• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptuan dapat diartikan sebagai hubungan atau katan antara variabel-variabel yang akan diamati atau diukur melalui penelitian. Dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan kerangka konseptual yang akan dipakai dalam penelitian ini.

Renewable Energy

Alam telah menyediakan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu sumber daya alam yang berperan penting dalam usaha mensejaterakan kehidupan masyarakat adalah sumber daya energi. Ketersediaan energi menjadi salah satu komponen penting dalam menunjang aktivitas manusia misalnya aktivitas ekonomi. Energi diyakini memang menjadi sesuatu hal yang mendasar dalam peradaban, kemakmuran negara serta salah satu pusat tujuan ekonomi yang memiliki keterikatan terhadap pembangunan manusia yang berkelanjutan. Hal ini dapat tercapai bila penggunaan energi telah memenuhi standar masing-masing negara. Sumber energi sendiri digolongkan menjadi dua yaitu sumber energi terbarukan dan sumber energi tidak terbarukan. Energi terbarukan mencakup pada energi yang berasal dari proses alami seperti energi matahari, energi angin, energi biomassa, energi gelombang, energi panas bumi dan energi hidroelktik yang dikenal sebagai energi pembangkit listrik tenaga air. Sedangkan energi tidak terbarukan mencakup batubara, minyak, gas dan energi nuklir. Penggunaan energi yang tidak mengalami perubahan akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang secara perlahan akan mengancam pertumbuhan ekonomi global.

Perkembangan istilah renewable energy atau energi terbarukan mulai dikenal sejak tahun 1970-an, yang mana pada saat itu energi terbarukan dianggap sebagai energi yang mampu menggantikan energi berbahan fosil, batubara, gas alam dan energi nuklir. Renewable energy diartikan sebagai energi yang berkelanjutan atau sustainable energy yang mana prosesnya dilakukan secara berkelanjutan dan dihasilkan dari sumber energi yang dikelola secara baik. Selain itu, energi terbarukan dianggap sebagai energi yang ramah lingkungan serta mampu mengurangi pencemaran emisi gas rumah kaca maupun kerusakan lingkungan.

(2)

2.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini, penulis akan menjelaskan teori yang dipakai oleh peneliti dalam penelitian ini. Teori ini digunakan sebagai pisau analisis penelitian dalam membahas masalah dan fakta yang ditemui.

Liberalisme Institusional

Kaum Liberalisme umumnya mengambil pandangan positif tentang sifat manusia yang memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia dan menyakini bahwa prinsip-prinsip rasional dapat dipakai pada masalah-masalah internasional. Selain itu, kaum liberalisme mengakui bahwa individu bersifat mementingkan diri sendiri, tapi mereka juga percaya bahwa individu-individu memiliki kepentingan yang terlibat dalam aksi sosial yang kolaboratif dan koperatif baik secara domestik dan internasional (Robeth Jackson dan George Sorensen, 2013: 175). Pasca Perang Dunia II, liberalisme dibagi menjadi empat aliran pemikiran utama: liberalisme sosiologis, liberalisme interdependensi, liberalisme institusional, dan liberal republikan.

Teori liberalisme institusional yang dicetuskan oleh Robert Keohane dan Joseph Nye menyatakan bahwa munculnya teori ini sebagai promosi untuk mendorong negara-negara saling bekerjasama serta meningkatkan stabilitas keamanan maupun mengelola institusi internasional. Munculnya liberalisme institusional sebagai alternatif untuk realisme dalam teori hubungan internasional telah menyebabkan perdebatan sejak tahun 1970 tentang validitas liberal institusional sebagai alternatif nyata untuk realisme. Liberal institusional berpendapat bahwa penekanan harus diberikan pada tata kelola dan organisasi internasional sebagai cara untuk menjelaskan hubungan internasional khususnya untuk membuat negara bekerja sama (Baylis dan Smith, 2005: 24). Peran yang dimainkan organisasi internasional tidak terlepas dari masyarakat internasional. Menurut Hedley Bull (1977: 13) masyarakat internasional ada ketika sekelompok negara yang sadar akan kepentingan bersama dan nilai-nilai bersama. Membentuk masyarakat internasional berarti mereka menganggap dirinya terikat oleh seperangkat aturan umum dalam hubungan satu sama lain dan ikut serta dalam kerja sama.

