• Tidak ada hasil yang ditemukan

REFRAT ANESTESI DALAM OBSTETRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REFRAT ANESTESI DALAM OBSTETRI"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

REFRAT

ANESTESI DALAM OBSTETRI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Anestesi di Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada :

dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An Disusun Oleh :

Yulianti S Arey 20090310141

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

YOGYAKARTA BAGIAN ILMU ANESTESI RUMAH SAKIT DAERAH WONOSOBO

(2)

2014

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui Refrat dengan judul : ANESTESI OBSTETRI

Tanggal : Oktober 2014 Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo

Oleh : Yulianti S Arey

20090310141

Disahkan oleh : Dokter Pembimbing

(4)

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Refrat untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian Ilmu Anestesi dengan judul :

ANESTESI DALAM OBSTETRI

Penulisan Refrat ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Aryono Hendrasto, MSi, Med, Sp.An selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis Anestesi RSUD Wonosobo.

2. dr. Totok, Sp.An selaku dokter spesialis Anestesi RSUD Wonosobo. 3. Perawat Instalasi Bedah Sentral dan perawat seluruh bangsal RSUD

Wonosobo

4. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini.

Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan refrat di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Wonosobo, September 2014

(5)

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... BAB I... PENDAHULUAN... BAB II... TINJAUAN PUSTAKA... A. Komposisi dan distribusi cairan tubuh... B. Proses pergerakan cairan tubuh... C. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal... D. Jenis Cairan... E. Terapi Cairan... F. Nutrisi Parenteral... BAB III... KESIMPULAN... DAFTAR PUSTAKA:...

(6)

BAB I PENDAHULUAN

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interior dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.

Sekitar dua pertiga dari berat badan kita adalah cairan, terdiri dari air dan ion atau senyawa yang larut di dalamnya. Cairan ini berfungsi untuk mengatur suhu tubuh dan membantu proses percernaan. Air merupakan konstituen terbesar dalam tubuh manusia. Persentase nya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan tubuh terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Pada laki-laki dewasa berkisar antara 50 – 60 persen berat badan, sedangkan pada wanita dewasa sekitar 50 persen berat badan.

Kecepatan pergantian air di dalam tubuh cukup tinggi, sehingga perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh dapat dengan mudah terjadi. Bila seseorang mengalami muntah atau diare maka akan terjadi penurunan cairan tubuh yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fisiologis yang berat. Demikian pula bila seseorang melakukan aktivitas yang berat, seperti bekerja atau berolah raga yang banyak menguras tenaga maka akan terjadi penurunan cairan tubuh. Hal inilah yang mengakibatkan rasa haus sehingga menimbulkan rasa ingin minum.

Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut. Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan homeostasis. Selain itu dalam keadaan tertentu, terapi cairan dapat

(7)

digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa.

Dengan demikian, secara garis besar tujuan dari terapi cairan adalah : 1.Mengatur keseimbangan air dan elektrolit tubuh

2.Dukungan nutrisi 3.Akses intravena 4.Mengatasi syok

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Tindakan anesthesia atau analgesia regional anestesi pada pasien obstetric sering diperlukan untuk persalinan tanpa nyeri, ekstraksi vakum dan cunam, versi dalam atau luar, bedah sesar, atau tindakan penyulit persalinan yang lainnya. Teknik yang aman tergantung pada pengalaman dan kemahiran yang dikuasai oleh anestetis. Disamping itu, perlu diperkirakan komplikasi yang mungkin terjadi dan sejauh mana teknik ini dapat menimbulkan efek samping pada janin yang akan dilahirkan

B. Faktor yang menyebabkan asfiksia atau mendepresi janin Pada umumnya kesejahteraan bayi baru lahirrendah sering

bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membrane semipermeabel (permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

(9)

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel.

C. Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru. Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-1000 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss) sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru- paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses.

(10)

Gambar 4. Insensible loss Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari Volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam

Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari, 7-11 th : 6-7 cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari

Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th) cc/kg hari. Jika ada kenaikan suhu : IWL + 200

Kebutuhan air dan elektrolit per hari Pada orang dewasa :

- Air : 30-40 ml/kg/hr atau 2 ml/kg/jam atau (60 ml + 1 ml/kg setiap diatas 20 kg)/jam

-Kenaikan 1 derajat celcius ditambah 10-15% Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr Na : 2 mEq/kg/hr

K : 1 mEq/kg/hr Pada anak dan bayi :

Air : 0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg/hr)

10-20 kg : (40 ml + 2 ml/kg setiap kg diatas 10 kg)/jam (1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg)/hr

>20 kg : (60 ml + 1 ml/kg setiap kg diatas 20 kg)/jam (1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg)/hr

Na : 2 Meq/kg/hr K : 2 Meq/kg/hr

(11)

Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan Kebutuhan ekstra / meningkat pada : -Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C ) -Hiperventilasi

-Suhu lingkungan tinggi -Aktivitas ekstrim

-Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll ) Kebutuhan menurun pada :

-Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C ) -Kelembaban sangat tinggi

-Oligouri atau anuria

-Aktivitas menurun / tidak beraktivitas

-Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu : 1. Perubahan volume

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

* Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L).

