• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGELASAN

Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang disambung. Kelebihan sambungan las adalah konstruksi ringan, dapat menahan kekuatan yang tinggi, mudah pelaksanaannya, serta cukup ekonomis. Namun kelemahan yang paling utama adalah terjadinya perubahan struktur mikro bahan yang dilas, sehingga terjadi perubahan sifat fisik maupun mekanis dari bahan yang dilas. Perkembangan teknologi pengelasan logam memberikan kemudahan umat manusia dalam menjalankan kehidupannya. Saat ini kemajuan ilmu pengethuan di bidang elektronik melalui penelitian yang melihat karakteristik atom, mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap penemuan material baru dan sekaligus bagaimanakah menyambungnya. Jauh sebelumnya, penyambungan logam dilakukan dengan memanasi dua buah logam dan menyatukannya secara bersama. Logam yang menyatu tersebut dikenal dengan istilah fusion. Las listrik merupakan salah satu yang menggunakan prinsip tersebut.

Pada zaman sekarang pemanasan logam yang akan disambung berasal dari pembakaran gas atau arus listrik. Beberapa gas dapat digunakan, tetapi yang sangat popular adalah gas Acetylene yang lebih dikenal dengan gas Karbit. Selama pengelasan, gas Acetylene dicampur dengan gas Oksigen murni. Kombinasi campuran gas tersebut memproduksi panas yang paling tinggi diantara campuran gas lain.

Cara lain yang paling utama digunakan untuk memanasi logam yang dilas adalah arus listrik. Arus listrik dibangkitkan oleh generator dan dialirkan melalui kabel ke sebuah alat yang menjepit elektroda diujungnya, yaitu suatu logam batangan

(2)

mengalir melalui celah sempit antara ujung elektroda dengan benda kerja. Arus yang mengalir ini dinamakan busur (arc) yang dapat mencairkan logam. (Smith, 1992).

Di dalam menentukan jenis proses pengelasan yang akan digunakan, hal yang perlu diperhatikan adalah kekuatan pengelasan, hasil pengelasan dan kualitas pengelasan . Diantara jenis-jenis proses pengelasan yang ada maka dipilihlah proses pengelasan dengan GTAW yang dikombinasi dengan SMAW.

2.1.1 Pengertien las GTAW / argon

GTAW (Gas tungsten arc welding) berasal dari Amerika sedangkan TIG (Tungsten Inert Gas) berasal dari Eropa, yang mempunyai pengertian sama yaitu jenis las listrik yang menggunakan elektroda tidak terkonsumsi. Elektroda ini hanya digunakan untuk menghasilkan busur listrik.

Gambar 2.1. Komponen las GTAW

Bahan penambah berupa filler (rod), untuk mencegah oksidasi digunakan gas mulia (seperti Argon, Helium, Ferron) dan karbon dioksida sebagai gas lindung. Jenis las ini dapat digunakan dengan atau tanpa bahan penambah.

(3)

Gambar 2.2 Proses pengelasan GTAW

Prosesnya menggunakan gas lindung untuk mencegah terjadinya oksidasi pada bahan las yang panas. Untuk menghasilkan busur nyala yang tidak terkonsumsi terbuat dari logam tungsten atau paduannya yang bertitik lebur sangat tinggi.

Busur nyala dihasilkan dari arus listrik melalui konduktor dan mengionisasi gas pelindung. Busur terjadi antara ujung elektroda tungsten dengan bahan induk. Panas yang dihasilkan busur langsung mencairkan logam induk dan juga logam las yang berupa kawat las (Tanisan 1984).

2.1.2 Pengertian las SMAW

Sedangkan SMAW adalah proses las busur paling sederhana dan paling serba guna. Karena sederhana dan mudah dalam mengangkut peralatan dan perlengkapannya, membuat proses SMAW ini mempunyai aplikasi luas mulai dari refinery piping hingga pipelines, dan bahkan untuk pengelasan di bawah laut guna memperbaiki struktur anjungan lepas pantai.

(4)

SMAW bisa dilakukan pada berbagai posisi atau lokasi yang bisa dijangkau dengan sebatang elektroda. Sambungan-sambungan pada daerah dimana pandangan mata terbatas masih bisa di las dengan cara membengkokkan elektroda(Tanisan 1984).