Liberal institusional berpendapat bahwa agar ada perdamaian dalam urusan internasional maka negara harus bekerja sama. Selain itu, liberal institusional berfokus pada gagasan saling ketergantungan yang kompleks seperti yang telah

(3)

dikemukakan oleh Robert Keohane dan Joseph Nye pada tahun 1970 bahwa negara-negara yang terikat dalam suatu organisasi internasional menyadari keterlibatan mereka dalam organisasi internasional tersebut berdasarkan tujuan yang sama dan tujuan tersebut akan dicapai dengan adanya kepercayaan, komitmen dan nilai bersama. Kaum liberal institusional menganggap peran dari institusi yang diasumsikan otonom ini akan membantu untuk menekan kekacauan anarki internasional akibat adanya kepemilikan senjata nuklir dan perlombaan militer (Rachmawati, Iva, 2012)

Liberalisme institusional ini ada dalam organisasi internasional seperti United Nations, European Union, World Trade Organization yang mana didasarkan pada cita-cita liberal yaitu kerjasama (Farrands, Imad, Roy, Liod, 2015: 190-191). Liberal institusional mengemukakan penekanan yang lebih besar pada kekuatan kerja sama melalui bentuk dan prosedur hukum internasional dan organisasi internasional. Keohane melihat bahwa pasca perang dunia pertama hubungan diarahkan kepada kerjasama, sehingga akan menciptakan saling ketergantungan atau interdependensi. Kemudian, Keohane melihat bahwa hubungan negara-negara Barat dicorakan dengan interdepedensi kompleks yang dalam artian bahwa mulai melakukan kerjasama dalam mengatasi isu-isu internasional yang selama ini tidak begitu banyak dibicarkan seperti isu lingkungan.

Adanya interdependensi itu akan membuat negara-negara membentuk institusi internasional atau organisasi internasional dalam menghadapi masalah secara global. Insitusi ini akan memajukan kerjasama antarnegara. Keohane membagi institusi kedalam dua pembagian yaitu; institusi formal dan institusi informal. Institusi formal diartikan sebagai institusi yang dibentuk oleh negara-negara seperti PBB, WTO, dan Uni Eropa. Organisasi ini akan mengawasi aktivitas dan memberikan respon atau membuat kebijakan terhadap suatu isu yang sedang dihadapi negara-negara anggota. Sementara itu, institusi informal diartikan sebagai serangkaian rezim atau peraturan yang telah disetujui. Keohane sendiri mendefinisikan, rezim itu sekumpulan pengaturan pemerintah yang mencakup berbagai peraturan, norma dan prosedur yang mengontrol perilaku aktornya (Carlsnaes, Walter, Beth, 2013:397). Negara menggunakan rezim itu untuk menghadapi isu-isu dalam hubungan internasional. Selain berbicara mengenai rezim, ada juga perjanjian yang tidak formal antar negara-negara dengan peraturan dan pemahaman secara lebih implisit yang

(4)

merupakan bentuk harapan-harapan para aktornya. Dalam pandangan Keohane, rezim internasional harus dilihat dalam batasan bidang isu karena bidang isu tersebut bergantung pada persepsi dan perilaku aktor, batasan-batasan mereka berubah secara bertahap dari waktu ke waktu (Grieco, 1988: 485-507). Inilah yang dikatakan oleh para liberal institusional bahwa lembaga dapat mengembangkan aturan dan norma yang mempromosikan kelestarian lingkungan, hak asasi manusia dan pembangunan ekonomi.

Perkembangan Uni Eropa menjadi contoh tentang bagaimana negara telah membentuk komunitas regional untuk menangani permasalahan yang terjadi dalam dunia internasional dan regional. Uni Eropa telah menciptakan seperangkat aturan yang memungkinkan negara anggotanya secara kolektif mencapai hasil. Perkembangan dan pertumbuhan Uni Eropa menimbulkan pertanyaan tentang kedaulatan negara dan legitimasi klaim negara atas tindakan sepihak dalam menangani masalah-masalah dunia. Uni Eropa dapat dikatakan telah menciptakan seperangkat aturan yang memungkinkan negara secara kolektif mencapai hasil yang tidak tersedia secara individu. Liberal institusional sebagai sebuah teori tetap berada dalam paradigma sistem rasionalistik dan modernis. Liberal institusional masih mengakui bahwa negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional dan negara berupaya memaksimalkan hasil absolut melalui kerja sama.

