SISTEM PENGKLASIFIKASIAN DDC PADA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
(UMSU) MEDAN KERTAS KARYA
DISUSUN O
L E H
MARDHIAH NASUTION NIM: 082201029
PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Kertas Karya : Sistem Pengklasifikasian DDC pada
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara (UMSU) Medan
Oleh : Mardhiah Nasution
NIM : 082201029
PROGRAM STUDI DIII PERPUSTAKAAN
Ketua Jurusan : Dra. Zaslina Zainuddin, M.Pd
NIP : 19570407 198603 2 001
Tanda Tangan :
Tanggal :
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Kertas Karya : Sistem Pengklasifikasian DDC Pada
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara (UMSU) Medan
Oleh : Mardhiah Nasution
NIM : 082201029
Dosen Pembimbing : DR.Irawaty A. Kahar, M.Pd
NIP : 195111191986012001
Tanda Tangan :
Tanggal :
Dosen Pembaca : Hotlan Siahaan, S.sos, M.I.Kom
NIP : 19783312005012003
Tanda Tangan :
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan penulis mengucapkan puji dan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmad-Nya penulis dapat menempuh perkuliahan
di Program Studi D-III Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini yang berjudul
“Sistem Pengklasifikasian DDC pada perpustakaan Universitas
Muhammadiyah (UMSU) Medan”.
Selama mengerjakan kertas karya ini penulis mendapatkan banyak
pengalaman yang berharga, terutama untuk mengenal sekaligus mengetahui
kemampuan dan kelemahan penulis dalam banyak hal. Kertas karya ini juga
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengucapkan
permohonan maaf atas kekurangan yang ada pada kertas karya ini.
Dalam menyelesaikan kertas karya ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan dan bimbingan, baik moril dan materil dari berbagai pihak. Atas bantuan
dan dukungan yang penulis terima, pada kesempatan ini penulis terlebih dahulu
mengucapkan banyak terima kasih kepada ayah dan ibu yang tersayang atas
semua yang terbaik diberikannya kepada penulis, semoga penulis kelak bisa
membuat bangga kalian.
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga mengucapkan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada :
1. Bapak DR. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Zaslina Zainuddin, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Program Studi D-III
Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr Irawaty A Kahar, M.Si, selaku dosen pembimbing yang penuh
kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis selama pelaksanaan
4. Ibu Hotlan Siahaan, S.Sos, M.I.Kom, selaku dosen pembaca yang memberikan
masukan dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya
ini.
5. Ibu Himma Dewiyana, ST, M.Hum, selaku dosen wali penulis yang telah
mendidik penulis selama menjalani masa perkuliahan di Program Studi Ilmu
Perpustakaan.
6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu perpustakaan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik,
membimbing dan membantu penulis selama mengikuti masa perkuliahan di
Program Studi Ilmu Perpustakaan.
7. Buat kedua orangtua ku yang selama ini memberikan kasih sayang kepadaku.
8. Terimakasih buat teman terbaikku kak vina, dan buat semua teman sekelasku.
9. Setiap pribadi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut membantu
dalam menyelesaikan kertas karya ini. Terima kasih buat doa dan
dukungannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas karya ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
saran, kritik dan masukan untuk kesempurnaan kertas karya ini agar kertas karya
ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Medan, Juni 2011
Penulis
Mardhiah Nasution
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar...i
Daftar Isi...iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang...1
1.2Tujuan Penulisan...3
1.3Metode Penulisan...3
1.4Ruang Lingkup...3
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan PerguruanTinggi...4
2.1.1 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi...4
2.1.2 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi...4
2.1.3 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi...5
2.1.4 Tujuan Perpustakan Perguruan Tinggi...6
2.2 Klasifikasi...7
2.2.1 Pengertian Klasifikasi...8
2.2.2 Fungsi dan Tujuan Klasifikasi ... 8
2.2.3 Macam-macam Klasifikasi ... 9
2.2.4 Keuntungan Klasifikasi...10
2.2.5 Analisis Subjek...10
2.2.6 Panduan Pengklasifikasian Bahan Pustaka...18
2.3 Sistem Klasifikasi DDC...19
2.3.1 Pengertian Klasifikasi DDC...19
2.3.2 Sekilas Sejarah DDC...19
2.3.3 Unsur-unsur Pokok DDC...20
2.3.4 Keuntungan Penggunaan DDC...21
2.3.5 Prinsip-prinsip Dasar Sistematika DDC...21
2.4 Penggunaan DDC...27
2.4.1 Penggunaan Notasi Dasar...27
2.4.2 Pembentukan Notasi...27
2.4.3 Indeks Relatif...28
2.4.4 Bagan (schedule)...28
2.4.5 Tabel-tabel...30
2.4.6 Cara Memakai DDC...34
BAB III SISTEM PENGKLASIFIKASIAN DDC PADA PERPUSTAKAAN UMSU 3.1 Sejarah Perpustakaan UMSU...52
3.1.1 Fungsi Perpustakaan...53
3.1.2 Tujuan Perpustakaan...53
3.1.3 Pengguna...54
3.1.4 Tugas Bagian Pengatalongan dan Pengolaan Bahan Pustaka...55
3.3 Sistem Pengklasifikasian DDC 22 Perpustakaan UMSU Medan...58
3.4 Proses Kinerja Pengklasifikasian...58
3.4.1 Melalui Indeks Relatif...59
3.4.2 Melalui Bagan (schedule)...59
3.4.3 Melalui Tabel-tabel...59
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan...66
4.2 Saran...67
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang dan masalah
Kegiatan klasifikasi merupakan bagian dari bidang pelayanan teknis pada
perpustakaan yaitu pengolaan. Benda-benda yang diklasifikasikan adalah bahan
perpustakaan yang merupakan koleksi perpustakaan. Koleksi tersebut harus dapat
didayagunakan semaksimal mungkin agar perpustakaan dapat menjalankan
peranannya dengan baik. Klasifikasi berasal dari kata Latin "classis". Klasifikasi
adalah proses pengelompokan, artinya mengumpulkan benda/entitas yang sama
serta memisahkan benda/entitas yang tidak sama. Secara umum dapat dikatakan
bahwa batasan klasifikasi adalah usaha menata alam pengetahuan ke dalam tata
urutan sistematis. Kalau kita simak dalam kehidupan sehari-hari klasifikasi sudah
banyak dilakukan oleh manusia. Seperti di supermarket, di pasar, di toko buku,
pedagang yang mengelompokkan barang dagangannya yang sejenis dalam satu
kelompok yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembeli dalam
memilih kebutuhan yang diperlukan. Dalam bidang perpustakaan pengertian
klasifikasi adalah penyusunan sistematis terhadap buku dan bahan pustaka lain,
atau katalog, atau entri indeks berdasarkan subyek, dalam cara yang berguna bagi
mereka yang membaca atau mencari informasi. Dari pengertian ini klasifikasi
mempunyai fungsi yaitu: sebagai tata penyusunan buku di jajaran rak, serta
sebagai sarana penyusunan entri bibliografis pada katalog, bibliografi dan indeks
dalam tata susunan yang sistematis.
Perpustakaan yang memiliki koleksi yang bersifat heterogen, terutama
yang jumlahnya cukup besar, dikelola berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem
klasifikasi. Sistem klasifikasi yang digunakan perpustakaan sangat bermanfaat,
diantaranya untuk penulusuran atau temu kembali informasi (information
retrieval). Sistem klasifikasi memberikan kemudahan kepada pengguna dalam
memilih dan mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara cepat dan tepat.
Suatu sistem klasifikasi pada dasarnya menyediakan daftar notasi yang disertai
notasi dan penelusurannya. Daftar notasi dalam sistem klasifikasi disebut bagan
klasifikasi, bagan tersebut dengan menyediakan ruang lingkup ilmu pengetahuan
dan urutan subjek yang dicakupnya. Sistem klasifikasi selalu berkembang. Hal ini
dilihat dari sejarah klasifikasi yang berjalan sejajar dengan sejarah pemikiran
manusia. Dahulu para filsuf berusaha membuat peta pemikiran manusia, apa saja
yang mereka bayangkan, mereka ketahui, mereka temukan, serta apa yang mereka
impikan akan mereka tuangkan hasilnya dengan membuat suatu survey dan
bagan. Mereka menciptakan suatu sistem pemikiran dimana dunia pengetahuan
ditempatkan pada posisi yang saling berhubungan satu dengan lainnya.
Ada bermacam-macam sistem klasifikasi,seperti: DDC (Dewey Decimal
Classification), UDC (Universal Decimal Classification), LC (Library of
Congress), SC (Subject Classfication), CC (Coon Classification), BC
(Bibliograpic Classification) dan klasifikasi khusus. Dari banyaknya sistem
klasifikasi yang ada, DDC lebih sering digunakan dibandingkan sistem klasifikasi
lainnya. Ini dikarenakan keunggulan sistem klasifikasi DDC yang bersifat
sistematik, universal, fleksibel, lengkap, siap pakai (enumerated) dan juga sistem
klasifikasi DDC paling banyak digunakan di dunia serta sudah diterjemahkan
dalam berbagai bahasa. Perpustakaan UMSU dalam melakukan pengklasifikasian
bahan pustaka menggunakan DDC 22.
