• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran Tematik Terpadu Permendikbud No. 22 Tahun 2016:3 menjelasakan tentang Standar Proses

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran Tematik Terpadu Permendikbud No. 22 Tahun 2016:3 menjelasakan tentang Standar Proses"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran Tematik Terpadu

Permendikbud No. 22 Tahun 2016:3 menjelasakan tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah adalah menjelaskan bahwa pembelajaran tematik terpadu yang menggunakan tema untuk menghubugkan beberapa mata pelajaran. Untuk mendorong kemampuan siswa untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individu maupun kelompok serta memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Kurikulum 2013, menggunakan pendekatan pembelajaran tematik yang mengimplementasikan berbagai mata pelajaran dan memiliki tema yang sama. Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu atau integrative yang memiliki peran penting dalam meningkatkan perhatian, aktivitas belajar, dan pemahaman siswa terhadap materi yang akan dipelajari.

Pembelajaran tematik terpadu merupakan pembelajaran yang memiliki karakteristik berpusat pada siswa dan memberikan pengalaman secara langsung pada siswa, dalam pembelajaran memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka. Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran tematik terpadu ini lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran, dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Muatan pelajaran yang dipadukan adalah muatan pembelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, IPS, IPA, Seni Budaya dan Prakarya, serta Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan.

Menurut Ibnu Hajar (2013:86) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran terpadu yang memuat konsep pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Mengacu pada pengertian tersebut, jika guru mengadakan kegiatan belajar dan mengajar dengan pembelajaran tematik, maka ia harus merancang pembelajaran berdasarkan

(2)

tema-tema tertentu. ia harus membahas tema-tema-tema-tema tersebut dari berbagai materi pelajaran yang tersedia, misalnya tema udara dapat dibahas melalui materi pembelajaran IPA dan pendidikan jasmani. Bahkan, lebih jauh lagi, tema udara juga dapat dibahas melalui materi-materi pelajaran lain seperti Bahasa Indonesia, Pendidikan Agama, ataupun IPS. Sedangkan menurut Ahsana, dkk (2013:4) pembelajaran tematik terintegrasi adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi pelajaran dalam suatu tema/topik pembahasan, dimana setiap siswa terlibat langsung untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Selanjutnya menurut Yani (2014:114) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang tidak menggunakan nama-nama disiplin ilmu sebagai nama mata pelajaran tetapi menggunakan tema-tema tertentu. Tema tersebut mengikat beberapa pokok bahasan dari sejumlah mata pelajaran yang berbeda.

Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang menggabungkan beberapa mata pelajaran ke dalam satu tema. Sehingga pembelajaran tematik terpadu dapat diartikan sebagai pembelajaran yang menggunakan tema sebagai pengait dari beberapa mata pelajaran. Secara sederhana, kurikulum tematik dapat diartikan sebagai kurikulum yang memuat konsep pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada para peserta didik. Jika guru mengadakan kegiatan belajar dan mengajar dengan kurikulum tematik, maka ia harus merancang pembelajaran berdasarkan tema-tema tertentu. Ia harus membahas tema-tema tersebut dari berbagai materi pelajaran yang tersedia. Tema dalam pembelajaran tematik terpadu dibagi dalam beberapa subtema dimana setiap subtema dilakukan dalam waktu satu minggu (enam hari), yaitu pembelajaran satu hingga pembelajaran enam. Tema dan Subtema pembelajaran tematik kelas 4 semester I yang disajikan melalui tabel 2.1 dibawah ini:

(3)

Tabel 2.1. Tema dan Subtema kelas 4 semester I

Tema Subtema

Tema 1:

Indahnya Kebersamaan

1. Keberagaman Budaya Bangsaku 2. Kebersamaan dalam Keberagaman 3. Bersyukur atas Keberagaman Tema 2:

Selalu Berhemat Energi

1. Sumber Energi 2. Manfaat Energi 3. Energi Alternatif Tema 3:

Peduli Terhadap Mahluk Hidup

1. Hewan dan Tumbuhan di Lingkungan Rumahku 2. Keberagaman Mahluk Hidup di Lingkunganku 3. Ayo, Cintai Lingkungan

Tema 4:

Berbagai Pekerjaan

1. Jenis-jenis Pekerjaan 2. Pekerjaan di Sekitarku 3. Pekerjaan Orang Tuaku Sumber buku guru kelas 4 revisi tahun 2017 halaman viii

Dibawah ini merupakan pemetaan pembelajaran siklus I kelas 4 semester I Tema 3 Peduli Terhadap Mahluk Hidup Subtema 2 Keberagaman Mahluk Hidup di Lingkunganku Pembelajaran 1 yang akan digunakan dalam penelitian ini, didalam penelitian ini difokuskan hanya pada muatan IPA, bertujuan untuk mengukur kreativitas siswa, sebagai berikut:

Tabel 2.2. Pemetaan KI & KD Siklus I Tema 3 Subtema 1 Pembelajaran 1

Kompetensi Inti K.D IPA

1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.

