• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X TPM2 Pada Materi Program Linear dengan Menggunakan Model Discovery Learning di SMK Negeri 1 Bireuen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X TPM2 Pada Materi Program Linear dengan Menggunakan Model Discovery Learning di SMK Negeri 1 Bireuen"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

121

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X TPM2 Pada Materi

Program Linear dengan Menggunakan Model Discovery Learning di

SMK Negeri 1 Bireuen

Asrida

SMK Negeri 1 Bireun Email : [email protected]

ABSTRAK

Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pelajaran metamatika khususnya materi Persamaan Linear dengan menggunakan model yang relevan. Hal ini menggugah penulis untuk mengadakan suatu penelitian terhadap masalah yang terjdi di SMK Negeri 1 Bireuen selama 3 bulan dari bulan Agustus – Oktober 2017 yang bertujuan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TPM2 materi Persamaan Linear pelajaran matematika dengan menggunakan model Discovery Learning. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X TPM2 SMK Negeri 1 Bireuen tahun pengajaran 2017/2018 yang berjumlah 28 orang siswa. Untuk memperoleh data, penulis menggunakan teknik tes dan non tes. Setelah data terkumpul penulis mengolah dan menganalisis data dengan cara membandingkan hasil observasi dan tes pada siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model discovery Learning pada pelajaran matematika khususnya materi logaritma dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TPM2 Kata Kunci: Hasil Belajar, Discovery Learning, Persamaan Linear

PENDAHULUAN

Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang berkualitas, maka pemerintah telah melaksanakan berbagai program dan menetapkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Namun dalam kenyataannya kemampuan siswa masih rendah, hal ini terbukti masih banyak siswa yang nilai di ujian sekolah masih kurang dan belum mencapai standar yang telah ditetapkan, terutama ditingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Hal ini disebab oleh berbagai sebab diantaranya kami mengajar masih menggunakan metode, model, dan alat peraga yang belum relevan. Sehingga membuat siswa pasif, maka hasil belajarnya rendah. Sedangkan harapan penulis semua siswa bernilai baik dan tercapai KKM yang telah di tetapkan yaitu 80.

Dengan demikian penulis perlu menggunakan model pembelajaran yang relevan agar hasil belajar siswa meningkat. Karena melalui penggunaan alat peraga atau media yang relevan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar terutama pelajaran matematika yang setiap tahun di ujian nasionalkan. Atas dasar itulah penulis ingin mengkaji lebih mendalam terhadap masalah ini melalui suatu penelitian, sehingga ditetapkan judul penelitian tindakan kelas ini adalah “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X TPM2 Materi Persamaan Linear Pelajaran

(2)

122 Matematika dengan menggunakan model Discovery Learning pada SMK Negeri 1 Bireuen”

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini Apakah melalui model Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X TPM2 materi Persamaan Linear pada pelajaran Matematika?

Dari permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas X TPM2 materi Persamaan Linear Pelajaran Matematika dengan menggunakan model Discovery Learning pada SMK Negeri 1 Bireuen”

Tinjauan Pustaka

Istilah hasil belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan prestasi belajar. Sesungguhnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian hasil belajar dianggap sama dengan pengertian prestasi belajar. Akan tetapi lebih dahulu sebaiknya kita simak pendapat yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali ulangan harian dan sebagainya. Nawawi (1981: 100) mengemukakan pengertian hasil adalah sebagai berikut: Keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu. Pendapat lain dikemukakan oleh Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, “Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu”, sedangkan Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa “hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur”.

Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a.Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat. b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.c. Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mental sendiri . Dalam menemukan konsep siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Model discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif di dalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.

