• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beton Prategang Dicky Dan Reza

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Beton Prategang Dicky Dan Reza"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

BETON

PRATEGANG DAN

PRECAST

OLEH :

REZA SYAHPUTRA (100404130)

DICKY ARYA DHARMA (100404156)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

A.

BETON PRATEGANG (PRESTRESSED CONCRETE)

1.

Sejarah

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan yang tinggi terhadap tekan, tetapi sebaliknya mempunyai kekuatan relative sangat rendah terhadap tarik.Beton tidak selamanya bekerja secara efektif didalam penampang-penampang struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak dibagian yang tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak bermanfaat. Hal inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan srtuktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Disampimg itu, retak-retak disekitar baja tulangan bisa berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar kedalam baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan fatal akibatnya bagi struktur.

Dengan kekurangan-kekurangan yang dirasakan pada struktur beton bertulang seperti diuraikan diatas, timbullah gagasan untuk menggunakan kombinasi-kombinasi bahan beton secara lain, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton melalui kabel baja (tendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan pertama kali ditemukan oleh Eugene Freyssinet seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi rangkak,relaksasi dan slip pada jangkar kawat atau pada kabel maka digunakan beton dan baja yang bermutu tinggi. Disamping itu ia juga telah menciptakan suatu system panjang kawat dan system penarikan yang baik, yang hingga kini masih dipakai dan terkenal dengan system Freyssinet.

Dengan demikian, Freyssinet telah berhasil menciptakan suatu jenis struktur baru sebagai tandingan dari strktur beton bertulang. Karena penampang beton tidak pernah tertarik, maka seluruh beban dapat dimanfaatkan seluruhnya dan dengan system ini dimungkinkanlah penciptaan struktur-struktur yang langsing dan bentang-bentang yang panjang. Beton pratekan untuk pertama kalinya dilaksanakan besar-besaran dengan sukses oleh Freyssinet pada tahun 1933 di Gare Maritime pelabuhan LeHavre (Perancis). Freyssenet sebagai bapak beton pratekan segera diikuti jejaknya oleh para ahli lain dalam mengembangkan lebih lanjut jenis struktur ini,seperti:

a) Yves Gunyon

Yves Gunyon adalah seorang insinyur Perancis dan telah menerbitkan buku Masterpiecenya “ Beton precontraint” (2 jilid) pada tahun 1951. Beliau memecahkan kesulitan dalam segi perhitungan struktur dari beton pratekan yang diakibatkan oleh gaya-gaya tambahan

(3)

disebabkan oleh pembesian pratekan pada struktur yang mana dijuluki sebagai “Gaya Parasit” maka Guyon dianggap sebagai yang memberikan dasar dan latar belakang ilmiah dari beton pratekan

b) T.Y. Lin

T.Y. Lin adalah seorang insinyur kelahiran Taiwan yang merupakan guru besar di California University, Merkovoy. Keberhasilan beliau yaitu mampu memperhitungkan gaya-gaya parasit yang tejadi pada struktur. Ia mengemukakan teorinya pada tahun 1963 tentang “ Load Balancing”. Dengan cara ini kawat atau kabel prategang diberi bentuk dan gaya yang sedemikian rupa sehingga sebagian dari beban rencana yang telah datetapkan dapat diimbangi seutuhnya pada beban seimbang ini. Didalam struktur tidak terjadi lendutan dan karenanya tidak bekerja momen lentur apapun, sedangkan tegangan beton pada penampang struktur bekerja merata. Beban-beban lain diluar beban seimbang (beban vertikal dan horizontal) merupakan “inbalanced load”, yang akibatnya pada struktur dapat dihitung dengan mudah dengan menggunakan teori struktur biasa. Tegangan akhir dalam penampang didapat dengan menggunakan tegangan merata akibat “balanced” dan tegangan lentur akibat “unbalanced load”. Tanpa melalui prosedur rumit dapat dihitung dengan mudah dan cepat. Gagasan ini telah menjurus kepada pemakaian baja tulangan biasa disamping baja prategang, yaitu dimana baja prategang hanya diperuntukkan guna memikul akibat dari inbalanced load.

Teori “inbalanced load” telah mengakibatkan perkembangan yang sangat pesat dalam menggunakan beton pratekan dalam gedung-gedung bertingkat tinggi. Struktur flat slab, struktur shell, dan lain-lain. Terutama di Amerika dewasa ini boleh dikatakan tidak ada gedung bertingkat yang tidak menggunakan beton pratekan didalam strukturnya.

T.Y. Lin juga telah berhasil membuktikan bahwa beton pratekan dapat dipakai dengan aman dalam bangunan-bangunan didaerah gempa, setelah sebelumnya beton pratekan dianggap sebagai bahan yang kurang kenyal (ductile) untuk dipakai didaerah-daerah gempa, tetapi dikombinasikan dengan tulangan baja biasa ternyata beton pratekan cukup kenyal, sehingga dapat memikul dengan baik perubahan-perubahan bentuk yang diakibatkan oleh gempa.

c) P.W. Abeles

P.W. Abeles adalah seorang insinyur Inggris, yang sangat gigih mendongkrak aliran ”full

prestressing”, karena penggunaanya tidak kompetitif terhadap penggunaan beton bertulang

(4)

tidak ekonomis, menurut berbagai penelitian biaya struktur dengan beton pratekan dan full

prestressing dapat sampai 3,5 atau 4 kali lebih mahal dari pada struktur yang sama tetapi

dari beton bertulang biasa dengan menggunakan tulangan baja mutu tinggi. Dengan demikian timbullah gagasan baru yang dikemukakan oleh P.W. Abeles untuk mengkombinasikan prinsip pratekan dengan prinsip penulangan penampang atau dikenal dengan nama “partial prestressing”. Yang mana didalam penampang diijinkan diadakannya bagi tulangan, lebar retak dapat dikombinasikan dengan baik. “Partial prestressing” telah disetujui oleh Chief Engineer’s Departement untuk digunakan pada jembatan-jembatan kereta api di Inggris, dimana tegangan tarik boleh terjadi sampai 45 kg/cm2 dengan lebar retak yang dikendalikan dengan memasang baja tulangan biasa. Freyssinet sendiri menjelang akhir karirnya telah mengakui juga bahwa “partial prestressing”

mengembangkan struktur-struktur tertentu. Begitupun dengan teori “load balancing” dari T.W. Lin yang ikut mendorong dipakainya “partial prestressing” karena pertimbangannya kecuali segi ekonomis juga segi praktisnya bagi perencanaan.

