• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Aspal Emulsi Anionik Dengan Menggunakan Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus Sebagai Bahan Pengemulsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pembuatan Aspal Emulsi Anionik Dengan Menggunakan Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus Sebagai Bahan Pengemulsi"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN ASPAL EMULSI ANIONIK DENGAN MENGGUNAKAN SURFAKTAN ALKIL BENZENA SULFONAT RANTAI LURUS

SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

LUSIA ANANDA NASUTION 100822024

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012

(2)

Judul : PEMBUATAN ASPAL EMULSI ANIONIK DENGAN MENGGUNAKAN SURFAKTAN ALKIL BENZENA SULFONAT RANTAI LURUS SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI

Kategori : SKRIPSI

Nama : LUSIA ANANDA NASUTION

Nomor Induk Mahasiswa : 100822024

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di,

Medan, Juli 2012 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Thamrin, M.Sc Dr. Yugia Muis, M.Si NIP. 19600704198031003 NIP. 195310271980032003

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(3)

PERNYATAAN

PEMBUATAN ASPAL EMULSI ANIONIK DENGAN MENGGUNAKAN SURFAKTAN ALKIL BENZENA SULFONAT RANTAI LURUS

SEBAGAI BAHAN PENGEMULSI SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

(4)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala nikmat Iman, Islam dan Ihsan, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Allah sebagai patron insan terbaik, Rasulullah Muhammad, sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini dengan sebaik mungkin.

Keberhasilan dari penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

Orangtua penulis, buat Ayahanda Alm. Abdul Rolib Nasution,SH dan Ibunda Nurmawani Siagian yang selalu sabar dan mendoakan, memberi perhatian, dan menjadikan inspirasi di setiap langkah hidup saya. Kepada adik saya tersayang Adhe Yuta Nasution, SKM yang selalu memotivasi dan menginspirasi disetiap langkah hidup saya.

Ibu Dr. Yugia Muis, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Thamrin, M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta motivasi kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs.Albert Pasaribu,M.Sc selaku ketua dan sekertaris Departemen Kimia FMIPA USU yang telah mensyahkan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Kimia yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan. Staf Kimia Polimer FMIPA USU, Bang Edi. Sahabat terbaik yang selalu mengerti, membantu, dan berbagi dalam suka dan duka, Lisik Wahyuni. Ketua Tim QC dan R&D PT Lambang Utama, sebagai atasan, teman kerja dan teman berbagi yang pengertian dan telah banyak membantu Nelly,SE. Teman terbaik yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selalu memberi semangat dan dukungan serta banyak mengajarkan penulis arti kehidupan sesungguhnya.

Hanya Allah yang dapat membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap Allah memberikan Berkah-Nya berlipat ganda kepada kalian, amin ya Rabbalalamin. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya penulis.

Medan, Juli 2012 Penulis

(5)

ABSTRAK

Dalam penelitian ini, telah dilakukan penelitian pembuatan aspal emulsi dan telah dipelajari pengaruh penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus yang bersifat anionik sebagai bahan pengemulsi terhadap nilai viskositas dan sifat morfologi. Dari data penelitian pembuatan aspal emulsi anionik dengan variasi pencampuran aspal, air dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus diperoleh hasil viskositas optimum yang diukur dengan alat viskosimeter Brookfield sebesar 15.000 senti poise dan hasil optimum morfologi yang dilihat dari foto alat mikroskop pemindai elektron menunjukkan struktur aspal semakin baik dan rapat setelah penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.

(6)

The manufacturing process of anionic asphalt emulsion with linier

alkyl benzene sulfonate surfactant as emulsifying agent

ABSTRACT

In this research, have been done a manufacturing process of asphalt emulsion and a study about the effect towards the viscosity value and morphology characteristic by increasing the linier alkyl benzene sulfonate, one of anionic surfactant as emulsifying agent. A research using the mixture of asphalt, water and linier alkyl benzene sulfonate surfactant has obtained the optimum viscosity. A measurement was conducted with a Brookfield viskosimeter showed 15.000 senti poise. The optimum morphology characteristic can be seen from the scanning electron microscope photograph showed the structure of asphalt is getting better in quality and density after the addition of linier alkyl benzene sulfonate surfactant.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR SINGKATAN xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang 1

1.2Permasalahan 2

1.3Pembatasan Masalah 3

1.4Tujuan Penelitian 3

1.5Manfaat Penelitian 3

1.6Metodologi Penelitian 4

1.7 Lokasi Penelitian 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal 5

2.2 Sumber Aspal 5

2.3 Jenis-Jenis Aspal 6

2.3.1 Aspal Alamiah 6

2.3.2 Aspal Batuan 7

(8)

2.3.4 Aspal Beton 7

2.4 Kandungan Aspal 8

2.5 Aspal Iran 9

2.6 Aspal Emulsi 10

2.6.1 Jenis-Jenis Aspal Emulsi 10

2.7 Emulsi 11

2.7.1 Sifat-Sifat Emulsi 11

2.8 Surfaktan 13

2.8.1 Pemakaian Surfaktan 14

2.8.2 Jenis-Jenis Surfaktan 14

2.9 Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus 15 2.9.1 Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena

Sulfonat Rantai Lurus 15

2.10 Mikroskop Pemindai Elektron 17

2.10.1 Prinsip Kerja Mikroskop Pemindai Elektron 17 2.10.2 Aplikasi Mikroskop Pemindai Elektron 19

2.11 Viskositas 19

2.11.1 Konsep Viskositas Aspal 20

2.11.2 Kepekaan Aspal Terhadap Temperatur 21

2.11.3 Viskoelastisitas Aspal 21

2.11.4 Penuaan Aspal 22

2.11.5 Viskositas Aspal Dengan Alat

Viskosimeter Brookfield 22

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Bahan-Bahan Kimia Yang Digunakan Dalam

Penelitian 24

3.2 Alat -Alat Yang Digunakan Dalam Penelitian 24

(9)

3.3.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik 25 3.3.2 Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 25 3.3.3 Karakterisasi Dengan Alat Mikroskop

Pemindai Elektron 26

3.4 Bagan Penelitian 27

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik 27 3.4.2 Proses Pengujian Viskositas Aspal Emulsi Anionik 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 29