(3)

123 Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengeliminasikan suatu konsep atau prisip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdikusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Model pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya

Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar siswa dan gaya mengajar guru. Melalui model pembelajaran, gurur dapat membantu siswa untuk mendapatkan informasi, ketrampilan, caraa berfikir, dan mengekspresikan idenya. Prastowo (2013:68) berpendapat bahwa model pembelajaran yang secara sistematis dilaksanakan berdasarkan pola-pola pelajaran tertentu. Model pembelajaran tersusun atas beberapa komponen yaitu fokus, sintaks, sistem sosial dan sistem pendukung.

Menurut Sani (2013:89) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembanagkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar. Lebih lanjut, Suprihatiningsih (2013:145) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang di dalamnya menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang dapat dilaksanakan oleh guru dan mentransfer pengetahuan maupun nilai-nilai kepada siswa.

Pola dari suatu model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan urutan alur terhadap tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya desertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran (Trianto 1013:24). Pola dari suatu model pembelajaran menunjukkan kegiatan-kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran yang tergambanr dari awal hingga akhir kegiatan pembelajaran yang tersusun secara sistematis dan digunakan sebagai pedoman untuk merencanakan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ciri utama dari model pembelajaran adalah adanya tahapan atau sintaks pembelajaran.

Peningkatan hasil belajar siswa terhadap materi Persamaan Linear pelajaran matematika dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menggunakan model pembelajaran yang relevan. Model pembelajaran yang relevan dengan materi yang diajarkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran, karena penggunaan model pembelajaran dapat menyenangkan dan memudahkan siswa dalam belajar

(4)

124 METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2017. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Bireuen, selain itu salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses pembelajaran mata pelajaran matematika khususnya pada kompetensi dasar Menjelaskan Program Linear dua variabel dan metode penyelesaiannya dengan menggunakan masalah kontekstual serta keterkaitannya. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas X TPM2 SMK Negeri 1 Bireuen tahun pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 28 orang siswa

Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes. Tes tertulis digunakan pada akhir siklus I dan siklus II, yang terdiri atas materi macam-macam norma dalam kehidupan. Sedangkan Teknik non tes meliputi teknik observasi dan dokumentasi. Observasi digunakan pada saat pelaksanaan penelitian tindakan kelas kemampuan memahami materi macam-macam norma dalam kehidupan pada siklus I dan siklus II. Sedangkan teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data khususnya nilai mata pelajaran Matematika

Alat pengumpulan data meliputi: a.Tes tertulis, terdiri atas 20 butir soal. b.Non tes, meliputi lembar observasi dan dokumen.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis dekskriptif, yang meliputi:1. Analisis deskriptif komparatif hasil belajar dengan cara membandingkan hasil belajar pada siklus I dengan siklus II dan membandingkan hasil belajar dengan indikator pada siklus I dan siklus II. 2. Analisis deskriptif kualitatif hasil observasi dengan cara membandingkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dan siklus II.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang ditandai dengan adanya siklus, adapun dalam penelitian ini terdiri atas 2 siklus. Setiap siklus terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

HASIL PENELITIAN

Pembelajaran sebelum pelaksanaan tindakan kelas, guru mengajar secara konvensional. Guru cenderung menstranfer ilmu pada siswa, sehingga siswa pasif, kurang kreatif, bahkan cenderung bosan. Disamping itu dalam menyampaikan materi guru tanpa menggunakan alat peraga.

Melihat kondisi pembelajaran yang monoton, suasana pembelajaran tampak kaku, berdampak pada nilai yang diperoleh siswa kelas X TPM pada kompetensi dasar menyelesaikan program linear secara grafik, sebelum siklus I (pra siklus) seperti pada tabel 1. Banyak siswa belum mencapai ketuntasan belajar minimal dalam mempelajari kompetensi dasar tersebut. Hal ini diindikasikan pada capaian nilai hasil belajar di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 80.

Berdasarkan hasil analisis prasiklus diketahui bahwa jumlah siswa yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0 % atau tidak ada , yang mendapat nilai B (baik) sebanyak 7,1% atau sebanyak 2 siswa dan yang mendapat nilai C (cukup) sebanyak 17,9 % atau 5 siswa, dan yang mendapat nilai kurang 28,8 % atau sebanyak 8 siswa, sedangkan yang mendapat nilai sangat kurang 46,4 % atau sebanyak 13 siswa.