2.2 KONVERSI SAMPAH PLASTIK MENJADI BAHAN BAKAR MINYAK

Mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak termasuk daur ulang tersier. Merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan). Cracking adalah proses memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah. Hasil dari proses cracking plastik ini dapat digunakan sebagai bahan kimia atau bahan bakar. Ada tiga macam proses

cracking yaitu hydro cracking, thermal cracking dan catalytic cracking (Panda, 2011).

2.2.1 Hydro cracking

Hydro cracking adalah proses cracking dengan mereaksikan plastik dengan hidrogen

di dalam wadah tertutup yang dilengkapi dengan pengaduk pada temperatur antara 423 – 673 °K dan tekanan hidrogen 3 – 10 MPa. Dalam proses hydro cracking ini dibantu dengan katalis. Untuk membantu pencapuran dan reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1-methyl naphtalene, tetralin dan decalin. Beberapa katalis yang sudah

diteliti antara lain alumina, amorphous silica alumina, zeolite dan sulphate zirconia (surono,2013).

Daryoso dkk (2012) melakukan penelitian tentang pengolahan sampah plastik jenis polietilen dengan metode hydro cracking menggunakan katalis Ni- Mo/zeolite.

Hydro cracking dilakukan dengan variasi perbandingan katalis/bahan plastik 1:4, 2:4,

3:4, dan temperatur prosesnya diatur 350°C, 400°C, 450°C, 500°C, 550°C selama 2 jam.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa Katalis Ni Mo/Zeolit Alam yang telah dipreparasi berperan dalam proses hidrorengkah sampah polietilen menghasilkan produk hidrorengkah dengan rantai hidrokarbon yang pendek. Rasio massa katalis Ni-Mo/Zeolit alam dengan umpan optimum yang menghasilkan konversi sampah

(5)

Temperatur optimum yang menghasilkan konversi sampah polietilen paling besar diperoleh pada temperatur 500°C yaitu sebesar 1,334%.

2.2.2 Thermal cracking

Thermal cracking adalah termasuk proses pirolisis, yaitu dengan cara memanaskan

bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini biasanya dilakukan pada temperatur antara 350°C sampai 900°C. Dari proses ini akan dihasilkan arang, minyak dari kondensasi gas seperti parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik, serta gas yang memang tidak bisa terkondensasi (surono, 2013).

Penelitian yang lain dilakukan oleh Sarker dkk. (2012). Pada penelitian ini, sampah plastik LDPE diolah menjadi kerosin dengan metode thermal cracking pada tekanan atmosfir dan dengan temperatur antara 150°C dan 420°C. Proses depolimerisasi dilakukan tanpa penambahan katalis. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kerosin yang didapat sekitar 30%. Bahan bakar yang diperoleh dari proses ini mempunyai kandungan sulfur yang rendah dan nilai kalor yang baik

2.2.3 Catalytic cracking

Cracking cara ini menggunakan katalis untuk melakukan reaksi perekahan. Dengan

adanya katalis, dapat mengurangi temperatur dan waktu reaksi (surono, 2013).

Osueke dan Ofundu (2011) melakukan penelitian konversi plastik low density

polyethylene (LDPE) menjadi minyak. Proses konversi dilakukan dengan dua metode,

yaitu dengan thermal cracking dan catalyst cracking. Pyrolisis dilakukan didalam tabung stainless steel yang dipanaskan dengan elemen pemanas listrik dengan temperatur bervariasi antara 475°C – 600°C. Kondenser dengan temperatur 30°C – 35°C, digunakan untuk mengembunkan gas yang terbentuk setelah plastik dipanaskan menjadi minyak. Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah silica alumina.

Dari penelitian ini diketahui bahwa dengan temperatur pyrolisis 550°C dan perbandingan katalis/sampah plastik 1 : 4 dihasilkan minyak dengan jumlah paling banyak.