4.1.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 29

4.1.2 Hasil Uji Morfologi Aspal 31

4.2 Pembahasan 35

4.2.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 35

4.2.2 Hasil Uji Morfologi Aspal 35

4.2.2.1 Hasil Uji Morfologi Aspal Murni 35 4.2.2.2 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik

Variasi Aspal : Aquades : Surfaktan (55:40:5) 36 4.2.2.3 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik

Variasi Aspal : Aquades : Surfaktan (40:40:20) 36

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 38

5.2 Saran 39

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Proses Pemisahan Aspal 6

Gambar 2 Kandungan Aspal 8

Gambar 3 Struktur Molekul Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus 16 Gambar 4 Proses Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena

Sulfonat Rantai Lurus 16

Gambar 5 Skema Mikroskop Pemindai Elektron 18

Gambar 6 Sinyal Pemindai Elektron 19

Gambar 7 Grafik Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 30 Gambar 8 Foto hasil uji morfologi aspal murni pada

pembesaran 1000 kali 31

Gambar 9 Foto hasil uji morfologi aspal murni pada

pembesaran 2500 kali 32

Gambar 10 Foto hasil uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik Variasi Aspal : Aquades : Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai

Lurus (55:40:5) pada pembesaran 1000 kali 33 Gambar 11 Foto hasil uji Morfologi Aspal emulsi anionik variasi

Aspal : Aquades : Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai

(12)

DAFTAR SINGKATAN

RS : Rapid Setting

MS : Medium Setting

SS : Slow Setting

W/O : Water in Oil

O/W : Oil in Water

Atm : Atmosfer

IP : Indeks Penetrasi

mPa.s : Milli Pascal Second

SCR : Strip Chart Recorder

HMAC : Hot Mix Asphalt Concrete

CTD : Cathode Ray Tube

rpm : round per minute

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peralatan Penelitian

a. Viskosimeter Brookfield b. Mikroskop Pemindai Elektron Lampiran 2. Bahan Penelitian

a. Aspal

b. Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus Lampiran 3. Pengaplikasian Aspal

(14)

ABSTRAK

Dalam penelitian ini, telah dilakukan penelitian pembuatan aspal emulsi dan telah dipelajari pengaruh penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus yang bersifat anionik sebagai bahan pengemulsi terhadap nilai viskositas dan sifat morfologi. Dari data penelitian pembuatan aspal emulsi anionik dengan variasi pencampuran aspal, air dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus diperoleh hasil viskositas optimum yang diukur dengan alat viskosimeter Brookfield sebesar 15.000 senti poise dan hasil optimum morfologi yang dilihat dari foto alat mikroskop pemindai elektron menunjukkan struktur aspal semakin baik dan rapat setelah penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.

(15)

The manufacturing process of anionic asphalt emulsion with linier

alkyl benzene sulfonate surfactant as emulsifying agent

ABSTRACT

In this research, have been done a manufacturing process of asphalt emulsion and a study about the effect towards the viscosity value and morphology characteristic by increasing the linier alkyl benzene sulfonate, one of anionic surfactant as emulsifying agent. A research using the mixture of asphalt, water and linier alkyl benzene sulfonate surfactant has obtained the optimum viscosity. A measurement was conducted with a Brookfield viskosimeter showed 15.000 senti poise. The optimum morphology characteristic can be seen from the scanning electron microscope photograph showed the structure of asphalt is getting better in quality and density after the addition of linier alkyl benzene sulfonate surfactant.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspal konvensional yang biasa digunakan sebagai bahan campuran panas cenderung memiliki viskositas rendah, titik lembek rendah dan mudah dipengaruhi suhu atau beban yang melintas di atasnya. Pada siang hari di Indonesia dengan suhu yang tinggi ditambah dengan adanya beban dari lalu lintas yang besar akan semakin memperbesar kemungkinan perkerasan kelenturan jalan akan mengalami kerusakan yang permanen. Sementara itu terkait dengan curah hujan yang tinggi, air hujan akan sering menggenangi permukaan jalan. Jenis kerusakan karena pengaruh air adalah lubang. Sekali lubang terbentuk maka air akan tertampung di dalamnya sehingga dalam hitungan minggu lubang yang semula kecil dapat membesar lebih cepat. Selain itu kerusakan pada jalan aspal umumnya berkaitan dengan beban roda yang berat, peningkatan tekanan beban, eskalasi atau meningkatnya jumlah lalu lintas dan kerusakan kelembaban (Brown, 1990)

Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan dari aspal konvensional tersebut adalah dengan menggunakan aspal modifikasi sebagai material campuran. Para peneliti aspal telah memfokuskan perhatian pada sifat-sifat pemodifikasi aspal yang diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dan aditif polimer. Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer yang sesuai pada campuran aspal dapat meningkatkan kontribusi pengikat aspal untuk kinerja pengaspalan (Terrel, 1986 dan Khosia, 1989).

(17)

kationik dengan tambahan bahan penguat yang menghasilkan aspal emulsi yang mempunyai daya rekat tinggi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang pembuatan aspal emulsi anionik dengan menggunakan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus sebagai bahan pengemulsi. Diharapkan dalam penelitian ini penggunaan bahan pengemulsi tersebut dapat meningkatkan nilai viskositas dan mempelajari sifat morfologi dari beberapa variasi pembuatan aspal emulsi anionik yang dihasilkan.

1.2 Permasalahan

Adapun permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Apakah aspal dapat bercampur secara sempurna dengan menggunakan bahan pengemulsi surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.

2. Menentukan nilai viskositas dan mempelajari sifat morfologi pada pembuatan aspal emulsi anionik dari beberapa variasi berat antara aspal, air dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Sampel yang digunakan yaitu aspal produksi asal Iran dengan type grade 60/70 yang diperoleh dari distributor PT. Gudang Aspal 51 Medan-Sumatera Utara. 2. Bahan polimer yang digunakan yaitu surfaktan alkil benzena sulfonat rantai

lurus yang diperoleh dari laboratorium PT. Lambang Utama, Medan-Sumatera Utara.

1.4 Tujuan Penelitian

(18)

1. Untuk mengetahui teknik pembuatan aspal emulsi anionik dengan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.

2. Untuk menentukan nilai viskositas dan mempelajari sifat morfologi pada pembuatan aspal emulsi anionik dari beberapa variasi berat aspal, air dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan dan pengaruh penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus sebagai bahan pengemulsi dalam pembuatan aspal emulsi anionik.

2. Sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan pembangunan jalan lalu lintas agar kualitas aspal sebagai bahan dasar jalan raya menjadi lebih baik.

