• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Safety Integrity Level Pada Element Element Sistem Pengendalian Level Ammonia Stripper Di Pabrik I PT Petrokimia Gresik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Safety Integrity Level Pada Element Element Sistem Pengendalian Level Ammonia Stripper Di Pabrik I PT Petrokimia Gresik"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Telah dilakukan penelitian dalam tugas akhir ini dengan judul Evaluasi Safety Integrity Level (SIL) pada element - element system pengendalian level Ammonia Stripper di pabrik I PT. Petrokimia Gresik yang bertujuan untuk mengevaluasi keandalan dan Safety Integrity Level (SIL) pada plant sistem pengendalian level Ammonia Stripper di pabrik I PT. Petrokimia Gresik. Dimana Ammonia Stripper adalah suatu kolom destilasi yang berfungsi untuk memisahkan campuran Aqua Ammonia (NH4OH) menjadi 2

substansi keluaran yaitu Ammonia (NH3) sebagai top product dan air

(H2O) sebagai bottom product. Kerena sering terjadinya kegagalan

dalam masa produksinya yaitu salah satunya adalah sering terjadinya indikasi palsu antara sensor (LT 1027) dengan LG (Level glass), maka dalam tugas akhir ini dilakukan evaluasi nilai keandalan dan SIL-nya. Nilai SIL dapat diketahui dari besarnya nilai probability failure on demand (PFD). Oleh karena itu, berdasarkan dari hasil penelitian diperoleh bahwa plant pengendalian level Ammonia Stripper mempunyai nilai PFD 0.2 yang masih termasuk kedalam tingkatan SIL 1 dimana tingkat keamanannya masih rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila nilai SIL rendah maka dari masing – masing komponen harus mempunyai nilai keandalan yang cukup tinggi sehingga dalam menjaga nilai keandalan minimal 0.8 maka perlu dilakukannya preventive maintenance untuk komponen LT 1027 selama 800 jam sekali, LCV 1027 selama 2300 jam sekali dan LIC 1027 selama 40000 jam sekali dengan biaya preventive maintenance yang harus dikeluarkan oleh PT Petrokimia gresik selama 1 tahun adalah sebesar Rp. 1.851.329,00.

Kata Kunci— SIL, PFD, Keandalan

I. PENDAHULUAN

T. Petrokimia gresik adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak didalam proses pembuatan pupuk dan non pupuk, seperti pupuk Urea, Ammonia. Ammonia stripper adalah salah satu plant yang digunakan dalam memproduksi Ammonia, dimana Ammonia Stripper ini mempunyai fungsi untuk memisahkan campuran Aqua Ammonia menjadi dua substansi keluaran yaitu Ammonia sebagai produk atas dan Air sebagai produk bawah. Pada plant ini terdapat beberapa parameter yang harus dikendalikan, salah satunya adalah level. Didalam sistem pengendalian level itu sendiri terdapat beberapa komponen antara lain sensor (level transmitter dan level glass), aktuator, kontroller. Untuk sensor yang digunakan dalam plant ini sering menunjukkan adanya kegagalan, seperti ketidaksesuaian nilai ketinggian fluida yang terukur di level transmitter dengan level glass sehingga menyebabkan alarm berbunyi. Apabila hal ini dibiarkan terjadi maka akan berakibat terjadinya overlevel atau lowlevel. Apabila Level-nya melebihi setpoint maka proses

Stripping Ammonia akan terlalu sulit, sehingga Ammonia yang akan ter-stripping akan semakin sedikit yang berakibat akan membutuhkan suhu yang tinggi dan sebaliknya jika Level-nya terlalu rendah maka H2O-nya bisa terevaporasi semakin banyak yang akan mengakibatkan H2O akan terikut ke produk Ammonia. Sehingga apabila plant ini terjadi kegagalan maka berakibat pada unit Urea yang menyebabkan tidak bisa beroperasi karena tidak mendapatkan pasokan Ammonia.

