224
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan dua hal yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, yaitu terkait representasi teks dan perbandingan representasi yang ditampilkan.
1. Representasi teks dalam wacana tajuk rencana pada surat kabar Kompas dan Suara Merdeka
Representasi teks dalam wacana rencana revisi UU KPK pada suarat kabar
Kompas dan Suara Merdeka dapat dilihat berdasarkan anak kalimat, kombinasi
anak kalimat, dan rangkaian antarkalimat. Berikut merupakan simpulan dari penelitian ini.
a. Representasi dalam anak kalimat
Representasi berdasarkan anak kalimat dapat juga dilihat berdasarkan pemilihan kosakata/diksi dan penggunaan tata bahasa. Pemilihan diksi atau kosakata dalam tajuk rencana Kompas dan Suara Merdeka terbagai menjadi dua, yakni melalui kata eksperiensial dan kata ekspresif.
Pada surat kabar Kompas dan Suara Merdeka, kata eksperiensial digunakan untuk menunjukkan bahwa rencana revisi UU KPK menuai banyak pertentangan, rencana tersebut dianggap hanya akan melemahkan KPK, hingga pada akhirnya pemerintah memutuskan untuk menunda pembahasan tersebut.
Kata ekspresi digunakan Kompas dan Suara Merdeka untuk menunjukkan suatu penilaian bahwa rencana revisi UU KPK yang akan dilakukan akan
mengancam lembaga anti korupsi tersebut, dan niat untuk merevisi UU KPK dianggap berlebihan.
Metafora juga dimanfaatkan untuk mengetahui realitis yang diungkapkan
Kompas maupun Suara Merdeka. Oleh keduanya, metafora digunakan untuk
menampilkan bahwa presiden mempunyai kendali dalam memutuskan untuk dilakukan revisi UU KPK atau tidak. Selain itu metafora juga digunakan untuk menampilkan realitas bahwa dalam menangkap koruptor, KPK telah melakuan dengan cara terbaik.
Pada tataran tata bahasa dilihat berdasarkan ketransitifitasan, Kompas dan
Suara Merdeka menunjukkan beberapa hal melalui proses material, proses
mental, proses verbal, proses perilaku, proses relasional, dan proses eksistensial. Pada proses material, Kompas lebih banyak menggunakan aktor berupa manusia, sedangkan Suara Merdeka banyak menggunakan aktor nonmanusia. Proses material digunakan oleh Kompas dan Suara Merdeka untuk menunjukkan sikap ketidaksetujuan dengan rencana revisi UU KPK.
Proses mental yang ditemukan pada Kompas lebih banyak dibanding pada
Suara Merdeka. Proses mental pada Kompas menggunakan senser berupa
nonmanusia dan manusia, yakni DPR, publik, dan kita (penulis dan pembaca), sedangkan pada Suara Merdeka senser berupa manusia, yakni presiden. Proses mental digunakan keduanya untuk menampilkan persepsi bahwa pendapat publik terkait rencana revisi UU KPK sudah mulai didengar oleh pemerintah, sehingga berpengaruh pada penundaan pembahasan tersebut.
Proses verbal yang terdapat pada Kompas dan Suara Merdeka menggunakan sayer berupa manusia. Proses verbal digunakan oleh Kompas dan
Suara Merdeka untuk mempertegas pernyataan atas apa yang telah disampaikan
dalam menanggapi rencana revisi UU KPK.
Proses perilaku terdiri dari perilaku verbal dan perilaku mental. Pada
Kompas dan Suara Merdeka proses perilaku verbal, behaver yang ditemukan
berupa manusia dan nonmanusia yang digunakan untuk menunjukkan suatu tindakan dalam menghadapi rencana revisi UU KPK. Proses perilaku verbal digunakan untuk menampilkan pernyataan berupa perintah, ancaman, saran yang disampaikan oleh beberapa partisipan. Proses perilaku mental digunakan Kompas dan Suara Merdeka untuk menampilkan tanggapan beberapa partisipan mengenai alasan dibahasnya kembali rencana revisi UU KPK dan juga ajakan untuk memberikan apresiasi kepada pemerintah yang telah menunda pembahasan tersebut.
Proses relasional atributif digunakan Kompas dan Suara Merdeka untuk mendeskripsikan suatu hal. Kompas melalui proses relasional atributif menjelaskan posisi Novel, tujuan adanya KPK, agenda rapat paripurna, korupsi, dan orang-orang yang seharusnya diajak berdiskusi terkait rencana revisi UU KPK. Sementara itu pada Suara Merdeka digunakan untuk menjelaskan tekanan/respon yang diberikan publik terkait rencana revisi tersebut.
Proses relasional identifikasi digunakan Kompas maupun Suara Merdeka untuk mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan rencana revisi UU KPK. Melalui proses relasional identifikasi, Kompas mengidentifikasi perihal dewan pengawas untuk KPK, proses penyadapan, maksud dari draf revisi UU KPK. Oleh
mengidentifikasi/menjelaskan alasan dibahasnya kembali revisi UU KPK dan mengidentifikasi tokoh-tokoh yang mendukung dan menolak rencana tersebut.