2.

Perbedaan Antara Beton Prategang dengan Beton Konvensional

Beton bertulang atau beton konvensional adalah beton yang di dalamnya terkandung batang tulangan yang direncanakan berdasarkan anggapan bahwa kedua bahan tersebut bekerja sama dalam memikul beban (PBI 1971).

Pada beton bertulang seluruh pembebanan dipikul bersama - sama oleh penampang beton tertekan dan tulangan tarik. Akan tetapi apabila pada daerah tertarik beton konvensional mengalami retak, daerah ini tidak akan dapat lagi berfungsi untuk memikul beban. Sehingga seluruh beban akan dipikul oleh penampang beton tertekan yang masih utuh bersama tulangan tarik yang berfungsi mengambil alih tegangan tarik yang sudah tidak dapat lagi dipikul oleh beton. Dan transfer tegangan tarik dari beton ke tulangan pada beton konvensional tercipta karena adanya ikatan antara tulangan dan beton.

Sedangkan definisi yang diberikan oleh Komisi ACI (American Concrete Institute) mengenai beton prategang yaitu “Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan

internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal”.

(5)

3.

PRINSIP DASAR

Teknologi beton prategang yang dikembangkan dari beton konvensional juga berdasarkan bahwa beton sangat kuat menahan gaya tekan dan memiliki tegangan tekan hancur sangat tinggi namun sangat lemah dalam menahan gaya tarik. Pada beton prategang rendahnya kapasitas kuat tarik tersebut diatasi dengan mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dan baja mutu-tinggi secara “aktif” dengan cara menarik baja tersebut dan menahannya ke beton sehingga membuat beton dalam keadaan tertekan. Penarikan baja tersebut dilakukan sebelum beban mati dan beban hidup bekerja pada beton sehingga pada awalnya(pra) beton dalam keadaan tertekan yang bertujuan untuk mengimbangi tegangan tarik yang ditimbulkan oleh beban – beban tersebut supaya dapat dieliminir atau bahkan dihilangkan sama sekali, oleh karena itu disebut prategang(Prestressed).

Jadi pada beton konvensional maupun beton prategang memiliki prinsip utama yang sama yaitu bahwa tulangan ditempatkan pada daerah yang nantinya akan mengalami tegangan tarik akibat beban. Hanya saja pada beton konvensional tulangan berfungsi mengambil alih tegangan tarik yang sudah tidak dapat lagi dipikul oleh beton, sedangkan pada beton prategang tulangan (tendon) berfungsi menciptakan tegangan awal yang nantinya harus mengimbangi tegangan tarik akibat beban.

(6)

Gambar 2.2 Balok diberi gaya prategang awal sebesar T

Gambar 2.3 Tegangan yang terjadi pada balok akibat beban hidup + beban mati

Gambar 2.4 Tegangan akibat gaya prategang awal

4.

SISTEM PEMBERIAN PRATEGANG

Pada prestressed concrete, sistem pemberian gaya prategang atau transfer gaya prategang dari tendon kepada beton ada dua macam, yaitu Pretensioned Prestressed Concrete (pra tarik) dan Post-tensioned Prestress Concrete (pasca tarik).

i. Pretensioned Prestressed Concrete (pra tarik)

Adalah sistem pemberian gaya prategang pada beton pratekan dengan menarik baja prategang (tendon) terlebih dahulu sebelum dilakukannya pengecoran. Cara ini sering digunakan di laboratorium atau pabrik beton pracetak (PreCast Prestressed

(7)

Concrete) dimana terdapat lantai penahan tarikan yang tetap atau di lapangan dimana

dinding penahan dapat dibuat secara ekonomis. Langkah – langkah sistem pemberian gaya prategang secara pratarik yaitu :

a. Tendon diregangkan diatas landasan (stressing bed) pracetak berupa slab beton dengan lay out yang disesuaikan menurut perencanaan dan dipasang atau diangker ke dinding penahan (bulkhead) yang didesain untuk menahan gaya prategang yang besar. Tegangan ijin maksimum terhadap gaya prategang yang diberikan pada tendon menurut peraturan ACI dan AASHTO adalah sebesar 94 % dari kuat leleh tendon tetapi tidak lebih besar daripada yang terkecil antara 80 % kuat tariknya dengan nilai maksimum yang disarankan oleh pembuat jangkar atau tendon prategang. b. Kemudian beton dicor dengan menuangkan adukan beton yang telah disiapkan sesuai dengan spesifikasi dan mutu yang direncanakan ke dalam bekisting yang mengelilingi tendon.

c. Setelah beton mengeras dan mencapai tingkat kekuatan tertentu, pada umumnya sekitar 1@2 hari, baru tendon dipotong pada kedua ujungnya. Pada kondisi awal ini beton harus mampu memikul tegangan yang diakibatkan oleh gaya prategang, sedangkan tegangan akibat berat sendiri gelagar pada umumnya tidak terlalu berpengaruh dikarenakan konstruksi ini dikerjakan di pabrik dan balok bertumpu pada seluruh bentangnya. Ketika tendon dipotong, transfer (peralihan) gaya prategang dari tendon kepada beton terjadi karena ikatan atau lekatan (bond) antara tendon dengan beton. Keadaan ini merupakan keadaan yang paling kritis yang dihadapi oleh beton maupun tendon karena keduanya memikul tegangan tertinggi yang akan terjadi selama waktu manfaat struktur tersebut. Gaya prategang yang diberikan mengakibatkan beton dalam keadaan tertekan dan memendek jika letak tendon konsentris yaitu berada pada titik berat penampang beton (cgc-center gravity of concrete) atau cenderung melengkung apabila tendon diletakkan diatas atau dibawah titik berat penampang (eksentris).