Perpustakaan sangat penting melakukan sistem pengklasifikasian pada
bahan pustaka agar pengguna perpustakaan dapat menemukan kembali bahan
pustaka dengan cepat dan tepat. Kekurangan perpustakaan UMSU yaitu staff
perpustakaan bukan berasal dari latar belakang ilmu perpustakaan. Akan tetapi
staf perpustakaan mengikuti pelatihan-pelatihan khusus atau seminar tentang ilmu
perpustakaan. Sejalan dengan hal tersebut setiap pustakawan berusaha
memanfaatkan DDC untuk melakukan pengklasifikasian bahan pustaka. Apalagi
bila jumlah koleksinya sangat banyak. DDC juga merupakan standar internasional
untuk mengklasifikasi bahan pustaka.
Dalam hal ini masalah yang akan dibahas adalah bagaimana proses
adalah “Sistem Pengklasifikasian DDC Pada Perpustakaan Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan”
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan kertas karya ini adalah:
Untuk mengetahui proses pengklasifikasian DDC pada Perpustakaan UMSU
Medan baik melalui bagan (schedule), tabel-tabel, dan indeks relatif.
1.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penulisan kertas karya ini penulis
melakukan:
1. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mempelajari
buku-buku bacaan, bahan kuliah dan tulisan ilmiah lainnya yang
relevan dengan judul kertas karya ini.
2. Penelitian lapangan (field research) yaitu pengamatan secara langsung
pada Perpustakaan UMSU dengan teknik wawancara kepada staf
pegawai perpustakaan untuk memperoleh keterangan tentang sistem
pengklasifikasian yang ada di perpustakaan tersebut.
1.4 Ruang lingkup
Adapun ruang lingkup dalam penelusuran kertas karya ini yaitu membahas
tentang sistem pengklasifikasian pada Perpustakaan Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara. Dimana pembahasannya hanya dibatasi pada sistem
pengklasifikasian DDC 22 yang digunakan pada Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara, Serta proses kinerja pengklasifikasian DDC pada Perpustakaan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi merupakan suatu instusi yang berfungsi
untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar di universitas, akademik, maupun
sekolah tinggi lainnya. Perpustakaan Pengembangan Perguruan Tinggi sangat
berpengaruh besar dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
2.2 Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi
Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 51), perpustakaan perguruan tinggi adalah
perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun
lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan utama membantu
perguruan tinggi mencapai tujuannya.
Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang tergabung dalam
lingkungan lembaga pendidikan tinggi, baik yang berupa perpustakaan
universitas, fakultas, perpustakaan akademik, perpustakaan sekolah tinggi.
Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa perpustakaan
perguruan tinggi merupakan suatu unit kerja yang dilaksanakan pada sebuah
ruangan yang merupakan bagian sebuah gedung itu sendiri yang mempunyai tugas
membantu perguruan tinggi yang bersangkutan untuk melaksanakan Tri Dharma
Perguruan Tinggi.
1.1.2 Tugas Perguruan Tinggi
Dalam rangka mendukung tugas dan fungsinya, Perpustakaan Perguruan
Tinggi diharapkan dapat menyediakan informasi ilmiah yang dibutuhkan oleh
pengguna. Tugas utama perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk menyediakan
materi guna menunjang terlaksananya Tri Dharma Perguruan Tinggi di mana
perpustakaan itu bernaung, yaitu :
- pendidikan dan pengajaran
- pengabdian pada masyarakat
2.1.3 Fungsi Perpustakaan Perpustakaan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi merupakan organisasi yang bersifat nirlaba
harus siap menyediakan fasilitas dan membantu pengguna dalam memenuhi
informasi yang mereka butuhkan. Adapun fungsi perpustakaan perguruan tinggi
adalah:
1. Pusat pengumpulan bahan informasi/bahan pustaka.
2. Pusat pelestarian informasi/bahan pustaka.
3. Pusat pengelolaan informasi/bahan pustaka.
4. Pusat pemanfaatan informasi/bahan pustaka.
5. Pusat penyebarluasan informasi/bahan pustaka.
6. Pusat rekreasi.
Menurut Buku Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2004: 3), fungsi
perpustakaan perguruan tinggi adalah:
1. Fungsi Edukasi
Perpustakaan merupakan sumber belajar bagi civitas akademika, oleh
karena itu koleksi-koleksi yang disediakan adalah koleksi yang
mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan
pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar
mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
2. Fungsi informasi
Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh
pencari dan pengguna informasi.
3. Fungsi riset
Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang
paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan
pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Koleksi pendukung
penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena
yang dapat dipublikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat
dalam berbagai bidang.
4. Fungsi rekreasi
Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna
untuk membangun dan mengembangkan kreatifitas serta minat
pengguna perpustakaan.
5. Fungsi publikasi
Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya
dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi.
6. Fungsi interpretasi
Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai
tambahan terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk
membantu pengguna dalam melakukannya.
2.1.4 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi
Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 52) tujuan perpustakaan perguruan tinggi
adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya
staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi
perguruan tinggi.
b. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referensi) pada semua tingkat
akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke
mahasiswa program pasca sarjana dan sarjana.
c. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan.
d. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis
pemakai.
e. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada
lingkungan perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal.
Perpustakaan Nasional RI (1996: 6) mengatakan tujuan perpustakaan
sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
1. Dharma pertama yaitu pendidikan dan pengajaran dilaksanakan dengan
cara mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan dan
menyebarluaskan informasi bagi mahasiswa dan dosen sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
2. Dharma yang kedua yaitu penelitian, dilakukan melalui kegiatan
mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyajikan, dan
menyebarluaskan informasi bagi peneliti.
3. Dharma yang ketiga pengabdian kepada masyarakat, diselenggarakan
melalui kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, menyimpan,
menyajikan informasi bagi masyarakat.
Dari kedua pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa tujuan dari
perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan pengguna
perpustakaan di lingkungan lembaga tinggi, yang bukan hanya untuk mahasiswa
saja, tetapi juga untuk dosen dan para staf yang berada di lembaga tinggi tersebut.
Serta memberikan jasa informasi untuk mendukung, memperlancar dan
mempertinggi kualitas program kegiatan perguruan tinggi.
2.2 Klasifikasi
Salah satu tujuan utama semua perpustakaan adalah mengusahakan agar
semua pengunjung dapat secara mudah dan langsung memperoleh bahan yang
diperlukannya.
Salah satu diantara alat-alat yang diciptakan orang tersebut adalah
klasifikasi. Salah satu alat klasifikasinya adalah DDC, yang digunakan untuk
2.2.1 Pengertian Klasifikasi
Towa-Tairas (2002: 1) mengatakan Klasifikasi adalah pengelompokan
yang sistematis dari sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain
kedalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama.
Didalam klasifikasi bahan pustaka dipergunakan penggolongan
berdasarkan beberapa ciri tertentu. Misalnya karena bentuk fisik yang berbeda,
maka penempatan buku perpustakaan dipisahkan daripada surat kabar, majalah,
piringan hitam, microfilm, dan slides. Ada pula pnggolongan berdasarkan
penggunaan bahan pustaka, seperti koleksi referensi dipisahkan dari buku lain,
koleksi buku kanak-kanak atau buku bacaan ringan. Akan tetapi yang menjadi
dasar utama penggolongan koleksi perpustakaan yang paling banyak dipakai
adalah penggolongan berdasarkan isi atau subyek buku. Ini berarti bahwa
buku-buku yang membahas subyek yang sama akan dikelompokkan bersama-sama.
DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem
desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu
pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode
(lambang).
Jadi Klasifikasi Desimal Dewey (Dewey Decimal Classification (DDC)
adalah sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey
(1851-1931) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan
dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun
2004.
2.2.2 Tujuan dan Fungsi Klasifikasi
Tujuan klasifikasi adalah untuk mengorganisasikan bahan pustaka dengan
sistem tertentu sehingga mudah diketemukan dan dikembalikan pada tempat
penyimpanan.
Adapun tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
Tujuan utama klasifikasi adalah menghasilkan urutan atau susunan bahan
pustaka yang berguna bagi staf perpustakaan maupun bagi pemakai
perpustakaan.
b. Penempatan yang tepat
Bila bahan pustaka diperlukan pemakai, pustaka yang diinginkan mudah
diketemukan serta mudah dikembalikan oleh petugas ke tempat yang pasti
sesuai dengan sistem klasifikasi yang digunakan.
c. Penyusunan mekanis
Bahan pustaka baru mudah disisipkan di antara bahan pustaka yang sudah
dimiliki. Demikian pula penarikan bahan pustaka (karena dipinjam) tidak akan
mengganggu susunan bahan pustaka di jajaran.
Sedangkan fungsi klasifikasi yaitu: sebagai tata penyusunan buku di
jajaran rak, serta sebagai sarana penyusunan entri bibliografis pada katalog,
bibliografi dan indeks dalam tata susunan yang sistematis.
2.2.3 Macam-macam Klasifikasi
Ada beberapa sistem klasifikasi, diantaranya adalah:
1. Klasifikasi Artifisial
Sistem ini adalah mengelompokkan bahan pustaka berdasarkan ciri atau
sifat-sifat lainnya, misalnya pengelompokkan menurut pengarang, atau
berdasarkan ciri fisiknya misalnya ukuran, warna sampul, dan
sebagainya.