(12)

Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravaskular

Gambar 5. Derajad dehidrasi

Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan .

Cara rehidrasi :

1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc

(13)

2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)

Pemberian cairan

o 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M (menurut Guillot) o 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (menurut Guillot) b. Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang 2.Perubahan konsentrasi

- Hiponatremia

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losse, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau NaCl 3% sebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Na= (Na1 – Na0) x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan Na0 = Na serum yang aktual

(14)

- Hipernatremia

Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.

- Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk menghitung defisit kalium :

K = (K1 – K0) x BB / 3 K = kalium yang dibutuhkan K1 = serum kalium yang diinginkan K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg)

- Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis.

(15)

3. Perubahan komposisi - Asidosis respiratorik

(pH< 7,35 dan PaCO2> 45 mmHg) Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.

-Alkalosis respiratorik

(pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi.

- Asidosis metabolik

(pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L) Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

- Alkalosis metabolik

(pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L) Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik

(16)

akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

D. Jenis Cairan Cairan Kristaloid

Merupakan larutan dengan air (aqueous) yang terdiri dari molekul-molekul kecil yang dapat menembus membran kapiler dengan mudah. Biasanya volume pemberian lebih besar, onset lebih cepat, durasinya singkat, efek samping lebih sedikit dan harga lebih murah. Yang termasuk cairan kristaloid antara lain salin (salin 0,9%, ringer laktat, ringer asetat), glukosa (D5%, D10%, D20%), serta sodium bikarbonat. Masing-masing jenis memiliki kegunaan tersendiri, dimana salin biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh sehari-hari dan saat kegawat daruratan, sedangkan glukosa biasa digunakan pada penanganan kasus hipoglikemia, serta sodium bikarbonat yang merupakan terapi pilihan pada kasus asidosis metabolik dan alkalinisasi urin. Mekanisme secara umum larutan kristaloid menembus membran kapiler dari kompartemen intravaskuler ke kompartemen interstisial, kemudian didistribusikan ke semua kompartemen ekstra vaskuler. Hanya 25% dari jumlah pemberian awal yang tetap berada intravaskuler, sehingga penggunaannya membutuhkan volume 3-4 kali dari volume plasma yang hilang. Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah cairan kedalam pembuluh darah dengan segera dan efektif untuk pasien yang membutuhkan cairan segera. Cairan kristaloid bersifat mudah keluar dari intravaskuler, terutama pada kasus dimana terjadi peningkatan resistensi kapiler seperti pada sepsis. Pada kondisi tersebut, penting untuk dipikirkan penggantian cairan yang memiliki molekul lebih besar, yaitu jenis koloid.

1. Normal Saline

Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154. Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml. Indikasi :

(17)

Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler. Diare

Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut

Luka Bakar

Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.

Gagal Ginjal Akut

Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis tubuh. Keadaan ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit. Kontraindikasi : hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan pengawasan ketat pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.

Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru- paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium. 2. Ringer Laktat (RL)

Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-30 mEq/l. Kemasan : 500, 1000 ml.

Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk

(18)

menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.

Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.

Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat. Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-paru.

Peringatan dan Perhatian : ” Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati -hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal function & pre-eklamsia.

3. Dekstrosa

Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%). Kemasan : 100, 250, 500 ml.

Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml)

Kontraindikasi : Hiperglikemia.

Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)

Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding laktat. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada diare. Penggunaan Ringer Asetat sebagai

(19)

cairan resusitasi sudah seharusnya diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Hal ini dikarenakan adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Ringer Asetat telah tersedia luas di berbagai negara. Cairan ini terutama diindikasikan sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare, DBD, luka bakar/syok hemoragik; pengganti cairan selama prosedur operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi dehidrasi. Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu tubuh lebih baik dibanding RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa menimbulkan perbedaan yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik (denyut jantung dan tekanan darah sistolik-diastolik).