(8)

dipindahkan, beton dilepas dari bekistingnya dan landasan kerja siap untuk digunakan lagi.

Batasan yang diberikan ACI terhadap tegangan atau tegangan ijin maksimum yang terjadi sesaat setelah transfer gaya prategang pada bagian serat terluar yang mengalami tegangan tekan adalah sebesar 0,6 f’ci dan pada bagian serat terluar yang mengalami

tegangan tarik sebesar 3√f’ci kecuali pada ujung balok yang ditumpu sederhana sebesar

6√f’ci. Apabila tegangan tarik yang dihitung melebihi nilai yang tercantum, maka

penulangan lekatan tambahan baik non prategang ataupun prategang harus digunakan untuk menahan gaya tarik total yang dihitung dengan asumsi penampang tak retak.

ii. Post-tensioned Prestress Concrete (pasca tarik)

Adalah sistem pemberian gaya prategang pada beton yang metodenya dilakukan dengan cara menarik baja prategang (tendon) setelah balok dicor dan mencapai sebagian besar dari kuat betonnya. Adapun langkah –langkah pemberian gaya prategang secara pasca tarik dibagi menjadi beberapa tahap :

a. Bekisting untuk beton prategang dipasang bersama dengan pipa saluran (duct) yang akan digunakan untuk menempatkan tendon dan di susun sedemikian rupa agar tata letak atau lay out pipa saluran tersebut membentuk desain tertentu sesuai dengan momen lawan yang akan diciptakan.

b. Kemudian beton dicor dengan menuangkan adukan beton yang telah disiapkan sesuai dengan spesifikasi dan mutu yang direncanakan ke dalam bekisting, dan pipa saluran dijaga agar tidak kemasukan adukan tersebut. Setelah itu dilakukan perawatan terhadap beton selama beberapa waktu hingga mencapai sebagian besar kekuatan betonnya.

c. Tendon dimasukkan ke dalam pipa saluran (duct) yang telah disiapkan sebelumnya dan diangkur mati pada salah satu ujungnya, lalu tendon ditarik dengan menggunakan dongkrak hidrolik pada ujung yang lain untuk mendapatkan gaya prategang pada tendon sesuai dengan besar gaya prategang yang direncanakan. Pemberian gaya prategang pada konstruksi ini

(9)

dilakukan di lapangan dan transfer (peralihan) tegangan dari tendon ke beton terjadi karena penjangkaran pada ujung penampang beton. Di kondisi awal ini beton harus mampu memikul tegangan yang diakibatkan oleh gaya prategang dan berat sendiri gelagar. Pada sistem pasca tarik kehilangan tegangan sudah terjadi sejak penarikan tendon dimulai yang diakibatkan oleh angkur slip, geekan antara tendon dengan pipa saluran (duct), dan perpendekan elastis beton jika terdapat lebih dari satu tendon dengan penarikan yang dilakukan secara berurutan. Tegangan ijin maksimum yang diberikan sama dengan tegangan – tegangan ijin maksimum pada beton prategang pratarik baik pada saat transfer tegangan maupun pada saat kondisi beban kerja setelah semua kehilangan tegangan terjadi.

d. Pada pipa saluran tempat tendon diletakkan masih terdapat rongga di sekeliling tendon, oleh karena itu perlu diisi dengan bahan suntikan semen (grouting) yang sesuai untuk memberikan proteksi permanent dan meningkatkan lekatan antara tendon dengan beton di sekelilingnya. Dan jika tidak direkatkan dengan grouting perlindungan pada tendon pasca – tarik harus dilakukan dengan melapisinya dengan bahan pelindung seperti minyak atau bahan – bahan lainnya.

Metode pemberian prategang seperti ini dapat dipakai pada elemen – elemen baik beton pracetak (precast) yang dibuat di pabrik maupun beton yang dicetak ditempat (cast in

place) Akan tetapi banyak juga yang menggunakan kombinasi antara kedua sistem

tersebut dengan jalan membuat konstruksi secara segmental atau terpisah menggunakan sistem pracetak baru kemudian menyatukannya di lapangan dan pemberian gaya prategangnya dilakukan dengan metode pasca tarik.

5.

KEHILANGAN SEBAGIAN PRATEGANG

Tegangan pada tendon dari sebuah beton prategang mengalami pengurangan seiring berjalannya waktu. Maka perlu diperkirakan besarnya kehilangan gaya prategang secara keseluruhan agar dapat menentukan gaya prategang efektif yang dibutuhkan pada perencanaan. Penentuan besarnya kehilangan sebagian gaya prategang secara tepat sulit dilakukan khususnya yang bergantung kepada waktu karena kehilangan tersebut

(10)

bergantung kepada berbagai factor yang saling berkaitan. Contohnya relaksasi pada tendon, secara terus menerus mengalami perubahan tegangan akibat factor – factor lain, seperti rangkak pada beton, lalu pada gilirannya laju dari rangkak pada beton diubah oleh perubahan pada tegangan tendon. Setiap factor pada kondisi yang berbeda dari tegangan, keadaan lingkungan pembebanan dan factor –faktor lainnya yang tidak pasti juga ikut mempengaruhi kehilangan sebagian gaya prategang pada tendon. Kehilangan sebagian gaya prategang secara umum disebabkan oleh kontribusi sebagian atau seluruh factor berikut ini :

a. Kehilangan Prategang Jangka Pendek (Short Term Losses) i. Perpendekan Elastis Beton (Elastic Shortening)

Terjadi karena beton mengalami perpendekan ketika diberikan gaya prategang, dan pada saat yang sama tendon yang telah melekat pada beton yang memendek tersebut juga kehilangan sebagian tegangannya.

ii. Angkur Slip (Anchorage Set)

Kehilangan tegangan karena angkur slip pada struktur pascatarik disebabkan adanya blok – blok pada angker pada saat gaya pendongkrak ditranfer ke angker

iii. Gesekan (Friction)

Diakibatkan oleh adanya gesekan antara tendon dengan beton di sekelilingnya.

b. Kehilangan Prategang Jangka Panjang (Long Term Losses)

i. Relaksasi baja (Relaxation of the Stressed Tendons)

Terjadi karena tendon mengalami beton mengalami kelelahan (fatigue) sehingga gaya prategang akan berkurang secara perlahan – lahan tergantung kepada lamanya waktu.

ii. Susut (Shrinkage of Concrete)

Kehilangan tegangan yang terjadi secara berangsur – angsur karena penguapan air pada beton.