2. Klasifikasi Utility
Pengelompokan bahan pustaka dibedakan berdasarkan kegunaan dan
jenisnya. Misal, buku bacaan anak dibedakan dengan bacaan dewasa.
Buku pegangan siswa di sekolah dibedakan dengan buku pegangan
guru. Buku koleksi referensi dibedakan dengan koleksi sirkulasi
(berdasar kegunaannya).
3. Klasifikasi Fundamental
Pengelompokan bahan pustaka berdasarkan ciri subyek atau isi pokok
pustaka berdasarkan sistem ini mempunyai beberapa keuntungan,
diantaranya:
• Bahan pustaka yang subyeknya sama atau hampir sama, letaknya berdekatan.
• Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai koleksi yang dimiliki dengan melihat subyek mana yang lemah dan mana
yang kuat.
• Memudahkan pembuatan bibliografi menurut pokok masalah.
• Untuk membantu penyiangan atau weeding koleksi.
Klasifikasi fundamental banyak digunakan oleh perpustakaan besar
maupun kecil. Dalam sistem tersebut buku dikelompokkan berdasarkan subyek,
sehingga memudahkan pemakai dalm menelusur suatu informasi. Yang termasuk
klasifikasi fundamental adalah klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification).
DDC merupakan sistem klasifikasi yang populer dan paling banyak
pemakainya. Klasifikasi ini dalam pengembangannya menggunakan sistem
desimal angka arab sebagai simbol notasinya.
2.2.4 Keuntungan Klasifikasi
Sebagai sarana penyusunan buku di jajaran (rak), klasifikasi mempunyai
dua keuntungan yaitu sebagai berikut:
a. Dapat membantu pemakai jasa perpustakaan mengidentifikasi dan melokalisasi
bahan pustaka berdasarkan nomor panggil dokumen.
b. Mengelompokkan bahan pustaka sejenis menjadi satu jajaran atau berdekatan.
Sehingga pengguna lebih mudah menemukan kembali bahan pustaka.
2.2.5 Analisis Subyek
Klasifikasi yang umum digunakan pada perpustakaan sekarang ini adalah
menggunakan klasifikasi fundamental. Artinya, klasifikasi dilakukan berdasarkan
isi fundamental suatu buku, sehingga apapun perubahan fisik buku, baik warna,
Analisis subyek merupakan hal yang sangat penting dan memerlukan
kemampuan intelektual karena disinilah bahan pustaka yang ditentukan tempatnya
dalam golongannya. Kekeliruan dalam menentukan subyek dapat menyesatkan
pengguna (pembaca buku). Jadi, setiap dokumen harus dianalisis isinya. Kegiatan
yang demikian inilah yang dikatakan sebagai” analisis subyek”.
Selanjutnya, subyek tersebut diterjemahkan kedalam kode tertentu
berdasarkan suatu sistem sehingga setiap bahan pustaka akan mempunyai
identitas subyek tertentu pula. Kegiatan ini dinamakan dengan “deskripsi indeks”.
Untuk melakukan analisis subyek, penganalisis perlu mengetahui prinsip
dasarnya. Prinsip-prinsip tersebut dibagi menjadi tiga bagian besar yang kemudian
diperinci kembali bagian-bagian yang lebih kecil, yakni seperti yang dapat dilihat
dalam bagan berikut:
Bagan
Prinsip dasar analisis subyek
Wiji (2010: 119) mengatakan tiga bagian besar analisis subyek adalah
pada disiplin ilmu, yaitu buku yang dianalisis harus masuk ke dalam disiplin ilmu Displin/ilmu
Sub disiplin ilmu
Displin ilmu/sub disiplin ilmu
Objek bahasa(fenominal) Bentuk
Faset 1 Faset 2 Faset 3 Faset 4
tertentu objek bahasan atau fenomena, yaitu setelah ditemukan disiplin ilmu
tertentu buku tersebut harus jelas membahas tentang suatu kajian atau fenomena
tertentu dalam disiplin ilmu tersebut; dan bentuk, yaitu setelah ditemukan bentuk
objek kajian atau fenomenanya buku harus disajikan dalam suatu bentuk tertentu.
a. Disiplin ilmu
Disiplin ilmu adalah istilah yang digunakan untuk satu bidang atau satu
cabang keilmuan, misalnya, hukum, kimia, atau sosiologi. Masing-masing adalah
disiplin ilmu yang merupakan bidang atau cabang keilmuan.
Dalam analisis subyek, pertama kali yang harus ditentukan adalah disiplin
ilmu atau bidang ilmu pengetahuan yang dicakup oleh bahan pustaka yang
dianalisis tersebut. Sebagai contoh, buku berjudul “Perkembangan Koperasi
Sepuluh Tahun Terakhir”. Maka dapat ditentukan bahwa disiplin ilmu untuk buku
ini adalah “ekonomi”. Kemudian dapat ditentukan pula objek pembahasannya
yang juga sebagai fasetnya adalah “koperasi” dan pada konsep ketiga, yang harus
ada adalah bentuk, maka bentuk penyajian buku ini adalah sejarah, mengingat
unsur waktu atau perkembangan dari waktu ke waktu sangat dominan.
Disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua kategori. Pertama, disiplin
fundamental (fundamental disciplines). Disiplin fundamental merupakan bagian
utama ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, para ahli berbeda pendapat tentang
ciri-cirinya, pengelompokan dan jumlahnya, tetapi terdapat kesepakatan umum
mengenai eksistensi bidang-bidang pengetahuan dasar ini. Kedua, subdisplin.
Subdisiplin merupakan bidang spesialisasi dalam suatu disiplin fundamental.
Misalnya, dalam kelompok ilmu-ilmu alamiah, sudisiplin yang merupakan
spesialisasi atau cabang, antara lain ialah fisika, kimia, biologi, sosiologi,
ekonomi, dan politik.
b. Objek pembahasan atau fenomena
Objek pembahasan atau fenomena ialah benda atau wujud yang menjadi titik
kajian dari suatu disiplin ilmu. Misalnya, dalam buku berjudul “pendidikan
wanita”, pendidikan merupakan disiplin ilmu dan wanita merupakan objek atau
titik kajiannya dari disiplin ilmu pendidikan tersebut. Sehingga dapat dikatakan
fenomena atau objek kajian dapat ditentukan setelah disiplin ilmu dalam suatu
bahan pustaka sudah ditentukan.
Fenomena yang sama dapat dikaji oleh disiplin ilmu yang berbeda, tetapi
penentu golongan utama adalah disiplin ilmu yang membawahi fenomena
tersebut. Dengan kata lain, fenomena berperan sebagai konsep subyek dalam
analisis subyek. Konsep subjek menunjukkan tema suatu bahan pustaka.
Fenomena yang dikaji oleh berbagai disiplin ilmu dapat dibedakan atas dua
kategori. Pertama, objek konkret, misalnya gedung, meja, buku dan lain-lain.
Kedua, objek abstrak, misalnya moral, hukum, adab, dan lain-lain.
Fenomena dapat dikaji dari satu atau beberapa disiplin ilmu. Fenomena yang
dikaji tersebut dikelompokkan berdasarkan suatu ciri yang dimiliki bersama. Ciri
pembagian itu disebut dengan “faset”.
Suatu disiplin ilmu pengetahuan dapat ditinjau menurut sejumlah faset,
misalnya bidang sosial dapat ditinjau antara lain menurut demografi, yang akan
diperoleh: lingkungan, kependudukan, dan lain-lain. Jika ditinjau dari interaksi
sosial akan diperoleh: komunikasi, psikologi social, dan lain-lain.
Menurut Ranganathan, seorang ilmuwan dan pustakawan dari India yang
pernah menciptakan sistem klasifikasi yang disebut “color Classification”, untuk
membantu para pengklasifikasi bahan pustaka dalam melakukan analisis subyek,
suatu fenomena/faset dapat dianalisis dengan memberikan urutan faktor-faktornya
yang disingkat PMSET, yaitu (P) personality, (M) matter, (S) space, dan (T) time.
Sebagai contoh yang berjudul “Pendekatan dalam Penyusunan Organisasi
Sekolah Tahun 2005 di Indonesia”, urutannya dapat ditentukan sebagai berikut.
(P) Personality : Sekolah
(M) Matter : Organisasi
(E) Energy : Penyusunan
(S) Space : Indonesia
(T) Time : Tahun 2005
Secara lengkap susunan analisis subyek adalah:
c. Bentuk
Pembahasan mengenai “bentuk” berbeda dengan konsep subyek yang
menunjukkan mengenai tema atau isi suatu bahan pustaka. Konsep bentuk lebih
merujuk pada bagaimana penyajian suatu kajian dari bahan pustaka itu. Dalam hal
ini, dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk berikut.
1. Bentuk fisik, yaitu sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek,
misalnya dalam bentuk buku, majalah, pita rekaman, mikrofilm, mikrofis, dan
lain-lain. Bentuk fisik tidak mempengaruhi isi dokumen bahan pustaka,
misalnya “agama” dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetap
ada “agama” dapat disajikan dalam berbagai bentuk, tapi isinya tetp pada
“agama”. Majalah tentang agama, subyeknya adalah agama tapi bentuknya
adalah majalah. Bentuk fisik dalam analisis subjek sering diabaikan, padahal
bentuk fisik yang dicantumkan dalam analisis subyek menentukan bahwa
bahan pustaka itu mempunyai tempat khusus di perpustakaan.