Melihat umur operasionalnya unit Ammonia terutama plant Ammonia Stripper yang ada di PT. Petrokimia Gresik yang dimulai sejak tahun 1994 tanpa berhenti beroperasi setiap harinya selama 24 jam, maka kegagalan dari masing – masing komponen itupun sering terjadi, namun selama ini belum pernah dilakukan perhitungan nilai laju kegagalan dan keandalan dari masing –masing komponen serta analisa safety Integrity Level yang sudah terpasang di plant Ammonia Stripper itu sendiri.

Oleh karena itu, dari masalah – masalah yang telah disebutkan diatas, peneliti merasa tertarik dalam menganalisa sebuah safety yang sudah terpasang pada pengendalian level Ammonia Stripper dengan terlebih dahulu menentukan nilai laju kegagalan dan keandalan dari masing – masing komponen yang ada pada loop pengendalian level Ammonia Stripper serta nilai PFD yang pada akhirnya dapat ditentukan seberapa tinggi tingkat SIL-nya.

Permasalahan yang dihadapi dalam penulisan tugas akhir ini adalah bagaimana cara menghitung nilai keandalan dari masing – masing komponen. Bagaimana cara menentukan nilai SIL (Safety Integrity Level) yang telah terpasang pada plant pengendalian level Ammonia Stripper dan bagaimana cara menghitung manajemen resiko dari segi biaya preventive maintenance.

II. URAIAN PENELITIAN

A. Dinamika Proses

Ammonia Stripper adalah suatu kolom destilasi yang mempunyai fungsi untuk memisahkan campuran Aqua Ammonia (NH4OH) menjadi Ammonia (NH3) dan air (H2O). Selain itu, Ammonia Stripper digunakan untuk menjaga campuran fasa vapor (H3) dan liquid (H2O) agar tetap seimbang sehingga proses strippingnya (pelepasan) bisa lebih sempurna. Pada dasarnya, bahan yang akan distripping dimasukkan kedalam stripper (kolom) melalui bagian samping kolom tersebut. Komponen yang lebih ringan akan menguap dan menjadi top product dan komponen yang lebih berat

Evaluasi Safety Integrity Level Pada Element –

Element Sistem Pengendalian Level Ammonia

Stripper Di Pabrik I PT Petrokimia Gresik

Eka maiyana

1)

, Ir. Ya’umar

2)

, MT, dan Ir. M. Ilyas Hs

3)

Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: eka.maiyana@gmail.com

(2)

berbentuk liquid akan mengalir kebagian bawah stripper sehingga menjadi Bottom product.

Didalam plant Ammonia Stripper ini, terjadi reaksi pemisahan atau pelepasan Aqua Ammonia (NH4OH) menjadi NH3 dan H2O dengan cara, Aqua Ammonia (NH4OH) yang berasal dari 103 E (Low Pressure Ammonia Scrubber) dan 104 E (High Pressure Ammonia Scrubber) dipompa untuk dialirkan menuju ke 105 E (Ammonia Stripper), namun NH4OH tersebut masih dingin sehingga terlebih dahulu dipanaskan didalam reboiler (141 C) setelah itu hasil dari reboiler tersebut masuk ke 105 E (Ammonia Stripper). Aqua Ammonia yang berada didalam Ammonia Stripper ini suhunya masih kurang tinggi untuk proses strippingnya sehingga perlu dialirkan menuju Heat Exchanger (140 C) untuk dipanaskan kembali, proses pemanasan ini dilakukan dengan menggunakan media pemanas steam yang berasal dari MS Header (Medium Pressure Steam) dengan suhu 205 0C. Setelah proses pemanasan selesai, Aqua Ammonia dialirkan kembali menuju Ammonia Stripper. Didalam Stripper ini terjadi proses stripping, Aqua Ammonia menguap dan terpisah menjadi 2 yaitu ammonia vapor (NH3) yang naik keatas menjadi top product dan liquid H2O keluar dari bagian bawah stripper yang menjadi bottom product yang akan mengalir menuju reboiler (141 C) untuk dipanaskan kembali, sebagian liquid akan menjadi vapor dan dikembalikan lagi menuju Stripper dan sebagaian lainnya akan dialirkan menuju reboiler (142 C) sebagai bottom product yang akan disirkulasikan kembali sebagai media untuk proses scrubing pada unit HP/LP Ammonia Scrubber. Pada H2O tersebut, diusahakan hanya ada Ammonia yang terkandung sekitar kurang dari 0.15% saja, karena jika kandungan Ammonianya masih terlalu tinggi maka akan membahayakan unit keluaran dari LP/HP Ammonia Scrubber yang termasuk unit bagian HRU. Sedangkan untuk NH3 (Ammonia Vapor) yang naik kebagian atas stripper masih memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga perlu adanya pendinginan terlebih dahulu sebelum dialirkan menuju ke 120 C (condenser), pendinginan ini dilakukan dengan cara diberikan Ammonia Cair dengan suhu 370C yang dialirkan atau berasal dari 113 J (refrigerant). Sehingga suhu Ammonia yang dilepas keatas bisa menjadi 600C yang kemudian dialirkan ke 120 C (condenser) untuk dikondensasikan lebih lanjut.