1.6. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium, dimana pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :

1. Tahap pembuatan aspal emulsi anionik

Pada tahap ini, dilakukan pencampuran variasi aspal dan variasi surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus lalu dipanaskan pada suhu 120 oC ± 10 oC.

2. Tahap pengujian aspal emulsi anionik

Untuk pengujian dilakukan uji viskositas dan uji morfologi.

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

(19)

- Variabel Tetap : suhu, waktu dan air.

- Variabel Terikat : uji viskositas dan uji morfologi.

1.7. Lokasi Penelitian

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Aspal yang mengandung lilin lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak ataupun mengeras. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan (Sukirman, 2003).

Aspal bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, mempunyai daya lekat, mengandung bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami dan terlarut dalam karbondisulfida (Wignall, 2003).

2.2 Sumber Aspal

(21)

Gambar 1. Proses Pemisahan Aspal

2.3 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya sebagai berikut :

2.3.1 Aspal Alamiah

(22)

2.3.2 Aspal Batuan

Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang dipadatkan dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi diberbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil tetapi kebutuhan transportasi yang tinggi membuat aspal terbatas pada daerah-daerah tertentu saja (Oglesby, 1996).

2.3.3 Aspal Minyak Bumi

Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Michigan, Illinois, Mid-Continent, Gulf-Coastal, Rocky Mountain, California, dan Alaska. Sumber-sumber asing termasuk Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah. Sebesar 32 juta ton aspal minyak bumi telah digunakan pada tahun 1980 (Oglesby, 1996).

2.3.4 Aspal Beton

Aspal beton merupakan aspal yang paling umum digunakan dalam proyek-proyek konstruksi seperti permukaan jalan, bandara, dan tempat parkir. Aspal ini terbagi atas beberapa jenis yaitu :

1. Aspal Beton Campuran Panas, diproduksi dengan memanaskan aspal untuk mengurangi viskositas, dan pengeringan agregat untuk menghilangkan uap air sebelum pencampuran. Pencampuran dilakukan pada temperatur sekitar 300oF (150ºC) untuk aspal polimer modifikasi dan aspal semen sekitar temperatur 200oF (95ºC). Pemadatan dilakukan pada saat aspal cukup panas. HMAC (Hot Mix Asphalt Concrete) merupakan jenis aspal yang paling umum dipakai pada jalan raya.

(23)

3. Aspal Beton Campuran Dingin, dipoduksi oleh bahan pengemulsi aspal dalam air dan sabun sebelum pencampuran dengan agregat.

4. Aspal Beton, diproduksi dengan melarutkan bahan pengikat dalam minyak tanah atau fraksi yang lebih ringan dari minyak bumi sebelum pencampuran dengan agregat.

5. Aspal Beton Mastis, diproduksi dengan memanaskan aspal keras dalam pencampuran panas sampai menjadi cairan yang lebih kental kemudian menambahkan agregat (Oglesby, 1996).

2.4 Kandungan Aspal

Dari sudut pandang kualitatif aspal terdiri dari dua kelas utama senyawa, yaitu asphaltene dan maltene. Asphaltene mengandung campuran kompleks hidrokarbon (5%-25%), terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium. Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturated, aromatis, dan resin. Strukturnya kandungan aspal dapat dilihat pada gambar 2 di bawah (Nuryanto, 2008).

Gambar 2. Kandungan aspal

Dari gambar 2 terlihat struktur kandungan aspal dimana masing-masing komponen memiliki struktur, komposisi kimia dan sifat reologi bitumen yang berbeda. Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua yang berbentuk solid atau semi

(24)

H/C yaitu 1,3 - 1,4, memiliki berat molekul antara 500-50000, dan larut dalam n-heptan. Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, didominasi oleh cincin tidak jenuh, berat molekul 300-2000, terdiri dari senyawa naften aromatik dan mengandung 40-65% dari total bitumen. Saturate merupakan senyawa yang berbentuk cairan kental non polar, berat molekul hampir sama dengan aromatis, tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil napthene, dan aromatis, mengandung 5-20% dari total bitumen (Nuryanto, 2008).

2.5 Aspal Iran

Aspal Iran merupakan salah satu jenis aspal yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal ini direkomendasikan untuk negara-negara yang mempunyai iklim tropis termasuk Indonesia, karena didesain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal tipe grade 60/70. Untuk data jenis pengujian dan persyaratan aspal tersebut tercantum seperti pada tabel 1 dibawah ini (Nuryanto, 2008)

Tabel 1. Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70 Sifat Ukuran Spesifikasi Standart Pengujian Densitas pada T 25 oC K/m3 1010 - 1060 ASTM-D71/3289 Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas pada T 25 oC Cm Min. 100 ASTM-D113

Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6

Penurunan pada penetrasi setelah

pemanasan % Max. 20 ASTM-D6&D5

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4

Spot Test Negatif AASHO T102

2.6 Aspal Emulsi

Aspal emulsi merupakan hasil dispersi bahan aspal semen dalam air secara merata dengan menggunakan emulsifier yang berfungsi mengikat molekul aspal dengan molekul air.

(25)

Aspal emulsi dapat dikelompokkan menurut jenis muatan listriknya dan menurut kecepatan pengerasannya. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan menjadi:

1. Aspal emulsi anionik, mengandung bahan pengemulsi anionik sehingga partikel-partikel aspal bermuatan elektro negatif. Aspal emulsi anionik mempunyai tiga jenis aspal emulsi yaitu, mengikat cepat, mengikat sedang dan mengikat lambat.

2. Aspal emulsi nonionik, merupakan aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik karena tidak mengalami ionisasi.

3. Aspal emulsi kationik, merupakan aspal cair yang dihasilkan dari aspal keras dengan cara mendisfersikan ke dalam air dengan bantuan bahan pengemulsi. Aspal emulsi kationik mengikat cepat adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang aspalnya memisah cepat dengan air setelah kontak dengan batuan. Aspal emulsi kationik mengikat sedang adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang aspalnya memisah dengan air setelah kontak dengan batuan. Aspal emulsi kationik mengikat lambat adalah aspal emulsi yang bermuatan positif yang aspalnya memisah dengan air secara lambat setelah kontak dengan batuan (Mutohar, 2002).