2. Bentuk penyajian, yaitu bentuk yang ditekankan pada pengaturan atau
organisasi isi dokumen bahan pustaka. Dalam hal ini, dikenal tiga bentuk
penyajian berikut.
a. Penyajiannya yang menggunakan lambang-lambang, seperti bahasa
(dalam bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan lain-lain), gambar dan
sebagainya.
b. Penyajian yang memperlihatkan tata susunan, bentuk, kumpulan, dan
peragaan tertentu, misalnya abjad, kronologis, sistematik, esei, pidato,
bibliografi, dan sebagainya.
c. Penyajian untuk kelompok tertentu, misalnya Bahasa Inggris untuk
pemula, psikologi untuk ibu rumah tangga. Kedua dokumen bahan pustaka
itu adalah mengenai bahasa inggris dan psikologis, bukan mengenai
pemula atau ibu rumah tangga.
3. Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan pada suatu subyek. misalnya
buku yang berjudul “Filsafat hukum”, di sini yang menjadi Subyeknya adalah
“Hukum”, sementara “Filsafat” adalah bentuk “Hukum” tersebut, sehingga
Dalam melakukan analisis subyek seseorang sangat dipengaruhi oleh
subjektivitas dan latar belakangnya. Karena itu, hasilnya sering kali berbeda
antara satu orang dengan yang lainnya, meskipun bahan pustaka yang dikajinya
sama, bahkan kadang-kadang bahan pustaka yang sama dianalisis orang yang
sama dalam waktu yang berbeda dapat menghasilkan subyek yang berbeda.
Untuk mengurangi subjektivitas dalam melakukan analisis subyek agar dapat
dilakukan secara taat asas, perlu dikenali jenis-jenis subyek yang terdapat dalam
bahan pustaka yang akan dianalisis. Pada pokoknya terdapat empat jenis subyek
yang memiliki kaidah, yaitu sebagai berikut.
1. Subyek dasar
Subyek dasar adalah subyek yang merupakan bidang pengetahuan secara
umum tanpa ada suatu fenomena tertentu. Contoh: “Pengantar Ilmu Pendidikan”.
Subyek judul tersebut dapat dirangkum dengan “Pendidikan” saja, tanpa
fenomena. Contoh lain, “Dasar-dasar Ilmu Sosial”. Subyek judulnya cukup
“Sosial” saja, tidak diikuti dengan fenomena lain.
2. Subyek sederhana
Subyek sederhana adalah subyek yang membahas disiplin ilmu tertentu yang
disertai dengan satu faset aja, atau dengan kata lain, subjek dasar yang disertai
dengan satu fenomena.
Contoh: “Sekolah Dasar”, subyek ini dapat diurai menjadi:
Disiplin ilmu = Pendidikan
Fenomena = Sekolah Dasar
Contoh lain, buku tentang “Penyakit Menular” dapat dirangkum menjadi:
Disiplin ilmu = Kedokteran
Fenomena = Penyakit Menular
3. Subyek Majemuk
Subyek majemuk adalah jika subyek dasar disertai fokus-fokus yang berasal
dari dua faset atau lebih. Atau jika subyek dasar disertai lebih dari satu fenomena.
Contoh, buku yang berjudul “Perguruan Tinggi di Indonesia”, dapt dirangkum
Disiplin Ilmu = Pendidikan
Fenomena (faset1) = Perguruan tinggi
Fenomena (faset2) = Indonesia
4. Subyek Kompleks
Subyek kompleks adalah suatu bahan pustaka yang memiliki dua atau lebih
disiplin ilmu. Contoh: buku yang berjudul “Dasar-dasar Pendidikan Ilmu
Perpustakaan”, dapat dirangkum menjadi:
Disiplin ilmu 1 = Pendidikan
Disiplin ilmu 2 = Perpustakaan
Dalam melakukan analisis subyek terhadap subyek kompleks ini harus
dilakukan pemilihan secara taat asas subyek-subyek yang diutamakan atau yang
perlu diperhatikan adalah hubungan interaksi atau hubungan fase antar
subyek-subyek yang ada, sebab dalam subyek-subyek kompleks ini terdapat empat hubungan
fase-fase berikut.
1. Fase bias, yaitu jika suatu subyek digunakan untuk kelompok tertentu. Dalam
hal ini, yang dutamakan adalah subyek yang digunakan.
Contoh: “Koperasi untuk Sekolah Dasar”
Rangkuman : EKONOMI/KOPERASI/PENDIDIKAN/
SEKOLAH DASAR
Disiplin ilmu : Ekonomi
Fenomena 1 : Koperasi
Fenomena 2 : Sekolah Dasar
Rangkuman pilihan : EKONOMI/KOPERASI
2. Fase pengaruh, yaitu jika terdapat subyek dasar yang mempengaruhi subyek
dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan adalah subyek yang
dipengaruhi.
Contoh: “Pengaruh Pendidikan di Desa”
Disiplin ilmu1 : Pendidikan
Disiplin ilmu2 : Sosiologi
Fenomena Desa (dari faset struktur kemasyarakatan)
3. Fase alat, yaitu jika subyek dasar digunakan sebagai alat untuk menjelaskan
atau membahas subyek dasar yang lain. Dalam hal ini, yang diutamakan
adalah subyek yang dijelaskan atau yang dibahas.
Contoh : “Penggunaan Statistik pada Perkembangan Keluarga Berencana di
Indonesia”
Disiplin ilmu 1 : Statistik
Disiplin ilmu 2 : Sosiologi
Fenomena 1 : KB(dari faset kependudukan)
Fenomena 2 : Indonesia (dari faset tempat)
4. Fase Perkembangan, yaitu jika dalam satu bahan pustaka terdapat dua subyek
atau lebih yang berasal dari dua disiplin ilmu atau lebih. Hubungan fase dapat
bersifat perbandingan baik secara jelas maupun samar. Dalam subyek
kadang-kadang hubungan antarsubyek tersebut sama sekali tidak terasa, sehingga
hanya berupa gabungan dua subyek atau lebih, atau gabungan dari dua disiplin
ilmu atau lebih.
Contoh: “Islam dan Ilmu pengetahuan”
Disiplin ilmu1 : Islam
Disiplin ilmu2 : Ilmu Pengetahuan
Rangkuman : ISLAM/ ILMU PENGETAHUAN
Untuk memilih subyek-subyek yang diutamakan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan di antaranya sebagai berikut:
1. Subyek ditentukan pada tekanan pembahasan, atau subyek yang dibahas
lebih banyak.
Contoh: “Matematika dan biologi”
Kedua subjek merupakan subyek dasar dari disiplin ilmu yang berbeda.
Untuk menentukan subyeknya, maka pengklasifikasi harus mengetahui
subyek mana yang dominan atau yang lebih banyak dibahas.
2. Subyek ditentukan pada subjek yang erat relevansinya dengan perpustakaan
tempat pengklasifikasi bekerja.
Keduanya merupakan subyek dasar. Tapi karena perpustakaan yang
ditempati merupakan perpustakaan ilmu keguruan atau pendidikan, maka
subyek yang dimunculkan adalah pendidikan, sedangkan subyek kesehatan
merupakan subyek alternative.
3. Subyek ditentukan pada subyek yang dibahas pertama dalam bahan pustaka
tersebut. Hal ini dilakukan jika pembahasan subyek-subyek yang ada sama
berat dan tidak ada pertimbangan kepentigan perpustakaan.
Contoh: “Statistik dan Pendidikan”
Kedua subyek berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Maka, jika
pembahasan subyek tersebut sama berat dan kepentingan perpustakaan
terhadap subyek tersebut juga sama, pilihan ditentukan pada statistik,
karena subyek ini lebih awal dibahasnya disbanding dengan pendidikan.
2.2.6 Panduan Mengklasifikasi Bahan Pustaka
Adapun panduan dalam mengklasifikasi bahan pustaka adalah sebagai
berikut:
• Tentukan subyek yang paling spesifik ditinjau dari tujuan penulis dan selanjutnya diikuti bentuk penyajiannya.
• Bila pustaka dapat ditentukan pada 2 subyek (nomor kelas) yang berbeda, maka pilih nomor yang paling bermanfaat untuk pengguna
perpustakaan.
• Bila pustaka membahas lebih dari satu subyek dan subyek-subyek tersebut merupakan bagian dari subyek yang lebih luas, maka
klasifikasikan pada subyek yang lebih luas.
• Bila pustaka membahas subyek yang tidak memiliki nomor klasifikasi pada sistem yang dipakai, maka tentukan kelas yang paling mendekati
atau paling berhubungan dengan nomor klasifikasi yang telah ada.
2.3 Sistem Klasifikasi DDC 2.3.1 Pengertian DDC
DDC adalah bagan klasifikasi sistem hirarki yang menganut sistem
desimal untuk membagi semua bidang ilmu pengetahuan. Seluruh ilmu
pengetahuan dibagi kedalam sembilan kelas utama yang diberi simbol kode
(lambang).
Jadi sistem klasifikasi DDC (Dewey Decimal Classification (DDC) adalah
sebuah sistem klasifikasi perpustakaan yang diciptakan oleh Melvil Dewey
(1851-1931) pada tahun 1876, dan sejak saat itu telah banyak dimodifikasi dan
dikembangkan dalam dua puluh dua kali revisi yang telah terjadi hingga tahun
2004.