Terdapat 3 instrumen dalam loop pengendalian level Ammonia Stripper ini yaitu Level transmitter (LT 1027), Level control Valve (LCV 1027) dan Level Indicator Controller (LIC 1027).

B. Pengujian Data

Sebelum dilakukannya pengujian data, langkah awal yang harus dilakukan adalah mengambil data maintenance dari historical work order PT Petrokimia Gresik berupa data kegagalan, data perbaikan dan data upah tenaga kerja pada saat perbaikan pada tahun 2007-2012. Dari data kegagalan akan dicari nilai TTF (Time to Failure) masing – masing komponen dan dari data perbaikan akan dicari nilai TTR (Time to repair) masing – masing komponen. Pengolahan data yang dilakukan adalah secara kuantitatif, dimana langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Pengujian Data

Dari data TTF dan TTR tersebut maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian data TTF dan TTR dengan menggunakan Software Weibull ++6. Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan pola distribusi yang sesuai dari data tersebut. Pola distribusi data terbagi menjadi 4 yaitu distribusi weibull, distribusi eksponensial, distribusi normal dan distribusi lognormal. Dari masing – masing distribusi tersebut mempunyai nilai parameter. Nilai parameter yang telah diperoleh dapat digunakan dalam menghitung nilai keandalan, laju kegagalan, maintanaibility, MTTF dan MTTR. Pengujian data akan dilakukan seperti langkah dibawah ini :

1. Memasukkan data TTF (Time to Failure) yang akan dicari distribusinya.

2. Langkah awal dalam melakukan uji distribusi yaitu dengan cara memilih option distribution wizard untuk mendapatkan parameter uji average goodness of fit (AVGOF) dimana semakin besar nilai pada kolom ini mengindikasikan ketidaksesuaian hasil uji distribusi, parameter uji average of plot fit (AVPLOT) yang menunjukkan ukuran yang digunakan untuk mengeplot nilai hasil uji distribusi dan parameter uji likelihood function (LKV), nilai yang paling kecil merupakan nilai terbaik untuk hasil uji distribusi. Selanjutnya adalah memilih begin auto run yang bertujuan untuk mengetahui Rank Regression Estimation (RRX), apabila salah satu distribusi tersebut menunjukkan ranking 1 maka distribusi tersebut adalah distribusi yang paling sesuai untuk digunakan dalam pengujian data.

3. Pada langkah terakhir terdapat implementasi suggestion yang menunjukkan distribusi serta parameter distribusi dari data yang diuji. Sehingga didapatkan distribusi yang paling sesuai dengan parameter-parameter dari distribusi tersebut yang digunakan untuk menghitung nilai kegagalan, dan keandalan

C. Evaluasi Keandalan

Berdasarkan hasil parameter dari uji distribusi data, dapat digunakan dalam mencari nilai keandalan, maintanaibility, dan Availability dengan menggunakan persamaan seperti dibawah ini :

(1.1)

(1.2)

(1.3)

(1.4)

Persamaan 1.1 adalah persamaan keandalan, persamaan 1.2 adalah persamaan laju kegagalan, persamaan 1.3 adalah

(3)

persamaan maintanaibility dari distribusi Weibull sedangkan persamaan 1.4 adalah maintanaibility dari distribusi eksponensial .

