ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELUM
DITERAPKANNYA PENCATATAN KEUANGAN BERBASIS SAK
ETAP DI UMKM (STUDI KASUS UMKM DI KABUPATEN BULELENG)
Ni Kadek Sinarwati
Jurusan Akuntansi Program S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha
kadeksinar20@gmail.com Abstrak
Keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan sangat penting bagi pembangunan dan perekonomian bangsa. Selain menyerap tenaga kerja paling banyak, keberadaannya juga dapat berperan dalam mengatasi ketepurukan ekonomi Indonesia. Sampai saat ini masih banyak UMKM yang sulit berkembang, dimana salah satu penyebabnya adalah belum diterapkannya pencatatan keuangan, terutama pencatatan berbasis SAK ETAP.
Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor apakah yang mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP di UMKM di Kabupaten Buleleng. Sampel ditentukan dengan metode accidental sampling. Data di analisis dengan menggunakan teknik analisis regresi berganda dengan bantuan program SPSS versi 19.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM (Studi Kasus UMKM di Kabupaten Buleleng) adalah faktor Ketidaksiapan Infrastruktur, Kekurangan SDM dan Ketidakdisiplinan dengan eigen value 4,386 dan nilai percentage of variance sebesar 34,543%.
Kata Kunci: Pencatatan Keuangan, SAK ETAP, UMKM Abstract
The existance ofMicro, Smalland Medium Enterprises(SMEs) have avery important role forthe development andthe nation's economy. In addition toemploymentat most, its existencecan alsoplay a rolein overcoming theeconomicketepurukanIndonesia. Untilnow there are manySMEsaredifficult to grow, where one ofthe causes isnotthe application offinancial records, especiallySAKETAP-based recording.
This study aimsto analyze the factorsthat influencewhetherthe accountshave not beenappliedinSMEsbasedSAKETAPin Buleleng. Sample was determined byaccidental sampling method. Datawere analyzedusingmultiple regression analysis techniqueswith SPSSversion19.
The results showedthat thedominant factoraffecting thefinancial recordshave not beenappliedSAKETAPbasedonSMEs(SME Case Studyin Buleleng) is afactor ofunpreparednessInfrastructure, Lack ofhuman resources andindisciplinewitheigenvalue4.386andthe value ofpercentageofvariance equal to34.543%.
Keywords: FinancialRecording, SAKETAP, SMEs I. Pendahluan
Pengelolaan keuangan yang baik dan transparan memerlukan pengetahuan dan keterampilan akuntansi secara baik oleh pelaku UMKM. Kemampuan pelaku UMKM dalam memberikan informasi keuangan yang akurat akan sangat berdapak terhadap stakeholder bisnis
UMKM tersebut, misalnya pemilik, pegawai, pemasok, pelanggan, pemberi pinjaman, pemerintah, pemerhati lingkungan dan pihak terkait lainnya.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh UMKM guna mewujudkan pengelolaan keuangan yang baik dan transparan adalah dengan menerapkan Standar Akuntansi untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik atau yang lebih dikenal dengan sebutan SAK ETAP. SAK ETAP merupakan salah
satu Standar Akuntansi yang
penggunaanya ditujukan untuk entitas
usaha yang tidak memiliki akuntabilitas publik, seperti UMKM. Secara umum SAK ETAP ini lebih mudah dipahami dan tidak sekompleks SAK Umum. Ke depannya tentu sangat diharapkan UMKM mampu melakukan pembukuan akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan yang lebih informatif dengan tujuan tentunya memberikan kemudahan bagi investor maupun kreditor untuk memberikan bantuan pembiayaan bagi para pengusaha UMKM.
UMKM dan Koperasi di daerah Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali jumlah UMKM Tahun 2011 mencapai 233.334 unit yang tersebar diseluruh Kabupaten di Bali, salah satunya di Kabupaten Buleleng.
