PENGARUH SALINITAS OPTIMUM TERHADAP SURFAKTAN PADA
LAPANGAN X
Hardianti1), Sugiatmo Kasmungin2), Havidh Pramadika3), Eti Suryati4), Tommy Rinanto Suhadi5), Yunita Yulianti6)
1),2),3) Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi Universitas Trisakti
4),5) PT. PERTAMINA Upstream Technical Center
6) Laboratorium Enhanced Oil Recovery Research Technology Center – PT. PERTAMINA E-mail: [email protected]
Abstrak
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui salinitas optimum surfaktan dapat bekerja. Sebelum dilakukannya uji laboratorium terlebih dahulu dilakukan screening criteria for EOR methods. Screening criteria for EOR methods yang cocok untuk lapangan X yaitu chemical flooding yang salah satu bahan kimianya surfaktan. Pada penelitian ini dilakukan pengujian compatibility, phase
behavior, interfacial tension untuk mengetahui CMC berdasarkan nilai IFT
menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer yang pengujiannya menggunakan campuran fluida reservoir Lapangan X dan surfaktan. Selanjutnya dilakukan uji
salinity scan pada surfaktan dengan variasi salinitas. Variasi salinitas pada
penelitian ini yaitu 10000 ppm, 20000 ppm, 30000 ppm, 40000 ppm dan 50000 ppm. Hasil penelitian surfaktan dengan variasi salinitas yang dilarutkan menggunakan synthetic brine yang dimana surfaktan memiliki salinitas optimum dapat bekerja pada salinitas 30000 ppm sebesar 0,000215 dyne/cm.
Kata kunci: surfaktan, kompatibilitas, kelakuan fasa, tegangan antarmuka, salinitas Pendahuluan
Lapangan produksi minyak PT. PERTAMINA umumnya diproduksikan mengandalkan pada daya dorong alami, pada suatu saat produksi menjadi sangat menurun dan tidak lagi ekonomis. Sementara sisa cadangan yang tidak terambil masih cukup besar, secara umum diketahui produksi minyak pada primary recovery rata-rata 30% dari jumlah cadangan, sehingga masih tersisa sekitar 70% yang menjadi peluang untuk diproduksikan (PT. Pertamina,2015). Adapun beberapa lapangan minyak di Indonesia yang telah menerapkan teknologi injeksi air, saat ini kinerja produksinya mempunyai water cut yang sangat tinggi (Sugihardjo, 2001). Selain itu (Doddy Basalamah, Tanpa Tahun) menginjeksikan air ke dalam reservoir tidak serta merta membuat semua minyak yang ada didalam reservoir dapat diperoleh ke permukaan. Dengan demikian akan tertinggal minyak yang tidak dapat diproduksikan atau terdapat saturasi minyak tersisa. Hal tersebut diatas menjadi salah satu alasan pertimbangan dilakukan proyek EOR. Hal lain yang menjadi pertimbangan dilakukannya metode EOR yaitu mengingat masih besarnya jumlah sisa minyak yang tertinggal masih ekonomis akan tetapi sudah tidak lagi dapat diambil dengan cara primary recovery ataupun dengan cara secondary recovery. Meskipun metode EOR ini memerlukan biaya sangat mahal dan resiko kegagalan cukup tinggi, sehingga diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam setiap pengambilan keputusan. Untuk memperkecil resiko kegagalan dilakukan kajian
melakukan kajian mengenai compatibility campuran antara fluida reservoir dan surfaktan, kajian mengenai phase behavior campuran antara fluida reservoir dan surfaktan, kajian mengenai interfacial tension campuran antara fluida reservoir dan surfaktan dengan menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer, kajian mengenai aqueous stability campuran antara synthetic brine dan surfaktan, kajian mengenai phase behavior campuran antara
synthetic brine dan surfaktan serta kajian mengenai interfacial tension campuran antara synthetic brine dan surfaktan dengan menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan apabila nantinya akan dilakukan penerapan chemical injection khususnya pada Lapangan X milik PT. PERTAMINA.