(6)

2.3 PIROLISIS

Pirolisis adalah proses dekomposisi suatu bahan pada suhu tinggi tanpa adanya udara atau dengan udara terbatas. Proses dekomposisi pada pirolisis ini juga sering disebut dengan devolatilisasi. Produk utama dari pirolisis yang dapat dihasilkan adalah arang (char), minyak, dan gas. Arang yang terbentuk dapat digunakan untuk bahan bakar ataupun digunakan sebagai karbon aktif. Sedangkan minyak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai zat additif atau campuran dalam bahan bakar. Sedangkan gas yang terbentuk dapat dibakar secara langsung (A.S Chaurasia., B.V Babu., 2005).

Menurut kondisi operasinya, pirolisis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis kategori yaitu slow, fast dan flash pyrolisis (Jahirul dkk, 2012).

Tabel 2.1 Parameter operasi proses pirolisis

(Sumber: Jahirul dkk, 2012)

Proses pirolisis Waktu tinggal (s) Ukuran partikel (mm) Suhu (K)

Slow 450-500 5-50 550-950

Fast 0,5-10 <1 850-1250

Flash <0,5 <0,2 1050-1300

Faktor-faktor yang mempengaruhi produk dalam proses pirolisis (Elykurniati, 2009) adalah:

1) Waktu : Waktu berpengaruh pada minyak yang akan dihasilkan karena, semakin lama waktu proses pirolisis berlangsung, minyak yang dihasilkannya makin naik.

2) Suhu : Suhu sangat mempengaruhi minyak yang dihasilkan, karena semakin tinggi suhu maka semakin banyak minyak yang dihasilkan.

3) Berat Partikel : Semakin banyak bahan yang dimasukkan menyebabkan hasil bahan bakar cair (tar) dan arang meningkat.

4) Ukuran Partikel : Ukuran partikel berpengaruh terhadap hasil. Makin besar ukuran partikel luas permukaan persatuan berat makin kecil sehingga proses karbonisasi berlangsung lambat.

(7)

Encinar J. M., dkk, (2009), telah meneliti tentang jerusalem artichoke

pyrolysis:Energetic evaluation. Mereka meneliti tentang pengaruh dari temperatur

(400 °C – 800 ºC), ukuran dari partikel (0,63 - 2,00 mm), laju nitrogen (75 - 300 mL

min-1), dan massa awal yang digunakan (2,5 – 10 g). Peningkatan temperatur menyebabkan penurunan untuk hasil padatan dan minyak sedangkan hasil gas meningkat. Penurunan hasil minyak disebabkan karena reaksi minyak sekunder ketika temperatur semakin meningkat. Inilah juga yang menyebabkan hasil gas meningkat disebabkan juga karena reaksi minyak sekunder dari minyak. Dengan peningkatan temperatur mempengaruhi juga peningkatan jumlah karbon dan ash sedangkan jumlah

volatil menurun. Ketika temperatur meningkat kandungan gas seperti H2, CO, CH2

juga meningkat dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil maksimum ini semakin sedikit. Pengaruh dari masa sample awal dan ukuran dari partikel adalah ketika ukuran dari partikel meningkat hasil dari padatan dan gas sedikit menurun dan sedikit peningkatan untuk hasil volatil. Hal ini disebabkan karena sedikit pengaruh dari proses penghantaran panasnya yang terjadi pada setiap partikelnya. Pengaruh dari masa awal dari proses pirolisis adalah konstan, artinya untuk parameter ini tidak begitu berpengaruh terhadap proses pirolisis. Pengaruh dari laju nitrogen yaitu peningkatan dari laju nitrogen menyebabkan penurunan jumlah minyak dan peningkatan jumlah gas, sedangkan hasil padatan sedikit menurun. Hal ini disebabkan karena pengaruh dari komponen-komponen yang dapat terkondensasi, seandainya waktu untuk terkondensasi semakin cepat (karena laju nitrogen semakin besar) maka hasil minyak yang diperoleh akan semakin sedikit. Nilai kalor tertinggi untuk hasil minyak diperoleh pada temperatur 400 °C dan ini akan semakin menurun bersamaan dengan meningkatnya temperatur. Nilai kalor untuk hasil gas akan semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya temperatur sedangkan nilai kalor untuk padatan hampir konstan.

2.4 KATALIS

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.