2.3.2 Sekilas Sejarah DDC
Dewey Decimal Classification (DDC) merupakan sistem klasifikasi
perpustakaan hasil karya Melvil Dewey (1851-1931). Dewey telah merintis sistem
klasifikasi ini ketika ia masih menjadi mahasiswa dan bekerja sebagai pustakawan
di Amherst College, Massachusetts, di sebuah negara bagian Amerika Serikat.
Karena tuntutan keadaan, terutama belum adanya sistem guna menata
buku-buku yang dimiliki perpustakaan, Dewey berusaha keras menciptakan
sistem tersebut. Pada tahun 1876, Dewey dapat menerbitkan edisi pertama dengan
judul; “Classification and Subject Index or Cataloguing, and Arranging the Books
and Pamphlets of Library”. Edisi pertama ini hanya 42 halaman dan terdiri atas 12
halaman pendahuluan, 12 halaman bagan, dan 18 halaman indeks.
Pada edisi selanjutnya, DDC terus mengalami penyempurnaan dengan
memasukkan subyek-subyek yang belum tercakup selaras dengan perkembangn
ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini telah terbit edisi XXII tahun 2003 terdiri
atas 4 jilid: Introduction, schedule 000-599, schedule 600-999 dan indeks relatif,
setebal lebih dari 3.000 halaman.
Disamping edisi lengkap, DDC juga menerbitkan edisi ringkas yang dapat
umum. Saat ini, DDC telah diterbitkan dalam bentuk terjemahan berbagai bahasa,
termasuk dalam bahasa indonesia yang sangat dikenal dalam dunia perpustakaan.
Memang banyak sistem klasifikasi di perpustakaan yang dibuat, tapi tidak
ada yang mampu bertahan selama DDC. DDC telah mampu bertahan kurang lebih
satu abad sejak diterbitkannya edisi pertama hingga sekarang. Keunggulan sistem
klasifikasi ini adalah sistematik, universal, fleksibel, lengkap, dan siap pakai
(enumerated), di samping adanya suatu badan yang mengawasi perkembangannya
dan terus mengadakan peninjauan ulang untuk penyempurnaan edisi-edisi
selanjutnya. Badan tersebut adalah The Paced Club Education Foundation dan
The Library of Congress di Amerika Serikat (Kaelani:2006).
Disamping itu keberadaannya yang enumerated, DDC juga
memungkinkan untuk pembentukan notasi yang belum tercantum dalam bagan,
baik dengan menggunakan tabel-tabel tambahan maupun mengikuti petunjuk yang
ada dalam bagan. Kelemahan DDC ini terletak pada kesan terlalu American
centris dan kurang memberi perhatian pada bidang-bidang di luar Amerika dan
Eropa Barat, seperti bidang agama, manajemen pemerintahan, dan bahasa-bahasa.
2.3.3 Unsur-unsur DDC
Adapun unsur-unsur pokok DDC ada tiga yaitu sebagai berikut:
1. Notasi
Terdiri atas serangkaian simbol berupa angka-angka yang mewakili
subjek tertentu Angka-angka itu disebut “Nomor kelas”.
2. Indeks relative indeks
Terdiri atas sejumlah tajuk subyek yang disusun menurut abjad dan
dirujuk ke nomor kelas dari subyek tersebut.
3. Tabel
Yang terdapat pada tabel pembantu digunakan untuk menyatakan
aspek-aspek tertentu yang menyertai subyek yang berbeda. Dan Di
2.3.3 Keuntungan Penggunaan DDC
Adapun berbagai keuntungan dalam menggunakan DDC yaitu sebagai
berikut :
a. Menggunakan notasi angka yang logik dan sederhana. Sehingga DDC
mudah dipahami dan diingat.
b. Sifatnya Fleksibel.
c. Memiliki lembaga yang mengawasi perkembangannya, yaitu Forest
Press Committee di Amerika Serikat, sehinga DDC selalu mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan, dengan cara melakukan revisi.
2.3.4 Prinsip-prinsip Dasar Sistematika DDC
Towa-Tairas (2002: 3) mengatakan penyusunan sistem klasifikasi yang
sistematis dan teratur didasarkan pada beberapa prinsip dasar yang berikut:
1. Prinsip dasar desimal
a. Klasifikasi Dewey membagi ilmu pengetahuan ke dalam 10 kelas utama.
Kemudian masing-masing kelas utama itu dibagi lagi kedalam 10 divisi,
dan selanjutnya masing-masing divisi diabgi lagi ke dalam 10 seksi,
sehingga dengan demikian DDC terdiri dari 10 kelas utama, 100 divisi dan
1000 seksi. Meskipun demikian, DDC masih memungkinkan diadakannya
pembagian lebih lanjut daripada seksi menjadi sub-seksi, dari sub-seksi
menjadi sub-sub seksi, dan seterusnya. Oleh karena pola perincian ilmu
pengetahuan yang berdasarkan kelipatan sepuluh inilah maka DDC disebut
Klasifikasi Persepuluhan atau klasifikasi desimal.
b. Kelas utama (main classes)
Sepuluh kelas utama diberi nomor 0,1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Akan tetapi di
dalam praktek selalu dituliskan dalam bentuk notasi dengan tiga bilangan
dan tidak boleh kurang, dimana nomor kelas utama menempati posisi
pertama. Sepuluh kelas utama tersebut biasanya dinamakan Ringkasan
000 Karya umum
100 Filsafat
200 Agama
300 Ilmu-ilmu sosial
400 Bahasa
500 Ilmu-ilmu murni
600 Ilmu-ilmu terapan (teknologi)
700 Kesenian dan olahraga
800 Kesusasteraan
900 Sejarah dan geografi
c. Divisi (divisions)
Setiap kelas utama dibagi menjadi 10 bagian yang disebut divisi. Yang
masing-masing diberi nomor urut 0 sampai dengan 9, sehingga kita
peroleh 100 divisi, yang biasanya disebut Ringkasan Kedua (Second
Summary). Notasinya terdiri dari tiga bilangan di mana nomor divisi
menempati posisi kedua. Misalnya, kelas utama teknologi (600) terdiri
dari divisi-divisi berikut:
600 Teknologi
610 Ilmu kedokteran
620 Ilmu teknik
630 Ilmu pertanian
640 Kesejahteraan rumah tangga
650 Manajemen
660 Industri dan teknologi kimia
670 Pengolahan bahan industri dalam pabrik
680 Industri-industri lain
690 Bangunan
d. Seksi (sections)
Setiap divisi dibagi lagi menjadi 10 bagian yang disebut seksi, yang juga
seksi yang biasanya disebut Ringkasan Ketiga (Third Summary).
Notasinyapun terdiri dari tiga bilangan dan nomor seksi menempati posisi
ketiga. Divisi 610 atau Ilmu kedokteran dibagi menjadi seksi-seksi berikut:
610 Ilmu kedokteran
611 Anatomi manusia
612 Fisiologi manusia
613 Ilmu kesehatan umum
614 Kesehatan masyarakat
615 Farmakologi dan ilmu obat-obatan
616 Penyakit
617 Ilmu bedah
618 Cabang ilmu kedokteran yang lain
619 Ilmu kedokteran eksperimental
e. Pembagian lebih lanjut
Sistem klasifikasi Dewey memungkinkan pembagian yang lebih lanjut atas
dasar kelipatan sepuluh (seksi menjadi seksi, seksi menjadi
sub-sub seksi, dan seterusnya) dengan menempatkan titik desimal sesudah
bilangan ketiga daripada notasi, dan menambahkan bilangan lain sebanyak
yang diperlukan sesudah titik desimal tersebut. Dengan demikian notasi
sub-seksi adalah 4 bilangan dan sub-sub seksi adalah 5 bilangan dan
seterusnya. Seksi Fisiologi manusia (612) diperinci sebagai berikut:
612 Fisiologi manusia
612.1 Darah dan peredaran darah
612.2 Pernapasan
612.3 Makanan dan metabolisme
612.4 Pencernaan makanan; kelenjar
....
....
612.8 Susunan syaraf dan alat-alat indera
612.81 Syaraf dan urat syaraf
612.83 Syaraf tulang belakang
612.84 Mata dan penglihatan
612.85 Telinga dan pendengaran
2. Prinsip dasar susunan umum-khusus
a. Dari 10 kelas utama yang ada, kelas utama yang pertama (kelas 0)
disediakan untuk karya umum yang membahas banyak subyek dan dari
banyak segi pandangan, misalnya persurat-kabaran, ensiklopedi, dan
beberapa ilmu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan pada
umumnya, seperti informasi, komunikasi dan ilmu perpustakaan. Kelas
utama 1-9 masing-masing mencakup satu jenis ilmu tertentu misalnya
Agama (200) atau sekelompok ilmu yang saling berhubungan, seperti Ilmu
sosial (300).
b. Dari 10 divisi dalam tiap kelas utama, divisi pertama (divisi 0) membahas
karya umum untuk seluruh kelas, sedangkan divisi 1-9 membahas hal-hal
yang lebih khusus:
Kelas utama 600 Teknologi
Divisi pertama 600-609 Karya umum tentang teknologi
Divisi kedua 610-619 Ilmu kedokteran (khusus)
Divisi ketiga 620-629 Ilmu teknik (khusus)
c. Dari 10 seksi dalam tiap divisi, maka seksi pertama (seksi 0) disediakan
untuk karya umum seluruh divisi, sedangkan seksi 1-9 untuk hal-hal yang
lebih khusus lagi:
Divisi 610 Ilmu kedokteran (umum)
Seksi pertama 611 Anatomi manusia(khusus)
Seksi kedua 612 Fisiologi
manusia (khusus)
Dan seterusnya.
