• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kurikulum Pembelajaran Integrated Berbasis ICT untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sains di Sekolah Bertaraf Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Kurikulum Pembelajaran Integrated Berbasis ICT untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sains di Sekolah Bertaraf Internasional"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Kurikulum Pembelajaran Integrated Berbasis ICT untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sains di Sekolah Bertaraf Internasional

Ari Widodo, Diana Rochintaniawati, Tuszie Widianthi International Program on Science Education FPMIPA UPI

ABSTRACT

Penelitian tentang Implementasi Kurikulum Pembelajaran Integrated Berbasis ICT untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Sains di Sekolah Bertaraf Internasional bertujuan untuk mengukur efektivitas pembelajaran yang bersifat terintegrasi dengan menggunakan media ICT di sekolah RSBI. Penelitian ini melibatkan satu sekolah RSBI dengan sampel sebanyak 60 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan disain quasi eksperimen. Sebanyak 30 orang siswa berada dalam kelompok eksperimen dan diberikan pembelajaran sains terintegrasi antara biologi, kimi dan fisika sedangkan 30 siswa berada dalam kelompok kontrol dan diberikan pembelajaran sains secara terpisah antara mata pelajaran fisika, kimia dan biologi. ICT digunakan pada kedua kelompok berupa power poin yang di dalamnya disertai gambar bergerak. Dari pengolahan data diperoleh hasil adanya perbedaan yang signifikan dari penguasaan konsep siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Siswa di kelompok eksperimen yang pembelajarannya dilangsungkan secara terintegrasi memiliki rata-rata nilai lebih tinggi (72,29) dibandingkan siswa di kelas kontrol dimana pembelajaran dilangsungkan terpisah antara kimia, fisika dan biologi (67,00). Dari hasil tersebut maka pembelajaran sains yang ditunjang dengan ICT dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sains di RSBI.

A. Pendahuluan

Peran ilmu pengetahuan pada era globalisai menjadi sangat dominan dalam bermasyarakat global. Menurut Tim KSPB (Kelompok Studi Pendidikan Berkualitas, 2008) kunci keberhasilan dalam perikehidupan masyarakat global adalah masyarakat berbasis pengetahuan yang mampu menjadi generator pertumbuhan ekonomi. Suharno (2008) menyatakan bahwa untuk menghasilkan generator dinamika pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan tersebut maka perlu adanya penguatan pendidikan dalam sains.

Beaton et al. (1996) dan Martin et al., (2000) menyatakan bahwa pelajaran sains dan matematika merupakan pelajaran yang bersifat "internasional" sehingga penguasaan terhadap mata pelajaran tersebut akan berlaku secara internasional. Oleh karena itu, penguatan dalam pendidikan sains diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi secara global, yaitu peserta didik yang dapat melanjutkan sekolah di negara lain atau bersaing dengan negara-negara lain untuk memperoleh pekerjaan di bidang sains. Dengan demikian, maka penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dan ICT dalam pembelajaran sains menjadi hal yang diperlukan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki daya saing bersifat global.

Untuk mencapai sasaran seperti yang diharapkan oleh pendidikan sains, selain faktor penggunaan bahasa inggris dan penggunaan ICT, terdsapat aspek lain yang dapat menunjang kualitas pembelajaran sains, yaitu bagaimana pembelajaran sains dilangsungkan dalam praktek sehari-hari. Pembelajaran sains dapat diselenggarakan dalam dua cara, yaitu secara terpisah dari

(2)

mata pelajaran biologi, fisika dan kimia dan secara integrasi dari ketiga mata pelajaran tersebut. Pembelajaran sains secara terintegrasi diyakini dapat meningkatkan keterlibatan siswa terhadap tidak hanya terhadap konsep sains, namun pula terhadap cara berfikir dan kemampuan memecahkan masalah yang berkaitan dengan sains (Staver, 2009).

Dengan ketiga hal yang diuraikan di atas, maka penelitian terhadap pembelajaran sains yang berkaitan dengan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, penggunaan ICT dan bagaimana cara pembelajaran sains dilangsungkan dalam praktik pembelajaran perlu untuk dilakukan dengan tujuan untuk meningkatan kualitas pembelajarn sains terutama di sekolah RSBI.