(8)

Katalis mempercepat reaksi dengan menyediakan serangkaian tahapan elementer dengan kinetika yang lebih baik dibandingkan jika tanpa katalis. Dari persamaan Arrhenius kita ketahui bahwa konstanta laju k (dan dengan demikian lajunya) reaksi bergantung pada faktor frekuensi A dan energy aktivasi Ea, semakin besar A atau semakin kecil Ea, semakin tinggi lajunya. Dalam banyak kasus, katalis meningkatkan laju denga cara menurunkan energy aktivasi reaksinya.

Mari kita Anggap bahwa reaksi berikut memiliki konstanta laju k tertentu dan energi aktivasi Ea:

A + B → C + D (dengan konstanta laju k)

Namun demikian, dengan kehadiran katalis,konstanta lajunya adalah kc (disebut konstanta laju katalitik);

A + B → C + D (dengan konstanta laju kc)

Berdasarkan definisi katalis,

lajuberkatalis > lajutak berkatalis

Gambar di bawah menunjukan energi potensial untuk kedua reaksi di atas. Perhatikan bahwa energi total dari reaktan (A dan B) dan energi total dari produk (C dan D) tidak dipengaruhi oleh katalis. Satu-satunya perbedaan diantara keduanya adalah penurunan energi aktivasi dari Ea menjadi Ea’. Karena energi aktivasi untuk reaksi ke kiri juga turun, katalis meningkatkan laju reaksi ke kiri sama besarnya dengan laju reaksi ke kanan.

Gambar 2.4 Perbandingan energi Aktivasi (a) reaksi tanpa katalis

(9)

2.5 ZEOLIT

Zeolit adalah mineral kristal alumina silikat berpori terhidrat yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbentuk dari tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4]5-. Kedua tetrahedral di atas dihubungkan oleh atom-atom oksigen, menghasilkan struktur tiga dimensi terbuka dan berongga yang didalamnya diisi oleh atom-atom logam biasanya logam-logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat bergerak bebas (Breck, 1974; Chetam, 1992; Scot et al., 2003).

Umumnya, struktur zeolit adalah suatu polimer anorganik berbentuk tetrahedral unit TO4, dimana T adalah ion Si4+ atau Al3+ dengan atom O berada diantara dua atom T.

Struktur zeolit memiliki rumus umum Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y].wH2O, dimana M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah jumlah valensi kation, w adalah banyaknya molekul air per satuan unit sel, x dan y adalah angka total tetrahedral per satuan unit sel, dan nisbah y/x biasanya bernilai 1 sampai 5, meskipun ditemukan juga zeolit dengan nisbah y/x antara 10 sampai 100 (Bekkum et al., 1991).

2.6 PLASTIK

Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen.

Untuk membuat plastik, salah satu bahan baku yang sering digunakan adalah

Naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam.

Sebagai gambaran, untuk membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar dkk., 2011).

Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan

termosetting. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai

(10)

diinginkan. Sedangkan thermosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara dipanaskan.

Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik di atas, thermoplastik adalah jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan penggunaannya (lihat Gambar 2.1 dan Tabel 2.2).

Gambar 2.4. Nomor kode plastik.

(Sumber: Surono, 2013)

Tabel 2.2 Jenis plastik, kode dan penggunaannya.

(Sumber: Surono, 2013)

No.

Kode Jenis Plastik Penggunaan

1 PET (polyethylene

Terephthalate)

Botol kemasan air mineral, bolol minyak goreng, jus, botol sambal, botol obat, dan botol kosmetik

2 HDPE (High Density

Polyethylene)

Botol obat, botol susu cair, jerigen pelumas, dan botol kosmetik

3 PVC (Polyvinyl

Chloride)

Pipa selang air, pipa banguana, mainan, taplak meja dari plastik, botol shampo, dan botol sambal.

4 LDPE (Low Density

Polyethylene)

Kantong kresek, tutup plastik,plastik pembungkus daging beku, dan berbagai macam plastik tipis lainnya.

5 PP (Polypropylene atau

Polypropene)

Cup plastik, tutup botol plastik, mainan anak, dan cup margarin.