Beberapa hasil penelitian (Pinasti, Hariyanto, Idrus, Marbun) dalam Pinasti
(2007) menunjukkan bahwa kelemahan usaha kecil di Indonesia adalah pada umumnya pengelola usaha kecil tidak menguasai dan tidak menerapkan sistem keuangan yang memadai. Usaha kecil tidak atau belum memiliki dan menerapkan catatan akuntansi dengan ketat dan disiplin dengan pembukuan yang sistematis dan teratur. Pengusaha kecil secara umum menganggap bahwa informasi akuntansi tersebut tidak penting, selain sulit diterapkan juga membuang waktu dan biaya. Hal terpenting bagi pengelola usaha kecil adalah bagaimana cara menghasilkan laba yang banyak tanpa repot menerapkan akuntansi. Kenyataan ini juga didukung oleh hasil penelitian Musmini (2008) menemukan bahwa kebanyakan usaha kecil di Kecamatan Buleleng tidak menyelenggarakan catatan akuntansi, beberapa yang mempunyai catatan keuangan modelnya sangat sederhana dan tidak sistematis. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa UMKM kurang
memahami akan pentingnya akuntansi. Padahal akuntansi sebagai alat untuk mengetahui perkembangan usaha melalui laporan keuangan dan juga sebagai sumber data untuk menghitung pajak. Adanya keterbatasan pengetahuan pencatatan akuntansi, rumitnya proses akuntansi, dan anggapan bahwa laporan keuangan bukanlah hal yang penting bagi UMKM (Said, 2009 dalam Rudiantoro, 2011) yang menyebabkan pelaksanaan pembukuan akuntansi untuk menghasilkan laporan keuangan merupakan hal yang masih sulit bagi UMKM. Selain itu berbagai
macam keterbatasan lain yang dihadapi oleh UMKM dalam menyusun laporan keuangan yakni mulai dari latar belakang pendidikan yang tidak mengenal mengenai akuntansi, kurang disiplin dan rajinnya dalam pelaksanaan pembukuan akuntansi, tidak adanya kecukupan dana untuk mempekerjakan akuntan atau membeli
software akuntansi untuk mempermudah
pelaksanaan pembukuan akuntansi, dan tidak adanya peraturan yang mewajibkan
penyusunan laporan bagi UMKM
menyebabkan rendahnya praktek akuntansi pada UMKM di Indonesia (Andriani, 2014).
Berdasarkan penelitian
pendahuluan yang dilakukan, serta temuan Musmini (2008) dan Andriani (2014) dapat dinyatakan dinyatakan bahwa UMKM di Kabupaten Buleleng belum memiliki pencatatan keuangan yang memadai atau belum menerapkan SAK ETAP. Beberapa faktor yang mungkin menyebabkan belum diterapkannya SAK ETAP di UMKM di Kabupaten Buleleng (Study kasus di Peggy Salon) diantaranya adalah: faktor internal berupa kurangnya pemahaman, kurangnya kedisiplinan pencatatan, kekurangan sumber daya manusia, sedangkan faktor
eksternalnya karena kurangnya
pengawasan dari stakeholder yang berkepentingan dengan laporan keuangan.
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP di UMKM di Kabupaten Buleleng?.
II. Teori dan Kajian Pustaka
Laporan Keuangan UMKM sesuai Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP)
Sejalan dengan keinginan untuk mencapai adanya suatu bentuk yang sama dalam hal akuntansi pencatatan dan pelaporan, International Accounting Standard Board (IASB) menyusun suatu
acuan standar akuntansi keuangan internasional yang disebut sebagai
International Financial Reporting Standard
(IFRS). Dengan demikian, diharapkan standar akuntansi pencatatan dan pelaporan perusahaan-perusahaan di seluruh dunia akan disesuaikan dengan standar tersebut sehingga kinerja
perusahaan antar negara dapat
diperbandingkan dalam kerangka standar yang sama.
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, dan dengan memperhatikan banyaknya entitas usaha dengan skala kecil dan menengah, maka IASB
menerbitkan acuan standar akuntansi pencatatan dan pelaporan bagi entitas skala tersebut, yang disebut dengan IFRS
for Small and Medium-Sized Entities (IFRS
for SMEs). IFRS for SMEs merupakan modifikasi dan simplifikasi dari IFRS pokok yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan adanya standar pencatatan transaksi dan pelaporan keuangan sederhana dan tidak banyak membebani pengguna.
Sejalan dengan tujuan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) untuk melakukan konvergensi standar akuntansi pencatatan dan pelaporan Indonesia dengan standar internasional, pada tanggal 16 Desember 2008 telah dilansir Exposure Draft Standar Akuntansi Keuangan untuk Usaha Kecil dan Menengah (ED SAK UKM) yang merupakan adopsi dari IFRS for SMEs
dengan beberapa modifikasi yang diperlukan.