Berdasarkan kecepatan pengerasannya, aspal emulsi dibedakan menjadi

a. Aspal emulsi RS (Rapid Setting), jenis aspal ini mempunyai tingkat reaksi yang cepat dengan agregat penyertanya dan berubahnya dari emulsi menjadi aspal. Jenis RS akan menghasilkan lapisan film yang relatif tebal.

b. Aspal emulsi MS (Medium Setting), jenis aspal ini memiliki tingkat pencampuran medium dengan sasaran agregat kasar. Karena jenis ini tidak akan memecah jika berhubungan dengan agregat maka campuran yang menggunakan jenis ini akan tetap dapat dihamparkan dalam beberapa menit.

c. Aspal emulsi SS (Slow Setting), jenis aspal ini memiliki stabilitas tinggi untuk hasil pencampuran dengan agregat bergradasi padat dan mengandung kadar agregat halus yang tinggi. (Oglesby, 1996).

(26)

Emulsi adalah campuran dua cairan yang tidak saling campur dimana salah satu cairan terdispersi sebagai tetesan pada cairan yang lain oleh adanya zat ke tiga sebagai penyetabil. Pada dasarnya emulsi terdiri dari tiga fasa yaitu internal, eksternal dan interface. Fasa internal (fasa dispersi) berada dalam bentuk tetesan halus, fasa eksternal membentuk matriks dimana tetesan tersuspensi. Agar sistem menjadi stabil

dalam jangka waktu yang lama perlu ditambahkan zat ketiga yang aktif pada interface yang disebut emulsifier (Shinoda dan Friberg, 1986).

Secara umum emulsi dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu air dan minyak. Semua air atau fasa-fasa yang larut dalam air diklasifikasikan sebagai air sedangkan yang lain diklasifikasikan sebagai minyak. Jika air terdispersi dalam minyak maka disebut jenis emulsi air dalam minyak (W/O), dengan demikian air sebagai fasa terdispersi dan minyak sebagai fasa bersambung. Sebaliknya jika minyak terdispersi ke air maka emulsi tersebut merupakan jenis emulsi minyak dalam air (O/W). Dibandingkan dengan emulsi minyak dalam air, jenis emulsi air dalam minyak kurang sensitif terhadap pH, tetapi sensitif terhadap panas, peka pada perlakuan elektrik, mempunyai konduktifitas lebih rendah, terwarnai oleh pewarna yang larut dalam minyak, dan dapat diencerkan dengan penambahan minyak murni (Holmberg, 2003).

2.7.1 Sifat–Sifat Emulsi

Sifat –sifat emulsi dapat dilihat dari berbagai ciri, yaitu: 1. Sifat Fisika

Sifat fisika koloid berbeda-beda tergantung jenis koloidnya. Pada koloid hidrofob sifat-sifat seperti rapatan ,tegangan permukaan dan viskositasnya hampir sama dengan medium pendispersinya. Pada koloid hidrofil karena terjadi hidrasi, sifat-sifat fisikanya sangat berbeda dengan mediumnya, viskositasnya lebih besar dan tegangan permukaannya lebih kecil (Sukardjo, 1997).

2. Sifat Koligatif

(27)

yang sama, ini disebabkan karena butir-butir koloid terdiri atas beribu-ribu molekul, sedangkan pengaruh terhadap sifat koligatif hanya ditentukan oleh jumlah molekul (Sukardjo, 1997).

3. Sifat Optik

Walaupun secara definisi koloid terlalu kecil untuk dilihat oleh mikroskop biasa, partikel-parteikel koloid dapat dideteksi secara optik. Ketika cahaya dilewatkan melalui medium yang mengandung partikel maka berkas cahaya tersebut tidak dapat dideteksi dan medium tersebut disebut optik bening. Ketika partikel koloid diberikan, sebagian cahaya akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan dalam intensitas yang rendah. Penghamburan ini dikenal dengan nama efek Tyndall. Efek Tyndall dapat digunakan untuk mengamati partikel-partikel koloid dengan menggunakan mikroskop (Bird, 1993)

Karena intensitas hamburan cahaya bergantung pada ukuran partikel, maka efek Tyndall juga dapat digunakan untuk memperkirakan berat molekul koloid. Partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran kecil, cenderung untuk menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang pendek. Sebaliknya partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran besar cenderung untuk menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang (Bird, 1993).

4. Sifat Kinetik

Sifat kinetik koloid emulsi dapat dilihat dari beberapa karakter, antara lain: a. Gerak Brown

Partikel koloid bila diamati di bawah mikroskop ultra akan nampak sebagai bintik-bintik bercahaya yang selalu bergerak secara acak dengan jalan berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersinya disebut gerak brown. Gerakan ini disebabkan oleh banyaknya tabrakan molekul-molekul medium pendispersi yang tidak sama (tidak seimbang).

b.Pengendapan (sedimentasi)

(28)

akan megendap. Sebaliknya bila rapat massanya lebih kecil maka partkel akan mengapung.

c.Difusi

Partikel zat terlarut akan berdifusi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi erat kaitannya dengan gerak brown, sehingga dapat dianggap molekul-molekul atau partikel-partikel koloid berdifusi karena adanya gerak brown (Yazid, 2005).

2.8 Surfaktan

Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara dan air, minyak dan air juga zat padat dan air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak surfaktan dengan zat padat atau terendam dalam fasa minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) mengandung rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. Surfaktan juga dapat diartikan sebagai zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk terkonsentrasi pada permukaan (antar muka), atau zat yang dapat menaikkan dan menurunkan tegangan permukaan (Jatmika, 1998).

2.8.1 Pemakaian Surfaktan

(29)

antara fasa minyak dan fasa air. Surfaktan dipergunakan dalam bentuk emulsi minyak dalam air atau bentuk emulsi air dalam minyak. Surfaktan merupakan suatu molekul amphipatic atau amphiphilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama (Genaro, 1990).

Sifat-sifat surfaktan adalah, mampu menurunkan tegangan permukaan (tegangan antar muka), meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi, misalnya minyak di dalam air (O/W) atau air di dalam minyak (W/O). Surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan dari partikel yang terdispersi (Manik, 1987).

2.8.2 Jenis – Jenis Surfaktan

Surfaktan terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan muatan yang dikandungnya, pembagiannya adalah sebagai berikut:

a. Surfaktan anionik

Surfaktan anionik adalah senyawa yang bermuatan negatif dalam bagian aktif permukaan. Surfaktan anionik memiliki sifat-sifat, tidak dapat bersatu dengan jenis surfaktan kationik, sensitif terhadap air sadah. Derajat sensitifitasnya: karboksilat > posfat > sulfat, mudah terhidrolisa oleh asam-asam dalam proses autokatalis.