Untuk mencari nilai keandalan selama masa operasi 20 tahun dapat menggunkan persamaan 1.1 diatas, karena dari hasil uji distribusi setiap komponen diperoleh distribusi Weibull 3. Hasil dari nilai keandalan akan diplot kedalam sebuah grafik hubungan antara nilai keandalan terhadap waktu.

Berdasarkan nilai parameter dari hasil uji distribusi yang telah diperoleh, nilai laju kegagalan dari masing – masing komponen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1.2 karena dari maisng – masing komponen mempunyai distribusi yang dihasilkan adalah distribusi Weibull. Hasil nilai laju kegagalan dapat digunakan dalam mencari nilai probability failure on demand.

Berdasarkan nilai parameter dari hasil uji distribusi yang telah diperoleh, nilai maintanaibility dari masing – masing komponen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1.3 karena dari komponen LT 1027 dan LCV 1027 mempunyai distribusi yang dihasilkan adalah distribusi Weibull. Sedangkan LIC 1027 mempunyai distribusi eksponensial sehingga menggunakan persamaan 1.4 . Nilai maintanaibility akan diplot kedalam sebuah grafik hubungan antara nilai maintanaibility terhadap waktu.

D. Evaluasi Safety Integrity Level

Nilai Safety Integrity Level dari sebuah plant dapat diketahui dari nilai Safety Integrity Level (SIL), sedangkan nilai SIL diperoleh dari nilai Probability Failure on Demand (PFD) dan Risk Reduction Factor (RRF). Nilai SIL bukanlah hasil perhitungan matematis, melainkan hanya berupa nilai konversi dari nilai PFD dan RRF yang telah didapatkan. Untuk mengkonversikan nilai tersebut digunakan standar IEC 61508, yang dapat dilihat dalam tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1 Safety Integrity Level [IEC 61508]

Nilai Probability Failure on Demand (PFD) dapat dicari dengan menggunakan persamaan 1.5 dan nilai Risk Reduction Factor dapat dicari dengan menggunakan persamaan 1.7 seperti dibawah ini :

(1.5)

. (1.6)

(1.7)

E. Evaluasi Manajemen Resiko

Analisa manajemen resiko ini digunakan dalam mencari resiko – resiko yang dapat merugikan perusahaan karena adanya bahaya yang terjadi. Analisa manajemen resiko ini hanya dilakukan dari penentuan Likelihood resiko, kerugian berdasarkan waktu dan resiko tenaga kerja. Dimana nilai Likelihood resiko dapat dicari dengan menggunakan persamaan 1.8, nilai resiko tenaga kerja dapat dicari dengan menggunakan persamaan 1.9 seperti dibawah ini :

(1.8) RTK = Likelihood x MTTR x Total upah perjam (1.9)

III. HASILDANPEMBAHASAN A. Hasil Evaluasi Keandalan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai keandalan dari masing – masing komponen loop pengendalian level Ammonia Striper selama masa operasi 20 tahun dapat digambarkan kedalam sebuah grafik hubungan antara nilai keandalan terhadap waktu.