B. Landasan Teoritik

Sains merupakan sekelompok pengetahuan tentang fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penelitian para ilmuwan. Metode yang digunakan dalam menemukan sains dinamakan metode ilmiah, yang meliputi keterampilan-keterampilan menemukan dan merumuskan masalah, mengobservasi, merumuskan hipotesis, menguji hipotesis yang telah dirumuskannya, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan hasil-hasil penelitiannya. Langkah-langkah penelitian ini merupakan suatu proses dalam penelitian dan pengembangan sains, biasa disebut sains sebagai proses. Dari penelitian-penelitian tersebut dihasilkan konsep, hukum, teori, dan generalisasi. Hasil penelitian ini biasa dinamakan sains sebagai produk.

Sains dengan demikian mempunyai dua sisi, yaitu sains dipandang sebagai proses dan sains dipandang sebagai produk. Menurut Dahar (1985) sains sebagai produk merupakan kumpulan pengetahuan yang meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori. Sedangkan sains sebagai proses merupakan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan. Dalam perkembangannya, sains memiliki nilai-nilai dan etika. Sehingga sains dipandang sebagai tiga hal, yaitu produk, proses dan nilai-nilai yaitu nilai kejujuran.

Menurut Beaton et al. (1996) dan Martin et al., (2000) pelajaran sains memiliki karakteristik yang sama dimanapun sains diajarkan. Hakikat sains sebagai produk, proses dan nilai berlaku secara universal. Dengan demikia penguasaan terhadap mata pelajaran tersebut akan berlaku secara internasional pula. Karakteristik yang dimiliki oleh pendidikan sains, menjadikan sains dipandang sebagai mata pelajaran yang dapat dijadikan sebagai jembatan globalisasi tidak hanya pada tatarn ilmu pengetahuan tetapi pula pada tataran skill atau kemampuan.

Sains dianggap sebagai mata pelajaran penting di seluruh belahan dunia, pendidikan sains dijadikan sebagai standar keberhasilan pendidikan suatu Negara. Degan kedudukan tersebut, masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan sains menjadi pusat perhatian bidang pendidikan. Pembelajaran sains di RSBI difokuskan pada beberapa hal, yaitu: penggunaan bahasa Inggris (bilingual), penggunaan ICT dan pembelajaran yang terintegrasi.

Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwaembelajaran IPA secara bilingual bisa menimbulkan efek resiprok yang positif bagi penguasaan konsep dan kemampuan bahasa asing anak. Pembelajaran IPA yang disampaikan dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia selain dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap konsep-konsep IPA, juga bisa membantu meningkatkan penguasaan bahasa Inggris siswa (Judd, Tan dan Walberg, 2001).

Menurut Osborne (2009) Penggunaan ICT dapat meningkatkan pembelajaran sains baik secara teoritis dan praktis, karena ICT dalam pembelajaran memiliki peranan memberikan

(3)

kesempatan untuk melibatkan proses berfikir, berdiskusi, menganalisis dan melakukan interpretasi serta meningkatkan keterkaitan sains terhadap fenomena terkini.

Staver (2009) menyatakan bahwa pembelajaran sains yang dilangsungkan secara terintegrasi dapat menanamkan pemahaman yang dalam terhadap siswa karena tidak hanya sekedar menghafal fakta dan konsep. Sains yang disajikan secara terintegrasi memiliki nilai pemahaman yang tinggi yang melibatkan kesatuan dari konsep, fakta, inkuiri dan kemampuan memecahan masalah. Penekanan terhadap inkuiri dan problem solving dapat mendorong pemahaman yang lebih mendalam terhadap sains.