Proses eksistensial digunakan Kompas dan Suara Merdeka untuk menunjukkan hal-hal apa saja yang menjadi pokok revisi UU KPK dan menunjukkan sikap beberapa partisipan dalam menanggapi rencana revisi UU KPK tersebut.
b. Representasi dalam kombinasi anak kalimat
Representasi dalam kombinasi anak kalimat ditunjukkan oleh Kompas dan
Suara Merdeka dalam bentuk elaborasi, perpanjangan, dan mempertinggi. Bentuk
elaborasi menggunakan penanda yang, lalu, dan selanjutnya. Elaborasi digunakan
Kompas dan Suara Merdeka untuk memperjelas anak kalimat sebelumnya. Oleh Kompas, elaborasi dengan penanda yang digunakan untuk menjelaskan isi draf
revisi UU KPK, tujuan lain dari merevisi UU KPK, alasan untuk dilakukan revisi, serta menjelaskan sikap beberapa partisipan dalam menanggapi rencana revisi tersebut. Elaborasi dengan penanda yang digunakan Suara Merdeka untuk menjelaskan mengenai penilaian atas rencana revisi UU KPK dan menjelaskan sikap beberapa tokoh yang mempunyai pengaruh dalam recana revisi undang-undang tersebut.
Koherensi bentuk perpanjangan juga digunakan Kompas dan Suara
Merdeka. Bentuk perpanjangan digunakan Kompas dan Suara Merdeka untuk
memberi penjelasan tambahan pada anak kalimat sebelumnya. Pada Kompas bentuk perpanjangan dengan penanda dan digunakan untuk memunculkan fakta bahwa upaya untuk melemahkan KPK sudah berjalan sejak lama sebelum adanya usulan untuk merevisi UU KPK. Perpanjang dengan penanda atau digunakan
untuk memberikan pilihan, Kompas menampilkan bahwa sebagai presiden, Jokowi yang berhak menentukan apakah revisi undang-undang KPK perlu dilakukan atau tidak. Penanda tetapi pada bentuk perpanjangan juga digunakan
Kompas untuk memunculkan penjelasan terkait alasan penolakan untuk dilakukan
revisi UU KPK. Pada Suara Merdeka elaborasi bentuk perpanjangan dengan penanda dan dan meski digunakan untuk menampilkan sikap pemerintah, khusunya Jokowi sebagai presideng yang kurang tangkas dalam menghadapi rencana revisi UU KPK. Elaborasi bentuk perpanjangan yang ditemukan pada
Suara Merdeka lebih sedikit dibanding pada Kompas.
Koherensi terakhir yang digunakan oleh Kompas dan Suara Merdeka adalah mempertinggi dengan penanda karena dan sebab. Penanda karena digunakan oleh Kompas maupun Suara Merdeka untuk mempertinggi anak kalimat sebelumnya. Pada Kompas penanda karena digunakan untuk menampilkan alasan bahwa revisi UU KPK yang diinginkan DPR diniali akan melemahkan KPK. Penanda karena juga digunakan Suara Merdeka untuk mempertinggi posisi dua tokoh antara SBY dan Jokowi. Penanda sebab digunakan untuk menampilkan alasan penundaan revisi UU KPK.
c. Representasi dalam rangkaian antarkalimat
Representasi dalam rangkaian antarkalimat yang terdapat pada surat kabar
Kompas dan Suara Merdeka mengunakan ungkapan atau pernyataan dari
beberapa partisipan. Dari ungkapan/pernyataan tersebut dapat diketahui penilaian penulis terhadap rencana revisi UU KPK. Secara keseluruhan ungkapan yang terdapat dalam rangkaian antarkalimat digunakan untuk memperkuat penilaian
masing-masing surat kabar. Ungkapan tersebut muncul setelah kedua surat kabar memberikan penilaian atas rencana revisi UU KPK.
2. Perbandingan representasi yang ditampilkan pada surat kabar Kompas dan Suara Merdeka
Perbandingan representasi dilihat dari rangkaian antarkalimat yang terdapat dalam tajuk rencana Kompas dan Suara Merdeka. Pada Kompas representasi yang terdapat dalam rangkaian antarkalimat digunakan untuk mempekuat penilaian Kompas. Dalam memamparkan penilaian, ungkapan partisipan muncul setelah Kompas memberikan penilaiannya. Melalui jumlah pernyataan/ungkapan yang terdapat dalam rangkaian antarkalimat dapat diketahui bahwa Kompas lebih memihak pendapat Pimpinan KPK yang tidak setuju dengan adanya revisi UU KPK.
Sama halnya Kompas, pada surat kabar Suara Merdeka, ungkapan partisipan yang terdapat dalam rangkaian antarkalimat digunakan untuk mempekuat penilaian Suara Merdeka. Namun secara detail, pernyataan yang digunakan untuk memperkuat hal-hal yang tidak sama dengan pernyataan yang digunakan oleh Kompas. Pada surat kabar Suara Merdeka, jumlah pernyataan dan partisipan yang ditemukan tidak menunjukkan keberpihakan Suara Merdeka dalam menanggapi rencana revisi UU KPK.
B. Saran
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti memiliki saran sebagai berikut: 1. Perlu adanya pemahaman teori analisis wacana kritis di dalam perkuliahan
linguistik secara matang. Mengingat perkembangan informasi yang dapat dijadikan sumber data dalam penelitian, nantinya bentuk penelitian tidak terbatas pada analisis formal atau struktural saja, tetapi juga analisis wacana kritis atau fungsional.
2. Penelitian menggunakan model analisis wacana kritis Fairclough dengan membandingan dua surat kabar ini masih jauh dari kata sempurna. Perbandingan tidak terbatas pada rangkaian antarkalimat saja. Oleh karena itu, peneliti berharap agar penelitian mendatang dilakukan dengan konsep yang lebih matang dan bentuk analisis yang lebih mendalam.