Studi Pustaka
Enhanced Oil recovery atau EOR merupakan metode yang digunakan untuk
meningkatkan perolehan hidrokarbon pada suatu sumur dengan menginjeksikan fluida ataupun energi dari luar ke dalam reservoir. Tujuan dilakukannya EOR yaitu untuk mengambil sisa minyak yang masih ekonomis akan tetapi sudah tidak lagi dapat diambil dengan cara primary recovery ataupun dengan cara secondary recovery. Primary recovery merupakan suatu metode yang dilakukan untuk memproduksi hidrokarbon dengan memanfaatkan energi alami yang terkandung dalam reservoir itu sendiri, pada tahap
primary recovery hanya sebagian kecil dari hidrokarbon yang diproduksi, biasanya sekitar
10% untuk reservoir minyak. Sedangkan secondary recovery merupakan suatu metode yang dilakukan dengan menginjeksikan air (water flood) atau gas (gas flood) kedalam sumur yang tujuannya untuk menggantikan tekanan yang hilang. Sedangkan untuk tahap tertiary recovery meskipun pada tahap ini menggunakan metode tambahan yang mahal dan sukar untuk dapat diprediksi akan tetapi hidrokarbon yang dapat diproduksi sekitar 30% sampai dengan 60% dari potensi total minyak. Menurut proses dalam EOR dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kategori yaitu :
1. Thermal injection : steam injection dan in-situ combustion.
2. Gas injection : CO2, N2 dan LPG.
3. Chemical injection : surfactant, alkaline dan polymer. 4. Microbial Enhanced Oil Recovery
Dari ke empat proses dalam EOR tersebut pada dasarnya untuk meningkatkan
recovery factor dengan mengubah sifat fisik fluida maupun sifat fisik batuan. Misal seperti
halnya surfaktan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka. Surfaktan
Surfaktan atau surface active agent adalah suatu senyawa kimia yang mengandung gugus hidrofilik (suka air) dan gugus lipofilik (suka minyak) pada molekul yang sama (Larry W. Lake, 1989). Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan antarmuka atau interfacial tension antar dua fasa yang berbeda derajat polaritasnya.
Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration atau CMC. Tegangan antarmuka akan menurun hingga CMC tercapai setelah tegangan antarmuka akan konstan (Larry W. Lake, 1989).
(Myers, 1946) menjelaskan bahwa pada umumnya surfaktan dapat digolongkan menjadi empat golongan. Berikut adalah klasifikasi surfaktan berdasarkan muatan yang juga dikemukakan oleh Lake (1989), yaitu :
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. 2. Surfaktan Kationik
Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkil terikat pada suatu kation. 3. Surfaktan Nonionik
Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian hidrofobnya tidak bermuatan. 4. Surfaktan Amfoter
Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif.
Tahapan Pemilihan Surfaktan di Laboratorium
Sebelum surfaktan diaplikasikan pada EOR ada serangkaian tes yang harus dilakukan, diantaranya :
1. Uji Compatibility
Untuk melihat kecocokan surfaktan terhadap air formasi. Surfaktan dianggap
compatible apabila larutan tetap jernih setelah surfaktan dilarutkan dengan air formasi.
2. Uji Phase Behavior
Uji phase behavior bertujuan untuk melihat interaksi antara larutan surfaktan dengan minyak serta apakah terbentuk mikroemulsi saat larutan surfaktan dan minyak disatukan didalam pipet ukur 10 mL.
3. Uji Interfacial Tension
Untuk mengetahui nilai tegangan antarmuka surfaktan dengan minyak. Yang di tetapkan oleh SKK MIGAS untuk dapat lolos ke tahap selanjutnya yaitu nilai IFT berada pada orde10-3 dyne/cm (Research and Development Injection Center for Oil and Gas Technology, 2008).
Pengukuran Interfacial Tension
Interfacial tension atau tegangan antarmuka merupakan parameter yang sangat
penting untuk menentukan apakah suatu jenis surfaktan baik atau tidak sebagai injection
chemical. Pada teknik chemical flooding ini dibutuhkan nilai IFT yang sangat rendah
(ultralow IFT), yaitu berkisar antara 10-2-10-3 dyne/cm. Semakin rendah nilai tegangan antarmuka minyak dan air, maka akan mempermudah proses pengaliran tetesan-tetesan minyak yang terperangkap dalam batuan. Pengukuran nilai IFT ini menggunakan instrumentasi Spinning Drop Tensiometer.