C. Metode Penelitian

Penelitian dirancang dengan metode eksperimen, melibatkan kelas kontrol yang diberi perlakuan pembelajaran sains yang tidak terintegrasi dan kelas eksperimen yang diberi perlakuan pembelajaran sains secara terintegrasi. Disain yang digunakan adalah quasi eksperimen. Di dalam quasi eksperimen, subjek penelitian tidak dipilih secara random untuk berada di kelas eksperimen atau di kelas kontrol (Borg & Gall, 2003). Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 60 siswa di Sekolah Menengah Pertama Negeri yang berstatus sebagai RSBI. Subjek diambil sebanyak dua kelas, yaitu kelas 8.Tiga puluh siswa berada di kelas kontrol dan 30 orang berada di kelas eksperimen.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan di dua kelas memperoleh data tentang pretes dan postes di kelas eksperimen dan kelas kontrol, yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1

Data Pretest dan Postest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pretest Postest Pretest Postest

X 32,86 67,00 32,14 72,29 SD 7,72 7,05 7,81 7,68 S2 59,04 49,71 61,01 59,03 Nilai minimum 18 56 18 56 Nilai maksimum 48 82 46 84

Hasil penguajian homogenitas variansi dan normalitas data diperoleh bahwa vanriansi data homogen dan distribusi data bersifat normal. Dengan demikian uji hipotesis yang dilakukan menggunakan uji Z untuk membedakan dua rata-rata (postes). Uji Z digunakan karena subjek yang dilibakan dalam penelitian berjumlah lebih dari 30 orang dalam satu kelas.

Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan terhadap rata-rata nilai postes kelompok kontrol dan kelompok eksperimen untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok setelah diberi perlakuan, yaitu pembelajaran sains secara terintegrasi pada kelompok eksperimen dan pembelajaran sains yang terpisah antara fisika, kimia dan biologi pada kelompok kontrol. Hasil uji hipotesis terhadap rata-rata nilai postes dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2

(4)

Kelompok Z hitung Z (0,05) Kesimpulan

Kontrol -3,00 1,96 Ho ditolak

H1 diterima

Eksperimen

Hasil uji hipotesis pada postes kelompok kontrol dan kelompok eksperimen menunjukkan terdapat perbedaan yang siginifikan dari rata-rata nilai postes kedua kelompok. Rata-rata nilai postes kelompok eksperimen lebih tinggi (72,29) dibandingkan rata-rata nilai postes kelompok kontrol (67,00). Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran di kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan di kelompok kontrol.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh nilai rata-rata pretes pada kelas kontrol sebesar 32,86 dan kelas eksperimen 32,14. Dari hasil ujji hipotesis pada kedua rata-rata tersebut diperoleh tidak ada perbedaan yang siginifikan antara kelas ekperimen dan kelas control. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di kelas kontrol dan di kelas eksperimen memiliki pengetahuan awal yang sama. Rendahnya nilai rata-rata pretes di kedua kelas disebabkan karena siswa belum mempelajari materi tentang system pertafasan (biologi), hukum Boyle (fisika) dan zat adiktif (kimia), sehingga pengetahuan awal siswa terhadap materi-materi tersebut rendah.

Setelah dilakukan pembelajaran, terjadi peningkatan pengetahuan dari pretes ke postes pada kedua kelompok. Peningkatan hasil postes pada kedua kelompok dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama adalah pemnggunaan ICT dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran yang dilansgungkan pada kedua kelas (kelas eksperimen maupun kelas kontrol) digunakan power point yang dilengkapi oleh gambar-gambar yang bergerak, bukan hanya sekedar tulisan atau gambar dua dimensi. Hal ini menjadikan pembelajaran lebih menarik dan konsep-konsep yang abstrak dapat menjadi lebih konkret. Selain itu pembelajaran dengan bantuan ICT memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan analisis terhadap objek yang diperlihatkan dalam tayangan sehingga member kesempatan bagi siswa untuk melatihkan keterampilan berfikir. Pendapat yang dikemukakan oleh Osborne (2009) mendukung hasil temuan ini. Menurut Osborne (2009) penggunaan ICT dapat meningkatkan pembelajaran sains baik secara teoritis dan praktis, karena pembelajaran dengan menggunakan ICT akan meningkatkan kinerja yang menggantikan proses manual untuk memberikan kesempatan proses berfikir, analisis, dan interpretasi. Osborne (2009) juga menyatakan bahwa ICT dalam pembelajaran sains mendukung eksplorasi dan eksperimentasi dengan menyediakan feedback bersifat visual secara cepat, membantu mengkonkritkan konsep-konseop yang abstrak serta dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa terhadap pembelajaran.