Hasil pengamatan pada siklus I dapat dideskripsikan seperti pada tabel 2 berikut ini. Untuk memperjelas data hasil tes siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(5)

125 Tabel 1 Hasil Rekap Nilai Tes Siklus I

No

Angka Huruf Arti Lambang Jumlah Persen

1 91 - 100 A Sangat baik 2 7,1 % 2 81- 90 B Baik 9 32,1 % 3 71 - 80 C Cukup 6 21,4 % 4 60 – 70 D Kurang 11 39,3 % 5 < 59 E Sangat Kurang - - Jumlah 28 100 %

Sumber: Hasil Tabulasi Data September 2017

Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 2 siswa (7,1 %), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 9 siswa atau (32,1%), sedangkan dari jumlah 28 siswa yang masih mendapatkan nilai C (cukup) sebanyak 6 siswa (21,4%), sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 11 siswa (39,3%), sedangkan yang mendapat nilai D (sangat kurang) tidak ada atau 0 % .

Tabel.2.Perbandingan Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I No Hasil tes

(dalam huruf )

Jumlah siswa yang berhasil Pra siklus Siklus I

1 A (91 -100) - 2 2 B (81 - 90) 2 9 3 C (71 - 80) 5 6 4 D (60 - 70) 8 11 5 E (< 59) 13 - Jumlah 28 28

Sumber : Hasil Tabulasi data September 2017

Tabel.4. Perbandingan Ketuntasan Belajar antara Pra Siklus dengan Siklus I

No Ketuntasan

Jumlah Siswa

Pra Siklus Siklus I

Jumlah Persen Jumlah Persen

1. Tuntas 7 25% 17 60,7%

2. Belum Tuntas 21 75% 11 39,3%

(6)

126 Berdasarkan data pada table 4 di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran discovery learning mampu meningkatkan hasil belajar, khususnya pada kompetensi dasar penyelesaian program linear dengan metode grafik. Walaupun sudah terjadi kenaikan seperti tersebut di atas, namun hasil tersebut belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari belum memenuhinya persentasi dari ketuntasan siswa kelas X TPM. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan pembelajaran pada siklus II.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, maka pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Perencanaan tindakan dalam siklus II dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pemilihan materi dan penyusunan rencana pelasaksanaan pembelajaran

Dalam siklus II, pada hakikatnya merupakan perbaikan atas kondisi siklus I. Materi pelajaran dalam siklus II adalah penyelesaian program linear dengan berbaai cara. Atas dasar materi pelajaran tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Alokasi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut adalah 2 x 35 menit dengan 2 kali tatap muka.

b. Pembentukan kelompok siswa

Pada siklus II, strategi pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran discovery learing dikemas dalam bentuk kuis yang dikompetisikan antar kelompok, sehingga siswa dibagi menjadi 4 kelompok.

Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus II dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Pelaksanaan Tatap Muka

Tatap muka I dan II dengan RPP tentang materi Metode pembelajaran yang digunakan adalah pembelajaran dengan konsep discovery learning. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1) Guru memberikan evaluasi atas kegiatan pembelajaran pada siklus I.

2) Guru memberikan motivasi pentingnya strategi menggarisbawahi dalam pembuatan peta konsep.

3) Guru melatih siswa untuk menerapkan strategi belajar menggarisbawahi dan membuat peta konsep secara mandiri.

4) Mengevaluasi tugas latihan menggarisbawahi dan membuat peta konsep. 5) Membimbing siswa untuk merangkum pelajaran.

6) Guru memberikan evaluasi dengan tes. 7) Guru menilai hasil evaluasi.