2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara

mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda dijumpainya dirumah, sekolah, dan tempat bermain. 3.8 Menjelasan pentingnya upaya keseimbangan dan pelestarian sumber daya alam dilingkungannya. 3 Menyajikan pengetahuan factual dalam bahasa yang

jelas, sistematis, dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

4.8 Melakukan kegiatan upaya pelestarian sumber daya alam bersama orang-orang dilingkungannya. Sumber buku guru kelas 4 Tema 1 revisi tahun 2017 halaman 69

Dibawah ini merupakan pemetaan pembelajaran siklus II kelas 4 semester I Tema 3 Peduli Terhadap Mahluk Hidup Subtema 2 Keberagaman Mahluk Hidup di Lingkunganku Pembelajaran 3 yang akan digunakan dalam penelitian ini,

(4)

didalam penelitian ini difokuskan hanya pada muatan IPA, bertujuan untuk mengukur kreativitas siswa, sebagai berikut:

Tabel 2.3. Pemetaan KI & KD Siklus II Tema 3 Subtema 1 Pembelajaran 3

Kompetensi Inti K.D IPA

1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.

2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara

mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda dijumpainya dirumah, sekolah, dan tempat bermain.

3.1 Meganalisis hubungan antara bentuk dan dungsi bagian tubuh pada hewan dan tumbuhan 4 Menyajikan pengetahuan factual dalam bahasa yang

jelas, sistematis, dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.

4.1 Menyajikan lapran hasil pengamatan tentang bentuk dan fungsi bagian tubuh hewan dan tumbuhan Sumber buku guru kelas 4 Tema 1 revisi tahun 2017 halaman 97

2.1.2 Pengertian Model Problem Based Learning

Menurut Lauren Resnick dalam Supinah (2010:17) berpendapat bahwa model Problem Based Learning dikembangkan untuk membantu siswa adalah sebagai berikut: a) Mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi; b) Belajar berbagai peran orang dewasa dengan melibatkan siswa dalam pengalama nyata atau simulasi , membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan peran orang dewasa; c) Menjadi pelajar yang otonom dan juga mandiri. Pelajar otonom dan mandiri ini dalam arti tidak tergantung pada guru. Hal ini dilakukan dengan cara, guru secara berulang-ulang membimbing dan mendorong serta mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaikan terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Siswa dibimbing, didorong dan diarahkan untuk menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Kemampuan untuk belajar yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi siswa dalam mengurangi kehidupan pribadi, sosial maupun dunia kerja.

(5)

Menurut Barrow seperti dikutip oleh Mitfahul Huda, (2013:271) mendefinisikan model Problem Based Learning sebagai pembelajaran yang diperoleh melalui proses menuju pemahaman akan resolusi suatu masalah. Dalam Kemendikbud tahun 2014 pembelajaran berbasis masalah adalah pendekatan pembelajaran yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat oleh guru dan siswa. Maka siswa diharapkan mampu memahami masalah yang ada kemudian menyelesaikan secara mandiri ataupun berkelompok dalam menggali informasi dan memecahkan masalah. Selanjutnya menurut HS Barrows dalam Ibrahim dalam Supinah (2010:18) menyatakan bahwa proses pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal akuisisi dan integrasi pengetahuan baru. Sementara itu Satyasa dalam Supinah ini mendefinisikan pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfirmasi kepada siswa dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli diata dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang melatih siswa dalam berpikir tingkat tinggi melalui benda nyata dan tidak bergantung pada guru akan tetapi guru berulang-ulang memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap siswa agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. 2.1.3 Karakteristik Model Problem Based Learning

Pembelajaran model Problem Based Learning memiliki 3 karakteristik, (dalam pelajaran Scott & Eggen & Kauchak (2012:307), a) Pelajaran berfokus pada memecahkan masalah, b) Tanggung jawab untuk memecahkan masalah bertumpu pada siswa, c) Guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah. Sedangkan menurut Tan (Amir, 2010:22) mengemukakan bahwa karakteristik yang tercakup dalam proses Problem Based Learning, a) Masalah yang digunakan sebagai awal pembelajaran, b) Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengambang (ill structured), c) Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple Perspective), d) Masalah membuat pemelajar tertantang untuk mendapatkan

(6)

pembelajaran diranah pembelajaran yang baru, e) Sangat mengutamakan belajar mandiri (self directed learning), f) Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja. Pencarian, evaluasi serta penggunaan ini menjadi kunci penting, g) Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif dan kooperaif.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas mengenai karakteristik model Problem Based Learning diatas dapat disimpulkan bahwa siswa difokuskan pada pemecahan terhadap masalah, permasalahan yang diberikan kepada siswa adalah masalah yang diangkat sesuai dikehidupan nyata yang disajikan dengan jelas oleh guru. Siswa bekerjasama dengan tim atau kelompok kemudian masing-masing siswa mempunyai tanggung jawab untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.

2.1.4 Tujuan Model Problem Based Learning

Tujuan model Problem Based Learning menurut Ibrahim & Nur (dalam Rusman, 2010:242) mengemukakan tujuan model Problem Based Learning secara lebih rinci yaitu; a) membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, b) belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata, c) menjadi para siswa yang otonom atau mandiri. Sedangkan menurut Rusman (2010:238) berpendapat bahwa penguasaan isi belajar dari disiplin heuristik dan pengembangan 12 keterampilan memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan karakteristik model Problem Based Learning yaitu belajar tentang kehidupan yang lebih luas, keterampilan memaknai informasi, kolaboratif, dan belajar tim, serta kemampuan berpikir reflektif dan evaluatif. Berdasarkan penjelasan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan tujuan model Problem Based Learning adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata, dan menjadi siswa yang otonom atau mandiri.

(7)

2.1.5 Kelebihan Model Problem Based Learning

Menurut Susanto (2014:88-89) kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning antara lain, a) pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup baik untuk memahami isi pembelajaran, b) pemecahan masalah dapat menantang kemampun siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru, c) pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, d) pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, e) pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, f) pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan diskusi siswa, g) pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru, h) pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

2.1.6 Langkah-Langkah Model Problem Based Learning

Langkah-langkah model Problem Based Learning menurut Arends Richard (2008:57) menyebutkan langkah-langkah penerapan model Problem Based Learning sebagai berikut; a) memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa pada tahap ini, guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah, b) mengorganisasikan siswa untuk meneliti pada tahap ini, guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya, c) membantu investasi mandiri dan kelompok guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari penjelasan dan solusi, d) mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artefak-artefak yang tepat, seperti laporan, rekaman video, dan model-model, dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain atau temannya, e) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah guru membantu siswa

(8)

untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

Menurut Rusmono (2012:81) adalah sebagai berikut; a) mengorganisasikan siswa kepada masalah pada tahap ini, guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah, b) mengorgasisasikan siswa untuk belajar pada tahap ini, guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah, c) membantu penyelidikan mandiri dan kelompok pada tahap ini, guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan dan solusi, d) mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya pada tahap ini, guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka, e) menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah pada tahap ini, guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan. Sedangkan menurut Amir (2010:73) langkah-langkah model Problem Based Learning adalah sebagai berikut: mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas, merumuskan masalah, menganalisis masalah, menata gagasan siswa atau menganalisis dengan dalam, memformulasikan tujuan pembelajaran, mencari informasi tambahan dari sumber lain (di luar diskusi kelompok), mensintesis (menggabungkan) dan menguji informasi baru. Sedangkan menurut Sani (2014:139) menjelaskan langkah-langkah model Problem Based Learning sebagai berikut: memberikan orientasi permasalah kepada siswa, mengorganisasi siswa untuk penyelidikan, melaksanaan investigasi, mengembangkan dan menyajikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses penyelidikan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada lima langkah model Problem Based Learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(9)

Tabel 2.4. Sintaksis Model Problem Based Learning Fase 1

Memberikan orientas tentang permasalahannya kepada siswa.

Perilaku Guru:

Guru membahas tujuan pembelajaran,

mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistic, penting, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.

Fase 2

Mengorganisasikan siswa untuk meneliti.

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya. Fase 3

Membantu investigasi mandiri dan kelompok.

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, melaksanakan eksperimen mencari penjelasan dan solusi.

Fase 4

Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang merekan gunakan.

Sumber: Arends (2008:57).

Dari uraian tabel diatas dapat di simpulkan bahwa ada lima fase model Problem Based Learning yang digunakan dalam penelitian ini.

2.2 Analisis Komponen-Komponen Model Problem Based Learning

Bruce Joyce, Marsha Weil, dan Emily Calhoun (2009:104), mengemukakan bahwa setiap model pembelajaran memiliki unsur-unsur berupa: a) Sintaks, b) Prinsip Reaksi, c) Sistem Sosial, d) Sistem Pendukung, e) Dampak Instruksional dan dampak pengiring. Berikut akan diuraikan analisis komponen model pembelajaran Problem Based Learning berdasarkan teori Bruce Joyce di atas.

1) Sintaks

Sintaks adalah suatu urutan atau langkah pengajaran yang terdiri pada fase-fase atau tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru jika menggunakan suatu model tertentu. Model Problem Based Learning menurut Rusmono (2012:81) adalah sebagai berikut: a) Mengorganisasikan siswa kepada masalah pada tahap ini, guru menginformasikan tujuan-tujuan pembelajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah, b) Mengorgasisasikan siswa untuk belajar pada tahap ini, guru membantu siswa menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah, c) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok pada tahap ini, guru mendorong siswa mengumpulkan informasi yang

(10)

sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan dan solusi, d) Mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya pada tahap ini, guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka, d) Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah pada tahap ini, guru membantu siswa melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang mereka gunakan.

2) Prinsip Reaksi

Prinsip reaksi merupakan kegiatan yang mengambarkan cara guru yang seharusnya dalam memperlakukan peserta didik. Prinsip ini menggambarkan cara guru saat memberikan respon kepada peserta didik. Prinsip ini pula memberikan arahan kepada guru saat menggunakan model pembelajaran yang digunakan. Arahan ini dilakukan harus sesuai permasalahan yang ada dalam suatu model pembelajaran atau langkah suatu model. Dalam menggunakan model Problem Based Learning ini guru mempunyai peran guru adalah sebagai fasilitator bagi peserta didik ketika proses belajar mengajar berlangsung, membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan keterampilan mencari tahu terhadap masalah yang dihadapi, serta membantu peserta didik dalam bekerjasama dalam tim atau kelompok. Guru juga berperan penting untuk dapat mendorong peserta didik didalam kelompok maupun tim memiliki tanggung jawab masing-masing untuk dapat memecahkan masalah, maka diharapkan masing-masing dari kelompok tersebut dapat berkontribusi antara satu dengan yang lainnya.

3) Sistem Sosial

Sistem sosial dalam pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning ini adalah hubungan yang terjadi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dapat terlihat ketika guru membimbing siswa dalam kelompok untuk memecahkan suatu permasalahan, menjawab pertanyaan dari siswa ketika siswa menemukan kesulitan dalam mengerjakan serta mengatur berlangsungnya proses pembelajaran agar sesuai rencana. Sistem sosial yang terjadi antara siswa

(11)

dengan siswa dapat terjalin ketika siswa dapat bekerjasama dalam suatu tim atau kelompok. Didalam model pembelajaran berbasis masalah ini siswa dalam satu kelompok harus dapat saling bekerjasama antara satu dengan yang lain dan juga dapat memecahkan suau masalah yang diberikan guru karena kerjasama dalam kelompok menentukan keberhasilan atas pemecahan masalah yang dihadapi. 4) Sistem Pendukung

Untuk terlaksananya suatu proses pembelajaran sesuai tujuan dibutuhkan suatu Sistem Pendukung atau komponen Pendukung. Dalam model Problem Based Learning. Sistem pendukung yang diperlukan adalah guru mempersiapkan rancangan pembelajaran berupa RPP, lembar kerja siswa, dan lembar evaluasi. Selain Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) diperlukan juga sarana yang mendukung seperti alat tulis, meja dan juga kursi karena hal tersebut sangat penting untuk pelaksanaan proses pembelajaran dan kelancaran dalam belajar siswa maupun guru. Hal ini juga yang dapat mengukur keberhasilan siswa dalam materi yang akan disampaikan melalui model Problem Based Learning.

5) Dampak Instruksional dan Dampak Penyerta

Dampak intruksional pada pembelajaran tematik menggunakan model Problem Based Learning bertujuan tercapainya pembelajaran yang telah dirancang melalui Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Sedangkan dampak pengiring yang siswa peroleh dalam pembelajaran tematik menggunkan model Problem Based Learning adalah meningkatkan kerjasama antar sesama siswa dalam kelompok, karena pemecahan masalah tidak akan dapat dipecahkan ketika tidak ada kerjasama antara satu dengan yang lain, diharapkan juga siswa dapat saling toleransi mengenai pendapat yang dikemukakan, selain itu siswa juga dapat bertanggung jawab terhadap apa yang diberikan kepada kelompok, serta percaya diri ketika menyampaikan pendapatnya dalam kelompok atau hasil diskusi kelompok didepan kelompoknya.

(12)

Gambar 2.1. Dampak Pengiring dan Intruksional Model Problem Based Learning

2.3 Kreativitas

2.3.1 Hakikat Kreativitas Belajar

Kreativitas adalah kemampuan seseorang menghasilkan gagasan baru, berupa kegiatan atau sintesis pemikiran yang mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata Drevdahl, (dalam Beni, 2012:35). Sedangkan kreativitas menurut David Campbell (dalam Beni, 2012:35) adalah suatu ide atau pemikiran manusia yang bersifat inovatif, berdaya guna, dan dapat dimengerti. Selanjutnya Beni (2012:35) kreatif juga perlu dibenturkan dengan kesesuaian, konteks dengan tema persoalan, nilai pemecahan masalah, serta bobot dan tanggung jawab yang menyertainya. Kreativitas yang menuntut sikap kreatif dari individu itu sendiri perlu dipupuk untuk melatih anak berfikir luwes (flexibllity), lancer (fluency), asli (originality), menguraikan (elaboration) dan dirumuskan kembali (redefinition) yang merupakan ciri berfikir kreatif yang dikemukakan oleh Guilford (dalam Munandar, 2009).

Cara berfikir Kritis

Mampu Berkerjasama

Mampu mengidentifikasi permasalahan yang diberikan

Pola berpikir sistematis

Cara Penyelesaian

yang kreatif

Mampu dalam memecahkan permasalahan yang diberakan

Mampu dalam mengkomunikasi pengetahuan yang didapat

Keterangan : Dampak instruksional Dampak pengiring P B L

Mampu untuk menguraikan pengetahuan dalam kehidupan

(13)

Menurut Moreno dalam Slameto, (2010:146) pentingnya kreativitas bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah diketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau dunia pada umumnya, misalnya seorang siswa menciptakan untuk dirinya sendiri suatu hubungan baru dengan siswa atau orang lain. Selanjutnya, kreativitas adalah hasil belajar dalam kecakapan kognitif, sehingga untuk menjadi kreatif dapat dipelajari melalui proses belajar mengajar. Slameto menambahkan bahwa berpikir, memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah suatu kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan sesuatu, itu mencakup pemecahan masalah. Penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep dan prinsip keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam pemecahan masalah dan perbuatan kreatif yang dikemukakan (Slameto, 2010:139). Selanjutnya menurut Florence Beetlestone, (2012:4-5) Proses kreatif melibatkan pemilihan unsur-unsur penting yang diketahui dari berbagai macam bidang dan menyatukannya menjadi format-format yang baru, menggunakan informasi dalam situasi-situasi yang baru, menggambarkan aspek-aspek pengalaman, pola-pola dan analogi serta prinsip-prinsip mendasar yang tak berhubungan. Aspek ini memungkinkan orang yang sedang menyelesaikan suatu masalah untuk memunculkan solusi-solusi yang berbeda dan yang tadinya tidak terlihat dengan jelas. Penyelesaian suatu masalah yang kreatif dapat dikembangkan secara ekstensif dalam bidang sains, bidang matematika, dan bidang bisnis, misalnya sebuah kualitas yang banyak dibutuhkan dalam iklim ekonomi saat ini (Florence Beetlestone, 2012:4-5).

Beberapa uraian diatas dapat di kemukakan bahwa kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru maupun kombinasi dari hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan

(14)

apa yang sudah ada sebelumnya. Untuk itu dalam melangsungkan pembelajaran siswa dituntut untuk kreatif karena didalam kegiatan belajar mengajar, guru sering melihat siswa kurang fokus dalam belajar dan siswa yang sering mengobrol pada saat pembelajaran berlangsung. Siswa hanya “menuntut” untuk bertindak sebagai pendengar saja. Peran siswa tidak lebih sebagai pendengar setia. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi lebih mnegarah kepada teacher center. Ironisnya lagi, hal tersebut bisa mempengaruhi tingkat kreativitas belajar siswa. Untuk itu penulis menggunakan Problem Based Learning dan diharapkan model ini bisa menstimulus siswa untuk berani menunjukkan kreativitasnya dalam kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Jika siswa memiliki kreativitas yang tinggi dalam mengikuti pembelajaran, maka otomatis pikiran siswa hanya terfokus pada pembelajaran.

2.3.2 Ciri-Ciri Individu yang Kreatif

Menurut Sund dalam Slameto (2010:147) menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatifnya dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut: a) hasrat keingintahuan yang cukup besar, b) bersikap terbuka terhadap pengalaman baru, c) panjang akal, d) keinginan untuk menemukan dan meneliti; e) cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit, f) cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan, g) memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas, h) berpikir fleksibel, i) menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban yang lebih banyak, j) kemampuan membuat analisis dan sintesis, k) memiliki semangat bertanya serta meneliti, l) memikili daya abstraksi yang cukup baik, m) memiliki latar belakang membaca yang cukup luas.

2.3.3 Pengukuran Kreativitas

Pengukuran-pengukuran kreativitas dapat dibedakan atas pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk mengukurnya. Ada lima pendekatan-pendekatan yang lazim digunakan untuk mengukur kreativitas, yang digunakan dalam penelitian ini adalah, tes kreativitas, tes ini digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif yang ditunjukkan oleh kemampuannya dalam berpikir kreatif. Terdapat beberapa tes kreativitas, yaitu: alternate uses, test of divergent thinking, creativity

(15)

test for children (Guilford, 1978), Torrance test of creative thinking (Torrance, 1974), creativity assessment packet (Williams, 1980), tes kreativitas verbal (Munandar, 1977). Sehingga dalam penelitian ini peneliti mengambil salah satu tes kreativitas yaitu Torrance test of creative thinking untuk dapat melakukan penelitian. Pemikiran kreatif menurut Torrance, Torrance menggambarkan empat komponen kreativitas yang dapat diakses yaitu: a) kelancaran, merupakan kemampuan untuk menghasilkan sejumlah ide, b) keluwesan atau fleksibilitas, merupakan kemampuan menghasilkan ide-ide beragam, c) kerincian atau elaborasi, merupakan mengembangkan, membumbui, atau mengeluarkan sebuah ide, d) orisialitas, merupakan kemampuan menghasilkan ide yang tidak biasa di antara kebanyakan atau jarang.

2.3.4 Peningkatan Kreativitas Belajar Melalui Problem Based Learning Peningkatan model Problem Based Learning salah satu metode pembelajaran yang tepat digunakan dalam pembelajaran di tingkat sekolah dasar. Melalui model Problem Based Learning dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah. Hal tersebut juga dapat membantu siswa mengembangkan keterampilannya untuk berpikir dan keterampilan dalam memecahkan suatu masalah sehingga dapat melatih akan peserta didik untuk berpikir kritis.

Kreativitas adalah hasil belajar dalam kecakapan kognitif, sehingga untuk menjadi kreatif dapat dipelajari melalui proses belajar mengajar. Dan diharapkan dengan adanya pemikiran kritis siswa melalui model Problem Based Learning dapat membantu meningkatkan Kreativitas belajar kelas 4 semester I. Karena dengan meggunakan model Problem Based Learning yang menghadapkan siswa kedalam sebuah permasalahan akan meningkatkan kreativitas belajar siswa melalui kerja kelompok. Selanjutnya ketika kreativitas belajar anak meningkat maka besar kemungkinan hasil belajar yang diperoleh akan meningkat (Slameto, 2010:138).

2.4 Kajian Hasil Penelitan yang Relevan

Berbagai penelitian tindakan kelas ini membuktikan kelebihan model pembelajaran Problem Based Learning.

(16)

1. Cicik Budi Asih (2013), meneliti tentang Peningkatan Kreativitas Belajar IPA melalui strategi Problem Based Learning pada siswa kelas 4 SDN Tluwah Tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kreativitas belajar IPA pada siswa melalui strategi Problem Based Learning, yaitu: memperoleh skor rata-rata pada kreativitas belajar di pra siklus sebesar 3.09 dengan kriteria kurang, pada siklus I sebesar 9.52 dengan kriteria cukup dan pada akhir siklus, yaitu siklus II sebesar 13.6 dengan kriteria baik. Peningkatan keterampilan guru ditunjukkan dengan perolehan skor rata-rata pada pra siklus sebesar 16 dengan kriteria kurang, siklus I sebesar 19 dengan kriteria kurang, dan di akhir siklus sebesar 63 berkriteria baik. Ketuntasan belajar (KKM ≥75) pada pra siklus sebesar 57.14% pada siklus I sebesar 71.42% dan diakhir siklus sebesar 85.71% atau 18 siswa. 2. Rendi Ruspiandi (2016), Penerapan Model Problem Based Learning untuk

meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPS Kelas V. Hasil penelitian pada siklus I untuk persentase kreativitas siswa mencapai 56% dari jumlah keseluruhan siswa dan pada siklus II persentase kreativitas ketuntasan siswa mencapai 76% dari jumlah keseluruhan siswa. Hasil belajar siklus I jumlah siswa yang tuntas mencapai KKM sebanyak 12 orang atau sebesar 48% dari 25 siswa dan siswa yang belum tuntas mencapai KKM sebanyak 13 orang atau sebesar 52% dari jumlah keseluruhan siswa. Pada siklus II siswa yang mencapai KKM sebanyak 21 orang atau sebesar 84% dari 25 orang siswa dan siswa yang tidak mencapai KKM sebanyak 4 orang atau sebesar 16% dari jumlah keseluruhan siswa. Dapat kesimpulan dalam penelitian ini adalah penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kreativitas siswa dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Sukaraharja pada pembelajaran IPS materi Makna Peninggalan Sejarah Bersekala Nasional dari Masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia.

3. Rosidah, Lailatur (2015), meningkatkan Kreativitas Pemecahan Masalah melalui Model Problem Based Learning pada Materi Pecahan pada Siswa Kelas IV MI Roudlotul Huda Blimbingsari Mojokerto. Kreativitas Pemecahan Masalah pada materi Pecahan pada Siswa Kelas IV. Berdasarkan

(17)

penelitian yang dilakukan Rosidah, Lailatur, terdapat peningkatan persentase pada siklus I menunjukkan bahwa persentase jumlah siswa yang mempunyai kreativitas pemecahan masalah kategori minimal baik sebesar 47.82%. sedangkan data hasil lembar observasi kreativitas pemecahan masalah pada siklus II menunjukkan peningkatan yaitu 78.26% artinya meningkat 30.44% dibanding siklus I. Penelitian yang dilakukan Rosidah, Lailatur dikatakan sejalan dengan penelitian dalam skripsi ini karena kedua penelitian ini memiliki target ketuntasan siswa 80%. Namun, yang membedakan adalah jumlah siklus yang dilakukan, jika dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosidah, Lailatur. Tetapi, penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini, cukup menggunakan 2 siklus karena dari persentase ketuntasan kreativitas belajar di siklus 2 sudah memenuhi target yang ditentukan yaitu 80%.

4. Liyana Nurhayati, Kus Sri Martini, Tri Redjeki (2013), Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar pada materi minyak bumi dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dengan media crossword. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilaksanakan dalam dua siklus, dengan tiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X6 SMA Al Islam 1 Surakarta yang berjumlah 35 siswa. Sumber data berasal dari guru siswa, dokumen, serta peristiwa. Teknik pengumpulan data adalah dengan tes, observasi, kajian dokumen dan angket. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dengan media crossword, dapat meningkatkan kreativitas siswa (dari 53.27% pada siklus I menjadi 64.49% pada siklus II) dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa (pencapaian prestasi kognitif siswa siklus I sebesar 51.64% meningkat menjadi 81,69% pada siklus II. Pada aspek afektif, pencapaian siklus I sebesar 67.29% meningkat menjadi 77.20%). Dalam penelitian ini kreativitas diukur menggunakan tes kreativitas verbal sedangkan prestasi belajar yang diukur adalah prestasi kognitif dan afektif.

(18)

5. Yulistyana Pradita (2015), meneliti tentang meningkatkan prestasi belajar dan kreativitas siswa kelas XI IPA semester genap di MAN Klaten melalui penerapan model pembelajaran Project Based Learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Project Based Learning dapat meningkatkan prestasi belajar dan kreativitas siswa kelas XI IPA-2 MAN Klaten pada materi sistem koloid. Pada siklus I persentase siswa yang tuntas adalah 38,09% dan meningkat menjadi 7.19% pada siklus II. Aspek afektif menunjukkan ketercapaian sebesar 78.31%. Sedangkan untuk aspek kreativitas, pada siklus I siswa yang mencapai kreativitas tinggi sebanyak 57.14% dan meningkat menjadi 66.67% pada siklus II.

6. Ni Nyoman Endrawati, Ketut Suartana (2015), Meneliti tentang penerapan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media power point untuk meningkatkan kreativitas siswa kelas XI.3 Tata Boga SMK Negeri 2 Tabanan. Hasil penelitian menunjukkan, terjadi peningkatkan kreativitas belajar. Hal ini dapat dilihat kreativitas belajar siswa pada siklus I memperoleh rata-rata 73,25% berada pada kategori baik sedangkan pada siklus II rata-rata kreativitas siswa 85,62% berada pada kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan telah terjadi peningkatan kreativitas belajar siswa pada siklus II, peningkatan rata-rata sebesar 12,37%. Terjadi peningkatkan hasil belajar setelah diterapkan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan media power point pada siswa kelas XI.3 jasa boga. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa, pada siklus I memperoleh rata-rata 73,9% berada pada kategori baik sedangkan pada siklus II memperoleh rata-rata 84,08% berada pada kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada siklus II, peningkatan kata rata-rata sebesar 10,18%.

7. Anna Mai, (2014), yang berjudul Peningkatan Kreativitas Melalui Model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPS pada Siswa Kelas IV SDN 1 Gembongan Banjarnegara. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan kreativitas siswa pada pembelajaran IPS setelah dikenai tindakan pada siklus I diperoleh skor siswa saat pre-test menunjukkan 13 siswa (68,42%) pada kategori rendah dan 6 siswa (31,57%) pada kategori

(19)

sedang. Skor pada post-test I menunjukkan 10 siswa (52,63%) pada kategori sedang dan 9 siswa (47,36%) pada kategori rendah, dan perolehan skor post-test II menunjukkan 19 siswa (100%) pada kategori tinggi. Peningkatan terjadi pada siklus I sebanyak 4 siswa (21%) meningkat dari kategori rendah menjadi sedang dan peningkatan pada siklus II menunjukkan 19 siswa (100%) meningkat menjadi kategori tinggi dengan skor telah memenuhi 75% dari jumlah siswa mencapai skor sebesar ≥76%.

8. Setyaningtyas (2018), Tujuan penelitian agar mengetahui model pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar di mata pelajaran IPA pada siswa kelas 2. Peningkatan presentase hasil belajar siswa yang mengacu dalam Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan yaitu 70. Nilai ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan, ketuntasan awal pra siklus 9 siswa (30%), meningkat di siklus I sebesar meningkat 20 siswa (67%), meningkat pada siklus II menjadi 25 siswa (84%). Hasil kreativitas siswa pada pra siklus dengan kategori kreatif 0%, pada siklus I dengan kategori meningkat menjadi 3 siswa (10%), pada siklus II dengan kategori kreatif menjadi 4 siswa (13,33%). Pra siklus dalam ketgori cukup kreatif 11 siswa (36,66%), pada siklus I dengan kategori cukup kreatif 10 siswa(33,33%), pada siklus II dengan kategori cukup kreatif 13 siswa (43,33%). Pra siklus dengan kategori tidak kreatif awalnya 19 siswa (63,33%), pada siklus I dengan kategori tidak kreatif menurun menjadi 16 siswa (53,33%), pada siklus II dengan kategori tidak kreatif menurun menjadi 10 siswa(33,33%). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dapat meningkatkan kreativitas siswa dan hasil belajar siswa kelas 2 SDN Banyubiru 03 Kabupaten Semarang.

9. Mustamilah (2015), meneliti tentang meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah, hasil belajar Matematika Siswa Kelas 1 SD NEGERI 1 GOSONO dengan menggunakan Model Problem Based Learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model PBL dapat : a) meningkatkan keterampilan proses pemecahan masalah Tema 1 Sub Tema 3 tentang merawat

(20)

tubuh siswa kelas 1 SD NEGERI 1 GOSONO. Presentase kenaikan keterampilan pemecahan masalah sebesar 9,09% untuk siklus 1, 11,36% untuk siklus 2, 13,63% untuk siklus 3. b) meningkatkan presentase jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar minimal (KKM) pada Bahasa Indonesia sebagai berikut : pada kondisi awal presentase pencapaian KKM sebesar 22,7% (5 siswa), pada siklus 1 presentase meningkat menjadi 40,9%(9 siswa), pada siklus 2 presentase meningkat menjadi 59,09%(13 siswa), pada siklus 3 presentase meningkat menjadi 72,72%(16 siswa). Sedangkan untuk Matematika pada kondisi awal presentase pencapaian KKM sebesar 36,36% (8 siswa), pada siklus 1 presentase meningkat menjadi 36,36% (8 siswa), pada siklus 2 presentase meningkat menjadi 63,63%(14 siswa), pada siklus 3 presentase meningkat menjadi 77,27%(17 siswa).

10. Anastasia Nandhita A. (2018), Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan penerapan PBL untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar, mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, dan mengetahui peningkatan hasil belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar dalam menyelesaikan soal cerita pada mata pelajaran matematika di kelas 4 SD Negeri Suruh 01. Hal tersebut dapat dibuktikan dari meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa dari kondisi awal (pra siklus) yaitu 60,82 (tidak kritis) menjadi 74,21 (cukup kritis) pada kondisi akhir siklus II. Peningkatan juga terjadi pada hasil belajar siswa dari nilai rata-rata hasil belajar pada kondisi awal 61,85 meningkat pada siklus I menjadi 69 dan pada siklus II menjadi 80. Persentase jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat dari kondisi awal 44,84%, meningkat menjadi 69,44% pada evaluasi siklus I dan menjadi 88,89% pada evaluasi siklus II. 11. Devri Yunia Styaningrum (2018), Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan langkah-langkah model pembelajaran Problem Based Lerning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA siswa kelas 3 SD Negeri Mangunsari 05. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan persentase kemampuan berpikir kritis siswa

(21)

Nilai rata-rata ketuntasan belajar siswa secara mengalami peningkatan, ketuntasan awal pra siklus 44% saja, setelah siklus I presentase ketuntasan meningkat menjadi 70%. Setelah dilaksanakan Siklus II presentase ketuntasan menjadi 90%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir krtitis siswa pada mata pelajaran IPA siswa sekolah dasar.