Cairan Koloid

Merupakan larutan yang terdiri dari molekul-molekul besar yang sulit menembus membran kapiler, digunakan untuk mengganti cairan intravaskuler. Umumnya pemberian lebih kecil, onsetnya lambat, durasinya lebih panjang, efek samping lebih banyak, dan lebih mahal. Mekanisme secara umum memiliki sifat seperti protein plasma sehingga cenderung tidak keluar dari membran kapiler dan tetap berada dalam pembuluh darah, bersifat hipertonik dan dapat menarik cairan dari pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaannya membutuhkan volume yang sama dengan jumlah volume plasma yang hilang. Digunakan untuk menjaga dan meningkatkan tekanan osmose plasma.

1. Albumin

Komposisi : Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang dimurnikan dari plasma manusia (contoh: albumin 5%). Albumin merupakan koloid alami dan lebih menguntungkan karena : volume yang dibutuhkan lebih kecil, efek koagulopati lebih rendah, resiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan jangka lama yang lebih kecil dibandingkan starches dan resiko terjadinya anafilaksis lebih kecil.

(20)

Indikasi :

Pengganti volume plasma atau protein pada keadaan syok hipovolemia, hipoalbuminemia, atau hipoproteinemia, operasi, trauma, cardiopulmonary bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut, pancretitis, mediasinitis, selulitis luas dan luka bakar.

Pengganti volume plasma pada ARDS ( Acute Respiratory Distress Syndrome). Pasien dengan hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin dan furosemid yang dapat memberikan efek diuresis yang signifikan serta penurunan berat badan secara bersamaan.

Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi dari keadaan malnutrisi, kebakaran, operasi besar, infeksi (sepsis syok), berbagai macam kondisi inflamasi, dan ekskresi renal berlebih. Pada spontaneus bacterial peritonitis(SBP) yang merupakan komplikasi dari sirosis. Sirosis memacu terjadinya asites/penumpukan cairan yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri. Terapi antibiotik adalah pilihan utama, sedangkan penggunaan albumin pada terapi tersebut dapat mengurangi resiko renal impairment dan kematian. Adanya bakteri dalam darah dapat menyebabkan terjadinya multi organ dysfunction syndrome (MODS), yaitu sindroma kerusakan organ-organ tubuh yang timbul akibat infeksi langsung dari bakteri.

Kontraindikasi : gagal jantung, anemia berat. Produk : Plasbumin 20, Plasbumin 25. 2. HES (Hydroxyetyl Starches)

Komposisi : Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin.

Indikasi : Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas pembuluh darah, sehingga dapat menurunkan resiko kebocoran kapiler.

Kontraindikasi :

Cardiopulmonary bypass, dapat meningkatkan resiko perdarahan setelah operasi, hal ini terjadi karena HES berefek antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg). Sepsis, karena dapat meningkatkan resiko acute renal failure (ARF). Penggunaan

(21)

HES pada sepsis masih terdapat perdebatan. Muncul spekulasi tentang penggunaan HES pada kasus sepsis, dimana suatu penelitian menyatakan bahwa HES dapat digunakan pada pasien sepsis karena :

Tingkat efikasi koloid lebih tinggi dibandingkan kristaloid, disamping itu HES tetap bisa digunakan untuk menambah volume plasma meskipun terjadi kenaikan permeabilitas. Pada syok hipovolemia diperoleh innvestigasi bahwa HES dan albumin menunjukkan manifestasi edema paru yang lebih kecil dibandingkan kristaloid.

HES juga mempunyai kemampuan farmakologi yang sangat menguntungkan pada kondisi sepsis yaitu menekan laju sirkulasi dengan menghambat adesi molekuler. Sementara itu pada penelitian yang lain, disimpulkan HES tidak boleh digunakan pada sepsis karena :Edema paru tetap terjadi baik setelah penggunaan kristaloid maupun koloid (HES), yang manifestasinya menyebabkan kerusakan alveoli. HES tidak dapat meningkatkan sirkulasi splanchnic dibandingkan dengan gelatin pada pasien sepsis dengan hipovolemia. HES mempunyai resiko lebih tinggi menimbulkan gangguan koagulasi, ARF, pruritus, dan liver failure

Hal ini terutama terjadi pada pasien dengan kondisi iskemik reperfusi (contoh: transplantasi ginjal). Resiko nefrotoksik pada HES dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan gelatin pada pasien dengan sepsis.

Adverse reaction : HES dapat terakumulasi pada jaringan retikulo endotelial jika digunakan dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menimbulkan pruritus. Contoh : HAES steril, Expafusin.