Contoh surfaktan anionik antara lain, natrium lauril sulfat, alkil benzena sulfonat rantai lurus, alkil benzena rantai bercabang, natrium lauril alkil sulfat dan lain-lain (Schwartz, 1958).

b. Surfaktan kationik

Surfaktan kationik adalah senyawa yang bermuatan positif pada bagian aktif permukaan atau gugus antar muka hidrofobiknya. Surfaktan kationik memiliki sifat-sifat, tidak dapat bersatu dengan jenis anionik, indeks yang lebih tinggi dibanding surfaktan jenis lain dan adsorpsi permukaan yang baik.

Contoh surfaktan kationik antara lain, diamina hidroklorida, poliamina hidroklorida, dimetilamina hidroklorida dan lain-lain (Schwartz, 1958).

(30)

Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi molekul. Surfaktan non ionik memiliki sifat-sifat, dapat bersatu dengan semua jenis surfaktan, sensitif terhadap air sadah, tidak terpengaruh oleh penambahan elektrolit, dan sangat tergantung suhu.

Contoh surfaktan non ionik antara lain, alkohol etoksilat, mono alkanolamida etoksilat, amina etoksilat, asam lemak etoksilat, etilena oksida / propilena oksida kopolimer, alkil penol etoksilat, dan lain-lain (Schwartz, 1958).

d. Surfaktan amfoter

Surfaktan amfoter adalah surfaktan yang mengandung gugus anionik dan kationik, dimana muatannya bergantung kepada pH. Pada pH tinggi dapat menunjukkan sifat anionik dan pada pH rendah dapat menunjukkan sifat kationik, yang dapat membentuk surfaktan amfoter.

Contoh dari surfaktan amfoter antara lain, lauril dimetil betaine, coco amida propil betaine, karboksil glisianat, alkil asetat dan lain-lain (Schwartz, 1958).

2.9 Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

(31)

Gambar 3. Struktur Molekul Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

2.9.1 Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

[image:31.595.115.506.366.456.2]

Alkil benzena sulfonat rantai lurus diproduksi oleh sulfonasi alkil benzena rantai lurus dengan oleum dalam reaktor tumpak. Larutan sulfonasi alternatif lainnya adalah asam sulfat, belerang trioksida, asam kloro sulfonat dan asam sulfamat, yang dinetralkan dengan garam (natrium, amonium, kalsium, kalium, atau trietanolamina). Surfaktan ini banyak digunakan dalam industri untuk meningkatkan kontak antara media polar dan non polar seperti antara minyak dan air atau antara air dan minyak. Proses pembuatan surfaktan jenis alkil benzena sulfonat rantai lurus dapat dilihat pada gambar 4 di bawah (Matta, 1986).

Gambar 4. Proses Pembuatan Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

Gambar 4 menjelaskan tentang proses pembuatan surfaktan yang meliputi empat unit proses dasar untuk netralisasi, antara lain yaitu:

1. Sulfonasi, pada tahap sulfonasi alkil benzena dan oleum dicampur pada tekanan 1 Atm. Reaksi sulfonasi berlangsung dengan pelepasan panas tinggi dan perpindahan panas dengan menggunakan reaktor pelindung, resirkulasi pemakaian ulang penukar panas. Variabel kunci dalam mengontrol luas reaksi dan warna produk adalah temperatur, keluaran asam, waktu reaksi dan perbandingan oleum dengan alkilat.

2. Digestasi, proses digestasi atau pencampuran dilakukan selama 15 sampai 30 menit agar reaksi berlangsung secara sempurna.

(32)

4. Pemisahan, proses pemisahan dilakukan dengan mengumpankan produk ke dalam tangki pemisahan yang berdasarkan pada gravitasi lapisan asam sulfat yang keluar dari asam sulfonat ringan. Waktu pemisahan bergantung pada konfigurasi tangki pemisahan, viskositas asam sulfat, dan temperatur dalam aliran umpan (Matta, 1986)

2.10 Mikroskop Pemindai Elektron

Mikroskop pemindai elektron merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada alat ini suatu berkas elektron yang sangat halus dipindai menyilangi permukaan sampel dalam keseimbangan dengan berkas elektron tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal tabung sinar katoda untuk memproduksi suatu hasil dengan kedalaman posisi yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi (Stevens, 2001).

2.10.1 Prinsip Kerja Mikroskop Pemindai Elektron

(33)
[image:33.595.217.443.85.289.2]

Gambar 5. Skema Mikroskop Pemindai Elektron

Gambar 5 menunjukkan cara kerja alat mikroskop pemindai elektron yang digunakan untuk mempelajari permukaan benda padat yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan mikroskop optik. Ketika sebuah berkas elektron berinteraksi dengan atom di dalam sampel, elektron secara individu menjalani dua jenis hamburan yaitu hamburan elastis (Backscattered electrons) dan hamburan inelastis (Secondary Electrons) (Badrul, 2011).

Pada sebuah mikroskop pemindai elektron terdapat beberapa peralatan utama antara lain, tembakan elektron (berupa filamen yang terbuat dari unsur yang mudah melepas elektron), lensa elektron (berupa lensa magnetik elektron yang bermuatan negatif dapat dibelokkan) dan sistem vakum. Pada mikroskop pemindai elektron terdapat elektron yang sangat kecil dan molekul udara yang lain, elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul udara (Twyman, 2005)

2.10.2 Aplikasi Alat Mikroskop Pemindai Elektron

(34)
[image:34.595.199.473.160.311.2]

kelemahan alat mikroskop pemindai elektron antara lain, memerlukan kondisi vakum, hanya menganalisa permukaan, sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis logam seperti emas (Stevens, 2001).

Gambar 6. Sinyal Pemindai Elektron

Dari gambar 6 dapat dilihat ada beberapa sinyal penting yang dihasilkan oleh mikroskop pemindai elektron. Dari pantulan yang tidak elastis dihasilkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis dihasilkan sinyal backscattered elektron. Perbedaan gambar dari sinyal elektron sekunder dengan backscattered adalah elektron sekunder menghasilkan topografi dari benda yang

dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat molekul dari atom-atom penyusun permukaan, atom-atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah. Permukaan yang tinggi akan lebih banyak melepaskan elektron dan menghasilkan gambar yang lebih cerah dibandingkan permukaan yang rendah (Tywman, 2005).