Ikatan Akuntan Indonesia telah menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK ETAP ini berlaku secara efektif untuk penyusunan laporan keuangan yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Definisi Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) adalah entitas yang:
a. Tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan
b. Menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statement)
bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit.
III Metode Penelitian
3.1 Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi belum diterapkan pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP di UMKM di Kabupaten Buleleng.
Faktor-faktor yang
dimaksud dibedakan menjadi dua yakni:
1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam UMKM yang terdiri dari:
a. Ketidakpahaman pemilik UMKM tentang tata cara menyusun pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP
b. Ketidaktahuan pemilik
UMKM akan manfaat
melaksanakan pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP
c. Ketidakdisiplinan pemilik
UMKM di dalam
melaksanakan pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP
d. Kekurangan Sumber Daya Manusia di UMKM untuk melaksanakan pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP
e. Ketidaksiapan infrastruktur di dalam UMKM untuk
melaksanakan pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar UMKM yang terdiri dari:
a. Kurangnya pengawasan dari stakeholder akan pelaksanaan kewajiban
UMKM dalam
melaksanakan pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP. Stakeholder yang
dimaksudkan dalam
penelitian ini yaitu:
1). Pihak pemberi
pinjaman/kreditur
khususnya lembaga
keuangan bank
2). Pihak pemerintah dalam hal ini Direktorat Jendral Pajak.
3.2 Populasi dan Sampel
Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 responden.Hal ini didasarkan pada pendapat J. Supranto (1997:99) yang menyatakan bahwa “untuk memperoleh hasil yang baik dari suatu analisis faktor, maka jumlah responden yang diambil untuk menjawab kuesioner adalah 5 atau 10 kali jumlah item pertanyaan yang dimuat dalam kuesioner”. Jumlah item pernyataan dalam penelitian ini adalah 14 x 5 = 70 responden.
Anggota sampel atau responden yang akan diteliti, ditentukan dengan accidental
sampling, yaitu pengambilan sampel
dengan sesuka hati atau yang ditemui secara kebetulan (Fandy Tjiptono, 2001: 90). Dengan demikian sampel dalam penelitian ini pemilik UMKM di Kabupaten Buleleng yang peneliti temui yang dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk penelitian.
3.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Menurut Widayat, 2004:196 dalam Anggraeny (2010) analisis ini digunakan untuk mereduksi, meringkas, dari banyak variabel ke dalam satu atau beberapa faktor. Proses ini identik dengan proses penggalian faktor dari kumpulan variabel yang ada.
Menurut Masrun instrumen penelitian dikatakan valid jika memiliki koefisien korelasi Pearson Product Moment (r) > 0,3 dengan alpha 0,05 (Sugiyono, 2001:124). Suatu instrumen dikatakan reliabel (handal) jika memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0,6 atau lebih Arikunto, 1998:129 dalam Anggraeny (2010). Hasil uji validitas menunjukkan bahwa butir-butir instrumen dapat dikatakan valid, karena koefisien korelasi yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 0,306 sampai dengan 0,649 yang berarti lebih besar dibandingkan 0,30.
Hasil uji reliabilitas instrumen pada 14 butir pertanyaan dikatakan reliabel. Dalam penelitian ini hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa hasil uji reliabilitasnya adalah 0,846. Hal ini berarti bahwa bahwa instrumen penelitian telah reliabel. Dengan terpenuhinya nilai uji validitas dan reliabilitas, maka instrumen penelitian dapat dikatakan handal dan konsisten dalam mengukur gejala yang sama, sehingga dapat dilanjutkan pada analisis selanjutnya yaitu uji analisis faktor. Analisa faktor meliputi tahap-tahap sebagai
berikut:
1. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM di Kabupaten Buleleng. Variabel yang digunakan sebanyak 14 dengan skala Likert berjenjang dari satu sampai lima. Jumlah sampel yang digunakan adalah 70 unit UMKM.