3. Prinsip dasar disiplin
Penyusunan dan pembagian DDC terutama didasarkan pada lapangan
pengetahuan tertentu dan bukan pada subyek. Suatu subyek dapat dibahas
pada beberapa disiplin ilmu, oleh karena itu pembagian menurut subyek
adalah sekunder, dan pembagian menurut disiplin adalah primer. Sebagai
contoh, subyek perkawinan dibahas dalam beberapa disiplin:
173 Aspek etis
248 Perkawinan dalam agama Kristen
2X4.3 Hukum perkawinan Islam
306.8 Aspek sosiologis
392.5 Kebiasaan dalam perkawinan
613.9 Aspek keluarga berencana
Dsb
Dengan demikian, pemberian nomor kelas pada sebuah buku tentang
“perkawinan” tergantung pada aspek apa yang dibahas buku itu, yang berarti
buku itu termasuk disiplin tertentu.
4. Prinsip dasar hierarki
Pengertian hierarki adalah susunan suatu sistem klasifikasi dari umum ke
khusus. DDC adalah klasifikasi yang hierarki baik dalam notasi maupun
dalam relasi antar disiplin dan relasi antar subyek.
a. Hierarki dalam notasi berarti bahwa perincian lebih lanjut dari suatu subyek
atau disiplin tertentu dilakukan dengan penambahan suatu bilangan pada
notasi pokoknya, misalnya:
600 Teknologi (notasi pokok adalah 6)
630 Ilmu pertanian (notasi pokok adalah 63)
631 Teknik pertanian umum
631.3 Alat-alat pertanian : bajak, traktor,
dll.
Perlu diperhatikan bahwa pada bagan DDC perincian subyek tidak dicetak
pada satu garis lurus dari atas ke bawah, akan tetapi pada indensi yang
berlainan.
b. Centered heading (Tajuk terpusat)
Sering terjadi bahwa untuk menguraikan suatu subjek lebih lanjut kita tidak
dapat mengadakan penambahan satu bilangan (prinsip hierarki notasi) pada
suatu nomor kelas tertentu saja. Misalnya di bawah 630, Ilmu dan teknologi
pertanian, produksi beberapa hasil pertanian diberi serangkaian nomor
tertentu yaitu 633-635 dan di dalam bagian DDC dicetak di tengah-tengah
halaman (itulah sebabnya disebut centered headings) sebagai berikut:
633-635 Produksi beberapa hasil pertanian
633 Tanaman di ladang
634 Tanaman kebun, buah-buahan dan hutan.
635 Sayur-sayuran dan bunga-bungaan.
Karya komprehensif digolongkan pada 631
Karya komprehensif artinya suatu karya atau buku yang membicarakan
tentang semua aspek atau subyek dalam kelompok tertentu. Jadi pada
contoh di atas itu adalah suatu buku yang membicarakan tentang tanaman
di ladang (633), tanaman kebun dan sebagainya (634) dan sayur-sayuran
(635). Buku yang demikian itu tentu tidak dapat digolongkan pada 633 atau
634 atau 635, sehingga dianjurkan untuk digolongkan pada 631. Pada setiap
“Centered heading” selalu ditetapkan di mana karya komprehensif
digolongkan.
Dalam DDC terlihat bahwa tidak mungkin untuk mendaftarkan semua
produksi hasil pertanian hanya pada nomor 633 saja, dan untuk setiap jenis
produksi kita menambahkan satu bilangan oleh karena nomor kelasnya
2.4 Penggunaan DDC
2.4.1 Penggunaan Notasi Dasar (Enumerated)
Wiji (2010: 151) mengatakan apabila hasil analisis subyek hanya
memerlukan notasi dasar yang siap pakai (enumerated), penentuan notasi dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Kenalilah bagan klasifikasi dengan baik.
a. Hafalkan ringkasan I, yaitu kelas utama (main classes)-nya.
b. Kenali dengan baik ringkasan II (divisi).
c. Pilihlah notasi pada divisi yang paling sesuai dan periksa perincian dari
divisi (seksi-seksi) untuk memilih seksi yang paling sesuai dengan hasil
analisis subyek.
d. Jika diperlukan suatu notasi yang lebih spesifik, periksa perincian dari seksi
(notasi-notasi subseksi), dan pilihlah notasi yang paling sesuai.
2. Menggunakan indeks relatif bila diperlukan.
a. Periksalah ringkasan dari entri indeks relatif yang digunakan sebagai akses
untuk memilih istilah subyek dan notasi yang paling sesuai dengan hasil
analisis subjek.
b. Cek kembali ke dalam bagan klasifikasi, hasil pemilihan notasi melalui
indeks relatif tersebut, apakah notasi tersebut merupakan subordinasi dari
notasi yang lebih luas cakupannya; jika tidak sesuai, berarti keliru dalam
memilih notasi melalui indeks (selengkapnya, coba lihat indeks relatif pada
buku klasifikasi DDC).
2.4.2 Pembentukan Notasi
Sering suatu subyek dari hasil analisis subyek tidak cukup dicerminkan
dengan notasi dasar yang siap pakai ini sebagaimana telah tersedia dalam bagan
klasifikasi. Karenanya, perlu pembentukan notasi sesuai dengan sistem klasifikasi
DDC. Misalnya, jika suatu subyek mengandung aspek bentuk, apakah bentuk
penyajian, bentuk fisik atau intelektual, aspek bentuk tersebut sedapat mungkin
Dalam sistem klasifikasi DDC, pembentukan notasi dapat dilakukan
dengan fasilitas notasi-notasi tambahan sebagaimana yang tercantum dalam
tabel-tabel tambahan atau sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam notasi dasar,
yaitu:
Tabel 1 : Notasi Subdivisi Standar (Standar Subdivision)
Tabel 2 : Notasi Wilayah (Area Table)
Tabel 3 : Notasi Bentuk Sastra
Tabel 4 : Notasi Bentuk Bahasa
Tabel 5 : Notasi Ras, Etnis dan Kebangsaan.
Tabel 6 : Notasi Bahasa-bahasa sesuai petunjuk yang terdapat dalam
bagan DDC
2.4.5 Indeks Relatif (Relative Index)
Untuk membantu mencari notasi suatu subyek dalam DDC terdapat
‘Indeks Relatif’. Pada indeks relatif ini terdaftar sejumlah istilah yang disusun
berabjad. Istilah-istilah tersebut mengacu ke notasi yang terdapat dalam bagan.
Dalam indeks ini didaftar sinonim untuk suatu istilah, hubungan-hubungan
dengan subyek lainnya. Bila suatu subyek telah ditemukan dalam indeks relatif,
hendaklah ditentukan lebih lanjut aspek dari subyek yang bersangkutan. Cara
yang paling cepat untuk menentukan notasi suatu subyek adalah melalui indeks
relatif. Tetapi menentukan notasi hanya melalui dan berdasarkan indeks relatif
saja tidak dapat dibenarkan. Setelah suatu subyek diperoleh notasinya dalam
indeks relatif, harus diadakan pengecekan dengan notasi yang terdapat dalam
bagan. Dengan demikian dapat diketahui apakah notasi tersebut betul-betul sesuai
dengan karya yang sedang diklasifikasikan.
2.4.3 Bagan (Schedules)
Pawit (2002: 31) Klasifikasi Dewey adalah bagan klasifikasi sistem hirarki
yang menganut prinsip “desimal” untuk membagi semua bidang ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan dibagi ke dalam 9 kelas utama, yang diberi
halaman sebelumnya. Dalam DDC ini semakin khusus suatu subyek, semakin
panjang notasinya. Karena banyak angka yang ditambahkan pada notasi dasarnya.
Pembagiannya dari umum ke khusus.
Ada beberapa istilah penting dalam bagan, seperti:
1. Summary
yaitu tajuk yang agak terbatas pembagiannya.
Contoh dalam subyek Insecta (insecta) 595.7 terdapat “summary”. Pembagian
yang lebih rinci untuk masing-masing tajuk yang terdapat dalam tersebut
diperinci lebih lanjut dalam bagan (lihat bagan hal.925).
2. Formerly also
Istilah ini terdapat dalam kurung siku, yang artinya menunjukkan bahwa
subyek tersebut notasinya dulu pada .... Misal, pada notasi 297.211 terdapat
subyek “Tawhid” [formerly also 297.14]. ini berarti dulu notasinya pada
297.14 tetapi sekarang pada 297.211 (lihat bagan hal. 229). Istilah Formerly
pada prinsipnya sama dengan Istilah formerly also. Ini berarti terdapat
pemindahan lokasi notasi untuk subyek dimaksud.
Contoh notasi 003.52 Perception theory [formerly 001.534].
3. Class here
Merupakan instruksi yang berarti tempatkan di sini. Hal ini sebagai penuntun
untuk menentukan notasi suatu subyek yang mungkin tidak diduga berada di
bawah tajuk tersebut.
