal terjadi pelanggaran, maka terdapat kompensasi yang harus dibayar dan konsekuensi hukum yang harus ditanggung. Dalam dunia bisnis, waktu dan kepastian merupakan faktor yang penting. Hukum kontrak dalam hal ini memberikan sarana yang memungkinkan para pihak mengakomodasi seluruh kepentingannya. Kontrak merupakan janji yang mengikat dan janji-janji tersebut menimbulkan harapan-harapan yang layak. Hukum kontrak dalam hal ini merupakan instrumen hukum yang berfungsi untuk menjamin pelaksanaan janji dan harapan itu.3

Sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya lebih dulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Negosiasi juga merupakan instrumen yang menjembatani pelbagai kepentingan pelaku bisnis dalam merumuskan hak dan kewajibannya.4 Dalam negoisasi inilah proses tawar menawar berlangsung. Tahapan berikutnya adalah pembuatan memorandum of understanding. Memorandum of understanding merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. Memorandum of understanding penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan. Maksudnya sebagai studi kelayakan adalah setelah

2 Soedharyo Soimin, 2012, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan Kesebelas,

Sinar Grafika, Jakarta, h. 329.

3 Yohanes Sogar Simamora, 2009, Hukum Perjanjian; (Prinsip Hukum Kontrak

Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah), LaksBang Pressindo, Yogyakarta, h. 32-33.

4 Agus Yudha Hernoko, 2008, Hukum Perjanjian; Asas Proporsionalitas dalam Kontrak

(9)

pihak-pihak memperoleh memorandum of understanding sebagai pegangan atau pedoman awal, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan.

Istilah memorandum of understanding berasal dari dua kata, yaitu memorandum dan understanding. Secara gramatikal memorandum of understanding diartikan sebagai nota kesepahaman. Dalam Balck’s Law Dictionary, yang diartikan

memorandum adalah “is to serve as the basis of future formal contract”.5 Artinya,

dasar untuk memulai penyusunan kontrak secara formal pasa masa mendatang. Sedangkan understanding diartikan sebagai “an implied agreement resulting from the express terms of another agreement, wheter written or oral, atau a valid contract engagement of a somewhat informal character; atau a loose and ambiguous terms, unless it is accompanied by some expression that it is constituted a meeting of the minds of parties upon something respecting which they intended to

be bound”.6 Artinya, sebuah perjanjian yang berisi pernyataan persetujuan tidak

langsung atas perjanjian lainnya baik secara lisan maupun tertulis, atau pengikatan kontrak yang sah atas suatu materi yang bersifat informal atau persyaratan yang longgar, kecuali pernyataan tersebut disertai atau merupakan hasil persetujuan atau

5 Bryan A. Gardner (ed.), Black Law Dictionary (5th edition), (West Publishing Co., 1979),

h. 888.

(10)

kesepakatan pemikiran dari para pihak yang dikehendaki oleh keduanya untuk mengikat. Dari terjemahan kedua kata tersebut, dapat dirumuskan pengertian memorandum of understanding, yakni dasar penyusunan kontrak pada masa datang yang didasarkan pada hasil pemufakatan para pihak, baik secara tertulis maupun lisan.

Menurut asas kebebasan berkontrak, para pihak diberi kebebasan untuk menentukan materi muatan atau substansi memorandum of understanding, yang mengatur apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum, dan penyusunan memorandum of understanding wajib memenuhi syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Memorandum of understanding tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan tidak ada ketentuan khusus yang mengaturnya. Memorandum of understanding dapat diberlakukan di Indonesia berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak.

Banyak yang melatarbelakangi dibuatnya memorandum of understanding, salah satunya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit juga belum ada jalan keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah memorandum of understanding. Memorandum of understanding sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak ada ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai memorandum of understanding. Adapun dasar berlakunya

(11)

memorandum of understanding di Indonesia adalah didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Selain asas kebebasan berkontrak, salah satu asas yang menjadi dasar berlakunya memorandum of understanding di Indonesia adalah asas kebiasaan. Yang dimaksud dengan asas kebiasaan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti. Dewasa ini memorandum of understanding sering dipraktekkan dengan meniru atau mengadopsi apa yang dipraktekkan secara internasional. Memorandum of understanding tidak diatur dalam hukum positif Indonesia, banyak diberlakukan dalam praktek sebelum penandatanganan perjanjian (kontrak), maka banyak menimbulkan permasalahan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka diangkat permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudul “Pengaturan Memorandum of