2. Matrik Korelasi dapat dilihat pada output analisis faktor yaitu pada tabel koefisien correlation matrix. Dari matriks korelasi ini didapat empat pengujian yang merupakan persyaratan awal agar analisis faktor dapat dilakukan yaitu: a. Nilai uji determinant of correlation
Analisis faktor mensyaratkan bahwa variabel yang diidentifikasikan harus
saling berhubungan yang
ditunjukkan dengan nilai
determinant of correlation yang
mendekati nol. Hasil analisis faktor pada penelitian ini menunjukkan nilai determinant of correlation yang mendekati nol yaitu sebesar 0,001. Dengan nilai yang mendekati nol berarti bahwa variabel-variabel yang
diidentifikasikan saling
berhubungan.
b. Nilai uji Bartlett’s Test of Sphericity
Nilai uji Bartlett’s Test of Sphericity
menunjukkan signifikan tidaknya hubungan antara variabel-variabel. Hasil analisis faktor menunjukkan
nilai Bartlett’s Test of Sphericity adalah 945,502 yang berarti bahwa peluang kesalahan dukungan data yang menyatakan bahwa variabel-variabel saling berhubungan adalah 0% atau dengan kata lain hubungan antara variabel adalah signifikan. c. Nilai uji Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)
Nilai uji KMO digunakan untuk menguji derajat interkorelasi antara variabel dan ketepatan pemakaian analisis faktor. Analisis faktor mensyaratkan nilai KMO minimum 0,5. Hasil analisis faktor dalam penelitian ini menunjukkan nilai KMO sebesar 0,721 melewati batas minimum 0,5. Hal ini berarti bahwa variabel ada hubungan satu sama lain sehingga analisis faktor tepat digunakan dalam penelitian ini. d. Nilai uji Measure of Sampling
Adequancy (MSA)
Nilai uji Measure of Sampling
Adequancy (MSA) digunakan untuk
mengetahui kecukupan sampel dimana analisis faktor mensyaratkan nilai MSA minimum 0,5. Pada analisis faktor ini semua variabel memenuhi kriteria nilai MSA yakni sebanyak 14 variabel.
Angka KMO sebesar 0,721 dan
Bartlett’s of Sphericity adalah
sebesar 945,502 dengan signifikansi 0,000. Oleh karena angka tersebut sudah diatas 0,5 dan signifikansinya dibawah 0,05, maka variabel dan sampel yang ada sudah bisa dianalisis lebih lanjut. Selain itu pada angka MSA masing-masing variabel sudah di atas 0,5. Ini menunjukkan variabel tersebut dapat digunakan untuk analisis faktor selanjutnya.
3. Menentukan Jumlah Faktor
Penentuan jumlah faktor masing-masing merupakan gabungan dari beberapa variabel yang saling berkorelasi yang didasarkan atas eigenvalue. Eigenvalue merupakan penjumlahan variance nilai-nilai korelasi setiap faktor terhadap
masing-masing variabel yang
membentuk faktor bersangkutan. Semakin besar eigenvalue suatu faktor, maka semakin representatif faktor tersebut sebagai wakil dari kelompok variabel. Faktor yang dipilih untuk analisis lebih lanjut dalam suatu model didasarkan pada batasan faktor yang memiliki eigenvalue > 1, berdasarkan hal tersebut maka terdapat 3 faktor yang
menjelaskan 61,417% dari total variance faktor yang mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM di Kabupaten Buleleng.
Berdasarkan hasil ananlisis dapat dijelaskan faktor 1 memiliki nilai eigenvalue sebesar 4,836 dengan kontribusi variance 34,543%, faktor 2 sebesar 2,460 dengan kontribusi variance 17,569%, faktor 3 sebesar 1,303 dengan kontribusi variance 9,306% sehingga secara kumulatif total variance yang dibentuk oleh ketiga faktor tersebut adalah 61,4175.
4. Rotasi Faktor
Untuk mempermudah interpretasi pengelompokan variabel ke dalam setiap faktor maka dilakukan rotasi faktor. Metode yang digunakan untuk merotasi faktor pada penelitian ini adalah metode varimax yaitu metode yang bertujuan untuk merotasi faktor awal hasil ekstraksi yang akan menghilangkan matrik yang lebih
sederhana untuk mempermudah
interpretasi dengan meminimalkan variabel yang memiliki loading yang tinggi terhadap faktornya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat empat belas variabel yang mempunyai loading factor > 0,50, sehingga terkelompokkan menjadi tiga kelompok yang mencapai variasi kumulatif sebesar 61,417%. Ini berarti persentase yang mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM di Kabupaten Buleleng sebesar 61,417% dapat dijelaskan oleh ketiga faktor tersebut. Masing-masing faktor diberi nama sebagai berikut: faktor 1 diberi nama ketidaksiapan infrastruktur, kekurangan SDM dan ketidakdisiplinan, faktor 2 diberi nama kurangnya pengawasan, faktor 3 diberi nama
Ketidakpahaman manfaat dan
Ketidaktahuan tata cara melaksanakan pencatatan.
