317
Gambaran Pengetahuan Klien tentang Swamedikasi di
Apotek-Apotek Pekanbaru
(
The Study of Client’s Knowledge about Self Medication at Dispensaries in
Pekanbaru
)
Husnawati
*; Armon Fernando; Ayu Andriani Pratami
; & Fina Aryani
SekolahTinggi Ilmu Farmasi Riau
*Corresponding email: hoe5na@yahoo.com
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan klien tentang swamedikasi di apotek-apotek Pekanbaru. Swamedikasi merupakan suatu upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode deskriptif. Sampel dalam penelitian ini adalah 3 apotek dan 150 responden yang melakukan swamedikasi di apotek – apotek di Pekanbaru. Data dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 50,67% responden yang tersebar di 3 apotek di Pekanbaru mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi.
Kata Kunci: pengetahuan, responden, swamedikasi, apotek, Pekanbaru
PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan pola hidup masyarakat yang kurang
memperhatikan kesehatan, maka
berkembangnya penyakit di masyarakat tidak dapat dielakkan lagi. Berkembangnya penyakit ini mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan hal tersebut, swamedikasi menjadi alternatif yang diambil oleh masyarakat (Anonim, 2006).
Swamedikasi merupakan suatu upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Anonim, 1993). Kota Pekanbaru
memiliki jumlah penduduk 950.571 jiwa.
Banyaknya jumlah penduduk di Kota
Pekanbaru, menyebabkan semakin tinggi pula angka kesakitan di kota Pekanbaru yang mengakibatkan semakin tingginya keinginan
masyarakat untuk melakukan proses
swamedikasi. Hal ini disebabkan oleh mahalnya biaya kesehatan jika ditempuh dengan berkonsultasi dengan dokter, kemudahan mendapatkan obat yang dimaksud, iklan, dan lain-lain. Swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication
error) karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan obat dan penggunaannya. Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di
apotek-318
apotek kota Pekanbaru untuk melihat gambaran pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional yang bersifat deskriptif.
Pengambilan data dilakukan dengan
penyebaran kuesioner yang terdiri dari 3 bagian, yaitu kuesioner data demografi responden, bagian pendahuluan dan kuesioner tentang pengetahuan. Populasi dalam penelitian ini adalah apotek yang berada di Pekanbaru dan masyarakat yang berkunjung di apotek dan
melakukan swamedikasi. Sampel dalam
penelitian ini adalah 3 apotek dan 150 masyarakat yang berada di Kota Pekanbaru yang melakukan swamedikasi di apotek, dan bersedia berpartisipasi, dengan metode teknik pengambilan sampel adalah metode Purposive
Sampling. Data yang diperoleh dianalisa dengan
melihat distribusi kenormalan data.
Pengetahuan responden dikatakan tinggi jika ≥
mean dan dikatakan rendah jika < mean.
HASIL DAN DISKUSI
1. Data Demografi Responden
a. Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan hasil penelitian di apotek – apotek di Pekanbaru menunjukan bahwa yang terbanyak melakukan swamedikasi berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 76 orang atau sebesar 50,67%. Hal ini karena perempuan lebih rentan terkena penyakit dibandingkan laki-laki dan perempuan lebih cenderung memperhatikan kesehatan baik untuk diri-sendiri maupun keluarganya (Rosjidi, 2014). Selain itu, perbandingan perempuan dan laki-laki didunia ini memang sangat signifikan, dimana jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Dengan demikian, baik langsung ataupun tidak, hal tersebut akan mempengaruhi perilaku pengobatan sendiri atau swamedikasi.
Tabel 1.