Understanding dalam Kontrak Bisnis”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan Memorandum of Understanding dalam kontrak bisnis? 2. Bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan apabila terjadi pelanggaran terhadap

Memorandum of Understanding dalam kontrak bisnis tersebut? 1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk lebih mendapat uraian yang terarah kiranya perlu diadakan pembatasan pembahasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini dimaksud untuk mencegah

(12)

agar materi atau isi uraiannya tidak menyimpang dari pokok permasalahan sehingga pembahasan dapat terarah dan diuraikan secara sistematis.

Dalam rumusan masalah pertama pembahasannya dibatasi pengaturan Memorandum of Understanding dalam kontrak bisnis. Dalam rumusan masalah yang kedua pembahasannya dibatasi pada akibat hukum yang ditimbulkan apabila terjadi pelanggaran terhadap Memorandum of Understanding dalam kontrak bisnis tersebut

1.4 Orisinalitas Penelitian

No. Penulis Judul Rumusan Masalah

1 Rudi Hartono Manalu, 2009, Fakultas Hukum, Universitas Esa Unggul, Jakarta Kedudukan dan Kekuatan Hukum Memorandum of Understanding Ditinjau dari Segi Hukum Kontrak

1. Bagaimana

kedudukan hukum dari Memorandum

of Understanding

ditinjau dari hukum kontrak?

2. Bagaimana

akibatnya jika ada salah satu pihak melakukan

pengingkaran terhadap klausul

Memorandum of

(13)

2 Ketut Surya Darma, 2015, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar Status Hukum Memorandum of Understanding (MoU) dalam Hukum Perjanjian Indonesia 1. Bagaimana kedudukan hukum Memorandum of Understanding (MoU) dalam Hukum Perjanjian Indonesia? 2. Bagaimana kekuatan mengikat Memorandum of Understanding (MoU) dalam Hukum Perjanjian Indonesia? 1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sesuatu yang berguna untuk menentukan hasil apa yang akan diperoleh. Pada penulisan suatu karya tulis ilmiah haruslah mempunyai tujuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum (het doel van het onderzoek) berupa upaya peneliti untuk pengembangan ilmu hukum terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses). Sedangkan tujuan khusus (het doel in het onderzoek)

(14)

mendalami permasalahan hukum secara khusus yang tersirat dalam rumusan permasalahan penelitian.

a. Tujuan Umum

1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian mengenai hukum bisnis.

2. Untuk melatih diri dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis. 3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan umum khususnya di bidang ilmu

hukum.

4. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum (S1). b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengaturan Memorandum of Understanding dalam kontrak bisnis.

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan apabila terjadi pelanggaran terhadap Memorandum of Understanding dalam kontrak bisnis tersebut.

1.6 Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka manfaat dari penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

1. Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut ke dalam bentuk tulisan.

(15)

2. Menerapkan teori-teori yang diperoleh dari bangku perkuliahan dan menghubungkannya dengan praktik di lapangan.

3. Untuk memperoleh manfaat ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya maupun di bidang hukum bisnis pada khususnya yaitu dengan mempelajari literatur yang ada dikombinasikan dengan perkembangan yang terjadi di lapangan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi terkait dengan pengaturan memorandum of understanding dalam kontrak bisnis.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan Teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.

Sebagai suatu pemahaman yang cukup tentang persoalan-persoalan, Teori-Teori Hukum dipandang sebagai landasan yang mutlak diperlukan untuk pembuatan kajian ilmiah terhadap hukum positif konkret. Kemudian dikatakan bahwa tipikal dari teori hukum adalah memainkan peranan mengintegrasikan, baik yang berkenaan dengan hubungan antara disiplin-disiplin satu terhadap yang lainnya maupun yang berkenaan dengan integrasi hasil-hasil penelitian dari disiplin ilmu-ilmu hukum.