(11)

Kehilangan yang terjadi akibat beban yang terus menerus selama riwayat pembebanan suatu elemen structural atau deformasi akibat tegangan longitudinal. Kehilangan tegangan yang dialami oleh beton prategang dengan sistem pasca tarik terjadi akibat seluruh factor – factor tersebut kecuali kehilangan tegangan akibat perpendekan elastis beton apabila tendon ditarik secara bersamaan. Sedangkan pada beton prategang sistem pratarik tidak terdapat kehilangan tegangan yang diakibatkan oleh gesekan dan angkur slip.

6.

Aplikasi

Penggunaan sistem prategang pada elemen struktural linier adalah dengan memberikan gaya konsentris atau eksentris dalam arah longitudinal. Gaya ini mencegah berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di bagian tumpuan dan daerah kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser, dan torsional penampang tersebut.

(12)

Selain itu, pemberian tegangan (stressing) juga digunakan pada cerobong reaktor nuklir, pipa, dan tangki cairan, yang pada dasarnya mengikuti prinsip-prinsip dasar yang sama dengan pemberian prategang linier. Tegangan melingkar pada struktur silindris atau kubah menetralisir tegangan tarik di serat terluar dari permukaan kurvilinier yang disebabkan oleh tekanan kandungan internal.

(13)

Struktur beton prategang mempunyai beberapa keuntungan, antara lain :

a.

Terhindarnya retak terbuka di daerah tarik, jadi lebih tahan terhadap

keadaan korosif.

b.

Kedap air, cocok untuk pipa dan tangki.

c.

Karena terbentuknya lawan lendut sebelum beban rencana bekerja,

maka lendutan akhirnya akan lebih kecil dibandingkan pada beton bertulang.

(14)

d.

Penampang struktur lebih kecil/langsing, sebab seluruh luas penampang

dipakai secara efektif.

e.

Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah berat

besi beton biasa.

f.

Ketahanan gesek balok dan ketahanan puntirnya bertambah. Maka

struktur dengan bentang besar dapat langsing. Tetapi ini menyebabkan

Natural Frequency dari struktur berkurang, sehingga menjadi dinamis

instabil akibat getaran gempa/angin, kecuali bila struktur itu memiliki

redaman yang cukup atau kekakuannya ditambah.

Adapun kekurangan dari penggunaan beton prategang adalah :

a.

Dengan ketahanan gesek balok dan ketahanan puntirnya bertambah,

maka struktur dengan bentang besar dapat langsing. Tetapi ini

menyebabkan natural frequency dari struktur berkurang, sehingga menjadi

dinamis instabil akibat getaran gempa/angin, kecuali bila struktur itu memiliki

redaman yang cukup atau kekakuannya ditambah.

b.

Penggunaan bahan-bahan bermutu tinggi mengakibatkan harga satuan

pekerjaan menjadi lebih tinggi.

c.

Pengerjaan membutuhkan menuntut ketelitian yang lebih tinggi dan

pengawasan yang lebih ketat dari pelaksana ahli.

7.

Sifat-Sifat Bahan

a. Beton

Untuk beton pratekan diperlukan mutu beton yang tinggi (min K-300) karena mempunyai sifat penyusutan dan rangkak yang rendah mempunyai modulus elastisitas dan modulus tekan yang tinggi serta dapat menerima tegangan yang lebih besar dibandingkan beton mutu rendah,. Sifat-sifat ini sangat penting untuk menghindarkan kehilangan tegangan yang cukup besar akibat sifat-sifat beton tersebut.

(15)

b. Baja Prategang

Baja mutu tinggi merupakan bahan yang umum dipakai pada struktur

beton prategang. Baja untuk beton prategang terdiri dari:

i.

Kawat baja.

Kawat baja disediakan dalam bentuk gulungan, kawat dipotong

dengan panjang tertentu dan dipasang di pabrik atau lapangan.

Baja harus bebas dari lemak untuk menjamin rekatan antara

beton dengan baja prategang.

ii.

Untaian kawat (strand)

Kekuatan batas strand ada 2 jenis yaitu 1720 MPa dan 1860 MPa,

yang lazim dipakai adalah strand dengan 7 kawat.

Tabel spesifikasi strand 7 kawat

Ø Nominal (mm)

Luas Nominal mm

2

Kuat Putus (kN)

6,35

23,22

40

7,94

37,42

64,5

9,53

51,61

89

11,11

69,68

120,1

12,70

92,9

160,1

15,24

139,35

240,2

iii.

Batang Baja

Batang baja yang digunakan untuk beton prategang disyaratkan

pada ASTM A 322, kekuatan batas minimum adalah 1000 MPa.

Modulus elastisitas 1,72 10

5

– 1,93.10

5

MPa. Batang baja mutu

(16)

tinggi tersedia pada panjang sekitar 24 m. Batang-batang baja

tersedia sampai Ø 34,9 mm.

B. BETON PRECAST

1. SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM PRACETAK

Beton adalah material konstruksi yang banyak dipakai di Indonesia, jika dibandingkan dengan material lain seperti kayu dan baja. Hal ini bisa dimaklumi, karena bahan-bahan pembentukannya mudah terdapat di Indonesia, cukup awet, mudah dibentuk dan harganya relatif terjangkau. Ada beberapa aspek yang dapat menjadi perhatian dalam sistem beton konvensional, antara lain waktu pelaksanaan yang lama dan kurang bersih, kontrol kualitas yang sulit ditingkatkan serta bahan-bahan dasar cetakan dari kayu dan triplek yang semakin lama semakin mahal dan langka.

Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini, karena sistem ini mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem konvensional. Khusus di bidang gedung bertingkat medium seperti Rumah Susun Sederhana, Sistem Pracetak telah terbukti dapat mendukung pembangunan rumah susun dan rumah sederhana yang berkualitas, cepat dan ekonomis. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan industri pada bidang ini telah menghasilkan puluhan sistem bangunan baru hasil karya putra-putra bangsa yang telah dipatenkan dan diterapkan secara aktif (Nurjaman dan Sidjabat,2010 dalam M. Abduh 2007).

Sistem beton pracetak adalah metode konstruksi yang mampu menjawab kebutuhan di era millennium baru ini. Pada dasarnya sistem ini melakukan pengecoran komponen di tempat

(17)

khusus di permukaan tanah (fabrikasi), lalu dibawa ke lokasi (transportasi) untuk disusun menjadi suatu struktur utuh (ereksi). Keunggulan sistem ini, antara lain mutu yang terjamin, produksi cepat dan massal, pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan rapi dengan kualitas produk yang baik. Perbandingan kualitatif antara strutur kayu, baja serta beton konvensional dan pracetak dapat dilihat pada tabel :

Tabel 2.1. Perbandingan Kualitatif antara Kayu, Baja, dan Beton

Aspek KAYU BAJA

BETON

Konvensional Pracetak Pengadaan Semakin terbatas Utamanya impor Mudah Mudah

Permintaan Banyak Banyak Paling banyak Cukup

Pelaksanaan Sukar, Kotor Cepat, bersih Lama, kotor Cepat, bersih

Pemeliharaan Biaya Tinggi Biaya tinggi Biaya sedang Biaya sedang

Kualitas Tergantung spesies Tinggi Sedang‐tinggi Tinggi

Harga Semakin mahal Mahal Lebih murah Lebih murah

Tenaga Kerja Banyak Banyak Banyak Banyak

Lingkungan Tidak ramah Ramah Kurang ramah Ramah

Standar Ada (sedang diperbaharui) Ada ( sedang diperbaharui) Ada ( sedang diperbaharui ) Belum ada (sedang disusun) Sumber buku kuliah struktur dan konstruksi ( Rahman,2010 )

Sistem pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik yang sistem dikembangkan di dalam negeri maupun yang didatangkan dari luar negeri. Biasanya sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom plat pantai.

(18)

Sistem pracetak jaman modern berkembang mula-mula di Negara Eropa. Struktur pracetak pertama kali digunakan adalah sebagai balok beton precetak untuk Casino di Biarritz, yang dibangun oleh kontraktor Coignet, Paris 1891. Pondasi beton bertulang diperkenalkan oleh sebuah perusahaan Jerman, Wayss & Freytag di Hamburg dan mulai digunakan tahun 1906. Th 1912 beberapa bangunan bertingkat menggunakan sistem pracetak berbentuk komponen- komponen, seperti dinding, kolom dan lantai yang diperkenalkan oleh John.E.Conzelmann. Struktur komponen pracetak beton bertulang juga diperkenalkan di Jerman oleh Philip Holzmann AG, Dyckerhoff & Widmann G Wayss & Freytag KG, Prteussag, Loser dll.

Sistem pracetak tahan gempa dipelopori pengembangannya di Selandia Baru. Amerika dan Jepang yang dikenal sebagai Negara maju di dunia, ternyata baru melakukan penelitian intensif tentang sistem pracetak tahan gempa pada tahun 1991. Dengan membuat program penelitian bersama yang dinamakan PRESS (Precast Seismic Structure

System).

b. Perkembangan Sistem Pracetak di Indonesia

Indonesia telah mengenal sistem pracetak yang berbentuk komponen, seperti tiang pancang, balok jembatan, kolom dan plat lantai sejak tahun 1970an. Sistem pracetak semakin berkembang dengan ditandai munculnya berbagai inovasi seperti Sistem Column Slab (1996), Sistem L-Shape Wall (1996), Sistem All Load Bearing Wall (1997), Sistem Beam Column Slab (1998), Sistem Jasubakim (1999), Sistem Bresphaka (1999) dan sistem T-Cap (2000). Di Indonesia bangunan pracetak sering digunakan untuk pembangunan rumah susun sewa (rusunawa)

Sehubungan dengan adanya Program Percepatan Pembangunan Rumah Susun yang digagas Pemerintah pada tahun 2006, para pihak yang terkait dengan industri pracetak pada tahun 2007 telah mengembangkan dan menguji tahan gempa sistem pracetak untuk rumah susun sederhana bertingkat tinggi yang telah siap digunakan untuk mendukung program tersebut.

Sistem pracetak telah terbukti dapat mendukung pembangunan rumah susun dan rumah sederhana yang berkualitas, cepat dan ekonomis. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan industri pada bidang ini telah menghasilkan puluhan sistem bangunan baru hasil karya putra-putra bangsa yang telah

(19)

dipatenkan dan diterapkan secara aktif.

Penerapan sistem pracetak untuk bangunan rusuna bertingkat tinggi pertama kali dilakukan pada rusunami Pulogebang. Saat ini sudah ada rusunami bertingkat 16 lantai. Pada kawasan Pulogebang juga dibangun Kawasan Sentra Timur dengan berpusat pada hunian rusuna 20 – 24 lantai (Nurjaman dan Sidjabat,2000 dalam M. Abduh 2007).

Permasalahan mendasar dalam perkembangan sistem pracetak di Indonesia saat ini adalah : i. Sistem ini relatif baru.

ii. Kurang tersosialisasikan jenisnya, produk dan kemampuan sistem pracetak yang telah ada.

iii. Keandalan sambungan antar komponen untuk sistem pracetak terhadap beban gempa.

iv. Belum adanya pedoman resmi mengenai tatacara analisis, perencanaan serta tingkat kendalan khusus untuk sistem pracetak yang dapat dijadikan pedoman bagi pelaku konstruksi.