Salah satu cara liberalisme telah memberikan kontributor bagi pemahaman kita tentang hubungan internasional adalah melalui berbagai karya tentang karakteristik institusi-institusi dan tatanan dunia (Jill Steans, Lyold, 2009: 125-126). Tak pela lagi, tema-tema tentang kerja sama dan interdependensi yang kompleks merupakan hal yang dilihat kaum liberal ketika melihat regulasi dan memfasilitasi peran yang dimainkan oleh institusi-institusi dalam hubungan internasional. Argumen yang dibuat oleh kaum liberal institusional adalah bahwa tingkat institusionalisasi yang tinggi secara signifikan mengurangi efek yang mengacaukan dari anarki multipolar yang ditunjukan oleh Mearsheimer, institusi-institusi dibuat karena tidak adanya kepercayaan di antara negara-negara. Institusi-institusi membantu mengurangi rasa takut negara anggota satu sama lain. Selain itu, institusi-institusi menyediakan suatu forum bagi negosiasi di antara negara-negara. Sebagai contoh, Uni Eropa memiliki sejumlah forum dengan pengalaman yang luas dalam negosiasi dan kompromi, mencakup Dewan Menteri, Komisi Eropa dan Parlemen Eropa. Institusi ini

(5)

menyediakan keseinambungan dan perasaan stabilitas, memajukan kerja sama di antara negara demi keuntungan timbal baliknya.

Teori liberalisme institusional yang dipakai peneliti dalam tulisan ini berfungsi untuk melihat implementasi kebijakan RED Uni Eropa di Jerman yang diterapkan melalui program energiewende. Jauh sebelum menganalisis implementasi tersebut peneliti akan menjelaskan mekanisme kerja sama yang terjadi di lembaga-lembaga Uni Eropa dalam penerapakan kebijakan RED. Kerjasama yang terjadi di lembaga-lembaga Uni Eropa tentu akan menciptakan kebijakan Uni Eropa yang akan diterapkan secara bersama-sama. Dalam mendukung kebijakan RED Uni Eropa maka negara-negara anggota menjadi aktor penting. Dalam hal ini, pemerintah Jerman mengimplementasikan kebijakan RED Uni Eropa melalui program energiewende atau transisi energi. Kebijakan RED Uni Eropa adalah kebijakan yang telah disepakati secara bersama oleh masing-masing negara anggota Uni Eropa melalui kerjasama di Komisi Eropa serta sebagai respon dari Uni Eropa dalam mengatasi masalah pemanasan global yang terjadi di negara-negara anggota Uni Eropa. Bergabungnya Jerman menjadi anggota Uni Eropa sejak 1 Januari 1958 mengartikan bahwa segala bentuk kebijakan yang ditetapkan Uni Eropa harus diterapkan oleh negara-negara anggota serta negara anggota memiliki tanggungjawab maupun cara tersendiri untuk menerapkan kebijakan tersebut. Hal ini dikarenakan Uni Eropa adalah sekelompok negara independen yang terikat dalam serangkaian traktat yang ditandatangani secara bersama. Adapun traktat ini harus disepakati oleh masing-masing negara anggota Uni Eropa.

(6)

2.3 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan Penelitiaan

Rosita Dewi, 2013, Peneliti Pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Implementasi Reneweable Energy Directive Uni Eropa Sebagai Hambatan Non Tarif Perdagangan

Pada penelitian yang dilakukan Rosita Dewi menjelaskan bahwa pemberlakukan RED Uni Eropa sebagai bentuk komitmen dari institusi supranasional dalam menjaga lingkungan hidup yang semakin terancam karena adanya pemanasan global. Komitmen Uni Eropa ini juga disisi lain menjadi langkah Uni Eropa sebagai upaya proteksionisme baru atas komoditas biodiesel, yang mana komoditas biodiesel menjadi komoditas utama Uni Eropa.

Bila pada penelitian sebelumnya dilihat bahwa kebijakan RED Uni Eropa sebagai hambatan non tarif perdagangan sehingga implementasi kebijakan ini sebagai bentuk

green protectionism

melalui keberlanjutan. Namun, pada penelitian selanjutnya penulis melihat bahwa kebijakan RED Uni Eropa menjadi upaya negara anggota dalam mengatasi isu pemanasan global dan komitmen Uni Eropa dalam Protkol Kyoto. Adanya kebijakan RED Uni Eropa memberikan dampak positif bagi negara anggota dalam pembaharuan energi terbarukan. Hal inilah yang dilakukan pemerintah Jerman. Sebagai salah satu negara anggota Uni

(7)