Dari hasil uji hipotesis nilai rata-rata postes kelas kontrol dan kelas eksperimen berbeda secara signifikan, dimana nilai rata-rata postes kelompok eksperimen lebih tinggi disbanding kelompok kontrol, yaitu 72,29 untuk kelompok eksperimen dan 67,00 untuk kelompok kontrol. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan penguasaan terhadap konsep-konsep sains dari kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dimana kelompok eksperimen menunjukkan penguasaan yang lebih tinggi dibanding kelompok eksperimen. Perbedaan pembelajaran yang dilansungkan di kelas kontrol dengan kelas eksperimen adalah disajikannya sains secara terintegrasi di kelas eksperimen, sedangkan di kelas control pembelajaran sains dilansgungkan secara terpisah antara mata pelajaran biologi, kimia dan fisika. Pembelajaran sains yang dilangsungkan secara terintegrasi member kesempatan bagi siswa untuk terlibat lebih dalam terhadap tema-tema yang disajikan sehgingga pembelajaran tidak bersifat hapalan atau hanya

(5)

sekedar mengingat fakta atau konsep. Penemuan ini sejalan dengan pernyataan Staver (2009) yang menyatakan bahwa pembelajaran sains yang dilangsungkan secara terintegrasi dapat menanamkan pemahaman yang dalam terhadap siswa karena tidak hanya sekedar menghafal fakta dan konsep. Sains yang disajikan secara terintegrasi memiliki nilai pemahaman yang tinggi yang melibatkan kesatuan dari konsep, fakta, inkuiri dan kemampuan memecahan masalah. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang dilansgungkan secara terintegrasi menekankan pada inkuiri dan problem solving yang dapat mendorong pemahaman yang lebih mendalam terhadap tema yang dipelajari. Dari hasil yang diperoleh maka dapat dikatakan bahwa kualitas pembelajaran yang dilansgungkan di kelas eksperimen, yaitu dengan melangsungkan pembelajaran sains secara terintegrasi dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sains di sekolah RSBI.

E. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Pengolahan data dalam penelitian ini memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang belajar sains secara terintegrasi dan siswa yang belajar sains tidak terintegrasi, dimana nilai rata-rata siswa yang belajar sains secara terintegrasi lebih tinggi dibandingkan siswa yang belajar sains tidak terintegrasi. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran sains secara terintegrasi dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajaran sains di Sekolah RSBI.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan pada guru yang mengajar di sekolah RSBI untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam merancang pembelajaran sains secara terintegrasi melalui tema-tema yang mengakomodasi standar kompetensi dari mata pelajaran sains yang terdiri dari mata pelajaran fisika, biologi dan kimia. Dengan demikian, pelatihan guru yang diberikan oleh pihak-pihak terkait seperti Departemen Pendidikan dan LPTK yang berhubungan dengan pembelajaran sains terintegrasi perlu pula ditingkatkan.

E. DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., Airasian, P. W., Cruikshank, K. A., Mayer, R. E., Pintrich, P. R., et al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing.: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman. Beaton, A. E., Martin, M. O., Mullis, I. V. S., Gonzalez, E. J., Smith, T. A., & Kelly, D. L.

(1996). Science Achievement in the Middle School Years: IEA's Third International Mathematics and Science Study (TIMSS). Chesnut Hill: Center for the Study of Testing, Evaluation, and Educational Policy, Boston College (http://timss.bc.edu/timssl995i/psa math.html).

Bell, B. (1995). Children's Science, Constructivism and Learning in Science. Geelong: Deakin University.

Bloom, B. S., Engelhart, M. D., Furst, E. J., Hill, W. H., & Krathwohl, D. R. (1956). Taxonomy of Educational Objectives: The Classification of Educational Goals. Handbook 1 Cognitive Domain. New York: David McKay.

Borg, W. R., & Gall, M. D. (2003). Educational Research: An Introduction. New York: Longman.