5. Interpretasi Faktor
Interpretasi faktor dilakukan dengan mengelompokkan variabel-variabel yang mempunyai loading factor (korelasi) minimal 0,50, semakin tinggi loading
factor berarti semakin erat hubungan
antara variabel dengan faktor tersebut.
Singgih Santoso (2006: 45)
menyarankan bahwa nilai loading factor hendaknya tidak kurang dari 0,50, sehingga empat belas variabel yang
membentuk tiga faktor dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Adapun penjelasan dari masing-masing faktor serta variabel yang dominan mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM di Kabupaten Buleleng secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor Ketidaksiapan Infrastruktur,
Kekurangan SDM dan
Ketidakdisiplinan memiliki eigen value 4,386 dengan nilai percentage of variance yang mempengaruhi
belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP sebesar 34,543%. Faktor ini
dibentuk oleh variabel
Ketidaksiapan Infrastruktur (X9)
dengan loading factor sebesar 0,774, Ketidak disiplinan menyebabkan tidak melaksanakan (X6) dengan loading factor sebesar
0,735, Kekurangan SDM (X7)
dengan loading factor sebesar 0,731, Ketidakdisiplinan (X5) dengan loading factor 0,696, Kekurangan
SDM menyebabkan tidak
melaksanakan (X8) dengan loading
factor 0,669, Ketidaksiapan
Infrastruktur menyebabkan tidak melaksnakan (X10) dengan loading factor 0,618.
b. Faktor Kurangnya pengawasan memiliki eigen value 2,460 dengan nilai percentage of variance yang mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP sebesar 17,569%. Faktor ini dibentuk oleh variabel Kurangnya pengawasan dari Ditjen Pajak menyebabkan tidak melaksanakan (X14) dengan loading factor sebesar
0,856, Kurangnya pengawasan dari bank (X11) dengan loading factor
sebesar 0,783, Kurangnya
pengawasan dari Ditjen Pajak (X13)
dengan loading factor sebesar 0,736, Kurangnya pengawasan dari
bank menyebabkan tidak
melaksanakan (X12) dengan loading factor sebesar 0,724.
c. Faktor Ketidakpahaman manfaat dan Ketidaktahuan tata cara melaksanakan pencatatan memiliki
eigen value 1,303 dengan nilai
percentage of variance yang
mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP sebesar 9,306%. Faktor ini
dibentuk oleh variabel Ketidakpahaman manfaat (X3)
dengan loading factor sebesar
0,823, Ketidaktahuan menyebabkan tidak melaksanakan pencatatan (X2)
dengan loading factor sebesar
0,777, Ketidaktahuan cara melaksanakan (X1) dengan loading factor sebesar 0,619.
Hasil penelitian ini mendukung riset sebelumnya yang dilakukan oleh Musmini (2012) dan Andriani (2014) yang menemukan bahwa kurangnya pemahaman, kurangnya kedisiplinan pencatatan, kekurangan sumber daya manusia dan kurangnya pengawasan dari stakeholder yang berkepentingan dengan laporan keuangan menyebabkan UMKM (Study Kasus di Peggy Salon) belum melakukan pencatatan keuangan yang memadai/belum menerapkan pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP.
6. Uji Ketepatan Model
Langkah ini merupakan langkah yang terakhir dari analisis faktor. Ketepatan model dapat diketahui dari besarnya residual yang terjadi. Residual adalah perbedaan korelasi yang diamati dan yang diproduksi berdasarkan estimasi matrik faktor. Pada penelitian ini besarnya persentase residual yang ditunjukkan adalah sebesar 49% atau sebanyak 45residual atas dasar nilai absolut > 0,05. Hal ini mengindikasikan bahwa model memiliki ketepatan model sebesar 51% pada tingkat kesalahan 5% atau dengan kata lain model dapat diterima dengan ketepatan 51%.