Grafik 1. Nilai keandalan

Berdasarkan grafik 1 diatas, dapat dilihat bahwa pada saat masa operasional 8760 jam (1 tahun), komponen LT 1027 mempunyai nilai keandalan sebesar 0.564, komponen LCV 1027 mempunyai nilai keandalan sebesar 0.59 dan komponen LIC 1027 mempunyai nilai keandalan sebesar 0.98 sehingga dapat diketahui bahwa komponen LT 1027 mempunyai nilai keandalan lebih rendah bila dibandingkan dengan komponen LIC 1027 dan LCV 1027, hal ini disebabkan karena komponen LT 1027 sering mengalami kebuntuan pada tubing sensor sehingga menyebabkan indikasi palsu antara sensor LT 1027 yang terdapat dicontrol room dengan LG (level glass) yang terpasang pada plant. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin lama komponen tersebut beroperasi maka nilai kehandalannya dari komponen tersebut semakin kecil, yang artinya komponen tersebut keandalannya dalam beroperasi sudah menurun.

Berdasarkan nilai maintanaibility dari masing – masing komponen dapat digambarkan kedalam sebuah grafik hubungan antara maintanaibility terhadap waktu seperti dibawah ini :

(4)

Grafik 2. Nilai Maintanaibility

Berdasarkan Grafik 2 diatas, dapat dilihat bahwa komponen LT 1027 mempunyai tingkat kemampuan sebesar 1 atau 100% untuk dapat diperbaiki kembali pada saat waktu perawatan selama selang waktu 7 jam, komponen LCV 1027 mempunyai tingkat kemampuan sebesar 1 atau 100% untuk dapat diperbaiki kembali pada saat waktu perawatan selama selang waktu 12 jam dan komponen LIC 1027 mempunyai tingkat kemampuan sebesar 1 atau 100% untuk dapat diperbaiki kembali pada saat waktu perawatan selama selang waktu 14 jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komponen LT 1027 mempunyai waktu perbaikan yang paling cepat sekali, bila dibandingkan dengan komponen LIC 1027 dan LCV 1027. Semakin cepat menunjukkan nilai 1 maka komponen tersebut semakin cepat pula dapat kembali beroperasi secara normal.

Nilai Availability merupakan perbandingan antara waktu rata – rata kegagalan dengan jumlah rata – rata waktu kegagalan dan waktu rata – rata perbaikan. Sehingga dari hasil perhitungan tersebut maka diperoleh nilai availability pada komponen LT 1027 sebesar 0.999967, komponen LCV 1027 sebesar 0.999882 dan komponen LIC 1027 sebesar 0.99992. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dari besarnya nilai Availability tersebut yang mendekati 1, maka komponen – komponen tersebut dalam keadaan semakin baik untuk beroperasi sesuai dengan fungsinya. Dengan demikian semakin tinggi nilai Availability-nya menunjukkan semakin tinggi kemampuan komponen tersebut dalam beroperasi. B. Hasil Evaluasi Keandalan Preventive Maintenance

Evaluasi keandalan dengan preventive maintenance ini mempunyai tujuan agar nilai keandalan dari masing – masing komponen tersebut mempunyai nilai keandalan minimal 0.8. nilai keandalan dari masing – masing komponen dapat dilihat seperti grafik dibawah ini :

Grafik 3 Keandalan Preventive Maintenance LT 1027

Grafik 4 Keandalan Preventive Maintenance LCV 1027

Garfik 5 Keandalan Preventive Maintenance LIC 1027 Berdasarkan grafik 3 diatas bahwa komponen LT 1027 dapat dilakukan preventive maintenance setiap interval waktu 800 jam sekali, pada grafik 4 bahwa komponen LCV 1027 dapat dilakukan preventive maintenance setiap interval waktu 2300 jam sekali, dan dapat dilihat dalam grafik 5 bahwa komponen LIC 1027 dapat dilakukan preventive maintenance setiap interval waktu 40000 jam sekali, dimana setiap interval waktu tersebut berguna untuk menjaga agar nilai keandalan masih berada diatas 0.8. Waktu dilakukannya preventive maintenanace untuk komponen ini cukup lama sekali yaitu 40000 jam sekali, hal ini dikarenakan bahwa komponen ini tingkat keandalannya masih sangat tinggi. Dengan waktu preventive maintenance yang dibutuhkan untuk melakukan

(5)

perawatan maka diharapkan komponen dapat beroperasi atau berjalan dengan baik dalam kurun waktu 20 tahun dengan kerusakan yang seminimum mungkin.