(6)

Clerk, D., & Rutherford, M. (2000). Language as a confounding variable in the diagnosis of misconceptions. International Journal of Science Education, 22(7), 703-717.

Dahar R. Wilis, (1985), Peranan Keterampilan Proses dalam Pendidikan IPA, Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP), Bandung

Depdiknas. (2003). Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. (2004). Pedoman Pembelajaran Matematika dan Sains dalam Bahasa Inggris. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Depdiknas.

Judd, E. L., Tan, L., & Walberg, H. J. (2001). Teaching Additional Language. Geneva: International Academy of Education.

Kearsey, J., & Turner, S. (1999). The value of bilingualism in pupils's understanding of scientific language. International Journal of Science Education, 21(10), 1037-1050.

Martin, M. O., Mullis, I. V. S., Gonzalez, E. J., Gregory, K. D., Smith, T. A., Chrostowski, S. J., et al. (2000). TIMSS 1999 International Science Report. Chesnut Hill: International Study Center Lynch School of Education Boston College (http://isc.bc.edu/timssl999i/science achievement report.html).

OECD. (1996). Lifelong Learning for All. Paris: OECD.

OECD. (2001). Knowledge and Skills for Life. First Result from the OECD Programme for International Student Assessment (PISA) 2000. Paris: OECD (http://www.pisa.oecd.org).

OECD/UNESCO-UIS. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow: Further results from PISA 2000: OECD/UNESCO-UIS (http://wwwl.oecd.org/publications).

Oakley Lisa, (2004). Cognitive Development, Routledge Taylor & Francis Group, London and New York.

Roth, W.-M., & Lawless, D. (2002). Science, Culture and the Emergence of Language. Science Education, 86(4), 368-385.

Sato, Manabu. (2006). Tantangan Yang Harus Dihadapi Sekolah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional IPA di FPMIPA UPI.

Staver, J. (2009). Teaching Science. [on-line] http://www.ibe.unesco.org

Simonneaux, L. (2000). A study of pupils' conceptions and reasoning in connection with "microbes", as a contribution to research in biotechnology education. International Journal of Science Education, 22(6), 619-644.

Sutton, C. (1996). Beliefs about science and beliefs about language. International Journal of Science Education, 18(1), 1-18.

Sutton, C. (1998). New perspectives on language in science. In B. J. Fraser & K. G. Tobin (Eds.), International Handbook of Science Education (pp. 27-38). Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Tisher R.P. (1972). Fundamental Issues In Science Education. John Willey: Adlai Wortham Sue. (2006). Early Childhood Curriculum. Fourth Edition. Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall.

Yuli, N. F. (1999). Identifikasi Perkembangan Pemahaman Siswa tentang Gizi dan Kesehatan Dilihat dari Jenjang Pendidikannya. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Bandung. Bandung.

Xiangdong, Peng (2004). A Strategy for Promoting Bilingual Teaching in Science. The China Papers, November 2004.

(7)

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian dilakukan pada perangkat Android yang berbeda dengan tujuan untuk menguji tingkat responsivitas aplikasi, mulai dari segi kecepatan menampilkan objek tiga dimensi saat

Berdasarkan pembahasan dan hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus dapat disimpulkan bahwa: Dengan penerapan metode Snowball

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Myers (1984) dalam (Rose & Hudgins, 2010) bahwa tingkat profitabilitas yang tinggi akan membuat perusahaan menggunakan

Hasil penelitian menjelaskan bahwa responden yang pernah mengikuti pelatihan melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak di desa dengan baik atau kinerjanya mencapai target..

Setelah masuk baru kita dapat mendapatkan kode hash dari password Administrator dengan bantuan software cain and able , jika hast password telah di dapat, maka kita dapat

“Laporan keuangan adalah merupakan pokok atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi yang menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam

Berdasarkan hasil pengujian pengaruh variabel X terhadap variabel Y dapat disimpulkan bahwa apabila pengintegrasian materi pendidikan berlalu lintas kedalam mata

Temubual dangan beberapa orang nelayan pantai daripada Pulau Aur menjelaskan bahawa taman laut telah menjejaskan kebebasan nelayan di kawasan terbabit untuk