Teori hukum secara essensial bersifat interdisipliner, hal ini mengandung arti bahwa Teori Hukum dalam derajat yang besar akan menggunakan hasil-hasil penelitian dari berbagai disiplin yang mempelajari hukum. Dalam konteks

(16)

perkembangan masyarakat dan perkembangan hukum pada saat ini, ilmu hukum tidak dapat menutup diri terhadap perkembangan dan pengaruh konteks perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Ilmu hukum berkembang bersamaan dan bersentuhan di dalam konteks perkembangan ilmu pengetahuan yang berkembang dengan cepat, kompleks, dan universal dalam globalisasi.

Teori Perjanjian

Pengertian Perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, yakni perjanjian/persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dengan adanya peristiwa tersebut (perjanjian), timbulah satu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan, dimana di dalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Mengenai perikatan, disebutkan dalam Pasal 1233 KUH Perdata, bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.

Subekti membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian, yakni bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu, sedangkan suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji

(17)

kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.7

Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengaitkan diri untuk melaksanakan satu hal yang bersifat kebendaan di bidang harta kekayaan. Definisi dalam arti sempit ini jelas menunjukkan telah terjadi persetujuan (persepakatan) antara pihak yang satu (kreditor) dan pihak yang lain (debitor), untuk melaksanakan satu hal yang bersifat kebendaan (zakelijk) sebagai obyek perjanjian.8

Ricardo Simanjuntak menyatakan bahwa kontrak merupakan bagian dari pengertian perjanjian. Perjanjian sebagai suatu kontrak merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para pihak yang pelaksanaannya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.9

Syarat-syarat yang diperlukan utuk sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3. Suatu hal tertentu.

4. Suatu sebab yang halal.10

7 Subekti R., 2005, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, h. 1.

8 Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

h. 290.

9 Ricardo Simanjuntak, 2011, Hukum Kontrak & Teknik Perancangan Kontrak Bisnis,

Cetakan Ke-2, Kontan Publishing, Jakarta, h. 32.

(18)

Kesepakatan (konsesualisme) bagi mereka yang mengikatkan dirinya, maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan, dan penipuan. Dalam hal ini, antara pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini artinya adalah bebas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan, di mana berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata, perjanjian menjadi tidak sah apabila kesepakatan tersebut terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian. Mengenai kecakapan, Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata, yakni:

1. Orang yang belum dewasa

Mengenai kedewasaan, dalam ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata, kecakapan diukur apabila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.

2. Mereka yang berada di bawah pengampunan.

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan berlakunya Undang-Undang Perkawinan, ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi).

(19)

4. Semua orang yang dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Suatu hal tertentu, maksudnya di sini adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu. Sedangkan suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Metode Penelitian adalah ilmu tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah sendiri merupakan suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah, karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.11

Kerangka pemikiran yang diperlukan di dalam penelitian hukum, merupakan suatu paradigma mengenai pengertian-pengertian pokok atau pengertian-pengertian dasar di dalam sistem hukum yang sifatnya universal.

Dalam penelitian hukum, seorang peneliti hukum dapat melakukan aktivitas-aktivitas untuk mengungkapkan kebenaran hukum yang dilakukannya secara terencana, metodologis, sistematis, dan konsisten. Adapun metoda penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah sebagai berikut:

(20)

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat Penelitian Hukum Normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum.12 Penelitian hukum normatif ini dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.13

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Melakukan penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka, yaitu undang-undang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini, maupun literatur yang berkaitan dengan materi untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan dengan melihat berbagai aspek sehingga akan diketahui secara jelas tentang pengaturan Memorandum of Understanding dalam kontrak bisnis.

Pemilihan jenis penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya beberapa kekosongan hukum dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia terkait akibat hukum dalam pengaturan memorandum of understanding apabila terjadi pelanggaran dalam kontrak bisnis.

b. Jenis Pendekatan

12 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.