Distribusi Jenis Kelamin KlienNo. Jenis kelamin responden
Jumlah Persentase
(n = 150) (%)
1 Perempuan 76 50,67
2 Laki-laki 74 49,33
b. Rentang umur responden
Dari hasil ini dapat dilihat bahawa dari 150 responden yang menjadi objek penelitian terdapat paling banyak responden berusia 17- < 27 tahun yaitu sebanyak 62 orang atau 41,33%. Tingginya jumlah responden yang berusia 17- < 27 tahun disebabkan karena masuk ke dalam kategori usia prima yang idealnya telah mandiri dan pada usia ini sebagian besar masyarakat masih mempunyai penyakit ringan. Oleh karena itu, obat-obat golongan swamedikasi lebih
dipilih sebagai pengobatan untuk mengatasi penyakit ringan yang dialami karena obat-obat golongan swamedikasi ini mudah diperoleh
tanpa resep dokter dan juga dapat
mempersingkat waktu disela aktivitasnya. Pada usia >57 tahun tidak didapat masyarakat melakukan swamedikasi, hal ini disebabkan karena ketidaksanggupan yang disebabkan oleh faktor usia. Masyarakat yang berusia dewasa lanjut sudah tidak bisa pergi sendiri dan memerlukan pendamping atau bantuan kerabat
319
pengobatan, selain itu disebabkan kondisi fisik yang lemah dan sering sekali langsung berobat
ke dokter atau berkonsultasi dengan dokter.
Tabel 2.
Distribusi Umur KlienNo. Umur Responden
Jumlah Persentase (n = 150) (%) 1 17- < 27 tahun 62 41,33 2 27 - < 37 tahun 44 29,33 3 37 - < 47 tahun 38 25,33 4 47 - < 57 tahun 6 4,00 5 57 tahun ke atas 0 0,00
c. Pendidikan terakhir responden
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang paling banyak melakukan swamedikasi adalah masyarakat yang berpendidikan terakhir SMA sebanyak 68 orang (45,33%). Hal ini sebanding dengan tingkat pendidikan di kota Pekanbaru yang sekitar 37,32% masyarakatnya didominasi oleh tamatan SMA (Anonim, 2015). Selain itu, hal ini mungkin disebabkan lokasi tempat penelitian tidak jauh dari universitas dan sekolah tinggi sehingga responden penelitian ini dominan tamatan SMA. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi (Mubarak,
2007). Jenis pendidikan merupakan macam jenjang pendidikan formal yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan belajar, sehingga tingkat pendidikan dan jenis pendidikan dapat
menghasilkan suatu perubahan dalam
pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Sesuai dengan survei yang dilakukan oleh World
Self-Medication Industry (WSMI), bahwa perilaku
swamedikasi meningkat jumlahnya pada populasi yang tingkat pendidikannya lebih tinggi (Anonim, 2004). Hal ini dikarenakan semakin tinggi pendidikan maka kepedulian akan kesehatan diri sendiri akan semakin meningkat.
Tabel 3.
Distribusi Pendidikan Terakhir RespondenNo. Pendidikan terakhir responden Jumlah Persentase (n = 150) (%) 1 SD 9 6,00 2 SMP 15 10,00 3 SMA 68 45,33 4 DIII 16 10,67 5 PERGURUAN TINGGI 42 28,00 6 Lain-lain 0 0,00
d. Status Pekerjaan Responden
Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa
masyarakat yang menjadi responden
berdasarkan status pekerjaan yang paling banyak adalah bekerja, yaitu sebanyak 114
orang atau sebesar 76%. Pekerjaan
mempengaruhi tingkat pengetahuan
swamedikasi karena masyarakat yang bekerja akan mendapatkan pengalaman dan informasi yang lebih banyak tentang swamedikasi sebab
320
masyarakat yang bekerja lebih sering
melakukan komunikasi dengan orang lain daripada masyarakat yang tidak bekerja dan biasanya masyarakat yang bekerja lebih tinggi pengetahuanya untuk meningkatkan kesehatan. Sesuai dengan teori Mubarak (2007), proses
yang dijalani selama bekerja setidaknya mempengaruhi pola pikir masyarakat dan pada akhirnya mempengaruhi keputusan pengobatan sendiri yang diambil.
Tabel 4.