V. Penutup Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi
belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM di Kabupaten Buleleng adalah:
a. Faktor Ketidaksiapan
Infrastruktur, Kekurangan SDM dan Ketidakdisiplinan memiliki
eigen value 4,386 dengan nilai percentage of variance yang
mempengaruhi belum
diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP sebesar 34,543%.
b. Faktor Kurangnya pengawasan memiliki eigen value 2,460 dengan nilai percentage of variance yang mempengaruhi
belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP sebesar 17,569%.
c. Faktor Ketidakpahaman manfaat dan Ketidaktahuan tata cara
melaksanakan pencatatan
memiliki eigen value 1,303 dengan nilai percentage of variance yang mempengaruhi
belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP sebesar 9,306%.
2. Faktor yang dominan mempengaruhi belum diterapkannnya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP pada UMKM di Kabupaten Buleleng adalah faktor Ketidaksiapan Infrastruktur, Kekurangan SDM dan Ketidakdisiplinan dengan eigen value 4,386 dan nilai percentage of variance sebesar 34,543%.
Saran-saran
1. Pihak pemilik UMKM hendaknya
memperhatikan kesiapan
infrastruktur, SDM serta bertindak disiplin dalam melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi keuangan yang terjadi pada usahanya.
2. Mengingat kurangnya pengawasan dari stakeholder dalam hal ini pihak perbankan dan Ditjen pajak juga mempengaruhi belum diterapkannya pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP, maka hendaknya stakeholder tersebut memberikan pengawasan kepada UMKM.
3. Berkenaan dengan faktor terakhir
yang mempengaruhi belum
diterapkannya pencatatan keuangan
berbasis SAK ETAP adalah
ketidaktahuan tata cara menyususn
pencatatan keuangan serta
ketidaktahuan manfaatnya, maka hendaknya pihak perguruan tinggi (akademisi) memberikan pelatihan tentang tata cara menyusun pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP.
Daftar Pustaka
Anna, Yane Devi. 2011. Analisis Penerapan
Akuntansi dan Laporan Keuangan pada Usaha Kecil dan Menengah - Sentra Industri Kaos di Jawa Barat. Seminar
Nasional “Perkuatan UMKM sebagai
Leading Sector Perekonomian
Indonesia”. Institut Manajemen Telkom (IMT). Bandung.
Anggraeny, Merry Via. 2010. Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh konsumen untuk lebih memilih maskapai penerbangan Singapore Airlines di Bandara Udara Ngurah Rai Bali. Skripsi Mahasiswa
Jurusan Manajemen. Dalung: STIE Triatma Mulya.
Dharma Tintri ES. Hotniar Sironggoringo dan Prihandoko. 2006. Pengaruh Lingkungan
Bisnis dan Renstra Terhadap Kinerja UKM. Jurnal Ekonomi dan Komputer, Vol
11 No. 3.
Ediraras, Dharma T. Akuntansi dan Kinerja UKM. Jurnal Ekonomi Bisnis No. 2, Volume 15, Agustus 2010. Universitas Gunadarma. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba EmpatJakarta.
J. Supranto.1997. Teknik Sampling untuk Survai dan Eksperimen. Jakarta: PT. Rineka Cipta Andriani, Lilya. 2014. Analisis Penerapan
Pencatatan Keuangan Berbasis SAK ETAP Pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) (Sebuah Studi Interpretatif Pada Peggy Salon)Skripsi
Mahasiswa Jurusan Akuntansi Program S1. Universitas Pendidikan Ganesha. Singaraja
Musmini, Lucy Sri. 2012. Sistem Informasi
Akuntansi Untuk Menunjang
Pemberdayaan Pengelolaan Usaha
Kecil. (Studi Kasus Pada Rumah Makan Taliwang Singaraja).VOKASI
Jurnal Riset Akuntansi Vol. 2 No.1, April 2013, ISSN 2337 – 537X. Jurusan Akuntansi Program Diploma III, FEB Undiksha.
Pinasti, M. 2007. PengaruhPenyelenggaraan
danPenggunaan InformasiAkuntansi
Terhadap Persepsi Pengusaha Kecil Atas Informasi Akuntansi Suatu Riset Eksperiman.
Rudiantoro, Rizki dan Sylvia Veronica Siregar. 2011. Kualitas Laporan Keuangan
UMKM serta Prospek Implementasi SAK ETAP. Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2010. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.