Eropa, Jerman telah mengimplementasikan kebijakan ini melalui program Energiewende atau transisi energi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosita Dewi (2013) dengan judul Implementasi Renewable Energy Directive Uni Eropa sebagai hambatan non-tarif perdagangan menekankan bahwa kebijakan yan dikelurakan Uni Eropa adalah sebagai bentuk komitmen Uni Eropa dalam menerapkan Protokol Kyoto terkait menjaga lingkungan. Uni Eropa menyadari bahwa pencemaran lingkungan semakin memberikan dampak buruk terhadap pemanasan global sehingga di sisi lain Uni Eropa harus mengatasi permasalahan ini yang dapat dilakukan melalui pembatasan impor minyak sawit. Kebijakan ini menjadi komitmen Uni Eropa dalam upaya proteksionisme baru atas komoditas biodiesel yang mana komoditas biodiesel menjadi komoditas utama di Uni Eropa. Sementara itu, perbedaan yang akan dilakukan peneliti dengan peneliti sebelumnya adalah adanya kebijakan energi terbarukan yang dikeluarkan Uni Eropa menjadi peluang bagi negara-negara anggota untuk menggunakan energi terbarukan. Uni Eropa sendiri telah menargetkan capaian energi terbarukan yang harus dicapai negara-negara anggota dalam periode waktu yang ditentukan. Kebijakan Uni Eropa yang bersifat directive menekankan pada kebebasan dari masing-masing negara anggota untuk mengadopsi kebijakan melalui metode yang berbeda. Inilah yang dilakukan pemerintah Jerman yang mengadopsi kebijakan tersebut melalui energiewende

(8)

2.4 Kerangka Berpikir

---

Dalam melihat implementasi kebijakan Renewable Energi Directive Uni Eropa yang terjadi di Jerman maka penulis terlebih dahulu akan berangkat dari permasalahan-permasalahan pemanasan global yang disebabkan oleh penggunaan energi tidak terbarukan. Permasalahan ini menjadi isu penting bagi negara-negara dan organisasi internasional seperti PBB dan Uni Eropa. Dalam mengatasi permasalahan ini, PBB hadir sebagai institusi yang menyelenggarakan Protokol Kyoto sebagai tujuan untuk mengatasi perubahan iklim yang terjadi akibat penggunaan energi tidak terbarukan. Dalam Protoko Kyoto, Uni Eropa menjadi salah satu organisasi internaional yang bergabung. Setelah mengadopsi target Protokol Kyoto, Uni Eropa memberikan perhatian besar terhadap permasalahan energi yang dilakukan melalui kebijakan Renewable Energy Directive yang tujuannya untuk menggunakan energi

Respon Uni Eropa Energi Terbarukan

Kebijakan Renewable Energy Directive Uni

Eropa

Program Energiewende Jerman

Implementasi Kebijakan RED Uni Eropa di Jerman Melalui Program Energiewende

Hukum Uni Eropa

Teori Liberalisme Institusional

(9)

terbarukan yang ramah lingkungan. Sebagai organisasi supranasional, Uni Eropa memiliki aturan hukum yang harus dipatuhi oleh negara-negara anggota dan ini akan berkaitan terhadap penerapan kebijakan. Kebijakan RED menekankan pada kebebasan negara-negara anggota untuk mengadopsinya melalui metode dan cara yang berbeda. Inilah yang kemudia dilakukan pemerintah Jerman yang mana pemerintah Jerman menerapkan kebijakan ini yang dilakukan melalui program Energiewende. Impelemntasi kebijakan RED Uni Eropa melalui program energiewende dilihat dari liberalisme institusional.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian regresi berganda ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu Indeks Pembangunan Manusia sebagai

jahat namun memang digunakan untuk meningkatkan performa komputer.. file tersebut berpotensi sebagai bukti digital. Sehingga ini merupakan prosedur yang. harus

Palvelutarpeen arviointia on tehty Lapin maakunnan ja kuntien väestötasolla. Palvelutar- peen arvioinnissa on myös kartoitettu nykyisen palvelujärjestelmän tilanne, minkä yhteydes-

Apabila penetuan nilai ini berdasarkan pada nilai hasil tes belajar yang digunakan pada kriterium peserta didik, maka pada hal ini mengandumg arti bahwa nilai yang

Voltage Oriented Control merupakan metode MPPT yang digunakan dalam tugas akhir ini. Metode ini merupakan metode yang tersusun atas dua bagian loop pengaturan yang

(4) sebaiknya pemerintah (Dinas Pendidikan) senantiasa memfasilitasi dalam semua kegiatan pembinaan prosedur dan teknis penilaian, dan (5) pembinaan dalam bentuk supervise

Dev iation Median Minimum Maxim um Jenis cairan RL HES 400 kD Total Tekanan Darah Sistolik Pre Anestesi Spinal Tekanan Darah Diast olik Pre.. Anestesi Spinal Tekanan Darah

Pemberdayaan Masyarakat dalam program restorasi gambut di Desa Rimbo Panjang lahir dari seluruh lapisan masyarakat, program pembedayaan ini juga melahirkan