13 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja

(21)

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Penelitian hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni:

(a) Pendekatan Kasus (The Case Approach)

(b) Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach) (c) Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

(d) Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach) (e) Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach)

(f) Pendekatan Sejarah (Historical Approach)

(g) Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)14

Penelitian yang dilakukan lebih ditujukan kepada:

1. Pendekatan Undang-Undang (the statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.15

2. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach) yaitu beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan memikirkan ide-ide yang melahirkan pengertian, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

c. Sumber Bahan Hukum

Pada penelitian hukum normatif, bahan hukum mencakup: pertama bahan hukum primer, kedua bahan hukum sekunder, dan ketiga bahan hukum tertier.16

14 Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum

Universitas Udayana, Denpasar, h. 75.

15 Peter Mahmud Marzuki, loc.cit.

16 Soerjono Sukanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,

(22)

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yaitu merupakan bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru dan mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta-fakta yang diketahui mengenai suatu gagasan, ide.17

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas, yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.18

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari norma dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, bahan-bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat dan bahan hukum yang hingga kini masih berlaku.19

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku, teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan.20

Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.21 Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang digunakan yakni buku-buku literatur yang relevan, doktrin dari para ahli hukum dan bahan hukum yang diperoleh melalui electronic research yaitu melalui internet dengan jalan mengkopi (download), bahan hukum yang diperlukan. Keunggulan dalam penggunaan ataupun pemakaian internet antara lain: efisien, tanpa batas (without boundry),

17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, op.cit, h. 34. 18 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 141.

19 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, op.cit, h. 13. 20 Peter Mahmud Marzuki, loc.cit.

(23)

terbuka selama 24 jam (24 hours online), interaktif dan terjalin dalam sekejap

(hyperlink).22

Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya: kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.23 Dalam penelitian ini bahan hukum tertier yang digunakan adalah Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Hukum Ekonomi, dan Kamus Hukum yakni Black Law Dictionary.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini terkait pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui metode bola salju (snow ball method), yaitu teknik pengumpulan bahan hukum dimulai dari satu literatur/Peraturan Perundang-undangan kemudian menggelinding ke literatur/Peraturan Perundang-Undangan lainnya.

Pengumpulan bahan-bahan hukum tersebut meliputi sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder. Sumber hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Disamping itu sumber hukum sekunder yaitu buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini seperti buku hukum perbankan, hukum perpajakan dan sebagainya, serta tulisan hukum yang relevan dengan berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini.

e. Teknik Analisis Bahan Hukum

22 Budi Agus Riswadi, 2003, Hukum Internet, UII Press, Yogyakarta, h. 325. 23 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, loc.cit.

(24)

Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi, teknik konstruksi, dan teknik sistematisasi.

1. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.

2. Teknik konstruksi adalah pembentukan konstruksi yuridis dengan melakukan analogi dan pembalikan proposisi (acontratio).

3. Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun yang tidak sederajat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel dan histogram di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas tingkat kreativitas guru dalam mengajar dilihat dari sudut pandang guru kelas III di SD

Sebuah spesimen yang dianggap layak untuk nama jenis (type) tetapi tidak termasuk dalam seri asli di mana deskripsi spesies baru didasarkan. Sekunder Type

Setelah pelaksanaan Pelatihan Produksi dan Usaha Cookies Berbahan Baku Lokal Sebagai Alteratif Usaha Bagi Mantan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Desa Sindangsari Kecamatan

ii) Efek selain saham dan/atau instrumen pasar uang tidak memenuhi Prinsip syariah di Pasar Modal, dengan ketentuan selisih lebih harga jual dari Nilai Pasar Wajar pada saat masih

Berdasarkan kandungan fosil Foraminifera planktonik yakni dengan hadirnya Globorotalia acostaensis untuk pertama kalinya pada sampel PS2, di bagian atas Formasi Ledok,

catylac bintang 5 Kg/galon kg Cat tembok Mowilex dalam 5 Kg/galon kg Cat tembok Mowilex luar 5 Kg/galon kg Cat tembok Dulux dalam 5 Kg/galon kg Cat tembok Dulux Luar 5 Kg/galon kg

dalam kasus di mana pekerjaan tidak mencukupi untuk makanan mereka sendiri, ada bantuan dari anggota lain dari komunitas yang sama, yang mampu bekerja lebih untuk apa

Dan dari 23 pasien (100%) seluruhnya menyatakan citra pelayanan tidak baik dan tidak mempunyai minat dalam menggunakan jasa pelayanan. Citra pelayanan dipengaruhi