2. Pengertian Beton Pracetak

Beton pracetak adalah teknologi konstruksi struktur beton dengan komponen-komponen penyusun yang dicetak terlebih dahulu pada suatu tempat khusus (off site

fabrication), terkadang komponen-komponen tersebut disusun dan disatukan terlebih

dahulu (pre-assembly), dan selanjutnya dipasang di lokasi (installation), dengan demikian sistem pracetak ini akan berbeda dengan konstruksi monolit terutama pada aspek perencanaan yang tergantung atau ditentukan pula oleh metoda pelaksanaan dari pabrikasi, penyatuan dan pemasangannya, serta ditentukan pula oleh teknis perilaku sistem pracetak dalam hal cara penyambungan antar komponen join (Abduh,2007).

Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dari teknologi beton pracetak ini antara lain terkait dengan waktu, biaya, kualitas, predictability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta

relocatability (Gibb,1999 dalam M. Abduh 2007)

Pelaksanaan bangunan dengan menggunakan metoda beton pracetak memiliki kelebihan dan kekurangan. Hal tersebut disebabkan keuntungan metoda pelaksanaan

(20)

dengan mengunakan beton pracetak ini akan mencapai hasil yang maksimal jika pada proyek konstruksi tersebut tercapai reduksi waktu pekerjaan dan reduksi biaya konstruksi. Pada beberapa kasus desain propertis dengan metoda beton pracetak terjadi kenaikkan biaya material beton disebabkan analisa propertis material tersebut harus didesain juga terhadap aspek instalasi, pengangkatan, dan aspek transportasi sehingga pemilihan dimensi dan kekuatan yang diperlukan menjadi lebih besar daripada desain propertis dengan metoda cor ditempat. Selain itu pada proses instalasi elemen beton pracetak memerlukan peralatan yang lebih banyak dari proses instalasi elemen beton cor ditempat

3. Perbedaan Analisa Beton Pracetak dengan Beton Konvensional

Pada dasarnya mendesain konvensional ataupun pracetak adalah sama, beban-beban yang diperhitungkan juga sama, faktor-faktor koefisien yang digunakan untuk perencanaan juga sama, hanya mungkin yang membedakan adalah :

a. Desain pracetak memperhitungkan kondisi pengangkatan beton saat umur beton

belum mencapai 24 jam. Apakah dengan kondisi beton yang sangat muda saat diangkat akan terjadi retak (crack) atau tidak. Di sini dibutuhkan analisa desain tersendiri, dan tentunya tidak pernah diperhitungkan kalo kita menganalisa beton secara konvensional.

b. Desain pracetak memperhitungkan metode pengangkatan, penyimpanan beton

pracetak di stock yard, pengiriman beton pracetak, dan pemasangan beton pracetak di proyek. Kebanyakan beton pracetak dibuat di pabrik.

c. Pada desain pracetak menambahkan desain sambungan. Desain sambungan

di sini, didesain lebih kuat dari yang disambung.

4. Sistem Komponen Pracetak

Ada beberapa jenis komponen beton pracetak untuk struktur bangunan gedung dan konstruksi lainnya yang biasa dipergunakan, yaitu :

a. Tiang pancang

b. Sheet pile dan dinding diaphragma.

(21)

channel slabs dan lain-lain.

d. Balok beton pracetak dan balok beton pratekan pracetak (PC I Girder) e. Kolom beton pracetak satu lantai atau multi lantai

f. Panel-panel dinding yang terdiri dari komponen yang solid, bagian dari

single-T atau double-T. Pada dinding tersebut dapat berfungsi sebagai

pendukung beban (shear wall) atau tidak mendukung beban

g. Jenis komponen pracetak lainnya, seperti : tangga, balok parapet, panel- panel penutup dan unit-unit beton pracetak lainnya sesuai keinginan atau imajinasi dari insinyur sipil dan arsitek.

Secara umum sistem struktur komponen beton pracetak dapat digolongkan sebagai berikut

(Nurjaman,2000 dalam M. Abduh 2007) :

a. Sistem struktur komponen pracetak sebagian, dimana kekakuan sistem tidak terlalu dipengaruhi oleh pemutusan komponenisasi, misalnya pracetak pelat, dinding di mana pemutusan dilakukan tidak pada balok dan kolom/bukan pada titik kumpul

b. Sistem pracetak penuh, dalam sistem ini kolom dan balok serta pelat dipracetak dan disambung, sehingga membentuk suatu bangunan yang monolit.

Pada dasarnya penerapan sistem pracetak penuh akan lebih mengoptimalkan manfaat dari aspek fabrikasi pracetak dengan catatan bahwa segala aspek kekuatan (strength), kekakuan,layanan (serviceability) dan ekonomi dimasukkan dalam proses perencanaan

5. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Beton Pracetak

Struktur elemen pracetak memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan struktur konvensional, antara lain :

a. Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi. b. Waktu pelaksanaan yang cepat.

c. Waktu pelaksanaan struktur merupakan pertimbangan utama dalam pembangunan suatu proyek karena sangat erat kaitannya dengan biaya

(22)

proyek. Struktur elemen pracetak dapat dilaksanakan di pabrik bersamaan dengan pelaksanaan pondasi di lapangan.

d. Penggunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik.

e. Salah satu alasan mengapa struktur elemen pracetak sangat ekonomis dibandingkan dengan struktur yang dilaksanakan di tempat (cast in-situ) adalah penggunaan cetakan beton yang tidak banyak variasi dan biasa digunakan berulang-ulang, mutu material yang dihasilkan pada umumnya sangat baik karena dilaksanakan dengan standar-standar yang baku, pengawasan dengan sistem komputer yang teliti dan ketat.

f. Penyelesaian finishing mudah.

g. Variasi untuk permukaan finishing pada struktur elemen pracetak dapat dengan mudah dilaksanakan bersamaan dengan pembuatan elemen tersebut di pabrik, seperti: warna dan model permukaan yang dapat dibentuk sesuai dengan rancangan.