3. Dextran

Komposisi : dextran tersusun dari polimer glukosa hasil sintesis dari bakteri Leuconostoc mesenteroides, yang ditumbuhkan pada media sukrosa. Indikasi :

Penambah volume plasma pada kondisi trauma, syok sepsis, iskemia miokard, iskemia cerebral, dan penyakit vaskuler perifer

Mempunyai efek anti trombus, mekanismenya adalah dengan menurunkan viskositas darah, dan menghambat agregasi platelet. Pada suatu penelitian dikemukakan bahwa dextran-40 mempunyai efek anti trombus paling poten jika

(22)

dibandingkan dengan gelatin dan HES. Kontraidikasi : pasien dengan tanda-tanda kerusakan hemostatik (trombositopenia, hipofibrinogenemia), tanda-tanda gagal jantung, gangguan ginjal dengan oliguria atau anuria yang parah.

Adverse Reaction : Dextran dapat menyebabkan syok anafilaksis, dextran juga sering dilaporkan dapat menyebabkan gagal ginjal akibat akumulasi molekul-molekul dextran pada tubulus renal. Pada dosis tinggi, dextran menimbulkan efek pendarahan yang signifikan. Contoh : hibiron, isotic tearin, tears naturale II, plasmafusin.

4. Gelatin

Komposisi : Gelatin diambil dari hidrolisis kolagen bovine.

Indikasi : Penambah volume plasma dan mempunyai efek antikoagulan, Pada sebuah penelitian invitro dengan tromboelastropgraphy diketahui bahwa gelatin memiliki efek antikoagulan, namun lebih kecil dibandingkan HES. Kontraindikasi : haemacel tersusun atas sejumlah besar kalsium, sehingga harus dihindari pada keadaan hiperkalsemia.

Adverse reaction : dapat menyebabkan reaksi anafilaksis. Pada penelitian dengan 20.000 pasien, dilaporkan bahwa gelatin mempunyai resiko anafilaksis yang tinggi bila dibandingkan dengan starches

E. Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

Penatalaksanaan Terapi 1.Cairan Pra Bedah

Status cairan harus dinilai dan dikoreksi sebelum dilakukannya induksi anestesi untuk mengurangi perubahan kardiovaskuler dekompensasi akut.Penilaian status cairan ini didapat dari :

(23)

Anamnesa : Apakah ada perdarahan, muntah, diare, rasa haus. Kencingterakhir, jumlah dan warnya.

Pemeriksaan fisik : Dari pemeriksaan fisik ini didapat tanda-tandaobyektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,abdomen, mata dan mukosa.

Laboratorium :meliputi pemeriksaan elektrolit, BUN, hematokrit,hemoglobin dan protein.

Defisit cairan dapat diperkirakan dari berat-ringannya dehidrasi yang terjadi.  Pada fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya

meningkat sedikit, belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi pada fase ini terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB(1500 ml air).

 Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepatdan lemah. Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.

 Fase lanjut/dehidrasi berat, ditandai adanya tanda shock cardiosirkulasi,terjadi pada kehilangan cairan 7-15 % BB. Kegagalan penggantian cairan dan elektrolit biasanya menyebabkan kematian jika kehilangan cairan 15% BB atau lebih.Cairan preoperatif diberikan dalam bentuk cairan pemeliharaan, padadewasa 2 ml/kgBB/jam. Atau 60 ml ditambah 1 ml/kgBB untuk berat badan lebih dari 20 kg. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kguntuk 10 kgBB II, dan ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya. Kecuali penilaian terhadap keadaan umum dan kardiovaskuler, tanda rehidrasitercapai ialah dengan adanya produksi urine 0,5-1 ml/kgBB.

2.Cairan Selama Pembedahan

Terapi cairan selama operasi meliputi kebutuhan dasar cairan dan penggantian sisa defisit pra operasi ditambah cairan yang hilang selama operasi. Berdasarkan beratnya trauma pembedahan dikenal pemberian cairan pada trauma ringan, sedang dan berat. Pada pembedahan dengan trauma ringan diberikan cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4ml/kg BB/jam sebagai pengganti akibat trauma pembedahan. Cairan pengganti akibat trauma

(24)

pembedahan sedang 6 ml/kg BB/jam dan pada trauma pembedahan berat 8 ml/kg BB/jam.Cairan pengganti akibat trauma pembedahan pada anak, untuk trauma pembedahan ringan 2 ml/kg BB/jam, sedang 4 ml/kgBB/jam dan berat 6ml/kgBB/jam.Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahandan perkiraan jumlah perdarahan. Perkiraan jumlah perdarahan yang terjadiselama pembedahan sering mengalami kesulitan., dikarenakan adanya perdarahan yang sulit diukur/tersembunyi yang terdapat di dalam luka operasi,kain kasa, kain operasi dan lain-lain. Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan dengan mengukur jumlah darah didalam botol suction ditambah perkiraan jumlah darah di kain kasa dan kain operasi. Satu lembar duk dapat menampung 100– 150 ml darah, sedangkan untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah. Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin secara serial.Pada perdarahan untuk mempertahankan volume intravena dapat diberikan kristaloid atau koloid sampai tahap timbulnya bahaya karena anemia. Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman, yaitu Hb 7 – 10 g/dl atau Hct 21 – 30%. 20 – 25% pada individu sehat atau anemia kronis.Kebutuhan transfusi dapat ditetapkan pada saat prabedah berdasarkan nilai hematokrit dan EBV.