(11)

6 PS (Polvstvrene) Kotak CD, sendok dan garpu plastik, gelas plastik, tempat makan dari styrofoam, dan tempat makan plastik transparan.

7 Other (O), jenis plastik

lainnya selain dari no. 1 hingga 6

Botol susu bayi, plastik kemasan, gallon air

mineral, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat elektronik, sikat gigi, dan

mainan lego.

2.7 SIFAT TERMAL BAHAN PLASTIK

Pengetahuan sifat thermal dari berbagai jenis plastik sangat penting dalam proses pembuatan dan daur ulang plastik. Sifat-sifat thermal yang penting adalah titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg) dan temperatur dekomposisi. Temperatur transisi adalah temperatur dimana plastik mengalami perengganan struktur sehingga terjadi perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel. Di atas titik lebur, plastik mengalami pembesaran volume sehingga molekul bergerak lebih bebas yang ditandai dengan peningkatan kelenturannya. Temperatur lebur adalah temperatur di mana plastik mulai melunak dan berubah menjadi cair. Temperatur dekomposisi merupakan batasan dari proses pencairan. Jika suhu dinaikkan diatas temperatur lebur, plastik akan mudah mengalir dan struktur akan mengalami dekomposisi. Dekomposisi terjadi karena energi thermal melampaui energi yang mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan mengalami dekomposisi pada suhu di atas 1,5 kali dari temperatur transisinya (Budiyantoro, 2010).

Data sifat termal yang penting pada proses daur ulang plastik bisa dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Data temperatur transisi dan temperatur lebur plastik.

(Sumber: Surono, 2013) Jenis Bahan Tm (C) Tg (C) Temperatur kerja maks. (C) PP 168 5 80

(12)

HDPE 134 -110 82 LDPE 330 -115 260 PA 260 50 100 PET 250 70 100 ABS 110 85 PS 90 70 PMMA 100 85 PC 150 246 PVC 90 71 2.8 SOLAR

Minyak solar ialah fraksi minyak bumi berwarna kuning coklat yang jernih yang mendidih sekitar 175-370° C dan yang digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel.

Umumnya, solar mengandung belerang dengan kadar yang cukup tinggi. Penggunaan solar pada umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 rpm), yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapur-dapur kecil yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa disebut juga Gas Oil,

Automotive Diesel Oil, High Speed Diesel

2.8.1 Sifat Bahan Bakar Minyak Solar

Diantara sifat-sifat bahan bakar solar yang terpenting ialah kualitas penyalaan, volatilitas, viskositas, titik tuang dan titik kabut.

a. Kualitas penyalaan

Kualitas penyalaan bahan bakar solar yang berhubungan dengan kelambatan penyalaan, tergantung kepada komposisi bahan bakar. Kualitas bahan bakar

(13)

solar dinyatakan dalam angka cetan, dan dapat diperoleh dengan jalan membandingkan kelambatan menyala bahan bakar solar dengan kelambatan menyala bahan bakar pembanding (reference fuels) dalam mesin uji baku CFR (ASTM D 613-86). Sebagai bahan bakar pembanding digunakan senyawa hidrokarbon cetan atau nheksadekan (C16H34), yang mempunyai kelambatan penyalaan yang pendek dan heptametilnonan (isomer cetan) yang mempunyai kelambatan penyalaan relatif panjang.

b. Volatilitas

Volatilitas bahan bakar diesel yang merupakan faktor yang penting untuk memperoleh pembakaran yang memuaskan dapat ditentukan dengan uji distilasi ASTM (ASTM D 86-90). Makin tinggi titik didih atau makin berat bahan bakar diesel, makin tinggi nilai kalor untuk setiap galonnya dan makin diinginkan dari segi ekonomi. Tetapi hidrokarbon berat merupakan sumber asap dan endapan karbon serta dapat mempengaruhi operasi mesin. Sehingga bahan bakar diesel harus mempunyai komposisi yang berimbang antara fraksi ringan dan fraksi berat agar diperoleh volatilitas yang baik.