h. Tidak dibutuhkan lahan proyek yang luas, mengurangi kebisingan, lebih bersih dan ramah lingkungan.

i. Dengan sistem elemen pracetak, selain cepat dalam segi pelaksanaan, juga tidak membutuhkan lahan proyek yang terlalu luas serta lahan proyek lebih bersih karena pelaksanaan elemen pracetaknya dapat dilakukan dipabrik.

j. Perencanaan berikut pengujian di pabrik.

k. Elemen pracetak yang dihasilkan selalu melalui pengujian laboratorium di pabrik untuk mendapatkan struktur yang memenuhi persyaratan, baik dari segi kekuatan maupun dari segi efisiensi.

l. Sertifikasi untuk mendapatkan pengakuan Internasional. Apabila hasil produksi dari elemen pracetak memenuhi standarisasi yang telah ditetapkan, maka dapat diajukan untuk mendapatkan sertifikasi ISO 9002 yang diakui secara internasional.

m. Secara garis besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian alat- alat penunjang, seperti : scaffolding dan lain-lain

(23)

produksi.

Namun demikian, selain memilki keuntungan, struktur elemen pracetak juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain :

i. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.

ii. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam pemasangan di lapangan.

iii. Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat angkat dan alat angkut.

iv. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah antara 150 sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya. Sedangkan untuk angkutan laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai di atas 1000 km.

v. Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk

handling dan erection.

vi. Di Indonesia yang kondisi alamnya sering timbul gempa dengan kekuatan besar, konstruksi beton pracetak cukup berbahaya terutama pada daerah sambungannya, sehingga masalah sambungan merupakan persoalan yang utama yang dihadapi pada perencanaan beton pracetak.

vii. Diperlukan ruang yang cukup untuk pekerja dalam mengerjakan sambungan pada beton pracetak.

viii. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan (stock

yard)

6. Kendala dan Permasalahan Seputar Beton Pracetak

Yang menjadi perhatian utama dalam perencanaan komponen beton pracetak seperti pelat lantai, balok, kolom dan dinding adalah sambungan. Selain berfungsi untuk menyalurkan beban-beban yang bekerja, sambungan juga harus berfungsi menyatukan masing-masing komponen beton pracetak tersebut menjadi satu kesatuan yang monolit

(24)

sehingga dapat mengupayakan stabilitas struktur bangunannya. Beberapa kriteria pemilihan jenis sambungan antara komponen beton pracetak diantaranya meliputi:

a. Kekuatan (strength). Sambungan harus memilki kekuatan untuk dapat

menyalurkan gaya-gaya yang terjadi ke elemen struktur lainnya selama waktu layan (serviceability), termasuk adanya pengaruh dari rangkak dan susut beton.

b. Daktalitas (ductility)

c. Kemampuan dari sambungan untuk dapat mengalami perubahan bentuk

tanpa mengalami keruntuhan. Pada daerah sambungan untuk mendapatkan daktilitas yang baik dengan merencanakan besi tulangan yang meleleh terlebih dahulu dibandingkan dengan keruntuhan dari material betonnya.

d. Perubahan volume (volume change accommodation)

Sambungan dapat mengantisipasi adanya retak, susut dan perubahan temperature yang dapat menyebabkan adanya tambahan tegangan yang cukup besar.

e. Ketahanan (durability)

Apabila kondisi sambungan dipengaruhi cuaca langsung atau korosi diperlukan adanya penambahan bahan-bahan pencegah seperti stainless

steel epoxy atau galvanized.

f. Tahan kebakaran (fire resistance)

Perencanaan sambungan harus mengantisipasi kemungkinan adanya kenaikan temperatur pada sistem sambungan pada saat kebakaran, sehingga kekuatan dari baja maupun beton dari sambungan tersebut tidak akan mengalami pengurangan.

Mudah dilaksanakan dengan mempertimbangkan bagian-bagian berikut ini pada saat merencanakan sambungan :

i. Standarisasi produksi jenis sambungan dan kemudahan tersedianya material lapangan.

ii. Hindari keruwetan penempatan tulangan pada derah sambungan c. Hindari sedapat mungkin pelubangan pada cetakan

(25)

iii. Perlu diperhatikan batasan panjang dari komponen pracetak dan toleransinya

iv. Hindari batasan yang non-standar pada produksi dan pemasangan. f. Gunakan standar hardware seminimal mungkin jenisnya

v. Rencanakan sistem pengangkatan komponen beton pracetak semudah mungkin baik di pabrik maupun dilapangan

vi. Pergunakan sistem sambungan yang tidak mudah rusak pada saat pengangkatan

vii. Diantisipasi kemungkinan adanya penyesuaian di lapangan.

Jenis sambungan antara komponen beton pracetak yang biasa dipergunakan dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok sebagai berikut :

a. Sambungan kering (dry connection)

Sambungan kering menggunakan bantuan pelat besi sebagai penghubung antar komponen beton pracetak dan hubungan antara pelat besi dilakukan dengan baut atau dilas. Penggunaan metode sambungan ini perlu perhatian khusus dalam analisa dan pemodelan komputer karena antar elemen struktur bangunan dapat berperilaku tidak monolit

Gambar 2.1. Contoh Sambungan kering

(26)

Sambungan basah terdiri dari keluarnya besi tulangan dari bagian ujung komponen beton pracetak yang mana antar tulangan tersebut dihubungkan dengan bantuan mechanical joint, mechanical coupled, splice sleeve atau panjang penyaluran. Kemudian pada bagian sambungan tersebut dilakukan pengecoran beton ditempat. Jenis sambungan ini dapat berfungsi baik untuk mengurangi penambahan tegangan yang terjadi akibat rangkak, susut dan perubahan temperatur. Sambungan basah ini sangat dianjurkan untuk bangunan di daerah rawan gempa karena dapat menjadikan masing- masing komponen beton pracetak menjadi monolit.