EBV pada neonatus prematur 95 ml/kgBB, fullterm 85ml/kgBB, bayi 80 ml/kgBB dan pada dewasa laki-laki 75 ml/kgBB, perempuan 85 ml/kgBB.

Untuk menentukan jumlah perdarahan yang diperlukan agar Hct menjadi 30% dapat dihitung sebagai berikut :

 Estimated Blood Volume

 Estimasi volume sel darah merah pada Hct prabedah (RBCV preop)  Estimasi volume sel darah merah pada Hct 30% prabedah (RBCV%)  Volume sel darah merah yang hilang, RBCV lost = RBCV preop –

(25)

 Jumlah darah yang boleh hilang = RBCV lost x 3Transfusi dilakukan jika perdarahan melebihi nilai RBCV lost x 3.

Selain cara tersebut di atas, beberapa pendapat mengenai penggantiancairan akibat perdarahan adalah sebagai berikut :Berdasar berat-ringannya perdarahan :

 Perdarahan ringan, perdarahan sampai 10% EBV, 10 – 15%, cukup diganti dengan cairan elektrolit.

 Perdarahan sedang, perdarahan 10 – 20% EBV, 15– 30%, dapat diganti dengan cairan kristaloid dan koloid.

 Perdarahan berat, perdarahan 20 – 50% EBV, > 30%, harus diganti dengan transfusi darah

Gambar 6. Kebutuhan cairan basal 3. Cairan Paska Bedah

Terapi cairan paska bedah ditujukan untuk :  Memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi

 Mengganti kehilangan cairan pada masa paska bedah (cairan lambung,febris).

 Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.

Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan. Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dantrace element. Pemberian kalori sampai 40 – 50 Kcal/kg dengan protein 0,2– 0,24 N/kg. Nutrisi parenteral ini penting, karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat nutrisi sama

(26)

sekali akan kehilangan protein 75 – 125 gr/hari. Hipoalbuminemia menyebabkan edema jaringan,infeksi dan dehisensi luka operasi, terjadi penurunan enzym pencernaanyang menyulitkan proses realimentasi

Terapi Cairan Resusitasi

Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus NormalSaline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 l dalam 10 menit.Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler seperti MCI, syok kardiogenik, hemoragik atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40,dextran 70), atau turunan kanji (haes, ekspafusin).

Jika syok terjadi : oBerikan segera oksigen

oBerikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS oJika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi Terapi Cairan Rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.Diberikan dengan kecepatan 80 ml/jam. Untuk anak gunakan rumus 4:2:1,yaitu:

4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama 2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua

1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan.

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengendung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran +saline, DGAA, Ringer's dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik. Pada pembedahan akan menyebabkan cairan

(27)

pindah ke ruang ketiga, ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu :

6-8 ml/kg untuk bedah besar misalnya laparotomi 4-6 ml/kg untuk bedah sedang

2-4 ml/kg untuk bedah kecil misalnya debridement,FAM

Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkankebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan, yaitu: 6-8 ml/kg untuk bedah besar

4-6 ml/kg untuk bedah sedang 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

Pada prinsipnya kecepatan pemberian cairan selama pembedahan adalah dapatmenjamin tekanan darah stabil tanpa menggunakan obat vasokonstriktor, dengan produksi urin mencapai 0,5-1 ml/kgBB/jam.

Pemberian cairan saat operasi berlangsung:

a. pemberian cairan pada jam pertama operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% X kebutuhan cairan puasa)

b. pemberian cairan pada jam kedua operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)

c. pemberian cairan pada jam ketiga operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% X kebutuhan cairan puasa)

d.Pemberian cairan pada jam keempat operasi :(kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi)

(28)

Gambar 7. Bagan terapi cairan

F. dukungan nutrisi parenteral Via jalur vena sentral

Infus larutan TPN hampir selalu dilakukan lewat jalur vena sentral. Ini karena larutanTPN sangat hipertonik dan membutuhkan vena dengan aliran cepat guna pencairan larutan secepat mungkin saat masuk ke dalam tubuh. Via jalur vena perifer