Distribusi Status Pekerjaan RespondenNo. Status Pekerjaan responden
Jumlah Persentase
(n = 150) (%)
1 Bekerja 114 76,00
2 Tidak Bekerja 36 24,00
e. Jenis Pekerjaan Responden
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah pegawai swasta dan diikuti oleh wiraswasta. Jenis pekerjaan dapat berperan dalam menimbulkan penyakit salah satunya situasi
pekerjaan yang penuh dengan stress
(Notoadmodjo, 2003). Oleh sebab itu jenis pekerjaan dapat mempengaruhi timbulnya
penyakit. Masyarakat yang memilih
menggunakan obat-obat yang termasuk dalam golongan obat swamedikasi sebagai langkah
untuk mengatasi penyakitnya, terutama
penyakit-penyakit ringan agar aktifitas
pekerjaan mereka tidak terganggu. Hal ini kemungkinan menyebabkan sebagian besar yang melakukan swamedikasi adalah pegawai
swasta dan diikuti oleh wiraswasta, karena pegawai swasta dan wiraswasta belum semuanya dicover asuransi, sehingga masih banyak pegawai swasta dan wirasawasta yang cenderung masih melakukan swamedikasi. Selain itu, pekerjaan ini adalah pekerjaan yang membutuhkan pemikiran dan tenaga yang berat sehingga pada pekerjaan ini membuat masyarakat sering sekali membeli obat sendiri dikarenakan lebih mudah, praktis dan terjangkau tanpa harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu dan tidak akan mengganggu aktivitas waktu mereka. Kelompok PNS dan TNI/PORLI lebih sedikit disebabkan karena pada umumnya sudah memiliki asuransi kesehatan langsung dari pemerintah dimana pemerintah menyediakan fasilitas khusus seperti rumah sakit
Tabel.5
. Distribusi Jenis Pekerjaan RespondenNo. Jenis pekerjaan responden
Jumlah Persentase (n = 150) (%) 1 PNS 17 11,33 2 Pegawai swasta 58 38,67 3 TNI/POLRI 1 0,67 4 Wirausaha 37 24,67 5 Lain-lain 37 24,67 2. Soal pendahuluan
a. Sumber obat yang digunakan pasien
Dari hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa obat yang digunakan oleh masyarakat untuk
mengobati sendiri yang paling banyak adalah mengobati dengan obat campuran sebanyak 69 orang (46%). Obat campuran dalam penelitian ini terdiri dari obat tradisional dan modern,
321
dimana pada obat tradisional berdasarkan kepercayaan masyarakat secara turun temurun memiliki efek yang lambat sedangkan obat modern memiliki efek yang cepat tetapi kebanyakan masyarakat takut akan efek
samping obat tersebut, sehingga banyak masyarakat menggunakan obat tradisonal dan modern secara bersamaan karena keinginan masyarakat untuk cepat sembuh dan untuk mengurangi resiko efek samping.
Tabel 6.
Distribusi sumber obat yang digunakan pasienSOAL 1 Parameter (n = 150) Jumlah Persentase (%)
a Mengobati dg obat apa saja yg
ada dirumah 24 16,00
b Mengobati dg obat
tradisional/jamu 11 7,33
c Mengobati dg obat campuran 69 46,00
d Mengobati dg obat modern 40 26,67
e Lain-lain 6 4,00
b. Cara Mengetahui Pengobatan Sendiri
Berdasarkan hasil yang didapat bahwa masyarakat mengetahui cara pengobatan sendiri yang paling banyak adalah dari teman/saudara/tetangga sebanyak 44 orang atau sebesar 29,33%. Hal ini menunjukkan besarnya peranan teman/saudara/keluarga
dalam memperngaruhi seseorang dalam
memutuskan untuk mencari pengobatan sendiri. Jika dilihat dari arti pengetahuan yaitu pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Ini
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, indra pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Dimana sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003). Hal ini menyebabkan orang sering melakukan sesuatu berdasarkan apa yang dilihat, didengar, atau dirasa dan ini sebagian besar berasal dari
teman/saudara/keluarganya yang selalu
ditemui.
Tabel 7.
Distribusi cara mengetahui pengobatan sendiriSOAL 2 Parameter
Jumlah Persentase
(n = 150) (%)
a Dari nenek moyang scr
turun-menurun
18 12,00
b Dari teman/saudara/tetangga 44 29,33
c Dari brosur/iklan tv/iklan radio 40 26,67
d Dari dokter /petugas kesehatan 43 28,67
e Lain-lain 5 3,33
c. Tempat memperoleh obat
Berdasarkan pertanyaan tentang tempat memperoleh obat tersebut yaitu menunjukkan hasil apotek yang paling banyak, yaitu sebanyak 77 orang (51,33%). Hal ini mungkin dikarenakan apotek sudah memiliki apoteker, sehingga banyak masyarakat yang percaya
kepada apoteker dalam pemilihan obat yang disebabkan pendidikan dan pemahaman dari apoteker tersebut mengenai obat-obat di apotek. Sebagian responden membeli di supermarket, toko obat, warung, dan lain-lain
ini dikarenakan lingkungan masyarakat
berdekatan dengan tempat tersebut dan kepercayaan masyarakat akan obat warung
322
digunakan untuk sakit ringan, murah, dan praktis waktunya, kalau tidak sembuh dapat
dilanjutkan berobat ke puskesmas atau mantri puskesmas.