Contoh“advertising and public relations” mendapat notasi 659. Di bawahnya
diikuti dengan istilah ‘class here publicity’, ini berarti karya tentang ‘publicity
ditempatkan sama pada subyek Advertising and public relation (lihat bagan
hal. 352).
4. Relocated to
DDC selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, maka kemungkinan
terdapat perubahan-perubahan dalam menempatkan notasi untuk suatu subyek
sangat besar sekali. Relokasi ini dinyatakan dengan petunjuk formely also dan
Contoh 729[.9] Built-in church furniture. Kemudian diikuti dengan instruksi
Relocated to 726.529, ini berarti notasi 729.9 untuk subyek ‘built-in church
furniture’ sekarang sudah tidak digunakan lagi dan dipindahkan pada notasi
726.529 (lihat bagan hal.484)
5. Centered heading
Adakalanya suatu konsep tidak bisa dinyatakan dalam satu notasi, maka
dinyatakan dalam sederetan notasi.
Contoh untuk menyatakan subyek ‘Biography of specific classes of perseons’
dalam bagan dinyatakan pada notasi 920.1-929.9. Pada kasus seperti ini akan
terdapat tanda segitiga(>) mendahului notasi tersebut, (lihat bagan hal.703).
6. Optional number, prefer.
Merupakan pilihan atau alternatif yang dikehendaki oleh DDC.
Contoh untuk konsep‘riwayat hidup para ahli dalam disiplin ilmu tertentu’,
DDC menyarankan agar ditempatkan pada subyeknya dengan menambahkan
notasi ‘subdivisi standard’ -092 dari tabel 1 (lihat ... 702).
7. If prefered
Istilah ini merupakan penuntun bagi pemakai DDC bila menghendaki dapat
memilih salah satu alternatif. Contoh untuk konsep ‘bibliografi subyek’
notasinya 016. Bila pemakai DDC menghendaki, dapat menempatkan
bibliografi tersebut pada subyeknya.
Misal ‘Bibliografi kedokteran’ pada notasi 016.61, tetapi pemakai DDC dapat
juga menempatkan pada notasi 610.61 (lihat bagan hal. 32).
2.4.4 Tabel-tabel
Selain pembagian kelas secara desimal dengan notasi yang terdaftar dalam
bagan, DDC juga mempunyai sarana lain. Untuk membagi/memperluas subyek
lebih lanjut, yaitu dengan menyediakan sejumlah tabel pembantu atau auxiliary
tables. Notasi pada tabel-tabel tersebut hanya dapat digunakan dalam rangkaian
dengan notasi yang terdapat dalam bagan. Dengan kata lain, notasi yang terdapat
bagan. Dalam klasifikasi DDC edisi 22 terdapat 7 tabel pembantu/pelengkap,
yakni:
1. Tabel 1: Subdivisi Standar (Standard Subdivisions)
Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya dalam bagan, adakalanya perlu
dicantumkan lebih lanjut notasi tambahan “bentuk” yang diambil dari notasi
yang terdapat dalam tabel 1 (standard subdivision, hal.3-24). Tabel 1 ini
bertujuan untuk menjelaskan bentuk suatu karya, misalnya -03 adalah bentuk
kamus dan ensiklopedi. -05 adalah bentuk terbitan berkala atau majalah.
Adakalanya juga untuk menjelaskan bentuk penyajian intelektual, misal -01
untuk bentuk penyajian yang bersifat filsafat dan teori, -09 sejarah dan
geografi.
Dalam bagan terdapat 5 cara untuk penggunaan tabel 1 ini, yakni:
a. Tidak ada instruksi
b. Terdapat dalam bagan (lengkap)
c. Terdaftar sebagian
d. Ada instruksi penggunaan dua nol (00)
e. Instruksi penggunaan tiga nol (000)
2. Tabel 2: Wilayah (Geographic Areas, Historical Periods, Persons)
Adakalanya suatu subyek perlu dinyatakan aspek geografisnya (wilayah),
misal “Angkatan Laut Indonesia”. Dalam hal ini notasi subyek itu perlu
ditambahkan notasi wilayah “Indonesia” yang diambilkan dari Tabel 2. Cara
penambahan tabel 2 ini aalah sebagai berikut:
a. Tidak ada instruksi, dengan menggunakan notasi -09 (aspek geografi dari
Tabel 1).
b. Ada instruksi, adakalanya dalam bagan terdapat instruksi, biasanya berupa
instruksi dari Tabel 2. Kadangkala didahului dengan kata-kata
‘Geographical, treatment, treatment by specific continents, countries”, dan
sebagainya. Untuk geografi suatu wilayah. Dalam bagan ini hanya untuk
Misalnya “Geografi Jepang, Geografi Indonesia” dan sebagainya. Cara
pembentukannya, angka dasar geografi suatu wilayah 91- ditambahkan
dengan notasi wilayah yang diambil dari Tabel 2.
3. Tabel 3: Subdivisi Sastra (Subdivision for Individual Literatur, form Specific
Literary Forms).
Dalam klas 800 (kesusasteraan) dikenal bentuk penyajian khusus yang
disebut “subdivisi masing-masing sastra”. Misal bentuk-bentuk sastra, -1
Puisi, -2 Drama, -3 Fiksi, dan sebagainya. Notasi yang terdapat alam Tabel 3
ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar sastra. Untuk notasi dasar
suatu sastra yang berakhiran dengan angka 0 (nol), notasi dasarnya adalah
dua angka pertama saja. Notasi dasar sastra Inggris 82 bukan 820, dan
seterusnya. Cara penggunaan tabel 3 ini adalah:
a) Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap
b) Tidak terdaftar dalam bagan
4. Tabel 4: Subdivisi bahasa (Subdivisions of Individual Languages)
Dalam 400 (bahasa) dikenal subdivisi khusus bahasa yang disebut
“masing-masing bahasa” (Subdivisions of Individual Languages). Notasi yang terdapat
dalam tabel 4 ini hanya dapat ditambahkan pada notasi dasar suatu bahasa
dalam klas 400. Bila notasi suatu bahasa terdiri dari 3 angka dan berakhiran
dengan 0 (nol), notasi dasarnya hanya 2 angka pertama.
Misal notasi dasar bahasa Perancis 44- bukan 440, bahasa Itali 47- bukan
470. Cara penambahan Tabel 4 ini:
a. Terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap
b. Belum terdaftar dalam bagan
c. Kamus dua bahasa. Urutannya dengan mengutamakan bahasa yang kurang
dikenal kemudian tambahkan -3 (dari Tabel 4), menyusul notasi bahasa
yang lebih dikenal
d. Kamus banyak bahasa. Bagi kamus banyak bahasa, yaitu mencakup 3
bahasa atau lebih dimasukkan ke dalam kamus poliglot (polyglot
5. Tabel 5: Ras, Etnik, dan Kebangsaan (Racial, Ethnic, National Groups).
Adakalanya suatu subyek perlu ditambahkan aspek ras tertentu. Misal -951
Chinese -992.1 Philipines. Bila suatu subyek telah ditemukan notasinya, lalu
tambahkan dengan notasi di tabel 5, ini dilakukan bila dirasa perlu untuk
memperluas subyek yang bersangkutan.
Adapun cara penambahannya, adalah:
a) Ada perintah
b) Tidak ada perintah. Maka tambahkan notasi -089 (dari Tabel 1) kemudian
cantumkan notasi.
6. Bahasa (Languages)
Suatu subyek adakalanya perlu ditambahkan aspek bahasanya. Misal Bibel
dalam bahasa Belanda. Terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Cina, dan
sebagainya. Terlebih dahulu harus ditentukan notasi untuk subyek Bibel dan
Al-Qur’an kemudian ditambahkan dari notasi bahasa Belanda atau Cina yang
diambilkan dari Tabel 6.
Cara penggunaan Tabel 6 ini adalah:
a) Ada perintah
b) Tidak ada perintah. Tambahkan notasi -175 (aspek wilayah di mana suatu
bahasa sangat dominan, dari Tabel 2). Lalu tambahkan notasi bahasa dari
Tabel 6 ini. Contoh untuk karya Bibel di Argentina dalam bahasa Spanyol
(bahasa Spanyol sangat dominan di Argentina) mendapat notasi
220.517661.
7. Orang (Groups of Persons).
Suatu subyek adakalanya perlu diperluas notasinya dengan kelompok orang
tertentu, misal ahli kimia, penyandang cacat, dan sebagainya. Untuk itu pada
notasi subyek yang bersangkutan dapat diperluas dengan menambahkan
notasi yang terapat pada Tabel 7.
Penggunaan Tabel 7 ini adalah sebagai berikut:
a) Ditambahkan langsung
Tabel Perluasan Untuk Wilayah Indonesia
Perluasan dari Tabel Wilayah DDC, khusus yang berhubungan dengan
wilayah Indonesia (tabel 2). Buku-buku tentang Indonesia makin hari makin besar
jumlahnya. Kebutuhan untuk perluasan/penyesuaian notasi DDC untuk subyek
Indonesia sangat diperlukan, karena untuk membedakan daerah yang dibahas
dalam subyek buku. Mengenai ikhtisar pembagian daerah-daerah Indonesia kita
menggunakan pedoman yang diterbitkan oleh Pusat Pembinaan Perpustakaan Jl.
