BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat sebagai kondisi sehat baik secara fisik, mental, maupun sosial ekonomi (Aulton, 1996). Dalam upaya pemeliharaan kesehatan, swamedikasi merupakan upaya pertama dan yang terbanyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan kesehatannya sehingga peranannya tidak dapat diabaikan begitu saja (Suryawati, 1997). Swamedikasi dilakukan masyarakat untuk mengatasi gangguan kesehatan ringan misalnya sakit kepala, diare, batuk, dan sebagainya.
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/ atau tenaga teknis kefarmasian (PP No. 51, 2009). Salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan diapotek adalah swamedikasi.
meningkat karena terdapat enam dari sepuluh orang di Amerika yang menyatakan bahwa mereka mungkin akan melakukan swamedikasi lagi di masa yang akan datang terhadap penyakit yang dideritanya. Hal ini disebabkan oleh tingkat kepuasan masyarakat Amerika Serikat terhadap swamedikasi lebih tinggi dari Indonesia dan Australia yakni sebesar 93% (WSMI, 2006).
Swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seorang individu untuk mengobati penyakit dan gejala penyakit (WHO, 1998). Swamedikasi sendiri juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan berkelanjutan dari obat yang pernah diresepkan sebelumnya. Swamedikasi yang dilakukan menggunakan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas dengan benar dapat mendukung upaya penggunaan obat yang rasional yaitu pengobatan yang tepat indikasi, tepat dosis, tidak kontraindikasi, tidak menimbulkan efek samping, dan tidak ada interaksi antar obat (Cipole, et al., 1998).
Tingkat pengetahuan tentang swamedikasi masih terbatas dan kesadaran untuk membaca label pada kemasan obat pun masih rendah sehingga pengobatan sendiri dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) (Supardi dan Notosiswoyo, 2006). Oleh karena itu, pemberian informasi obat kepada pasien merupakan bagian yang harus dilakukan oleh petugas apotek dalam melakukan pelayanan swamedikasi supaya pasien benar-benar memahami secara cermat dan cerdas obat yang hendak dikonsumsi sekaligus cara penggunaan obat yang baik dan benar demi meningkatkan kualitas hidup pasien.
merangsang saluran pernapasan, otomatis akan batuk untuk mengeluarkan atau menghilangkan benda tersebut (Depkes RI, 2006). Secara umum batuk dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu batuk kering, yaitu batuk yang disebabkan oleh alergi, makanan, udara, dan obat-obatan. Batuk kering dapat dikenali dari suaranya yang nyaring, sedangkan yang kedua adalah batuk berdahak yang disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme atau virus dan dapat dikenali dari suaranya yang lebih berat dengan adanya pengeluaran dahak (Djunarko & Hendrawati, 2011). Kesulitan dalam pengeluaran dahak akan berdampak pada sulitnya bernafas yang bisa menyebabkan sianosis, kelelahan, apatis serta merasa lemah (Nugroho & Kristianti, 2011).
Swamedikasi batuk diperlukan untuk mengetahui pemilihan obat yang rasional sesuai batuk yang dialami oleh pasien, untuk batuk berdahak digunakan obat golongan mukolitik (pengencer dahak) dan ekspektoran (membantu mengeluarkan dahak), sementara untuk batuk kering digunakan obat golongan antitusif (penekan batuk) (Djunarko & Hendrawati, 2011).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
a. bagaimana profil patient assessment yang dilakukan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi penderita batuk?
b. bagaimana profil rekomendasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi penderita batuk?
c. bagaimana profil informasi terkait obat dan non farmakologi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi penderita batuk?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini adalah :
a. petugas apotek melakukan patient assessment terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan batuk.
b. petugas apotek memberikan rekomendasi berupa obat terhadap pasien keluhan batuk.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. profil patient assessment yang dilakukan petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan batuk.
b. profil rekomendasi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan batuk.
c. profil informasi terkait obat dan non farmakologi yang diberikan oleh petugas apotek terhadap pasien swamedikasi yang datang dengan keluhan batuk.
d. untuk mengetahui profil tingkat pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh petugas apotek kepada pasien penderita batuk di apotek pada sepuluh kecamatan di kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan tersendiri untuk para tenaga kefarmasian dalam meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian, khususnya swamedikasi.
b. data dan informasi dari penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
pelayanan swamedikasi kepada pasien penderita batuk dan sebagai variabel pengamatan adalah profil patient assessment, rekomendasi, informasi obat dan informasi non farmakologi (Gambar 1.1).
Objek Pengamatan
Variabel Pengamatan
Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian
Profil
3. Apa tindakan yang sudah diperbuat selama mengalami gejala batuk ?
4. Apa obat-obat lain yang sedang digunakan ? 5. Berapa lama pasien batuk mengalami sakit ? 6. Apa faktor penyebab terjadinya batuk ? 7. Apa gejala yang dialami pasien ?
8. Rujukan ke dokter 9. Rekomendasi obat Patient
Assessment
Rekomendasi
22. Pola makanan dan minuman 23. Pola hidup 20. Cara perlakuan sisa obat 21. Identifikasi obat yang rusak