TPN perifer sering digunakan karena menghindari komplikasi dari penggunaan jalur vena sentral. Meliputi infus larutan TPN melalui cannula (atau via periferal long cannuladimana ujungnya berakhir di lengan atas dengan aliran darah yang lebih cepat). Sayangnya,larutan standar TPN tidak dapat dipakai melalui jalur perifer karena hyperosmolaritas.Osmolaritas darah berkisar 300 mOsm. Larutan yang dipakai lewat perifer harus mempunyaiosmolaritas maximum kira-kira 700-800 mOsm. Pemasangan infus lewat perifer hanya dapat bertahan maximum 7-14 hari sebelum terjadi thromboplebitis dan tempat pemasangan infusharus diganti. Lama pemberian TPN perifer tergantung pada jumlah vena-vena yang terdapatdi extremitas atas. Larutan yang dipakai untuk penggunaan perifer selalu berupa larutanThree-in-one. Hal ini karena campuran larutan tersebut mempunyai kadar osmolaritas yanglebih rendah dari larutan dextrosa murni (lihat penjelasan di bawah pada bagian all-in-onesolution). Meskipun demikian, jumlah kalori yang dapat dimasukan melalui perifer hanyasebatas 1500

(29)

cal/hari. Jika pasien membutuhkan lebih banyak kalori, TPN harus diberikanmelalui jalur sentral.

Larutan parenteral

Larutan Dextrosa Hypertonik

Larutan Dextrosa Hypertonik adalah larutan awal yang digunakan untuk TPN (20%-50%). Harus di infus melalui jalur sentral vena besar, high-flow untuk menghindari thrombophlebitis. Sekarang baru disadari bahwa, pemenuhan semua kalori hanya dengan glukosa adalah tidak menguntungkan:1.Pasien akan mengalami defesiensi asam lemak esensial dalam beberapa minggu,tanpa infus lipid.2.Terjadi degenerasi lemak di hati, karena synthesis lipid lokal kurang dikeluarkandan kurang termobilisasi.Pasien-pasien dengan stress berat (politrauma, sepsis, luka bakar, dll), tubuh akan berubah dari metabolisme glukosa menjadi metabolisme lemak. Tubuh gagal untuk menggunakan dextrosa walaupun dengan kadar glukosa darah yang tinggi, tetapi menggunakan keton-bodies untuk menghasilkan kalori. Hal ini terjadi dalam 24 jam setela hmuncul kondisi stress. Larutan Lipid (lemak)

Lemak menghasilkan 9 kalori/gram (dextrosa 4 kal/gr). Keuntungan tambahan darilarutan lemak adalah isotonos, sehingga dapat di infus lewat perifer. Lemak sangatdibutuhkan oleh pasien-pasien yang mengalami stress, yang akan lebih memetabolisme lemak daripada glukosa selama stress phase. Tambahan lagi, larutan lemak mengandung asam lemak esensial – acid Arachidonic, acid Linolenic, dan acid Linoleic – meskipun kandungannya sangat kecil. Seperti telah dijelaskan di atas, infus larutan lemak juga mengurangi insiden terjadinnya degenerasi lemak di hati.Efek sampingnya, lemak menyebabkan immunosupresi. Konsentrasi tinggi dari asam lemak yang tidak termetabolisme akan menyebabkan peningkatan prostaglandine immuno supresive (E2 series). Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian MCT yang dapatdimetabolisme dengan cepat. Lemak dengan konsentrasi yang tinggi secara langsung bersifat hepatotoxik ( diatas dosis terapi), tapi toxisitas yang ada jarang diperhatikan belakangan ini.Beberapa pasien yang alergi terhadap telur mungkin bereaksi terhadap emulsi lemak yangmengandung

(30)

komponen Lacithin telur dan kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi anaphylaxis. Larutan lemak untuk TPN berupa emulsi (minyak-dalam-air) yang stabil tapi tidak dapat bertahan dengan beberapa zat tambahan. Penambahan dextrosa konsentrasi tinggi atau larutan acidic/obat-obatan dapat merusak emulsi ini, lemak akan membentuk lapisan pemisah. Infus dengan larutan yang telah terurai ini dapat berakibat fatal. Meskipun halseperti ini jarang ditemukan, tetapi tetap harus diperhatikan bila mencampur emulsi lemak dengan larutan lain.

Larutan asam amino

Larutan ini harus dibedakan dari larutan protein tersedia lainnya misalnya Albumin atau Plasma. Larutan Albumin dan Plasma mengandung molekul protein yang lebih besar yang akan dipecah menjadi asam amino sebelum digunakan untuk menyusun komposisi protein baru. Sebaliknyaa asam amino sederhana dapat digunakan secara langsung untuk menyusun komposisi protein baru. Lagi pula larutan ini tidak menimbulkan resiko transmisi infeksi seperti pada larutan Albumin atau Plasma. Albumin dan Plasma tidak berperan dalamhal nutrisi hanya larutan murni asam amino yang digunakan. Asam amino jika dioxidasi menghasikan 4 kal/gr. Walaupun demikian larutan ini, harus dilindungi dari oxidasi yang tidak perlu dan harus murni digunakan untuk penyusunan protein. Hal ini dapat dicapaidengan menyediakan sejumlah substrat energy yang adekuat secara bersamaan (dextrose,lemak). Untuk itu, sebelum infus asam amino diberikan, ketersediaan kalori yang adekuat harus dipastikan dulu.Tersedia beberapa larutan asam amino khusus. Pada pasien-pasien dengan penyakithati lebih baik menggunakan asam amino Branched-chain. Larutan asam amino yangdiperkaya dengan Glutamine terbukti meningkatkan survivalitas pada pasien-pasien denganstress. Arginine memperbaiki fungsi immune. Larutan asam amino yang diperkaya denganasam amino esensial terbukti bermanfaat pada pasien-pasien dengan gagal ginjal.Asam amino biasanya tersedia dalam larutan 10%. Ini terlalu hyperosmolar untuk penggunaan perifer. Tersedia larutan 5% yang dapat

(31)

digunakan secara perifer untuk beberapa hari. Asam amino tidak mempunyai efek samping yang berat. Meskipun demikianasam amino dosis tinggi harus dihindari pada Encephalopathy hepatis.

Komponen lainnya

Multivitamin (MVI) dan Trace Elemen

Kebanyakan pasien telah mengalami defesiensi vitamin dan trace elemen saat diberikan TPN, sehingga harus diberikan suplemen sesegera mungkin. Larutan MVI danTrace Elemen keduanya relatif tidak stabil bila dicampur dan tidak tersedia dalam komposisilarutan TPN siap pakai serta digunakan hanya sebelum larutan yang lain diberikan. TraceElemen oral dapat diberikan jika pasien mampu untuk intake oral walaupun dengan jumlahyang sangat sedikit.

Zat-zat additive lainnya

Pada pasien-pasien diabetes cenderung terjadi hyperglicaemi karena penggunaan larutan hypertonis dengan volume yang besar. Bahkan pasien-pasien non-diabetes harus memerlukan insulin jika terdapat glycosuria selama infus dextrosa hypertonis (glycosuriaurine harus di cek secara berkala). Suplemen Calcium diberikan secara khusus karena merusak larutan TPN dan jika dibutuhkan diberikan lewat jalur vena lainnya. Jika bercampur dengan larutan TPN, calcium dapat menyebabkan presipitasi dari setiap phosphate inorganik dalam larutan tersebut dan infus seperti ini sangat berbahaya. Dengan adanyalemak dalam larutan TPN akan mengganggu perkiraan presipitasi yang terjadi. Larutan-larutan TPN khusus yang mengandung phophate organik yang tidak dapat terpresipitasi juga mengandung calcium.Heparin kadang-kadang juga ditambahkan pada larutan all-in-one dengan kadar yangkecil untuk mengurangi terjadinya thrombophlebitis dan thrombosis vena. Juga memperlancar metabolisme lemak.

(32)

Larutan-larutan all-in-one (juga disebut dengan larutan Three-in-one) merupakan pengembangan terapi TPN yang paling besar saat ini. Larutan asam amino, larutan dextrosa hypertonik dan emulsi lemak dicampur didalam satu komposisi dan diberikan sebagai infus.Keuntungan dari jenis ini adalah:

1.Mengurangi resiko infeksi. Setiap penggantian botol infus di bangsal membawaresiko infeksi melalui jalur sentral. Dengan penambahan semua larutan ke dalam satuwadah yang aseptik akan mengurangi jumlah penggantian infus menjadi sekali sehari,mengurangi angka kejadian infeksi.

2. Larutan yang diberikan menjadi lebih cair. Dengan penambahan larutan asam aminodan larutan lemak akan melarutkan larutan dextrosa dan sebaliknya. Sehingga 250 gr glukosa (rata-rata kebutuhan perhari) dapat diberikan seperti halnya 1000 ml dextrosa25% atau seperti halnya .500 ml dextrosa 10%. 2.500 ml larutan, pada contoh ini,dapat dicapai dengan mencampurkan 1000 ml dextrosa 25% dengan 500 ml larutanlemak, 500 ml larutan asam amino dan 500 ml normal saline. Ini akan melarutkandextrosa dan larutan asam amino hypertonis. Dengan campuran kadar lemak yangtinggi dari larutan Three-in-one, infus lewat vena perifer dapat diberikan.