2.11 Viskositas

(35)

suatu aliran viskos sebagai geseran dalam fluida adalah konstan sehubungan dengan gesekannya (Chatab, 1997)

2.11.1 Konsep Viskositas Aspal

Aspal memiliki struktur molekul yang sangat kompleks dan memiliki ukuran yang bervariasi serta jenis ikatan kimia yang berbeda-beda. Semua jenis molekul berinteraksi satu dan yang lainnya dengan cara yang berbeda-beda, cara berinteraksi antar molekul ini mempengaruhi tidak saja sifat kimia aspal tetapi juga sifat fisik dari aspal tersebut. Perubahan komposisi molekul-molekul yang terdapat di dalam aspal juga akan mempengaruhi sifat fisik aspal (Bitumen, 2003)

Hilangnya minyak ringan yang terkandung dalam aspal akibat proses penguapan atau akibat dari proses destilasi hampa akan menaikkan kandungan aspaltene dalam aspal dan meningkatkan viskositas aspal pada temperatur yang sama

(36)

2.11.2 Kepekaan Aspal Terhadap Temperatur

Kepekaan aspal terhadap temperatur adalah sensitifitas perubahan sifat viskoelastis aspal akibat perubahan temperatur, sifat ini dinyatakan sebagai indeks penetrasi aspal (IP). Aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki kepekaan yang rendah terhadap perubahan temperatur. Oleh sebab itu, campuran yang dibuat dari aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki rentang temperatur pencampuran dan pemadatan yang lebih lebar dari campuran yang dibuat dari aspal dengan nilai IP yang rendah. Aspal dengan tingkat kekerasan atau nilai penentrasi yang sama belum tentu memiliki nilai IP yang sama. Sebaliknya, aspal dengan nilai IP yang sama belum tentu memiliki tingkat kekerasan yang sama. Pada aspal dengan IP yang sama, semakin tinggi tingkat kekerasan aspal semakin tinggi ketahanan campuran beraspal yang dihasilkannya (Brennen, 1999)

2.11.3 Viskoelastisitas Aspal

Viskoelastisitas aspal adalah suatu material yang bersifat viskoelastis yang sifatnya akan berubah tergantung pada temperatur atau waktu pembebanan. Kegunaan mengetahui sifat viskoelastis aspal adalah untuk menentukan pada temperatur beberapa pencampuran aspal dengan agregat harus dilakukan agar mendapatkan campuran yang homogen dimana semua permukaan agregat dapat terselimuti oleh aspal secara merata dan aspal mampu masuk ke dalam pori-pori agregat untuk membentuk ikatan kohesi yang kuat dan untuk mengetahui pada temperatur berapa pemadatan dapat dilakukan dan kapan harus dihentikan (Brennen, 1999)

(37)

dan aspal tidak lagi berfungsi sebagai pelumas untuk relokasi agregat, sehingga energi pemadatan yang diberikan sudah tidak mampu lagi memaksa partikel agregat untuk bergerak mendekat satu dengan yang lainnya tetapi energi ini justru akan menghancurkan ikatan antara agregat dengan aspal yang sudah terbentuk sebelumnya (Brennen, 1999)

2.11.4 Penuaan Aspal

Penuaan aspal adalah suatu bahan pengikat yang bersifat organik, oleh sebab itu aspal akan mudah teroksidasi. Oksidasi yang terjadi akan merubah struktur dan komposisi molekul yang terkandung dalam aspal sehingga aspal menjadi lebih keras dan getas. Selain oksidasi, pengerasan aspal ini juga disebabkan karena hilangnya fraksi minyak ringan yang terkandung dalam aspal. Dua hal inilah yang menyebabkan terjadinya penuaan pada aspal. Penuaan aspal akan terjadi dengan cepat pada temperatur tinggi. Penuaan aspal yang paling tinggi terjadi selama proses pembuatan campuran beraspal di unit pencampuran aspal selama pengangkutan dan penghamparannya di lapangan. Oleh sebab itu, lamanya waktu pencampuran aspal dengan agregat di unit pencampuran aspal tidak boleh terlalu lama. Campuran beraspal yang di bawa ke lapangan harus ditutup dengan terpal untuk menghambat laju oksidasi pada aspal (Yaw, 1985)

2.11.5 Viskositas Aspal Dengan Alat Viskosimeter Brookfield Termosel

(38)

nilai viskositas non newtonian bukan merupakan sifat khusus suatu material, tetapi mencerminkan perilaku cairan dan sistem pengukuran, maka nilai pengukuran yang didapat pada pengujian ini tidak selalu dapat memperkirakan kinerja aspal pada kondisi yang diinginkan. Perbandingan nilai-nilai viskositas non newtonian hanya dapat dilakukan bila pengukuran dilakukan dengan viskometer yang sejenis, pada kondisi tegangan geser dan geseran yang sama (Shell, 1995)

(39)

BAB 3

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian

1. Aspal Type Grade 60/70 dari Iran

2. Alkil benzena sulfonat rantai lurus E.Merck

3. Air Aquades

3.2 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

1. Gelas Beaker 500 mL Pyrex

2. Gelas Ukur 100 mL Pyrex

3. Neraca Analitis (presisi ± 0.0001 g) Mettler Toledo

4. Hot Plate Stirer Corning PC 400 D

5. Termometer Fischer Scientifik

6. Viskosimeter BrookField

7. Spatula

8. Statif dan Klem 9. Stirer

(40)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik

Proses pembuatan aspal emulsi anionik dilakukan dengan cara memasukkan 55 g aspal murni ke dalam gelas beaker lalu ditambahkan 5 g surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus dan 40 mL aquades sedikit demi sedikit. Dipanaskan campuran tersebut diatas hotplate stirer pada suhu 80oC ± 10 oC dan diputar dengan stirer pada kecepatan 500 rpm selama 30 menit. Dilakukan proses yang sama dengan variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g, aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (60:40:0, 50:40:10, 45:40:15 dan 40:40:20).

3.3.2 Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik

(41)

3.3.3 Karakterisasi Dengan Alat Mikroskop Pemindai Elektron

Pengujian dilakukan dengan cara melapisi aspal murni dengan emas bercampur palladium, lalu ditempatkan aspal murni tersebut pada ruang sampel yang bertekanan 1492x102 Atm dan disinari elektron bertenaga +15 kV sehingga mengeluarkan elektron sekunder yang dideteksi oleh detektor yang menghasilkan suatu rangkaian listrik pada cathode ray tube (CTD). Dipilih bagian tertentu dari objek sampel aspal murni dan difoto pada pembesaran 1000 kali dan 2500 kali, sehingga diperoleh hasil foto yang baik dan jelas. Dilakukan proses yang sama untuk aspal emulsi anionik variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g, aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (50:40:10 dan 40:40:20).

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Proses Pembuatan Aspal Emulsi Anionik

dimasukkan ke dalam gelas beaker

ditambahkan 5 g surfaktan alkil benzena

sulfonat rantai lurus

ditambahkan 40 mL aquades

diaduk secara perlahan

dipanaskan diatas hot plate stirrer pada suhu 120oC ± 10 oC

diputar dengan stirer pada kecepatan 500 rpm selama 30 menit

55 g Aspal Murni

(42)
(43)

3.4.2 Proses Pengujian Viskositas Aspal Emulsi Anionik

dimasukkan dalam gelas beaker

dipanaskan di atas hot plate pada suhu 120oC ± 10oC dijaga suhu agar tetap konstan pada suhu 120oC ± 10 oC dirangkai alat viskosimeter Brookfield dengan

menggunakan spindel 3

diturunkan spindel sampai masuk ke dalam gelas beaker yang berisi aspal emulsi anionik.

dicatat pembacaan stabil pada suhu 120oC ± 10 oC

Dilakukan pengujian viskositas pada variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g, aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (60:40:0, 50:40:10, 45:40:15 dan 40:40:20) dan ditentukan mana variasi aspal emulsi yang memiliki nilai viskositas paling tinggi sebagai hasil optimum (hasil paling baik).

Hasil

Aspal Emulsi Anionik Variasi

Aspal : Aquades : Surfaktan

(44)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik

[image:44.595.100.508.394.546.2]

Hasil uji viskositas pembuatan aspal emulsi anionik dari berbagai variasi berat dapat dilihat dari tabel 2 dibawah,

Tabel 2. Hasil uji viskositas aspal emulsi anionik

No Variasi Aspal Emulsi Anionik Viskositas

(senti poise) Aspal (g) Air (g) Surfaktan (g)

1. 60 40 0 4000

2. 55 40 5 6000

3. 50 40 10 8000

4. 45 40 15 12.000

(45)

3.4.3 Proses Pengujian Morfologi Aspal

dilapisi aspal murni dengan emas bercampur palladium

ditempatkan pada ruang sampel yang bertekanan 1492x102 Atm

disinari elektron bertenaga +15 kV

dipilih bagian tertentu dari objek sampel aspal murni

difoto pada pembesaran 1000 kali dan 2500 kali

Dilakukan uji morfologi pada aspal emulsi anionik variasi perbandingan (b/b) dalam 100 g, aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (50:40:10 dan 40:40:20)

.

[image:45.595.158.529.107.426.2]

Dari data hasil pengujian viskositas aspal emulsi anionik pada tabel 2, maka dapat dibuat grafik pengujian viskositas aspal emulsi anionik yang dapat dilihat pada gambar 7 di bawah,

Aspal Murni

(46)
[image:46.595.104.475.101.316.2]

Gambar 7. Grafik Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik 4000 6000 8000 12000 15000 60:40:00 55:40:05 50:40:10 45:40:15 40:40:20 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

60:40:00 55:40:05 50:40:10 45:40:15 40:40:20

V I S K O S I T A S (senti poise)

(47)

4.1.2 Hasil Uji Morfologi Aspal

[image:47.595.114.516.190.689.2]

Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat hasil foto aspal murni pada pembesaran 1000 kali yang dapat dilihat pada gambar 8 dibawah,

(48)
[image:48.595.122.522.151.636.2]

Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat hasil foto aspal murni pada pembesaran 2500 kali yang dapat dilihat pada gambar 9 dibawah,

(49)
[image:49.595.112.523.175.602.2]

Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat hasil foto aspal emulsi anionik variasi, aspal : aquadest : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (55 : 40 : 5) pada pembesaran 1000 kali yang dapat dilihat pada gambar 10 dibawah,

(50)
[image:50.595.119.512.175.642.2]

Dari hasil pengujian morfologi pada alat mikroskop pemindai elekron didapat hasil foto aspal emulsi anionik variasi, aspal : aquadest : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (40 : 40 : 20) pada pembesaran 2500 kali yang dapat dilihat pada gambar 11 dibawah,

(51)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Hasil Uji Viskositas Aspal Emulsi Anionik

Hasil pengujian viskositas aspal emulsi anionik optimum diukur dengan menggunakan alat viskosimeter Brookfield pada suhu ± 120ºC dan didapat nilai optimum pada nilai 15.000 senti poise pada variasi aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (40:40:20). Hasil viskositas didasarkan atas hukum aliran viskos, Newton menyatakan hubungan antara gaya-gaya mekanika dari suatu aliran viskos sebagai geseran dalam fluida adalah konstan sehubungan dengan gesekannya. Hilangnya minyak ringan yang terkandung dalam aspal akibat proses penguapan ataupun akibat dari proses destilasi hampa akan menaikkan kandungan aspaltene dalam aspal dan meningkatkan viskositas aspal pada temperatur yang sama. Aspal emulsi anionik terselimuti secara merata dan aspalnya mampu masuk ke dalam pori-pori agregat sehingga membentuk ikatan kohesi yang kuat (Clements,1993)

4.2.2 Hasil uji Morfologi Aspal

4.2.2.1 Hasil Uji Morfologi Aspal Murni

(52)

4.2.2.2 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Anionik Variasi Aspal : Aquades : Surfaktan (55:40:5)

Pada gambar 10 terlihat perubahan atau perbedaan struktur dari pencampuran aspal emulsi. Dimana terlihat permukaan aspal cukup keras yang menunjukkan surfaktan dapat mengikat aspal dan aquades walau belum sempurna, yang juga menunjukkan surfaktan telah menyebar ke dalam campuran aspal emulsi tersebut dan menyatu. Terjadi ikatan antara aspal dan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus. Sedangkan mekanisme kontras dari elektron hamburan elastis menjelaskan dengan gambar yang secara prinsip atom-atom dengan densitas atau berat molekul lebih besar akan memantulkan lebih banyak elektron sehingga tampak lebih cerah dari atom berdensitas rendah (Tywman, 2005)

4.2.2.3 Hasil Uji Morfologi Aspal Emulsi Aninonik Variasi Aspal : Air : Surfaktan (40:40:20)

(53)

Dari penelitian yang telah dilakukan dengan judul Modified Asphalt Pavement Materials menyatakan bahwa pori-pori permukaan aspal akan berubah dengan

(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pembuatan aspal emulsi anionik dengan penambahan surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus memiliki hasil optimum pada variasi perbandingan aspal : aquades : surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus (40:40:20) yang diperoleh dari hasil pengujian viskositas tertinggi senilai 15000 senti poise dan memiliki sifat morfologi yang terlihat dari uji foto mikroskop pemindai elektron yaitu adanya ikatan yg sangat kuat pada permukaan aspal emulsi anionik. Dari foto juga terlihat sifat morfologi aspal emulsi anionik lebih rapat dan pori-pori yang terbentuk semakin kecil karena telah terisi oleh surfaktan alkil benzena sulfonat rantai lurus sehingga air menjadi susah menembus aspal emulsi anionik ini yang juga berarti bahwa surfaktan yang ditambahkan berperan dalam meningkatkan kekuatan mekanik dari aspal.

5.2 Saran

(55)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Sabagh,K.S.A., dan El-Den.N.M.R., 2009, Preparation Of Nonionic Surface Active Agents From Local Materials To Dispersed Crud In Polluted Water, Academic Research And Technology, Egypt, CL/No:2009030344.

Badrul,M., 2011, Scanning Electron Microscopes, Kuliah Karakterisasi Material Laboratorium, Depok, Universitas Indonesia.

Bird,T., 1993, Kimia Fisika Untuk Universitas, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Brown,E.R., Rowlet,R.D., dan Boucher,J.L., 1990, Highway Research: Shearing The

Benefits, Proceeding Of The United States Strategic Highway Research Program Conference, London.

Brennen,M., Tia,M., Altschaeffl,A., dan Wood,LE., 1999, Laboratory Investigation Of The Use Of Foamed Asphalt For Recycled Bituminous Pavements, Transportation Research Record 911, Washington, DC, TRB pp, 80-87.

Cervinkova,M., 2006. Stabilization / Solidification Of Munition Destruction Waste By Asphalt Emulsion, Journal Of Hazardous Materials, Research Article, England.

Chatab,N., 1997, Mendokumentasi Sistem Mutu ISO 9000, Andi, Yogyakarta.

Clements,R.B., 1993, Quality Manager’s, Complete Guide To ISO 9000, Prentice Hall, New Jersey.

Genaro,R.A., 1990, Rhemingtons Pharmaceutical Science, 18th edition, Mack Printing Company, Easton, Pennsylvania, USA, 267.

Holmberg,K., Jönsson,B., Kronberg,B., dan Lindman,B., 2003, Surfactants And Polymers In Aqueous Solution, Edisi ke-2, England, John Wiley & Sons.

Jatmika,A., 1998, Aplikasi Enzim Lipase Dalam Pengolahan Minyak Sawit Dan Minyak Inti Sawit Untuk Produk Pangan, Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 31 - 37.

Manik,J.M., dan Edward, 1987, Sifat-sifat Detergen Dan Dampaknya Terhadap Lingkungan, UPI, Ambon, Volume XII No 1.

Matta,M.S., 1986, General Organic And Biological Chemistry, Cuming Publishing Company. Inc., California.

Mutohar,Y., 2002, Evaluasi Pengaruh Bahan Filler Fly Ash Terhadap Karateristik

Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR), Tesis Magister, Universitas

Diponegoro, Semarang.

Nuryanto,A., 2008, Aspal Buton Dan Propelan Padat, Jakarta.

(56)

Schwartz,A.M., 1958, Surface Active Agents And Detergents, Interscience Publisher, Inc., NewYork.

Shinoda dan Friberg, 1986, Emulsions And Solubilization, Wilwy, New York.

Shell Bitumen, 2003, The Shell Bitumen Handbook, Published For Shell Bitumen by Thomas Telford Publishing, Thomas Telford Ltd.,1 Heron Quay, London E14, 4JD.

Shell, 1995, The Shell Bitumen Industrial Handbook, Shell Bitumen, UK. Stevens,M.P., 2001, Kimia Polimer, Cetakan Pertama, Jakarta.

Sukardjo, 1997, Kimia Fisik, Jakarta, Rineka Cipta.

Sukirman,S., 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Jakarta, Granit.

Terrel,R.L., dan Walter,J.L., 1986, Modified Asphalt Pavement Materials : The

European Eperience, Proceedings Of The Association Of Asphalt Paving

Technologist. Vol 55, pp. 482-518.

Twyman,R.M., 2005, Atomic Emission Spectrometry, United Kingdom, Elsevier Ltd. Wignall,A., 2003, Proyek Jalan Teori Dan Praktek, Edisi Keempat, Jakarta, Erlangga. Yaw,A., Tuffour, Ishai.I., dan Craus,J., 1985, Relating Asphalt Aging And Durability

To Its Compositional Change, Proceeding Of The Association Of Asphalt Paving Technology, APT, Vol 54, 163-181.

(57)
(58)

Lampiran 1. Peralatan Penelitian a. Viskosimeter BrookField

b. Mikroskop Pemindai Elektron

(59)

b. Surfaktan Alkil Benzena Sulfonat Rantai Lurus

(60)

Gambar

Gambar 1. Proses Pemisahan Aspal
gambar 2 di bawah (Nuryanto, 2008).
Tabel 1. Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Grade 60/70
gambar 4 di bawah (Matta, 1986).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setiap anggota Dewan Komisaris yang secara pribadi dengan cara apapun baik secara langsung maupun secara tidak langsung mempunyai benturan kepentingan dalam suatu

hipotesis penelitian; dirumuskan secara naratif berdasarkan kerangka berpikir penelitian & landasan teori yang telah dipilih. hipotesis statistik; dirumuskan secara

Bagi Pemegang Saham yang merupakan Wajib Pajak Luar Negeri yang akan menggunakan tarif berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) wajib memenuhi persyaratan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Penilai dan Tim Penaksir Harga

[r]

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Tim Pengarah dan Tim Teknis