Tabel 8.
Distribusi tempat memperoleh obatSOAL 3 Parameter Jumlah Persentase (n = 150) (%) a Apotek 77 51,33 b Warung 12 8,00 c Toko Obat 16 10,67 d Supermarket 43 28,67 e Lain-lain 2 1,33
d. Sumber informasi tentang swamedikasi Berdasarkan pertanyaan tentang sumber informasi obat yang diminum menunjukkan hasil lain-lain (selain iklan, pengalaman prbadi dan petugas kesehatan) yang paling banyak yaitu 43 orang (28,67%), diikuti dengan informasi dari petugas kesehatan. Banyaknya responden yang mengisi lain-lain karena mereka merasa mendapat informasi bukan dari iklan, pengalaman pibadi/keluarga dan petugas kesehatan, misalnya memperoleh informasi dari teman/tetangga. Banyak juga masyarakat mendapat informasi obat dari petugas
kesehatan yaitu karena kepercayaan
masyarakat terhadap petugas kesehatan dan
karena petugas kesehatan sering sekali memberikan informasi. Banyaknya masyarakat
yang mendapat informasi dari iklan
menunjukkan bahwa iklan juga mempunyai pengaruh yang besar. Hasil ini sama dengan penelitian Rohmarmi (2004) diketahui bahwa pengaruh iklan sangat besar terhadap pemilihan obat oleh konsumen. Masyarakat mendapat informasi obat dari pengalaman pribadi atau keluarga yaitu dikarenakan saling mempercayai antara keluarga. Dimana pengalaman keluarga sudah pernah mengalami penyakit yang sama sehingga kemungkinan keluarga menganjurkan atau memberikan informasi pengobatan yang dipilih.
Tabel 9.
Distribusi sumber informasi tentang swamedikasiSOAL 4 Parameter Jumlah Persentase (n = 150) (%) a Iklan 36 24,00 b Pengalaman Pribadi/keluarga 30 20,00 c Petugas Kesehatan 41 27,33 d Lain-lain 43 28,67
4. Data pengetahuan klien tentang swamedikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mempunyai pengetahuan yang baik tentang swamedikasi. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan
dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi maka orang tersebut
semakin luas pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal akan tetapi dapat diperoleh dari pendidikan nonformal. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
323
pengindraan melalui panca indra manusia (Efendi, 2009). Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang(over behavior). Tingginya
pengetahuan responden tentang swamedikasi
mendorong mereka untuk melakukan
swamedikasi.
Tabel 10.
Data Pengetahuan Klien tentang SwamedikasiNo. Tingkat pengetahuan Klien
Jumlah Persentase
(n = 150) (%)
1 Tinggi 76 50,67
2 Rendah 74 49,33
KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan responden yang berkunjung ke apotek-apotek Pekanbaru tentang swamedikasi
dengan menggunakan lembar kuesioner
diperoleh hasil bahwa 50,67% responden mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang swamedikasi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai oleh Hibah Dosen Pemula
Dikti dengan No. Kontrak
45b.05.LP2M.STIFAR.III.2014
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/Menkes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara izin apotik.
Anonim, 2004, Drug Classification: Prescription and OTC
Drugs, PAHO, P.1-2
Anonim, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan
Obat Terbatas. Departement Kesehatan Republik
Indonesia, jakarta
Efendi (2009). Keperawatan kesehatan komunitas teori
dan praktik dalam keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika
Mubarak, 2007, Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar
Proses belajar mengajar dalam Pendidikan,
Jakarta: Salemba Baru
Notoatmodjo, S, 2003, Pendidikan dan Perilaku
Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.
Rohmarmi, 2004, Pola Penggunaan Obat Bebas Dan Obat Bebas Terbatas Dalam Upaya Swamedikasi di Kota Surakarta, 6,38, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Rosjidi, C. H., 2014, Perempuan Lebih Rentan
Terserang Penyakit Kardiovaskular, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo,