• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas Hasil Padi Hibrida Varietas Hipa 7 dan Hipa 8 dan Ketahanannya terhadap Hawar Daun Bakteri dan Tungro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Stabilitas Hasil Padi Hibrida Varietas Hipa 7 dan Hipa 8 dan Ketahanannya terhadap Hawar Daun Bakteri dan Tungro"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Stabilitas Hasil Padi Hibrida Varietas Hipa 7 dan Hipa 8 dan

Ketahanannya terhadap Hawar Daun Bakteri dan Tungro

Satoto, Y. Widyastuti, I. A. Rumanti dan Sudibyo TWU Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat

ABSTRACT. Yield Stability and Resistance to Bacterial Leaf Blight and Tungro of Hybrid Rice Varieties Hipa 7 and Hipa 8.

Field trials were carried out to evaluate the yield potential and grain quality of seven rice hybrids, including Hipa 7 and Hipa 8, and their responses to BLB diseases. The hybrids were tested in ten locations, namely at four locations during the wet season of 2007/ 2008 (Klaten, Boyolali, Jember, and Banyuwangi) and at six locations during the dry season of 2008 (Batang, Grobogan, Subang, Jember, Banyuwangi, and Subang). In each location the experiment was arranged in a randomized complete design with three replications. Data on grain yield was collected and then was converted into grain yield per hectare. Combined analyses was compiled for all test locations. The resistance of the hybrids to brown plant hopper, bacterial leaf blight, and tungro were tested in the laboratory and screen house of the Indonesian Center for Rice Research. Results of the study showed that across locations Hipa 7 and Hipa 8 yielded 7.63 t/ha and 7.68 t/ha, respectively, which were 11% higher than that of inbred variety Ciherang. The highest yield of Hipa 7 was 11.42 t/ha, while that of Hipa 8 was 10.40 t/ha. Based on the yield stability analysis, Hipa 7 and Hipa 8 were found adapted to all test locations, suggesting that these hybrids are suitable for diverse ecosystems. Hipa 7 was resistant to tungro virus, susceptible to brown planthopper biotype 3, and moderately susceptible to Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) pathotype IV and VIII. Hipa 8 was moderately resistant to tungro virus, moderately resistant to Xoo pathotype IV, moderately susceptible to Xoo pathotype VIII, and susceptible to brown planthopper biotype 3. Hipa7 and Hipa8 had 22% and 23% amylose content, respectively, with soft rice texture. Head grain rice percentage of Hipa 7 and Hipa 8 was 90.81% and 84.81%, respectively. The grain milling recovery of both hybrids were also high, up to 80.87% for Hipa 7 and 78.60% for Hipa 8. The hybrids are expected to be more readily adopted by farmers and accepted by consumers.

Keywords: Hybrid rice, yield potential, tungro, bacterial leaf blight, brown planthopper

ABSTRAK. Pengembangan padi hibrida diharapkan mampu

meningkatkan pendapatan petani dan produksi beras nasional, karena daya hasil padi hibrida lebih tinggi daripada padi inbrida. Padi hibrida yang berkembang di Indonesia dilaporkan rentan terhadap hama dan penyakit. Penelitian dilakukan terhadap 7 padi hibrida, termasuk Hipa 7 dan Hipa 8 untuk mengevaluasi daya hasil, ketahanan terhadap hama penyakit utama, dan mutu beras. Pengujian dilakukan di 10 lokasi, yaitu empat lokasi (Klaten, Boyolali, Jember, dan Banyuwangi) pada musim hujan 2007/2008, dan enam lokasi lain (Batang, Grobogan, Subang, Jember, Banyuwangi, dan Subang) pada musim kemarau 2008. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Hasil gabah per plot diamati dan dikonversi ke bobot gabah kering giling per hektar. Analisis kombinasi antarlokasi pengujian dilakukan. Ketahanan padi hibrida terhadap wereng batang coklat, hawar daun bakteri, dan tungro diuji di laboratorium, rumah kaca, dan rumah kasa di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Hipa 7 dan Hipa 8 memberikan hasil rata-rata berturut-turut 7,63 t/ ha dan 7,68 t/ha atau 11% lebih tinggi daripada varietas Ciherang. Hasil tertinggi Hipa 7 mencapai 11,42 t/ha, sedangkan Hipa 8 mencapai 10,40 t/ha. Berdasarkan analisis stabilitas hasil, Hipa 7 dan Hipa 8 mampu beradaptasi dengan baik di semua lokasi pengujian. Hal ini berarti kedua hibrida dapat dikembangkan pada ekosistem yang luas. Hipa 7 bereaksi tahan terhadap virus tungro, tetapi rentan terhadap wereng batang coklat biotipe 3 dan agak rentan terhadap Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) patotipe IV dan VIII. Hipa 8 agak tahan virus tungro, agak tahan terhadap Xoo patotipe IV, agak rentan terhadap Xoo patotipe VIII, dan rentan terhadap wereng batang coklat biotipe 3. Hipa 7 dan Hipa 8 mempunyai kandungan amilosa berturut-turut 22% dan 23% dengan tekstur nasi pulen. Beras kepala Hipa 7 dan Hipa 8 berturut-turut sebesar 90,1% dand 84,8%. Rendemen beras pecah kulit kedua hibrida juga tinggi, 80,9% pada Hipa 7 dan 78,6% pada Hipa 8. Berdasarkan keunggulan tersebut kedua hibrida ini potensial diadopsi petani dan diterima konsumen.

Kata kunci: Padi hibrida, potensi hasil, tungro, hawar daun bakteri, wereng batang coklat

H

asil padi hibrida pada petak percobaan umum-nya tinggi, melebihi varietas inbrida. Namun di lahan petani, hasil varietas hibrida tidak selalu lebih tinggi daripada varietas unggul inbrida. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beragamnya cara budi daya dan varietas hibrida nampaknya memberikan respon yang berbeda terhadap lingkungan yang beragam. Interaksi antara genotype dengan lingkungan yang besar pada varietas hibrida menunjukkan bahwa padi hibrida mempunyai ‘adaptasi spesifik’, khususnya terhadap lingkungan optimal.

Ada tidaknya interaksi genotype x lingkungan antarvarietas hibrida dapat dideteksi melalui analisis stabilitas hasil menggunakan teknik regresi seperti yang diungkapkan oleh Eberhart dan Russel (1966) serta Chahal dan Gozal (2006). Dengan menggunakan teknik regresi, suatu varietas hibrida dapat diketahui stabilitas-nya, relatif dibandingkan dengan varietas hibrida lainnya. Walaupun interpretasi stabilitas menggunakan dasar analisis regresi dapat berbeda-beda, secara umum varietas disebut stabil apabila nilai koefisien regresi tidak berbeda dari b = 1, dan simpangan baku regresi tidak berbeda nyata dengan nol. Hal ini bermakna bahwa varietas yang stabil adalah varietas yang memberikan respon hasil gabah secara linier terhadap kualitas atau produktivitas lingkungannya.

(2)

Analisis stabilitas hasil gabah sudah banyak dilaku-kan pada berbagai tanaman, seperti pada jagung (Azrai

et al. 2006), kacang-kacangan (Trustinah et al. 2006),

dan padi beras merah (Aryana 2009).

Informasi tentang tingkat stabilitas hasil padi varietas hibrida penting untuk diketahui, selain untuk mengetahui respon varietas yang bersangkutan terhadap lingkungan juga mengantisipasi lingkungan tertentu yang kurang sesuai. Pada lingkungan yang dinilai kurang sesuai, hibrida yang bersangkutan sebaiknya tidak dianjurkan untuk ditanam.

Analisis stabilitas hasil varietas pada lingkungan yang beragam dapat dilakukan dengan berbagai teknik, seperti teknik regresi Eberhart dan Russell (1966), Singh dan Chaudary (1988, Finlay dan Wilcinson (1963); teknik AMMI (Hadi dan Sa’diyah 2004); ranking-consistancy (Sumarno 1997). Masing-masing metode memiliki kekuatan dan kelemahan. Teknik regresi memberikan informasi praktis tentang adaptasi suatu varietas terhadap lingkungan, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi produktivitasnya pada lingkungan tertentu. Teknik regresi juga dapat memperkirakan hasil varietas tertentu di suatu lingkungan dibandingkan dengan hasil varietas standar yang biasa ditanam. Berbagai informasi adaptabilitas varietas juga dapat diperoleh dari analisis regresi stabilitas, seperti (1) adaptasi terhadap lingkungan kurang subur atau bermasalah; (2) adaptasi terhadap lingkungan yang beragam; (3) adaptasi terhadap lingkungan subur atau lingkungan produktif; dan (4) adaptif terhadap lingkungan yang kurang optimal. Informasi tersebut berguna bagi para penyuluh dan petani dalam menentukan pilihan terhadap banyak varietas. Interpretasi dari hasil analisis menggunakan teknik regresi juga mudah dipahami dan merupakan pendekatan agronomis-statistis, yang sangat berbeda dari teknik biplot atau AMMI yang lebih bersifat statistis. Kelemahan analisis stabilitas menggunakan teknik regresi adalah adanya faktor confounding, yaitu indeks lingkungan sebagai peubah tak bebas dibuat berdasarkan data varietas yang bersangkutan (peubah bebas), sehingga persyaratan regresi peubah bebas pada peubah tak bebas (regression of independent on

dependent variables) tidak sepenuhnya terpenuhi.

Teknik regresi juga menggunakan peubah yang sama antara peubah tak bebas dan peubah bebas (regresi hasil pada hasil). Kelemahan ini sebenarnya dapat diatasi dengan membuat nilai indeks lingkungan yang berasal dari data di luar percobaan pada musim yang sama, namun metode ini belum pernah dilakukan.

Padi hibrida dilaporkan dapat berkembang dengan baik pada lahan-lahan bermasalah karena adanya efek homeostatis. Aktivitas perakaran yang lebih baik, area dan efisiensi fotosintesis yang lebih besar, dan distribusi

asimilat yang lebih efektif menyebabkan produktivitas harian hibrida menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan inbrida. Hal ini menyebabkan petani di Asia tertarik menggunakan hibrida untuk diversifikasi tanaman guna meningkatkan pendapatan mereka (Yuan et al. 2003).

Di Indonesia, penelitian padi hibrida dimulai sejak tahun 1983 dan beberapa hasil penelitian telah dipublikasi (Suprihatno et al. 1988; Satoto et al. 1994; Satoto dan Suprihatno 1996; Satoto dan Suprihatno 1998; Suprihatno et al. 1998). Varietas hibrida yang telah dihasilkan dari penelitian terdahulu seperti Maro, Rokan, dan Hipa 6 Jete rentan terhadap hama wereng batang coklat (WBC), penyakit hawar daun bakteri (HDB), dan tungro, sehingga daerah pengembangannya menjadi terbatas. Kelemahan tersebut diwarisi dari tetua-tetua hibrida, baik GMJ maupun restorer. Jika tetua-tetua padi hibrida tahan terhadap hama-penyakit dapat dibentuk dan tetua-tetua yang telah ada dapat diperbaiki ketahanannya, maka varietas padi hibrida yang tahan hama dan penyakit dapat dirakit. Penyediaan varietas padi hibrida tahan hama dan penyakit utama akan mengurangi risiko kerugian hasil dan memperluas daerah anjuran budi daya padi hibrida. Perbaikan galur tetua menunjukkan hasil yang cukup baik, seperti perbaikan galur tetua untuk sifat ketahanan terhadap HDB (Triny et al. 2006), ketahanan terhadap WBC (Arifin

et al. 2010), dan ketahanan terhadap tungro (Satoto dan

Widiarta 2007). Kombinasi-kombinasi padi hibrida yang telah sampai pada uji daya hasil lanjutan sampai saat ini sudah menunjukkan keunggulan potensi hasil dibandingkan dengan varietas Maro, Rokan, Hipa 3, dan Hipa 4, demikian juga dalam hal ketahanan terhadap hama dan penyakit dan mutu beras.

Daya hasil, ketahanan terhadap hama penyakit, dan kualitas beras varietas hibrida perlu diuji di beberapa lokasi pada musim yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui stabilitas hasil dan karakter penting hibrida pada lokasi dan musim berbeda. Informasi ini diperlukan pula untuk mendukung komersialisasi dan penyusunan rekomendasi penggunaan padi hibrida oleh petani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi daya hasil, mengetahui kualitas beras, dan ketahanan varietas hibrida Hipa 7 dan Hipa 8 terhadap hama WBC, penyakit HDB, dan penyakit virus tungro.

BAHAN DAN METODE

Uji multilokasi dilaksanakan pada musim hujan (MH) 2007/2008 dan musim kemarau (MK) 2008. Pengujian pada MH 2007/2008 dilaksanakan di empat lokasi, yaitu Klaten-1, Boyolali, Jember-2, dan Banyuwangi-2,

(3)

sedangkan pengujian pada MK 2008 dilaksanakan di 6 lokasi, yaitu Batang, Grobogan, Subang-1, Jember-3, Banyuwangi-, dan Subang-2. Bahan percobaan berupa 11 genotipe padi yang terdiri atas tujuh padi hibrida dan empat varietas pembanding. Padi hibrida yang diuji adalah XR3702, XR5594, XR6591, XR6592, dan XR6793 dari PT DuPont, serta Hipa 7 dan Hipa 8 rakitan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Varietas pembanding adalah Intani-2 dan PP1 (varietas pembanding hibrida) serta Ciherang dan IR64 (varietas pembanding inbrida). Pengujian menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Data hasil gabah kering giling (GKG) digunakan sebagai bahan analisis gabungan semua lokasi pengujian menggunakan model statistik yang dikemukakan Baihaki (2000).

Luas petak percobaan pada tiap lokasi adalah 5 m x 4 m, jarak tanam 20 cm x 20 cm, satu bibit per rumpun. Bibit yang digunakan berumur 21 hari setelah semai (HSS). Dosis pupuk 270 kg/ha urea + 135 kg/ha SP36 + 100 kg/ha KCl. Urea diaplikasikan tiga kali, yaitu pada saat tanam, 2 minggu setelah tanam (MST), dan 6 MST, masing-masing sebanyak 90 kg/ha. Bersamaan dengan aplikasi pupuk urea pertama, diberikan pula seluruh pupuk SP36 dan 80 kg/ha KCl. Bersamaan dengan pemberian pupuk urea ketiga, diaplikasikan sisa pupuk KCl yaitu sebanyak 20 kg/ha. Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur tujuh hari setelah tanam (HST).

Pengamatan dilakukan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, jumlah gabah total, umur 50% berbunga, umur panen, bobot 1.000 butir, gabah isi, dan hasil gabah. Data dianalisis menggunakan metode sidik ragam. Jika terjadi perbedaan yang nyata dari genotipe yang diuji, analisis dilanjutkan dengan uji beda terkecil (BNT).

Uji ketahanan padi hibrida terhadap hama penyakit meliputi hama wereng batang coklat (WBC) biotipe 3, penyakit hawar daun bakteri, dan virus tungro. Pengujian dilakukan di BB Padi di Sukamandi sejak awal November 2007 hingga April 2008. Pada uji ketahanan terhadap WBC digunakan tujuh varietas diferensial, yaitu TN1, Mudgo, ASD7, Rathu Heenati, Babawee, Pokhali, dan PTB33. Setiap genotipe disemai sebanyak 25 biji. Di baris pinggir ditempatkan varietas TN1 yang rentan untuk menjaga kemungkinan menghindar dari serangan wereng coklat. Varietas diferensial tahan ditempatkan di baris tengah sebagai fokus tekanan wereng coklat, sedangkan galur dan varietas lain ditempatkan secara acak di antara varietas rentan. Infestasi WBC dilakukan pada hari ketujuh setelah semai menggunakan nimfa WBC instar 2-3 setara dengan 8 ekor/bibit. Oleh karena itu, jumlah nimfa yang diinfestasikan bergantung pada

banyaknya varietas dan batang/bibit padi. Skoring kerusakan dilakukan 7-10 hari setelah infestasi (HSI) atau pada saat 90% varietas pembanding rentan TN1telah mati. Pemberian skor didasarkan pada SES IRRI (1996). Pengujian ketahanan terhadap virus tungro dilakukan dengan cara menginfestasikan wereng hijau yang sudah mengandung virus pada genotipe yang diuji. Setiap genotipe diinfestasi wereng hijau sebanyak dua ekor/ batang. Setiap galur/varietas yang diuji ditanam dalam dua baris yang terdiri atas 10 bibit/baris, kemudian di antaranya ditanam varietas TN1 sebagai pembanding rentan dan Utri Merah sebagai pembanding tahan. Pengamatan terhadap ketahanan tungro dilakukan pada umur dua dan tiga minggu setelah inokulasi (MSI). Pengamatan insiden penyakit tungro dilakukan pada semua rumpun tanaman, sedangkan tingkat keparahan penyakit dievaluasi menggunakan SES IRRI (1996).

Pengujian ketahanan hibrida terhadap HDB dilakukan pada pesemaian dan saat tanaman berumur 60 hari. Skrining terhadap hawar daun bakteri meng-gunakan inokulasi buatan dengan cara menggunting daun, sebelumnya gunting dicelupkan ke dalam larutan 109/l bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe

IV dan VIII. Inokulum setiap patotipe Xoo diinokulasikan pada sembilan rumpun tanaman. Pada setiap rumpun diinokulasi lima daun sehingga terdapat 45 daun contoh. Sebagai varietas pembanding rentan digunakan varietas lR64, sedangkan untuk pembanding tahan digunakan Angke dan Code. Pengamatan keparahan penyakit dilakukan pada 2 MSI menggunakan skala SES IRRI (1996).

Dari aspek kualitas beras, dianalisis dilakukan terhadap rendemen dan sifat kimiawi beras. Analisis rendemen beras pecah kulit dan beras kepala dilakukan di laboratorium menggunakan mesin giling berukuran kecil. Sifat kimiawi beras yang diamati berupa kandungan amilosa. Kadar amilosa dianalisis dengan metode Iodofotometri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis gabungan untuk hasil gabah padi hibrida dari 10 lokasi pengujian memperlihatkan pengaruh interaksi nyata antarlokasi (Tabel 1). Nilai kuadrat tengah interaksi lokasi x varietas hibrida lebih kecil dibanding-kan dengan pengaruh lokasi atau pengaruh varietas hibrida. Hal ini berarti hasil varietas hibrida lebih banyak ditentukan oleh produktivitas lahan, dibandingkan dengan pengaruh interaksi lokasi x hibrida, sehingga hasil gabah bervariasi antarlokasi. Interaksi lokasi dengan varietas hibrida berarti kemampuan suatu hibrida dalam memberikan hasil tinggi atau

(4)

meng-ekspresikan efek heterosisnya beragam dan di-pengaruhi oleh lingkungan tumbuh.

Pada 10 lokasi tersebut, Hipa 7 dan Hipa 8 memberi-kan rata-rata hasil lebih tinggi dibanding rata-rata hasil seluruh hibrida yang diuji dan varietas pembanding, dan nyata lebih tinggi dari Ciherang dan Intani-2. Hipa 7 dan XR3702 memberi hasil 11% lebih tinggi dari Ciherang, 9% lebih tinggi dari Intani-2, 3% lebih tinggi dari PP1, dan 5% lebih tinggi dari IR64. Hipa 8 memberikan hasil lebih tinggi berturut-turut 11% dari Ciherang, 10% dari Intani-2, 4% dari PP1, dan 6% dari IR64. Disusul oleh XR5594 yang memberikan hasil lebih tinggi berturut-turut 9% dari Ciherang, 7% dari Intani-2, 2% dari PP1, dan 4% dari IR64. Genotipe XR6591, XR6592, dan XR6793 memberi hasil

lebih rendah dari seluruh varietas pembanding (Tabel 2 dan 3).

Pendekatan pemuliaan untuk memilih genotipe berdaya hasil tinggi ditentukan oleh tujuan perakitan varietas, yaitu varietas spesifik lingkungan atau varietas yang stabil dan beradaptasi pada lingkungan yang luas. Berdasarkan pendekatan tersebut dilakukan analisis stabilitas hasil dari 10 lokasi pengujian untuk mengetahui daya adaptasi hibrida yang diuji (Tabel 4).

Hipa 7 dan Hipa 8 memberilkan hasil rata-rata yang lebih tinggi dari rata-rata umum (7,22 t/ha). XR3702, XR5594, Hipa 7 dan Hipa 8 cenderung memiliki stabilitas umum yang baik karena nilai koefisien regresinya tidak berbeda nyata dengan 1, dan rata-rata hasilnya lebih tinggi dari rata-rata umum (Tabel 4). Hal ini meng-indikasikan bahwa kedua hibrida tersebut mempunyai kemampuan untuk beradaptasi di areal pertanaman yang beragam.

Menurut Chahal dan Gosal (2006), genotipe dengan nilai βi yang tidak berbeda nyata dengan satu dan hasilnya lebih tinggi dari rata-rata hasil seluruh genotipe yang diuji, berpeluang untuk beradaptasi dengan baik pada semua lingkungan. Genotipe dengan nilai βi > 1 dengan hasil yang lebih tinggi dari rata-rata umum akan beradaptasi baik pada lingkungan yang lebih produktif, sedangkan genotipe dengan nilai βi < 1 dengan hasil panen yang lebih tinggi dari rata-rata umum (grand

mean) akan beradaptasi baik pada lingkungan marginal.

Tabel 1. Analisis gabungan hasil gabah tujuh hibrida dan empat varietas pembanding di sepuluh lokasi pada MH 2007/2008 dan MK 2008.

Sumber keragaman Nilai kuadrat tengah

Lokasi 78,03**

Ulangan (lokasi) 1,16**

Genotipe 4,27**

Lokasi x genotipe 1,37**

KK (%) = 9,0

** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji F α 0,05 Lokasi MH: Klaten-1, Boyolali, Jember-2, dan Banyuwangi-2;

MK: Batang, Grobogan, Subang-1, Jember-3, Banyuwangi-3, dan Subang-2.

Tabel 2. Rata-rata hasil gabah padi hibrida di sepuluh lokasi pada MH 2007/2008 dan MK 2008. Hasil gabah kering giling (t/ha)

Hibrida/varietas Musim hujan 2007/2008 Musim kemarau 2008 Rata-rata Klaten Boyolali Jember Banyu- Batang Grobogan Subang-1 Jember Banyu- Subang-2

wangi wangi XR3702 6,71ac 7,45ac 11,02ac 8,28 7,70abd 8,34 9,47 4,94 5,06 7,46b 7,65ab XR5594 6,17c 7,50ac 10,91ac 8,12 7,45ab 8,19 8,16 5,35 5,89 7,36b 7,52a XR6591 6,85ac 6,42 9,09 8,18 4,54 6,97 7,76 4,70 5,72 7,19b 6,75 XR6592 5,53 6,10 7,77 8,26 6,71b 6,90 9,11 4,80 4,91 6,56b 6,66 XR6793 5,98c 6,82 9,10 8,10 6,91b 7,29 9,06 4,67 5,18 6,70b 6,99 Hipa 7 6,18c 6,92 11,42ac 9,89 6,60b 7,63 8,55 5,55 5,82 7,75ab 7,63ab Hipa 8 6,95ac 6,77 10,40c 9,98 6,64b 9,23abd 8,49 5,33 5,93 7,10b 7,68ab IR64 6,23 6,98 10,61 8,97 6,44 7,36 7,90 5,26 5,77 6,96 7,25 Ciherang 5,75 6,25 9,77 8,60 5,72 7,48 8,01 4,74 5,67 6,86 6,89 Intani-2 6,42 7,40ac 10,30 9,42 5,02 7,50 9,10 4,97 5,90 5,02 7,01 PP1 4,95 6,28 9,26 8,89 7,16 9,67 8,35 5,60 6,43 7,39 7,40 Rata-rata 6,16 6,81 9,97 8,79 6,44 7,87 8,54 5,08 5,66 6,94 7,22 CV (%) 8,4 6,9 6,2 9,0 14,1 10,0 12,9 11,7 8,4 6,9 9,02 LSD 5% 0,9 0,8 1,0 1,3 1,2 1,4 2,0 1,0 0,8 0,8 0,58

a = Nyata lebih tinggi dari Ciherang, pada uji BNT 5% b = Nyata lebih tinggi dari Intani-2 pada uji BNT 5% c = Nyata lebih tinggi dari PP1 pada uji BNT 5% d = Nyata lebih tinggi dari IR64 pada uji BNT 5%

(5)

Tabel 4. Stabilitas rata-rata hasil GKG 7 hibrida di 10 lokasi pada dua musim tanam (MH 2007/2008 dan MK 2008).

Hibrida/varietas Hasil GKG βi Sd

(t/ha) XR3702 7,65 1,1419 0,6982 XR5594 7,52 0,9701 0,4913 XR6591 6,75 0,9172 0,8202 XR6592 6,66 0,8898 0,7266 XR6793 6,99 0,8673 0,6077 Hipa 7 7,63 1,2732 0,5716 Hipa 8 7,68 1,0737 0,4234 IR64 7,25 0,9735 0,6004 Ciherang 6,89 1,0244 0,5379 Intani-2 7,01 1,0084 0,8934 PP1 7,40 0,8605 0,7453

βi = koefisien regresi Sd = simpangan baku Kriteria test = 0.9085-1.0775

Tabel 5. Hasil uji ketahanan terhadap WBC biotipe 3.

Hibrida/varietas Nilai Kriteria

XR3702 7 AR XR5594 7 AR XR6591 7 AR XR6592 7 AR XR6793 7 AR Hipa 7 7 AR Hipa 8 9 R IR 64 5 AT Ciherang 5 AT Intani 2 7 AR PP1 6 AR TN 1 9 R Mudgo 7 AR ASD 7 7 AR Rathu Heenati 3 T Babawee 7 AR Pokali 3 T PTB 33 3 T

0-1 Sangat tahan (ST), >1-3 Tahan (T), >3-5 Agak tahan (AT), >5-7 Agak rentan (AR), >7-9 Rentan (R)

Tabel 6. Hasil uji ketahanan terhadap penyakit tungro.

Hibrida/varietas Nilai Kriteria

XR3702 7 R XR5594 6 AR XR6591 7.5 R XR6592 5.5 AR XR6793 7 R Hipa 7 3 T Hipa 8 5 AT IR64 7 R Ciherang 6.5 AR Intani 2 6 AR PP1 6 AR

0-1 Sangat tahan (ST); >1-3 Tahan (T); >3-5 Agak tahan (AT); >5-7 Agak rentan (AR); >7-9 Rentan (R)

Hasil uji ketahanan hibrida Hipa 7 dan seluruh genotipe dengan kode XR menunjukkan bahwa keenam hibrida tersebut bereaksi agak rentan terhadap WBC biotipe 3. Hipa 8 termasuk rentan terhadap WBC biotipe 3. Ketahanan hibrida-hibrida tersebut sama dengan dua varietas hibrida pembandingnya, Intani 2 dan PPI (Tabel 5).

Hipa 7 dan Hipa 8 memiliki ketahanan lebih baik terhadap tungro, masing-masing tahan dan agak tahan dibandingkan dengan Ciherang, Intani-2, dan PP1 yang bereaksi agak rentan (Tabel 6). Lima hibrida lainnya bereaksi agak rentan hingga rentan terhadap penyakit tungro.

Hasil pengujian memperlihatkan bahwa Hipa 7, XR3702, XR5594, dan XR6591 bereaksi agak rentan terhadap HDB patotipe IV (Tabel 7). Tingkat ketahanan-nya sama dengan PP1, tetapi sedikit lebih baik daripada Ciherang dan Intani-2 yang rentan dan IR64 yang sangat rentan. Hipa 8 agak tahan terhadap HDB patotipe IV. Seluruh genotipe bereaksi agak rentan terhadap HDB patotipe VIII dan sedikit lebih baik dibandingkan dengan Ciherang, Intani-2, dan IR64 (Tabel 7).

Dari aspek mutu gabah dan beras, Hipa 7 memiliki rendemen beras pecah kulit dan giling lebih tinggi dibanding keempat varietas pembanding, tetapi persentase beras kepala Hipa 7 lebih tinggi dari Intani-2, PP1, dan IR64 (Tabel 8).

Tabel 3. Perbedaan hasil 7 padi hibrida dengan empat varietas pembanding di 10 lokasi pada dua musim tanam MH 2007/ 2008 dan MK 2008.

Perbedaan hasil GKG (%) dengan varietas Hibrida/

varietas Ciherang Intani-2 PP1 IR64

XR3702 11 9 3 6 XR5594 9 7 2 4 XR6591 -2 -4 -9 -7 XR6592 -3 -5 -10 -8 XR6793 1 0 -6 -4 Hipa 7 11 9 3 5 Hipa 8 11 10 4 6 IR64 5 3 -2 0 Ciherang 0 -2 -7 -5 Intani-2 2 0 -5 -3 PP1 7 5 0 2

+ = lebih tinggi daripada varietas pembanding pada kolom yang sama,

- = lebih rendah daripada varietas pembanding pada kolom yang sama

(6)

Kadar amilosa hibrida Hipa 7 lebih tinggi dari Intani-2 dan lebih rendah dari Ciherang, PP1, dan IR64. Hibrida Hipa 8 memiliki rendemen beras pecah kulit lebih tinggi dari IR64, rendemen beras giling dan beras kepala Hipa 8 lebih tinggi dibanding Intani-2 dan PP1. Kadar amilosa Hipa 8 relatif lebih tinggi dari Ciherang, Intani-2, dan PP1 serta lebih rendah dari IR64.

Keseluruhan data menunjukkan bahwa Hipa 7 dan Hipa 8 menghasilkan gabah yang lebih banyak dibandingkan dengan hibrida-hibrida pembanding. Hipa 7 menghasilkan 7,63 t/ha GKG, dengan potensi hasil mencapai 11,42 t/ha. Hipa 8 menghasilkan 7,68 t/ha gabah kering giling dengan hasil tertinggi 10,4 t/ha. Hasil yang tinggi terutama disebabkan karena kedua hibrida memiliki jumlah anakan produktif yang banyak, malai panjang, jumlah gabah isi per malai rata-rata lebih dari 180 butir, dan bobot 1.000 butir sekitar 29 g. Hipa 7 dan Hipa 8 juga tahan terhadap penyakit tungro. Hipa 8 bereaksi agak tahan terhadap penyakit HDB patotipe IV. Namun, kedua hibrida masih rentan terhadap WBC dan HDB patotipe VIII. Didukung oleh stabilitas hasil yang

baik (βi = 1), hibrida kedua hibrida beradaptasi di lokasi yang mempunyai jenis tanah berbeda dengan ketinggian tempat yang bervariasi antara 16-230 m dpl.

Hipa 7 dan Hipa 8 secara umum mampu meng-hasilkan gabah yang cukup tinggi. Pada musim hujan lebih banyak terjadi serangan hama dan penyakit, seperti wereng coklat dan HDB, sehingga tidak dapat mem-perlihatkan potensi hasil terbaik. Air yang melimpah pada musim hujan mengakibatkan Hipa 7 dan Hipa 8 yang mempunyai batang tanaman lebih tinggi dibanding varietas inbrida mengalami kerebahan. Oleh karena itu, disarankan mengurangi pemberian pupuk urea pada varietas hibrida pada musim hujan.

Mutu gabah dan beras yang baik meningkatkan ketertarikan petani untuk menanam Hipa 7 dan Hipa 8. Kandungan amilosa sedang dengan tekstur nasi pulen, rendemen beras pecah kulit 80%, dan beras kepala yang mencapai 91% sangat mendukung komersialisasi kedua hibrida. Oleh karena itu, Hipa 7 dan Hipa 8 diharapkan dapat diterima dan diadopsi petani. Produktivitas yang tinggi dengan mutu gabah dan beras yang baik akan meningkatkan pendapatan petani dan produksi beras nasional pada umumnya.

KESIMPULAN

Hibrida Hipa 7 dan Hipa 8 mempunyai potensi hasil tinggi, mencapai 11,42 t/ha dan 10,40 t/ha GKG dan mampu beradaptasi pada rentang ekosistem yang luas. Hipa 7 tahan terhadap penyakit tungro, dan Hipa 8 agak tahan terhadap penyakit tungro dan penyakit HDB patotipe IV. Namun, kedua hibrida rentan terhadap WBC biotipe 3 dan agak rentan terhadap HDB patotipe VIII.

Mutu gabah dan beras kedua hibrida sangat mendukung komersialiasi hibrida, seperti kandungan amilosa sedang, persentase beras kepala dan rendemen beras pecah kulit yang tinggi. Kedua hibrida baru ini diharapkan dapat diterima dan ditanam petani untuk membantu peningkatan pendapatan mereka.

Tabel 8. Hasil analisis mutu gabah dan mutu beras varietas hibrida dan varietas pembanding. Mutu gabah dan beras Parameter

Hipa 7 Hipa 8 Ciherang Intani-2 PP1 IR64

Rendemen beras pecah kulit (%) 81 79 79 80 79 78

Rendemen beras giling (%) 71 68 70 67 67 70

Beras kepala (%) 91 85 93 61 55 75

Kandungan amilosa (%) 22 23 23 18 22 24

Tabel 7. Hasil uji ketahanan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HDB).

Patotipe IV Patotipe VIII Hibrida/varietas

Nilai Kriteria Nilai Kriteria

XR3702 5 AR 5 AR XR5594 5 AR 5 AR XR6591 5 AR 5 AR XR6592 7 R 5 AR XR6793 7 R 5 AR Hipa 7 5 AR 5 AR Hipa 8 4 AT 5 AR IR64 9 SR 9 SR Ciherang 7 R 7 R Intani 2 7 R 7 R PP1 6 AR 5 AR Angke 5 AR 3 AT Conde 3 AT 3 AT TN 1 9 SR 9 SR

0-1 Sangat tahan (ST), >1-3 Tahan (T), >3-5 Agak tahan (AT), >5-7 Agak rentan (AR), >7-9 Rentan (R)

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Aryana, IGPM. 2009. Adaptasi dan stabilitas hasil galur-galur padi beras merah pada tiga lingkungan tumbuh. J. Agron. Indonesia 37(2):95-100.

Azrai, M., F. Kasim, dan J.R. Hidajat. 2006. Stabilitas hasil jagung hibrida. Jurnal Penelitian Pertanian 25(3):163-169.

Badan Litbang Pertanian. 2007. Daerah pengembangan dan anjuran budi daya padi hibrida. Pedoman bagi penyuluh pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Baihaki, A. 2000. Teknik rancangan dan analisis penelitian pemuliaan. Program pengembangan kemampuan peneliti tingkat S1 non-pemuliaan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Bandung.

Biro Pusat Statistik (BPS). 2009. Luas areal tanam, produktivitas, dan luas panen tanaman padi seluruh provinsi. Jakarta. Chahal, G.S. and S.S. Gosal. 2006. Principles and procedures of

plant breeding. Biotechnological, and conventional approaches. Alpha Sci. International Ltd. Harrow, U.K. Eberhart, S.A. and W.A. Russel. 1966. Stability parameters for

comparing verieties. Crop Sci. 6:36-40.

Finlay, K.W. and G.N. Wilkinson. 1963. The analysis of adaptation in plant breeding program. Aust. J. Agric. Res. 13:742-754. Hadi, A.F dan Halimatus Sa’diyah. 2004. Model AMMI untuk analisis

Interaksi genotipe × lokasi. Jurnal Ilmu Dasar. 5(1):33-41. He, G.T., Z. Xigang, and J.C. Flinn. 1987. Hybrid seed production in

Jiangsu province, China. Oryza 24:297-312.

Hoan, N.T., N.N. Kinh, B.B. Bong, N.T. Tram, T.D. Qui, and N.V. Bo. 1998. Hybrid rice research and development in Vietnam. In: S.S. Virmani, E.A. Siddiq, and K. Muralidharan (Eds.). Advances in hybrid rice technology. Proc. 3rd Intl. Sym. Hybrid Rice. 14-16 Nov. 1996. Hyderabad, India. Intl. Rice Res. Inst. Manila, Philippines. pp. 325-340.

IRRI. 1996. Standard evaluation system of rice. Los Banos, Philippines.

Kartohardjono, A., Satoto, dan Murdani Direja. 2010. Reaksi sejumlah materi pemuliaan padi hibrida terhadap wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stal). Bahan Seminar Nasional Penelitian Padi, November 2010.

Lara, R.J., I.M. Dela Crus, M.S. Albaza, H.C. Dela Crus, and S.R. Obien. 1994. Hybrid rice research in Philippines. In: S.S. Virmani (Eds.). Hybrid rice technology: new development and future prospects. Selected papers from Intl. Rice Res.Conf. Intl. Rice Res. Inst. Manila, Philippines.

Paroda, R.S. 1998. Hybrid rice technology in India. In: S.S. Virmani, E.A. Siddiq, and K. Muralidharan (eds.). Advances in hybrid rice technology. Proc. 3rd Intl. Sym. Hybrid Rice. 14-16 Nov. 1996. Hyderabad, India. Intl. Rice Res. Inst. Manila Philippines. Pp. 325-340.

Satoto dan B. Suprihatno, 1996. Stabilitas hasil sepuluh hibrida padi turunan galur mandul jantan IR54752A. Zuriat 7(1):27-33.

Satoto, B. Suprihatno, dan B.B. Sutaryo. 1994. Heterosis dan variasi genotipik berbagai karrakter hibrida padi. Media Penelitian Sukamandi 15:6-11.

Satoto dan B. Suprihatno. 1998. Heterosis dan stabilitas hasil hibrida-hibrida padi turunan galur mmandul jantan IR62829A dan IR58025A. Penelitian Pertanian 17(1):3-37.

Satoto, Suwarno, and Irsal Las. 2006. Current status of hybrid rice industries, present and future research program. In: Rice industry, culture, and environment. Book 1 Proc. of The Intl. Rice Conference 2005, September 12-14 2005, Tabanan Bali. Indonesian Center for Rice Research.

Satoto dan I.N. Widiarta. 2007. Perbaikan ketahanan padi hibrida terhadap tungro. Prosiding Seminar Nasional Strategi Pengendalian Penyakit Tungro Mendukung Peningkatan Produksi Beras. Makassar, 5-6 September 2007. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.

Satoto and Hasil Sembiring. 2008. The progress of hybrid rice research and development in Indonesia. Paper presented at the 5th International Symposium on Hybrid Rice. September 11-15. 2008. Changsha. China. http: //hrdc.irri.org/. Singh, R.K. and B.D. Chaudary. 1979. Biometrical methods in

quantitative genetic analysis. Kalyani Publishers. New Delhi. Sumarno. 1997. Soybean genotype responses to various environments. Indonesian Journal of Crop Science 12(1):7-13.

Suprihatno, B, Satoto, and Z. Harahap. 1998. Progress of research and development of hybrid rice technology in Indonesia. In: Progress in the development and use of hybrid rice outside China. Proc. of the Intl. Workshop, 28-30 May 1997. Hanoi, Vietnam, MARDI, and FAO.

Triny S.K., Satoto, dan I.A. Rumanti. 2006. Evaluasi ketahanan sejumlah materi pemuliaan padi hibrida terhadap penyakit hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) strain IV dan VIII. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelanjutan. Buku 2, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Trustinah, A. Kasno, A. Wijanarko, R. Iswanto, dan H. Kuswantoro. 2006. Adaptasi genotipe kacang-kacangan pada lahan kering masam. Inovasi teknologi kacang-kacangan dan umbi-umbian mendukung kemandirian pangan & kecukupan energi. p. 201-207.

Virmani, S.S. and I. Kumar. 2004. Development and use of hybrid rice technology to increase rice productivity in the tropic. Int Rice Res. Note 19(1): 10-19.

Yuan, L.P. 1994. Increasing yield potential in rice by exploitation of heterosis. In: S.S. Virmani, (Eds.). Hybrid rice technology: new development and future prospect. Selected papers from the International Rice Research Conference. IRRI, Los Banos, Philippines.

Yuan, L.P., Wu X., Liao F., Ma G., and Xu Q. 2003. Hybrid rice technology. China Agriculture Press. Beijing. China.

Gambar

Tabel 2. Rata-rata hasil gabah padi hibrida di sepuluh lokasi pada MH 2007/2008 dan MK 2008.
Tabel 3. Perbedaan hasil 7 padi hibrida dengan empat varietas pembanding di 10 lokasi pada dua musim tanam MH 2007/
Tabel 8. Hasil analisis mutu gabah dan mutu beras varietas hibrida dan varietas pembanding.

Referensi

Dokumen terkait

118 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 99 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Maka dari itu peneliti tertarik untuk membandingkan hasil estimasi tinggi badan menggunakan tinggi lutut dan panjang ulna dengan rumus tertentu sehingga dapat dilihat

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang dapat diidentifikasikan beberapa hal berkaitan dengan urgensi implementasi teknologi jaringan akses fiber optik

Hal ini menunjukkan bahwa DER tidak berpengaruh terhadap harga saham dikarenakan nilai signifikansi sebesar 0,829 &gt; 0,05, maka pada uji hipotesis pertama dapat

kelompok kontrol diperoleh hasil p=0,000 Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan pemberian taping pada abdominal terhadap penurunan nyeri dysmenrorhea primer pada

analisis ini berguna untuk melakukan pengujian terhadap dua sampel yang berhubungan atau berpasangan dengan desain &#34; pre post &#34;, dimana dilakukan dua

Responden yang menyatakan bahwa talent manajemen dapat diterapkan di UT dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : sebagai penunjang daftar urut kepegawaian (BUK), mengelola

Statistik Tenaga Kerja Umur 15 Tahun ke atas bagi tahun 2011 Statistik graduan PPB 2008-2012 Statistik Pecahan Status Graduan PPB 2008-2012 Peringkat Umur Pencari Kerja yang