3.Waktu perawatan menjadi berkurang karena kurangnya frekuensi penggantian kantong TPN.

4.Pemberian “Home TPN” menjadi mungkin. Misusused component

Albumin

Meskipun larutan Albumin bukan merupakan komponen TPN, pasien yang mendapatTPN kadang menderita hypoalbuminaemia. Pasien ini harus mendapat infus Albumin dengan gambaran klinik berupa rendahnya tekanan onkotik (edema, CVP yang tetaprendah). Infus Albumin harus segera dihentikan bila terjadi peningkatan tekanan onkotik dan tidak diperlukan sebagai terapi nutrisi. Alternatif termurah untuk meningkatkan tekanan onkotik, dalam waktu yang singkat ialah dengan pemberian gel colloid (Haes-Steril, Haemacele).

(33)

Plasma-Plasma (atau darah) tidak berperan sebagai nutrisi. Jika diperlukan untuk memperbaikifaktor-faktor pembekuan, Fresh Frozen Plasma harus diberikan, hanya untuk alasan ini plasma diberikan.

Nutrisi parenteral parsial

Saat ini nutrisi parenteral parsial merupakan jawaban dari banyaknya komplikasi pemberian nutrisi dengan TPN. Kebanyakan pasien dapat memenuhi sebagian kebutuhan kalori mereka secara enteral,tapi tetap membutuhkan nutrisi parenteral untuk melengkapi kebutuhan kalorinya. Pasien- pasien seperti ini disarankan untuk tetap makan, karena adanya makanan dalam saluran cernaakan mempertahankan integritas dari enterocyte dan mengurangi terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.Perangsangan pelepasan hormon saluran cerna oleh makanan akan mengurangi terjadinya perlemakan hati dan cholelithiasis

(34)

BAB III KESIMPULAN

Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti milieu interiur dalam batas-batas fisiologis.Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2mmol/kgBB/hari dan K+= 1mmol/kgBB/hari. Selama pembedahan dapat terjadi kehilangan cairan melalui perdarahan dan kehilangan cairan lainnya, seperti translokasi internal dan evaporasi. Terapi cairan perioperatif meliputi pemberian cairan prabedah, selama bedah dan pasca bedah. Cairan yang dapat digunakan yaitu kristaloid (tanpa tekanan onkotik), koloid (memiliki tekanan onkotik) dandarah.

(35)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. IndianJ.Anaesh.2003;47(5):380-387.

2. Kaswiyan U. Terapi cairan perioperatif. Bagian Anestesiologi danReanimasi. Fakultas Kedokteran Unpad/ RS. Hasan Sadikin. 2000. 3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for

preoperativedehydrationdoesit improve outcome. Acta Anaesthesiol Scand. 2002; 46:1089-93

4. PW, Murray PF. Intravenous fluids in minor surgery. Their effect onrecovery from anaesthesia. 1986; 41: 635-7.

5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. 5th ed.Missouri:Elsevier-mosby; 2005.p3-227

6. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed.Pennsylvania: W.B.saunders company; 1997: 375-393

7. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.2002

8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. 2nd ed.Pennsylvania: Springhouse; 2002:3-189.

9. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University -Center for Veterinary Health. 2006

(36)

10. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. Smf/bagian anestesi dan terapiintensif FK Undip: Semarang; 2004: 1-60.

11. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. 5thed. Philadelphia: Lippincot williams and wilkins; 2006: 74-97.

Gambar

Gambar 4. Insensible loss
Gambar 5. Derajad dehidrasi
Gambar 6. Kebutuhan cairan basal
Gambar 7. Bagan terapi cairan

Referensi

Dokumen terkait

Namun, penelitian tersebut belum menggunakan teknik data mining, untuk itulah peneliti merasa perlu membangun sistem pengambilan keputusan dengan menggunakan metode data

8 Evaluasi Tengah Semester / Ujian Tengah Semester : Melakukan validasi hasil penilaian, evaluasi dan perbaikan proses pembelajaran berikutnya 9 Mampu menjelaskan proses

Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran pola makan, asupan energi dan zat gizi makro dan serat, gaya hidup terhadap status gizi pasien dengan

Uways Sulqurni Graha Piesta, Jalan Warung Buncit Raya No.. Bursa Efek

Meskipun aktiviti DEMO di Malaysia telah bermula sejak Pilihan Raya Umum (PRU) 1990 hinggalah sepuluh siri pilihan raya kecil yang di adakan selepas PRU 2018 yang

bahwa sesuai ketentuan Pasal 317 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan terhadap rata-rata nilai postes kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai masalah yang diteliti yaitu tentang pengaruh manajemen laba terhadap biaya modal ekuitas pada