Merdeka Selatan No. 11 Jakarta, yang disusun oleh Sub Panitia Standarisasi
Perpustakaan, Panitia Teknis Perpustakaan pada Tahun Buku Internasional 1972,
dengan judul “Perluasan dan Penyesuaian Notasi untuk Beberapa Seksi dalam
DDC khusus yang berhubungan dengan Indonesia”.
1) Koperasi di Kabupaten Blitar, Nomer klasnya ---- 334.959 824 71
Koperasi --- 334 (Bagan/Skema DDC)
Kab. Blitar --- 959 824 71
2) Kota Pasuruan dalam angka, Nomer klasnya ---- 315.959 824 82
Statistik --- 315 (Bagan/Skema DDC)
Kota Pasuruan --- 959 824 82
2.4.6 Bagaimana Memakai DDC 1. Langkah-langkah persiapan
Untuk dapat memakai DDC dengan baik diperlukan ketelitian ketekunan
dan latihan. Berikut ini diberikan beberapa petunjuk yang merupakan langkah
pendahuluan dan persiapan yang harus diperhatikan sebelum anda memulai
pekerjaan mengklasir buku.
1. Untuk dapat memahami pola umum system DDC pelajarilah berturut-turut
ketiga ringkasan yang mendahului bagan DDC. Hafalkan ringkasan pertama,
yaitu sepuluh kelas utama. Pelajarilah ringkasan kedua (divisi) untuk
mendapatkan gambaran tentang pembagian steiap kelas utama, mulai dari
kelas 0 sampai dengan kelas 9. Kemudian dengan cara yang sama pelajarilah
2. Sambil mempelajari ringkasana kedua dan ringkasan ketiga periksalah juga
bagan (schedule) yang lengkap. Lakukan hal ini secara sistematis dan teratur
sehingga sedikit demi sedikit anda mendapatkan gambaran yang lebih jelas
tentang pola umum strukturnya.
3. Bacalah dengan teliti bagian pendahuluan buku ini. Banyak penjelasan pada
bagian ini yang membantu anda untuk memahami apa yang telah anda
pelajari pada kedua langkah tersebut di atas secara lebih mendalam.
4. Periksalah Tabel-tabel 1 pembantu serta petunjuk pemakainnya.
5. Pelajarilah sifat-sifat khusus dari kelas utama kesusastraan (kelas 8) dan
kelas utama karya umum (kelas 0). Pada kelas 8, susunan pembagian
kesusastraan di dasarkan pertama-tama pada disiplin, setelah itu bahasa
aslinya dan kemudian berdasarkan bentuk karya sastranya. Pada kelas 0,
susunan pembagiannya pertama-tama didasarkan pada bentuknya, kemudian
pada bahasa atau tempat. Pada semua kelas yang lain, susunanya didasarkan
pada urutan disiplin atau subyek, tempat, waktu dan bentuk publikasi.
2. Menganalisa suatu bahan pustaka
Sebelum kita dapat menempatkan suatu bahan pustaka (buku) pada kelas
atau penggolongan yang sesuai, kita perlu mengetahui lebih dahulu subyek apa
yang dibahas dalam buku itu. Sudut pandangnya yang dianut penulisannya dan
bentuk penyajiannya. Sayangnya hal itu tidak selalu mudah dilaksanakan dalam
praktek, sehingga perlu mengetahu dan mempelajari bagaimana cara membaca
buku secara teknis. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Judul buku kadang-kadang dengan mudah memberikan petunjuk tentang apa
isinya, misalnya Matematika modern, Pengantar ekonomi dan Beternak itik,
akan tetapi sering juga yang tidak jelas (bahkan membingungkan) sehingga
perlu diadakan pemeriksaaan lebih lanjut. Buku dengan judul seperti habis
gelap terbitlah terang, pending emas, small is beautiful, Asian drama atau
one thousand day tidak dapat kita tentukan subyeknya begitu saja tanpa
misalnya judul tambahan, judul seri dan melalui cara-cara yang disebutkan
di bawah ini.
2. Daftar isi sebuah buku, apalagi yang cukup terperinci biasanya merupakan
petunjuk yang dapat dipercaya tentang subyek buku itu.
3. Apabila dari daftar isi tidak jelas, atau tidak ada daftar isi, bibliografi atau
sumber yang dipakai untuk menyusun buku itu dapat memberikan petunjuk
yang bermanfaat.
4. Bacalah sepintas lalu kata pengantar atau pendahuluan buku itu yang
biasanya memberikan informasi tentang sudut pandang penulis tentang
subyeknya, ruang lingkup persoalannya, untuk pembaca yang bagaimana
buku itu ditulis dan keterangan lain yang berguna untuk mengklasirnya.
5. Apabila keempat langkah tersebut di atas belum memadai untuk menentukan
subyek buku itu, maka kita terpaksa harus membaca sebagian teks buku itu
atau mencari sumber informasi lain seperti bibliografi catalog penerbit,
timbangan buku pada majalah ilmiah dan buku referens lainnya, bahkan
meminta pertolongan dari orang yang ahli.
Disamping itu masih ada kesulitan lain lagi di dalam menentukan subyek
sebuah buku secara tepat oleh karena:
a. Di dalam kenyataan banyak pengarang yang membahas dua subyek atau
lebih dalam sebuah buku.
b. Sering pula ada buku yang membahas dua aspek atau lebih dari satu subyek,
yang berarti kita harus berurusan dengan lebih dari satu disiplin ilmu.
c. Makin lama makin banyak buku yang masalahnya di tinjau dari atau
mencakup berbagai ilmu sehingga merupakan karya interdisipliner dan
kecenderungan ini menambah sulitnya tugas untuk mengklasirnya.
Oleh karena itu pada bagian berikut ini diberikan beberapa petunjuk umum
untuk mengklasirkan bahan pustaka, di mana tercakup jawaban terhadap
3. Beberapa petunjuk umum untuk menggolongkan bahan pustaka.
1. Kecuali untuk kesusastraan golongkan suatu buku pertama menurut
subyeknya kemudian menurut bentuknya atau aspeknya.
Misalnya Kamus koperasi 334.03 (334 adalah koperasi-03 kamus); Sejarah
ilmu kedokteran 610.9 (61 adalah kedokteran,-09 sejarah)
2. Golongkan sebuah buku sesuai dengan apa yang menjadi maksud dan
tujuan pengarangnya. Misalnya pengaruh kesusatraan belanda pada
angkatan pujangga baru Indonesia (810) bukan pada kesusatraan belanda
(839.3)
3. Golongkan sebuah buku berdasarkan subyek yang paling spesifik dan
bukan pada subyek yang lebih luas. Misalnya buku tentang ilmu ukur pada
516, bukan pada 510 yang adalah subyek yang luas matematika.
4. Apabila sebuah buku dapat ditempatkan pada dua nomor kelas yang
sama-sama tempatnya, golongkan buku itu pada golongan yang paling
bermanfaat bagi pemakai perpustakaan anda. Misalnya, bagi perpustakaan
fakultas kedokteran bibliografi kedokteran akan lebih bermanfaat
ditempatkan pada 610.16, sedangkan bagi perpustakaan umum sebaiknya
ditempatkan pada 016.61
5. Apabila sebuah buku membahas dua subyek yang saling berhubungan,
golongkan pada subyek yang paling banyak mendapat tekanan dalam
uraianya. Misalnya pengaruh komunisme pada gereja roma katolik,
digolongkan pada 282 bila uraiannya lebih ditekankan pada gereja roma
katolik,bukan pada 320.5 ideologi politik termasuk komunisme.
6. Apabila sebuah buku membahas dua subyek yang tidak saling
berhubungan:
a. Golongkan pada subyek yang lebih banyak diruaikan
b. Bila uraiannya sama banyak, golongkan pada subyek yang lebih dulu
diuraikan dalam buku, atau
c. Pada subyek yang lebih dulu disebutkan dalam bagan DDC, misalnya
buku tentang hukum (340) dan politik (320) digolongkan pada politik
Dokumen terkait
BAB III PENGADAAN BAHAN PUSTAKA PADA PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA 3.1.Sejarah Singkat Perpustakaan UMSU ………...……….. Koleksi
Cara mengklasir buku menggunakan DDC yang paling kompleks dan sepesifik dengan langkah-langkah pada analisis subyek, kata pengantar, daftar isi.Hambatan-hambatan sistem
3. Q :Apakah perpustakaan USU memliki pedoman dalam menyiangi bahan pustaka? Jika ada pedoman apa yang dipakai? Pedoman penyiangan yang dipakai adalah
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.. Prytherch,
Dengan proses digitalisasi yang dilakukan pada perpustakaan FK UMSU , Digitalisasi yang di maksud adalah proses pemindahan bahan pustaka yang semulanya tercetak diubah
Menurut tabel 7 diketahui yaitu nomor klasifikasi yang mempunyai ketidaksesuaian tertinggi terdapat di kelas 300, kemudian kelas tersebut dibagi menjadi 3 divisi
pustaka sehingga dapat memenuhi bahan pustaka yang diminati oleh pengunjungnya, selain itu juga dalam menghimpun bahan pustaka untuk dijadikan koleksi perpustakaan harus mengacu
Adapun konsekuensi hukum: Kosekuensi hukum bagi pelaku usaha yang melakukan pencatuman label halal pada produk yang tidak sah dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999