Pada pelaksanaan pembelajaran pada siklus II siswa masaih belajar secara kelompok, namun dalam kegiatan kelompok ini siswa tertantang untuk lebih mandiri dalam menguasai materi. Karena disamping belajar secara kelompok, namun mereka antar individu harus berkompetisi secara pribadi .

b. Wawancara

Wawancara dilaksanakan pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran. Wawancara diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami, memadukan dengan mata pelajaran lain. Disamping itu, wawancara digunakan untuk mengidentifikasi kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa. Hasil wawancara digunakan sebagai bahan refleksi.

(7)

127 Observasi dilaksanakan pada keseluruhan kegiatan tatap muka, dalam hal ini observasi dilakukan oleh 2 (dua) observer yaitu teman sejawat yang ada di SMK Negeri 1 Bireuen. Observasi dilaksanakan untuk mengetahui aktivitas siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Hasil observasi digunakan sebagai bahan refleksi.

Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan pada siklus II dapat dideskripsikan seperti pada tabel 4. 11 berikut ini. Tabel. 5 Rekap Hasil Nilai Tes Siklus II

No

Angka Huruf

Arti Lambang Jumlah Persen

1 91 – 100 A Sangat Baik 4 14,3 % 2 81- 90 B Baik 22 78,6 % 3 71 – 80 C Cukup 2 7,1 % 4 60 – 70 D Kurang - - 5 < 59 E Sangat Kurang - - Jumlah 28 100%

Sumber : Tabulasi Data September 2017

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 14,3% % atau 4 siswa, sedangkan yang terbanyak yaitu yang mendapat nilai baik (B) adalah 78,6 % atau 22 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 7,1 % atau sebanyak 2 siswa. Sedangkan yang mendapat nilai D dan E tidak ada. S

Ketuntasan belajar pada siklus II dapat ditabulasikan seperti pada tabel 6 di bawah ini Tabel.6. Ketuntasan Belajar Siklus II

No Ketuntasan Belajar Jumlah Siswa Jumlah Persen 1. Tuntas 26 92,9 % 2. Belum Tuntas 2 7,1 % Jumlah 28 100 %

Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 26 siswa ( 92,9%) yang berarti sudah ada peningkatan .

Refleksi

Berdasarkan nilai hasil siklus I dan nilai hasil siklus II dapat diketahui bahwa pembelajaran dengan metode discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar

(8)

128 Matematika pada materi program linear. Untuk lebih jelasnya pada tabel 4.14 berikut dipaparkan hasil refleksi pada siklus II

Tabel 7. Perbandingan Hasil Nilai Tes Model Siklus I dan Siklus II No Hasil Tes Jumlah Siswa yang Berhasil

Siklus I Siklus II 1 91 - 100 2 4 2 81- 90 9 22 3 71 - 80 6 2 4 60 – 70 11 - 5 < 59 - - Jumlah 28 28

Sumber : Hasil Tabulasi Data Oktober 2017

Jika dibandingkan antara keadaan kondisi awal, siklus I dan siklus II dapat dilihat bahwa saat kondisi awal rata- rata kelas sebesar 4,83, sedangkan nilai rata- rata kelas siklus II sudah ada peningkatan menjadi 6,67. Adapun kenaikan rata – rta pada siklus II menjadi 7,66. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dan diagram dibawah ini

Tabel 8. Perbandingan Hasil Tes Pra siklus, siklus I dan Siklus II NO Angka Huruf Arti Lambang Pra

tindakan Model Siklus I Model Siklus II 1 91 – 100 A Sangat Baik - 2 4 2 81- 90 B Baik 2 9 22 3 71 – 80 C Cukup 5 6 2 4 60 – 70 D Kurang 8 11 - 5 < 59 E Sangat Kurang 13 - - Jumlah 28 28 28

Gambar19. Grafik perbandingan kondisi pra siklus, siklus I dan siklus II

Tabel 4.16 Perbandingan ketuntasan nilai rata-rata Pra siklus,siklus I dan siklus II

No Uraian

Jumlah siswa

Rata-Rata Tuntas Belum Tuntas

1 Kondisi Awal 7 anak 21 anak 40,83

2 Siklus I 17 anak 11 anak 60,67

3 Siklus II 26 anak 2 anak 88,66

Berdasarkan hasil penelitian dapat dinyatakan bahwa pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada mataeri program linear pada siswa kelas X TPM semester I tahun pelajaran 2017/ 2018.