c. Viskositas

Viskositas bahan bakar solar perlu dibatasi. Viskositas yang terlalu rendah dapat mengakibatkan kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar, sedangkan viskositas yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi kerja cepat alat injeksi bahan bakar dan mempersulit pengabutan bahan bakar minyak akan menumbuk dinding dan memebentuk karbon atau mengalir menuju ke karter dan mengencerkan minyak karter.

d. Titik tuang dan titik kabut

Bahan bakar solar harus dapat mengalir dengan bebas pada suhu atmosfer terendah dimana bahan bakar ini digunakan. Suhu terendah dimana bahan bakar solar masih dapat mengalir disebut titik tuang. Pada suhu sekitar 10° F diatas titik tuang, bahan bakar solar dapat berkabut dan hal ini disebabkan oleh pemisahan kristal malam yang kecil-kecil. Suhu ini dikenal dengan nama titik kabut. Karena kristal malam dapat menyumbat saringan yang digunakan dalam system bahan bakar mesin diesel, maka seringkali titik kabut lebih berarti dari pada titik tuang.

(14)

e. Sifat-sifat lain

Sifat-sifat bahan bakar solar lainnya yang perlu juga diperhatikan ialah kebersihan, kecenderungan bahan bakar untuk memberikan endapan karbon dan kadar belerang. Bahan bakar solar harus bebas dari kotoran seperti air dan pasir. Adanya pasir yang sangat halus yang terikut bahan bakar solar dapat mengakibatkan keausan bagian injektor bahan bakar. Kadar abu dalam bahan bakar merupakan ukuran sifat abrasi bahan bakar. Kecenderungan bahan bakar solar untuk memberikan endapan karbon dan asap dalam gas buang dapat ditunjukkan dengan uji sisa karbon. Belerang dalam bahan bakar solar dapat mengakibatkan korosi pada sistem injeksi bahan bakar dan setelah pembakaran dapat mengakibatkan korosi pada cincin torak, silinder, bantalan dan system pembuangan gas buang.

2.8.2 Klasifikasi Bahan Bakar Minyak Solar

ASTM membagi bahan bakar solar menjadi tiga grade, yaitu:

Grade No.1-D : Suatu bahan bakar distilat ringan yang mencakup sebagian fraksi kerosin dan sebagian fraksi minyak gas, digunakan untuk mesin diesel otomotif dengan kecepatan tinggi.

Grade No.2-D : Suatu bahan bakar distilat tengahan bagi mesin diesel otomotif, yang dapat juga digunakan untuk mesin diesel bukan otomotif, khususnya dengan kecepatan dan beban yang sering berubah-ubah.

Grade No.4-D : Suatu bahan bakar distilat berat atau campuran antara siatilat dengan minyak residu, untuk mesin diesel bukan otomotif dengan kecepatan rendah dengan kondisi kecepatan dan beban tetapi.

2.8.3 Spesifikasi Mutu Bahan Bakar Minyak Solar

Bahan bakar minyak yang dipasarkan harus memenuhi persyaratan teknis tertentu sesuai dengan kebutuhan penggunaannya yang disebut dengan spesifikasi. Dalam hal ini spesifikasi teknis bahan bakar sama di setiap Negara tergantung dari jenis dan tipe kendaraan. Spesifikasi nasional di setiap Negara dapat sedikit berbeda, karena perbedaan kondisi negara tersebut, seperti jenis dan populasi kendaraan, ketersediaan

(15)

minyak bumi sebagai bahan baku, kemampuan kilang, sistem distribusi, faktor ekonomis dan peraturan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan.(Hardjono. 2007)

Bahan bakar kendaraan bermotor yang dalam hal ini bahan bakar minyak solar untuk kendaraan bermesin penyalaan kompresi (compression ignition engine) yang beredar di pasaran di Indonesia diatur dan dibatasi dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah (Direktorat Jendral Minyak dan Gas Bumi). Bahan bakar minyak solar untuk kendaraan bermotor yang beredar dipasaran baik di Indonesia.

(16)
(17)

2.9 HUKUM GAY-LUSSAC

Gay-Lussac mengamati perubahan tekanan gas jika suhunya diubah-ubah dengan mempertahankan volume gas agar tetap. Gay-Lussac mendapatkan kesimpulan bahwa.

“Pada volume tetap, tekanan gas berbanding lurus dengan suhunya”.