C. Evaluasi Safety Integrity Level (SIL)

Berdasarkan dari hasil perhitungan nilai PFD (Probability Failure on Demand) dan RRF (Risk Reduction Function) dari masing – masing komponen maka sistem pengendalian level Ammonia Stripper termasuk kedalam Tingkatan Safety Integrity Level (SIL) 1. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2. Hasil perhitungan nilai λ, PFD dan RRF (Data PT Petrokimia)

Komponen λ PFD RRF SIL

LT 1027 0.000031678 0.14 7.20 SIL 1 LV1027 0.0000288 0.13 7.94 SIL 1 LIC 1027 0.000009336 0.01 68.03 SIL 1 Dari tabel nilai PFD masing – masing komponen kemudian dapat dicari nilai PFD system loop pengendalian level seperti dibawah ini :

PFD loop = PFDsensor + PFDlogic solver + PFDactuator = 0.14 + 0.13 + 0.01

= 0.28

Dari hasil perhitungan PFD system , maka dapat diketahui bahwa nilai PFD dari sistem sebesar 0.28, nilai tersebut akan dikonversikan kedalam tabel tingkatan SIL. Dari pengkonversian yang sudah dilakukan maka plant pengendalian Level Ammonia Stripper memiliki nilai SIL 1 atau tingkat keamanan dalam tingkatan 1 yang artinya bahwa tingkat keamanan dari plant ini masih sangat rendah. Nilai SIL 1 diperoleh dari nilai PFD system (loop) dan nilai RRF yang dikonversikan kedalam tingkatan SIL yang dapat dilihat dalam tabel 2.1 IEC 61508.

Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa LT 1027 memiliki nilai laju kegagalan yang paling besar dibandingkan dengan komponen LCV 1027 dan LIC 1027 sehingga LT 1027 memiliki nilai PFD yang paling besar pula. Sedangkan komponen LCV 1027 memiliki nilai RRF yang paling besar dibandingkan dengan komponen LT 1027 dan LIC 1027. D. Evaluasi Manajemen Resiko

1. Pennetuan Likelihood

Berdasarkan frekuensi kerusakan suatu komponen yang terjadi dalam suatu periode waktu maka dapat ditentukan nilai Likelihood. Periode waktu yang digunakan adalah selama satu tahun sehingga hasil dari perhitungan likelihood ini adalah berapa kali komponen-komponen pengendalian level Ammonia Stripper tersebut akan rusak dalam waktu satu tahun.

Tabel 4. Nilai Likelihood dan MTTR pada setiap komponen – komponen pengendalian level Ammonia Stripper

Komponen MTTR (jam) Likelihood (kali/tahun)

LT 1027 1.696513 0.17

LCV 1027 6.007167 0.14

LIC 1027 7.223976 0.097

Tabel 4. diatas merupakan hasil perbandingan nilai likelihood resiko dan Waktu rata-rata perbaikan komponen-komponen pengendalian level Ammonia Stripper. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kerugian waktu yang terbuang jika komponen LT 1027 mengalami kerusakan, rata-ratanya adalah sebesar 11.696513 jam, komponen LCV1027 adalah sebesar 6.007167 dan komponen LIC 1027 adalah sebesar 7.223976. Kerugian berdasarkan waktu yang terbuang dapat dilihat dari nilai MTTR per jamnya. Sehingga dari hasil diatas, Komponen LT 1027 mempunyai nilai rata – rata perbaikan yang paling besar dibandingkan dengan komponen LCV 1027 dan LIC 1027, ini berarti komponen LT 1027 juga akan mengalami kerugian waktu yang cukup besar. Dimana kerugian waktu tersebut akan menyebabkan jumlah jam operasional komponen tersebut juga akan berkurang, sehingga akan berdampak juga terhadap proses produksi pupuk yang akan semakin sedikit hasil produksinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa Hubungan kerugian berdasarkan waktu dengan nilai likelihood adalah jika nilai rata-rata perbaikan semakin besar dan nilai likelihood juga besar maka kerugian akan kehilangan waktu produksi akan semakin besar pula 2. Kerugian berdasarkan biaya perbaikan

Kerugian berdasarkan biaya perbaikan ini merupakan biaya yang ditanggung perusahaan karena adanya perbaikan terhadap kerusakan yang terjadi pada komponen-komponen pengendalian level Ammonia Stripper. Biaya ini terdiri dari biaya penggantian spare part, biaya tenaga kerja dan konsekuensi operasional perusahaan.