PEMBAHASAN

Pada awalnya siswa kelas X TPM, nilai rata- rata pelajaran matematika rendah khususnya pada kompetensi program linear. Yang jelas salah satunya disebabkan karena luasnya kompetensi yang harus dikuasainya dan perlu daya ingat yang setia sehingga

(9)

129 mampu menghafal dalam jangka waktu lama. Sebelum dilakukan tindakan guru memberi tes . Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 28 siswa terdapat 7 atau 25% yang baru mencapai ketuntasan belajar dengan skor standar Kriteria Ketuntasan Minimal. Sedangkan 21 siswa atau 75% belum mencapai kriteria ketuntasan minimal untuk kompetensi dasar penyelesaian program linear yang telah ditentukan yaitu sebesar 80. Sedangkan hasil nilai pra siklus I terdapat nilai tertinggi adalah 8, nilai terendah 2, dengan rata-rata kelas sebesar 4,83.

Proses pembelajaran pada pra siklus menunjukkan bahwa siswa masih pasif, karena tidak diberi respon yang menantang. Siswa masih bekerja secara individual, tidak tampak kreatifitas siswa maupun gagasan yang muncul. Siswa terlihat jenuh dan bosan tanpa gairah karena pembelajaran selalu monoton.

Hasil Tindakan pembelajaran pada siklus I, berupa hasil tes dan non tes. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus I diperoleh keterangan sebagai berikut :

Dari hasil tes siklus I, menunjukkan bahwa hasil yang mencapai nilai A (sangat baik) adalah 2 siswa (11,1 %), sedangkan yang mendapat nilai B (baik) adalah 9 siswa atau (32,1%), sedangkan dari jumlah 18 siswa yang masih mendapatkan nilai C (cukup) sebanyak 6 siswa (21,4%), sedangkan yang mendapat nilai D (kurang) ada 11 siswa (39,3%), sedangkan yang mendapat nilai D (sangat kurang) tidak ada atau 0 % .

Berdasarkan ketuntasan belajar siswa dari sejumlah 28 siswa terdapat 17 atau 60,7 % yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan 11 siswa atau 39,3% belum mencapai ketuntasan. Adapun dari Hasil nilai siklus I dapat dijelaskan bahwa perolehan nilai tertinggi adalah 80 , nilai terendah 20, dengan nilai rata-rata kelas sebesar 67.

Proses pembelajaran pada siklus I sudah menunjukkan adanya perubahan, meskipun belum semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran . Hal ini dikarenakan kegiatan yang bersifat kelompok ada anggapan bahwa prestasi maupun nilai yang di dapat secara kelompok . Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik , karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan permainan serta perlu kecermatan dan ketepatan . Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok , serta antar kelompok. Masing-masing siswa ada peningkatan latihan bertanya dan menjwab antar kelompok , sehingga terlatih ketrampilan bertanya jawab. Terjalin kerjasama inter dan antar kelompok. Ada persaingan positif antar kelompok mereka saling berkompetisi untuk memperoleh penghargaan dan menunjukkan untuk jati diri pada siswa.

Hasil antara kondisi awal dengan siklus I menyebabkan adanya perubahan walau belum bisa optimal, hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Dari hasil tes akhir siklus I ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal atau sebelum dilakukan tindakan.