Dalam menghitung nilai IFT menggunakan rumus :
ϒ = 1,44 x 10-7 x Δρ x D3 x θ2 (1)
Keterangan :
ϒ = Interfacial Tension (dyne/cm)
Δρ = Density difference absolute (g/cm3) D = Diameter (mm)
θ = Rotation in rpm Metodologi Penelitian
Untuk sampai pada tahap metode EOR perlu dilakukan screening criteria for EOR
serangkaian uji laboratorium untuk memperoleh surfaktan yang memenuhi kriteria. Metodologi penelitian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji compatibility, phase
behavior dan interfacial tension. Dalam penelitian ini berpacu pada parameter yang
diberikan oleh SKK MIGAS. Selain itu, adapun pengujian salinity scan yang dimana pada pengujian ini bertujuan untuk mengetahui salinitas optimum suatu surfaktan dapat bekerja. Berikut dibawah ini adalah gambar tahapan pelaksanaan pemilihan surfaktan di laboratorium.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian Hasil dan Pembahasan
Sebelum melakukan uji laboratorium perlu dilakukan kriteria pemilihan metode EOR terlebih dahulu untuk mengetahui metode EOR yang tepat untuk diaplikasikan. Pada penelitian ini screening criteria metode EOR yang tepat adalah chemical flooding yaitu salah satunya dengan menggunakan bahan kimia surfaktan. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Enhanced Oil Recovery Research Technology Center – PT. PERTAMINA. Pengujian yang dilakukan yakni uji compatibility, phase behavior dan interfacial tension test dengan menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer.
Berikut adalah tabel uji compatibility surfaktan variasi konsentrasi. Tabel 1. Hasil Uji Compatibility Surfaktan
Sampel Surfaktan
Konsentrasi Surfaktan (%)
Hasil Uji Compatibility Keterangan
0,1 Jernih Lolos uji compatibility
0,5 Jernih Lolos uji compatibility
1,0 Jernih Lolos uji compatibility
1,5 Jernih Lolos uji compatibility
2,0 Jernih Lolos uji compatibility
Selanjutnya dilakukan pengujian phase behavior, dibawah ini adalah tabel hasil uji phase behavior surfaktan.
Tabel 2. Hasil Uji Phase Behavior Surfaktan
Sampel Surfaktan
Konsentrasi Surfaktan (%)
Tipe WINSOR Keterangan
0,1 - Tidak ada emulsi
0,5 III
1,0 I
1,5 I
2,0 I
Berikut dibawah ini merupakan kurva hubungan antara nilai IFT vs konsentrasi surfaktan.
dilakukan dengan variasi salinitas yang dilarutkan menggunakan synthetic brine. Variasi salinitas brine yaitu 10000 ppm, 20000 ppm, 30000 ppm, 40000 ppm dan 50000 ppm. Surfaktan memiliki salinitas optimum dapat bekerja pada salinitas 30000 ppm sebesar 0,000215 dyne/cm.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada larutan surfaktan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada pengujian compatibility tidak adanya endapan dan warna yang jernih mengindikasikan bahwa surfaktan tersebut dapat terlarut dengan air formasi Lapangan X.
2. Pengujian phase behavior dapat dijadikan acuan untuk melihat interaksi antara surfaktan dengan minyak serta apakah terbentuknya emulsi.
3. Variasi konsentrasi surfaktan dalam pengujian IFT dengan Spinning Drop Tensiometer dapat mengetahui CMC berdasarkan nilai IFT. Dimana tegangan antarmuka akan menurun apabila telah mecapai CMC.
4. Hasil penelitian surfaktan dengan variasi salinitas yang dilarutkan menggunakan
synthetic brine yang dimana surfaktan memiliki salinitas optimum dapat bekerja pada
salinitas 30000 ppm sebesar 0,000215 dyne/cm. Ucapan Terima kasih
Terima kasih disampaikan kepada PT. PERTAMINA Upstream Technical Center yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan kepada penulis untuk mengikut sertakan penulis dalam project yang dilaksanakan di Laboratorium Enhanced Oil Recovery
Research Technology Center – PT. PERTAMINA dan memfasilitasi penulis selama
melakukan penelitian. Daftar pustaka
Lake, Larry W., 1989, Enhanced Oil Recovery. Englewood Cliffs : Prentice Hall, Inc. Myers, Drew., 1946, Surfactant Science and Technology 3rd ed. United States of America: Wiley Interscience A John Wiley & Sons, Inc., Publication.
PT. Pertamina, 2015, Laporan Akhir Pekerjaan Optimasi Proses dan Kinetika Reaksi serta Formulasi Surfaktan SLS Berbahan Baku Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Enhanced Oil Recovery, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Research and Development Injection Center for Oil and Gas Technology, 2008, Standard Operation Procedure For Laboratory Screening Of ASP, Lemigas.
Sugihardjo, 2001, Kelakuan Fasa Campuran Antara Reservoar-Injeksi-Surfaktan Untuk Implementasi Water Flooding, Proceeding Simposium Nasional IATMI.