Gambar 2.5 (a) Skema percobaan Gay-Lussac. (b) Hubungan antara suhu dan tekanan gas pada volum konsntan. Tekanan berbanding lurus dengan suhu sebagaimana

diungkapkan oleh hukum Gay-Lussac.

(Sumber : Abdullah, 2016)

Pernyataan di atas dapat ditulis P T, dengan T adalah suhu. Hubungan ini dapat

ditulis sebagai P = ‘CT, atau

Atau (2.1)

dengan ‘C adalah konstanta. Persamaan (2.2) dikenal dengan hukum Gay-Lussac. Jika digambarkan pada diagram P dan T (T adalah sumbu datar dan P adalah sumbu vertical) maka jika suhu atau tekanan gas diubah-ubah pada volum tetap, maka nilai tekanan dan suhu pada berbagai keadaaan berada pada garis lurus seperti pada Gambar 2.5. (Abdullah, 2016).

2.10 KALOR

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu lebih rendah. Karena kalor sangat identik dengan panas, dalam

(18)

kalor setara dengan satuan energi, yaitu Joule yang dinotasikan J. Satuan ini ditetapkan oleh James Presscott Joule setelah ia melakukan penelitian menggunakan alat yang kini disebut kalorimeter. Selain dinyatakan dalam joule, kalor juga dapat dinyatakan dalam satuan lain yang disebut kalori, dengan nilai perbandingan 1 Joule = 0,24 kalori.

Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda (zat) bergantung pada 3 faktor :

a) Massa zat

b) Jenis zat (kalor jenis) c) Perubahan suhu

Temperatur atau suhu merupakan suatu istilah untuk menyatakan derajat panas dinginnya suatu benda, dengan alat pengukur yang digunakan adalah thermometer. Sedangkan kalor atau panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan karena perbedaan suhu. Bila suatu benda dikenai atau diberi kalor atau panas maka benda akan mengalami beberapa hal, diantaranya : kenaikan suhu, perubahan panjang, dan perubahan wujud (Putra, dkk., 2015).

Rumus kalor yang diterima oleh zat :

(2.2)

dimana :

Q = Kalor yang diterima suatu zat (Joule) m = Massa zat (Kg)

= Kalor jenis

= Perubahan suhu (°C) = Suhu awal (°C)

= Suhu akhir (°C)

Kapasitas kalor dapat dihitung dengan rumus dibawah ini :

Gambar

Gambar 2.1. Komponen las GTAW
Gambar 2.2 Proses pengelasan GTAW
Tabel 2.1 Parameter operasi proses pirolisis  (Sumber: Jahirul dkk, 2012)
Gambar  di  bawah  menunjukan  energi  potensial  untuk  kedua  reaksi  di  atas.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Sriwijaya Diantara banyaknnya faktor risiko lingkungan pengolahan kelapa sawit (PKS) yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, debu merupakan salah satu

Hasil penelitian ini adalah: implementasi karakter keatif meliputi(1) HMP PGSD melakukan inovasi baru berupa pelaksanaan program kerja pelatihan debat, (2) berani

Menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas dengan mengacu pada filosofi kepuasan pelanggan VISI MISI FILOSOFI M=IQ 2 M = Multipolar Technology I = Integrity. Integritas,

Sumber belajar yang seharusnya dibuat guru Kurangnya kemampuan guru dalam menentukan sumber belajar pada RPP sesuai dengan hasil wawancara keenam guru bahwa guru hanya

Pergeseran faktor-faktor produksi dari kelompok perusahaan yang satu ke kelompok perusahaan yang lain yang kita istilahkan dengan reallocation of resources yang umumnya

Dari data yang didapatkan dapat dilihat bahwa titik lebur mikrokapsul karbamazepin pada formula 1 dan formula 3 terjadi antara suhu lebur karbamazepin sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hasil belajar matematika yang menggunakan Model Pembelajaran Problem Solving di kelas VII MTs Darul Falah Sumbergempol

awal untuk pukulan smash hampir sama dengan pukulan lob. Perbedaan utama adalah pada saat akan impact yaitu pada pukulan lob shuttlecock diarahkan ke atas,