Dari hasil refleksi siklus I dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran dengan model discovery learing siswa mengalami peningkatan baik dalam mencapai ketuntasan belajar yaitu dari 21 siswa belum tuntas pada pra siklus 7 siswa yang

(10)

130 belum tuntas. Sedangkan nilai rata-rata kelas ada kenaikan sebesar 38,09 % . Pada siklus I ini belum semua siswa mencapai ketuntasan karena ada sebagian siswa berpandangan bahwa kegiatan yang bersifat kelompok, penilaiannya juga kelompok.

Hasil tindakan pembelajaran pada siklus II berupa hasil tes dan non tes, Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan oleh peneliti terhadap pelaksanaan siklus II diperoleh keterangan sebagai berikut .

Dari pelaksanan tindakan siklus II dapat diketahui bahwa yang mendapatkan nilai sangat baik (A) adalah 14,3 % atau 4 siswa, sedangkan yang terbanyak yaitu yang mendapat nilai baik (B) adalah 78,6 % atau 22 siswa. Dan yang mendapat nilai C (cukup) adalah 7,1 % atau sebanyak 2 siswa.Sedangjkan yang mendapat nilai D dan E tidak ada. Sedangkan nilai rata-rata kelas 88

Proses pembelajaran pada siklus II sudah menunjukkan semua siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan sekalipun kegiatan bersifat kelompok namun ada tugas individual yang harus dipertanggung jawabkan, karena ada kompetisi kelompok maupun kompetisi individu.. Dari hasil pengamatan telah terjadi kreatifitas dan keaktifan siswa secara mental maupun motorik, karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan permainan perlu kecermatan dan ketepatan . Ada interaksi antar siswa secara individu maupun kelompok, serta antar kelompok. Masing- masing siswa ada peningkatan latihan bertanya jawab dan bisa mengkaitkan dengan mata pelajaran lain maupun pengetahuan umum, sehingga disamping terlatih ketrampilan bertanya jawab , siswa terlatih berargumentasi. Ada persaingan positif antar kelompok untuk penghargaan dan menunjukkan jati diri pada siswa.

Hasil antara siklusI dengan siklus II ada perubahan secara signifikan , hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar. dari hasil tes akhir siklus II ternyata lebih baik dibandingkan dengan tingkat ketuntasan belajar siswa pada siklus I.

Dengan melihat perbandingan hasil tes siklus I dan siklus II ada peningkatan yang cukup signifikan, baik dilihat dari ketuntasan belajar maupun hasil perolehan nilai rata- rata kelas. Dari sejumlah 28 siswa masih ada 2 siswa yang belum mencapai ketuntasan, hal ini memang kedua siswa tersebut harus mendapatkan pelayanan khusus, namun sekalipun 2 siswa ini belum mencapai ketuntasan, di sisi lain tetap bergairah dalam belajar. Sedangkan ketuntasan ada peningkatan sebesar 228,62% dibandingkan pada siklus I

Sedangkan nilai tertinggi pada siklus I sudah ada peningkatan dengan mendapat nilai 10 sebanyak 4 siswa, hal ini karena ke-empat anak tersebut disamping mempunyai kemampuan cukup , didukung rasa senang dan dalam belajar, sehingga mereka dapat nilai yang optimal. Dari nilai rata- rata kelas yang dicapai pada siklus II ada peningkatan sebesar 24,84 % dibandingkan nilai rata- rata kelas pada siklus I. Secara umum dari hasil pengamatan dan tes sebelum pra siklus, hingga siklus II, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar Matematika kompetensi dasar penyelesaian program linear sebesar 158,59%

Dari hasil penelitian, dapat dilihat dan telah terjadi peningkatan pemahaman pada materi program linear pada siswa kelas X TPM pada semester I tahun pelajaran 2017/ 2018 melalui penerapan pembelajaran discovery learing. Peningkatan nilai rata- rata yaitu 4,83 pada kondisi awal menjadi 67 pada siklus I dan menjadi 88 pada siklus II. Nilai rata-rata siklus I meningkat 38,09 %dari kondisi awal, nilai rata-rata siklus II meningkat

(11)

131 24,84 % dari siklus I. Sedangkan ketuntasan belajar pada siklus I ada peningkatan sebesar 233,37 % dari kondisi awal, siklus II meningkat 228,62 %dari siklus II. Peningkatan nilai rata-rata kelas secara keseluruhan sebesar 158,59% .