Tabel 5. Biaya Penggantian Komponen Pengendalian Level Ammonia Stripper

Nama Komponen Biaya penggantian Komponen

LT 1027 17.000.000,00

LCV 1027 70.000.000,00

LIC 1027 783.000.000,00

Total 870.000.000,00

Dapat dilihat dalam tabel 5 diatas bahwa komponen LIC 1027 merupakan komponen paling mahal jika terjadi kerusakan, Hal ini dikarenakan LIC 1027 Ammonia Stripper PT.Petrokimia tergabung dalam satuan DCS, jarang sekali sebuah LIC yang dalam kasus ini tergabung dalam DCS mengalami kerusakan. Kerugian berikutnya adalah kerugian berdasarkan biaya tenaga kerja. Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan disini adalah biaya tenaga kerja perawatan yang dialokasikan untuk menangani komponen – komponen LT 1027, LCV 1027 dan LIC 1027.

Rincian untuk biaya tenaga kerja dapat dilihat dalam tabel 6 sebagai berikut:

(6)

Tabel 6. Perincian biaya tenaga kerja untuk komponen – komponen Pengendalian Level Ammonia Stripper

Nama Komponen Jumlah Tenaga kerja Total Upah/jam LT 1027 4 Rp 118800,00 LCV 1027 5 Rp 161000,00 LIC 1027 3 Rp 96600 Total Rp. 376.400

Tabel 6 diatas adalah tabel rincian upah tenaga kerja per jamnya yang akan digunakan dalam mencari nilai Resiko tenaga kerja. Biaya total tenaga kerja atau total konsekuensi resiko tenaga kerja selama satu tahun bisa didapatkan dengan mengalikan total upah tenaga kerja perjam-nya dengan total perkalian MTTR dengan likelihood yang hasilnya dapat dilihat dalam tabel 7 seperti dibawah ini :

Tabel 7. Resiko Tenaga Kerja

Komponen RTK

LT 1027 Rp 34.262,77 LCV 1027 Rp 135.401,54

LIC 1027 Rp 67.690,099

Berdasarkan hasil perhitungan total konsekuensi pada tabel 7 diatas, didapat bahwa biaya yang harus dikeluarkan perusahaan ketika komponen-komponen pengendalian level Ammonia Stripper mengalami kerusakan adalah sebesar Rp 237.354,41 pertahun dan untuk biaya preventive maintenance tiap tahun sebesar Rp 1.851.329,- dengan rincian pada tabel dibawah ini

Tabel 8 Rincian biaya preventive tiap tahun

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan, analisis data dan pembahasan, maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil perhitungan dari data maintenance

PT Petrokimia Gresik didapatkan nilai PFD

(Probability Failure on Demand) dari sistem

pengendalian Level Ammonia Stripper sebesar 0.2,

sehingga plant tersebut masih termasuk kedalam

tingkatan Safety Integrity Level (SIL) 1.

2. Berdasarkan perhitungan nilai keandalan dari

masing – masing komponen, maka komponen LT

1027 memiliki nilai keandalan yang paling rendah

sebesar 0.564 bila dibandingkan dengan komponen

LCV 1027 sebesar 0.59 dan LIC 1027 sebesar 0.98

dalam kurun waktu 1 tahun.

3. Dari hasil perhitungan nilai keandalan pada masing

– masing komponen maka seharusnya dapat

dilakukan preventive maintenance untuk komponen

LT 1027 minimal 800 jam sekali, komponen LCV

1027 minimal 2300 jam sekali dan komponen LIC

1027 minimal 40000 jam sekali dengan tujuan untuk

menjaga nilai kehandalan minimal 0.8.