7. Jenis-Jenis Sistem Pracetak

Beberapa jenis Pracetak yang sering dipakai Indonesia, antara lain : a. Sistem Struktur Pracetak C-Plus

Sistem Pracetak struktur ini memiliki konsep struktur pracetak rangka terbuka, komponen kolom plus dan balok persegi dengan stek tulangan yang berulir. Sistem sambungan mekanis balok dan kolom, plat baja berlubang dengan mur. Pertemuan sambungan pada titik kumpul (poer/kepala) ditambah tulangan sengkang horizontal dan vertikal di cor dengan beton menggunakan semen tidak susut (non shrinkage cement) sehingga berperilaku wet joint.

(27)

Gambar 2.2. Sistem Struktur Pracetak C-Plus

b. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka

Bresphaka adalah suatu rekayasa konstruksi gedung dengan sistem struktur pracetak model open frame yang terdiri dari elemen pracetak kolom, balok, lantai, dinding, tangga dan elemen lainnya, dengan penggunaan bahan beton ringan atau beton normal atau kombinasi keduanya.

i. Model struktur

a) Bersifat rangka terbuka, bentuk penampang elemen struktur sesuai dengan desain dimodelkan dalam perhitungan program struktur.

b) Sambungan utama di titik kumpul dan direncanakan bersifat daktail penuh

c) Perencanaan memperhatikan “stress control”, pemodelan ditumpu dengan perletakkan (restraints) pada kondisi beban pelaksanaan struktur.

(28)

a) “Shear connector” pada balok, untuk menyatukan komponen balok dan plat

b) “Shear key” pada plat, diterapkan khusus daerah gempa agar plat dapat membentuk diafragma kaku.

c) Angkur balok pracetak ke joint, agar keruntuhan/sendi plastis tidak terjadi di perbatasan balok joint.

d) Angkur kolom, untuk transfer gaya dari kolom atas ke kolom bawah

Gambar 2.3. Sistem Struktur Pracetak Bresphaka (Pertemuan Balok–Kolom)

(29)

iii. Kelebihan dari sistem struktur pracetak jenis ini adalah :

a) Sistem BRESPHAKA dengan bahan beton mutu tinggi, selain akan memperkecil dimensi struktur/volume beton, juga akan mengurangi berat masa bangunan sehingga dimensi pondasi lebih kecil.

b) Produktivitas tenaga kerja lebih tinggi, sehingga adanya efisiensi biaya yang menjadikan proyek jadi lebih hemat.

c) Kontrol kualitas sistem pabrikasi lebih terjamin.

d) Akurasi ukuran dari elemen bresphaka, menjamin pemasangan di

e) Lapangan lebih presisi dan hasil kerja lebih rapi. f) Efisiensi terhadap waktu pelaksanaan.

c. Sistem Struktur Pracetak KML (Kolom Multi Lantai)

Sistim KML adalah Sistim beton pracetak yang memberikan percepatan pelaksanaan, karena komponen precast kolom dapat dicetak dan dierection langsung untuk 2 - 5 lantai, sehingga dapat menghemat waktu dalam pelaksanaan erection komponen kolom.

(30)

Gambar 2.5. Sistem Struktur Pracetak KML

Keunggulan utama dari sistim KML ini adalah:

i. Lebih terjaminnya kelurusan (ketegakan) as kolom

ii. Integritas antara komponen-komponen struktur lebih baik karena:

(31)

pada saat topping

iv. Tulangan atas maupun bawah balok yang terletak disisi-sisi kolom dapat dibuat menerus.

d. Sistem Struktur Pracetak JEDDS (Joint Elemen Dengan Dua Simpul) Konsep dari sistem ini yaitu:

i. Penamaan “DUA SIMPUL”, Simpul Pertama yaitu transfer gaya antar balok melalui besi tulangan yang diikat pada kuping strand dengan bantuan pelat baja dan baut, sedangkan Simpul Kedua yaitu lilitan strand yang menghubungkan kedua kuping strand untuk mendukung gaya gempa

ii. Perkuatan tambahan pada joint melalui besi tulangan & begel arah vertikal dan arah horisontal.

(32)

Gambar

Gambar 2.1 Balok persegi panjang dengan beban
Gambar 2.3 Tegangan yang terjadi pada balok akibat beban hidup + beban mati
Tabel spesifikasi strand 7 kawat
Tabel 2.1. Perbandingan Kualitatif antara Kayu, Baja, dan Beton
+6

Referensi

Dokumen terkait

Alasan peneliti menggunakan metode pre eksperimen ini, dikarenakan peneliti hanya melaksanakan treatment (perlakuan) terhadap satu kelas saja yaitu dari keseluruhan

Capaian sasaran strategis Terwujudnya efisiensi pelaksanaan program Kementerian Perindustrian pada tahun 2020 sasaran strategis mengalami perubahan dari meningkatnya

Pengaruh Moralitas Individu dan Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Eksperimen pada Konteks.. Yogyakarta: Program

Sekali lagi faktor kebersamaan dalam retreat ini sangat membantu dan juga meyakinkan diri sesama peserta akan aspek positif pribadi yang dimiliki.. Ini bentuk peneguhan/afirmasi

72 Hendri Febrianto - HONOR Montong Praya Barat Jonggat Lombok Tengah. 73 Lalu Suhariadi - HONOR Dusun Nyangget Gerung

Untuk mengetahui hasil belajar siswa di kelas VIII dengan menggunakan Bilingual Language pada mata pelajaran Qur’an Hadits SMP Ulul Albab Sepanjang Sidoarjo.. Untuk mengetahui

PT. Pharma Laboratories bekerja sama dengan PT. Yang beralamat di Jl. MulyaJayano.16, Cipinang Muara, Jakarta. Pharma Laboratories berkerja sama dengan PT. Immortal untuk

Kadar aspal optimum yang baik adalah kadar aspal yang memenuhi semua sifat campuran yang diinginkan. Hal ini dibutuhkan untuk mengakonodir fluktuasi yang mungkin terjadi