PENUTUP

Penerapan Pembelajaran discovery learing dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika khususnya pada materi program linear bagi siswa kelas X TPM Semester 1 SMK Negeri 1 Bireuen Tahun Pelajaran 2017/2018. Pada akhir siklus I, siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 60,7% (17 anak), dan siswa yang belum tuntas sebanyak 39,3% (11 anak), sedangkan pada akhir siklus II, sebanyak 92,9% (26 anak) dan sebanyak 7,1% (2 anak) belum mencapai ketuntasan belajar. Dengan nilai rata- rata kelas siklus I 67 dan rata- rata kelas siklus II 88. Adapun hasil non tes pengamatan proses belajar menunjukkan perubahan siswa lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung . Secara keseluruhan rata-rata kelas mencapai kenaikan sebesar 58,59% , dan ketuntasan belajar siswa secara keseluruhan mencapai peningkatan sebesar.553%.jika dibandingkan dengan kondisi awal.

DAFTAR PUSTAKA

Anitah,2008. Strategi Pembelajaran di SD . Jakarata. Universitas Terbuka Anita, Lie. 2002. Coorperative Learning. Jakarta Grasindo.

Arikunto, Suharsini, 1991. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta Rineka Cipta

BNSP, 2007. Standar Kompetensi dan kompeternsi Dasar . Jakarta. Depdiknas BNSP , 2007. Pedoman Penilaian Hasil Belajardi SD . Jakarta. Depdiknas. Budimansyah Dasim. 2002 Model Pembelajaran dan Penilaian. Siliwangi. HDB BNSP , 2007. Pedoman Penilaian Hasil Belajar di SD . Jakarta. Depdiknas. Dahar, RW. 1998. Teori – teori Belajar. Jakarta. Depdikbud

Dimyati dan Mudjiono, 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. Depdikbud.

Dinas Prop Jateng, 2004. Model- model Pembelajaran dan Penilaian. Makalah disampaikan pada Bintek Guru SMP bidang studi Fisika

Hadari, Nawawi. 2001. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press

Hidayat Komarudin,2002.Active Learning. Yogyakarta. Yappendi

Pahyono, dkk. 2005. Strategi Pembelajaran efektif , Model pembelajaran Kooperatif Learning. Makalah disampaikan pada diklat guru kurikulum KBK di LPMP Jawa Tengah.

Oemar Hamalik.1993. Metode Mengajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar. Bandung: Tarsito.

Gambar

Tabel 7. Perbandingan Hasil Nilai Tes Model Siklus I dan Siklus II  No  Hasil Tes  Jumlah Siswa yang Berhasil

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan hasil belajar matematika siswa kelas X AP 2 SMK Prawira Marta Kartasura melalui

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas VIII-C semester I SMP Negeri 5 Pemalang pada materi pokok sistem persamaan linear dua variabel

siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dan Jigsaw materi program linear di SMK Negeri Bandung kelas X tahun

t-test untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran CTL terhadap hasil belajar siswa pada materi Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel. siswa kelas X SMKN 1

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mendeskripsikan pemahaman siswa kelas X Jurusan Teknik Sepeda Motor (TSM) SMK Islam 2 Durenan pada materi sistem persamaan linear

Tujuan penelitian ini (1) Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif Tipe snowball drilling terhadap hasil belajar pada materi persamaan linear dua

Masalah Matematika pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Berdasarkan Kemampuan Akademik Siswa Kelas X-AK 2 SMK PGRI 1 Tulunga gung”. B.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam materi perpindahan energi panas menggunakan model discovery learning pada siswa kelas V B SDN