4. Manajemen resiko dari segi kerugian biaya yang

dikeluarkan oleh PT Petrokimia Gresik untuk

preventive

maintenance

adalah

sebesar

Rp.

1.851.329,00 pertahun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis E.M mengucapkan banyak terima kasih kepada PT. Petrokimia Gresik atas kesempatan dan bantuan yang diberikan selama pengambilan data penelitian dan seluruh civitas akademik Teknik Fisika ITS atas segala bantuan, bimbingan dan kerjasama yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dhillon, B.S. 2005. Reliability, Quality, and Safety for Engineers. USA : CRC Press.

[2] Ebeling,Charles E. 1997. An Introduction to Reliability and

Maintainability Engineering. Singapore : The McGraw-Hill Companies.

[3] Globe, William M. 1998. Control System Safety Evaluation & Reliability. Amerika : The united stated of America

[4] Macdonald, Dave. 2004. Practical Hazops, Trips and Alarm. Cape Town : An Imprint of Elsevier.

[5] Smith, David J. 2001. Reliability, Maintanaibility and Risk. Oxford paris : Linacre House - Jordan Hill.

[6] Smith, David J. 2004. Functional Safety. Oxford paris : Linacre House - Jordan Hill.

[7] Stapelberg, Rudolph Frederick. 2009. Handbook of Reliability,

Availability, Maintanaibility and Safety in Engineering Design. London

: GriffthUniversity

[8] Wisandiko, Anugrah Okta. 2011. Analisa Keandalan, Keamanan, dan

Manajemen Resiko pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas Blok 2.2 Di PLTGU PT PJB UP Gresik dengan Menggunakan Pendekatan Kuantitatif. Surabaya : Teknik Fisika-ITS.

[9] Wisudana, Rewijian. G. 2011. Analisa Safety, Manajemen Resiko dan

Pengendalian Pada Sistem Pengendalian Level LP Drum Waste Heat Boiler PT. Petrokimia Gresik. Surabaya : Teknik Fisika – ITS.

Gambar

Tabel 1 Safety Integrity Level [IEC 61508]
Grafik 2. Nilai Maintanaibility
Tabel  2.  Hasil  perhitungan  nilai  λ,  PFD  dan  RRF  (Data  PT  Petrokimia)
Tabel    6.  Perincian  biaya  tenaga  kerja  untuk  komponen  –                    komponen Pengendalian Level Ammonia Stripper

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, dalam Tugas Akhir ini akan dirancang aplikasi permainan berjudul “Memory card Kemerdekaan” yang bertujuan untuk memberikan pembelajaran sejarah

Berdasarkan analisis dan evaluasi yang dilakukan menggunakan teori business model canvas serta analisis SWOT, terdapat beberapa hal yang perlu untuk dievaluasi terkait

Hasil belajar siswa sebelum menggunakan model pembelajaran ini sebesar 62,6% (tergolong kategori cukup baik), setelah digunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (P2M) ini bertujuan untuk (1) meningkatkan pemahaman guru SD di Kecamatan Busungbiu mengenai konsep kurikulum 2013, (2) meningkatkan

Gambaran mengenai variabel pendidikan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angka melek huruf menurut provinsi, variabel pendapatan digambarkan dengan menggunakan angka

Hasil simulasi dari rancangan antena mikrostrip patch persegi panjang planar array 6 elemen dengan teknik pencatuan aperture coupled mampu beroperasi pada

Dari beberapa hasil simpulan tersebut, dijelaskan bahwa peneliti dapat merealisasikan dengan sangat baik dan telah mencapai indikator keberhasilan, didalamnya

Hasil dari penelitian ini adalah nilai pendugaan parameter genetik untuk nilai (1) heterosis bahwa hibrida yang mempunyai nilai heterosis tertinggi untuk jumlah benih adalah IPBC