12. Muhammad Darwis (2016), Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa pada pokok bahasan perkembangan dan pertumbuhan di kelas VIII. Analisis data kreativitas belajar siswa dalam pembelajaran diambil dari tes kreativitas belajar siswa dengan pendekatan PBL menggunakan statistik deskriptif untuk mengklasikasikan secara aktif. Pada siklus I siswa dengan nilai tuntas hanya 57,15%. Sedangkan lembar observasi aktivitas belajar biologi siswa diambil suatu kesimpulan bahwa aktivitas siswa dalam belajar tergolong rendah yaitu 49,5%. Dari hasil ini akan diupayakan pada siklus berikutnya agar hasil belajar biologi siswa dapat meningkat, sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pada siklus kedua siswa dengan nilai tuntas mencapai 85,72%. Sedangkan aktivitas belajar siswa dalam belajar mengalami peningkatan menjadi 50,78%.

13. Senmai, A.,& Relmasira, S. C. (2017). Meneliti tentang Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tema 8 Daerah Tempat Tinggalku dengan Problem Based Learning berbantu media multimedia presentasi siswa kelas IV SD Negeri Sidorejo Lor 5 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA dengan berbantuan media multimedia presentasi.

14. Rismaerista Rini dan Mawardi (2015:103) meneliti tentang Peningkatan Keterampilan Proses Saintifik dan Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SDN Slungkep 02 Tema Peduli Terhadap Makhluk Hidup Menggunakan Model Problem Based Learning. Penerapan Model Problem Based Learning dapat meningkatkan keterampilan proses saintifik dan hasil belajar siswa

(22)

ditunjukkan pada aktivitas mengajar guru pada siklus I mencapai kategori baik (83), dan siklus II dengan baik (79) dan siklus II dengan kategori baik (90). Aktivitas belajar siswa pada siklus I mencapai kategori cukup baik (79) dan siklus II dengan kategori baik sekali (91). Peningkatan keterampilan proses saintifik siklus I dengan kategori tinggi (71,6%) dan siklus II berada pada kategori sangat tinggi (83%). Hasil Belajar muatan Bahasa Indonesia meningkat menjadi 78 pada siklus I dan 84 pada siklus II dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%) dan sangat tinggi (83%). Hasil belajar muatan matematika meningkat pada siklus I menjadi 77 dan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (74%). Pada siklus II hasil belajar menjadi 79 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (78%). Hasil belajar IPA pada siklus I meningkat menjadi 77 dengan ketuntasan belajar pada kategori tinggi (70%) dan siklus II sebesar 86 dengan ketuntasan belajar pada kategori sangat tinggi (87%).

15. Fajar Puji Hardono (2017:8) meneliti tentang penerapan model pembelajaran Problem Based Learning untuk meningkatkan Keterampilan Proses IPA pada siswa SDN Karanganyar. Berdasarkan hasil Penelitian yang telah dilakukan pada pembelajaran IPA model pembelajaran PBL dapat meningkatkan keterampilan proses IPA. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai keterampilan proses IPA, pada keterampilan mengamati dari 33 siswa sudah mencapai indikator kinerja penelitian cukup terampil (75-84) sejumlah 32 siswa atau 96,96% dan pada keterampilan mengomunikasikan juga mencapai 96,96% atau 32 siswa dari 33 siswa sudah sudah cukup terampil (75-84). 2.5 Kerangka Pikir

Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu yang baru berupa gagasan maupun karya nyata dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Pembelajaran konvensional yang pada umumnya dilaksanakan guru masih kurang menciptakan sesuatu yang baru, yang merupakan bentuk-bentuk kreativitas. Hal ini bisa jadi dikarenakan guru kurang mengembangkan model

(23)

dalam proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas, sehingga masih terkesan teacher center atau pembelajaran masih berpusat pada guru. Sehingga model konvensional, dimana siswa hanya sebagai penerima informasi secara pasif dengan pembelajaran yang abstrak dan teoritis.

Perlu diketahui bahwa tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik hanya dengan mendengarkan. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat kreativitas siswa. Interaksi antara guru dan murid masih sangat kurang, yang akan menyebabkan siswa kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajarinya. Melihat permasalahan yang ada, disini saya akan mencoba mengganti model pembelajaran konvensional yang biasa guru gunakan dengan menggunakan Problem Based Learning. Penguasaan materi dapat diukur dengan membentuk siswa menjadi beberapa kelompok dan dihadapkan oleh sebuah permasalahan yang disampaikan oleh guru. Dengan bekerja bersama dalam kelompok dapat membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh guru, sehingga peran anggota kelompok juga besar dalam meningkatkan kreativitas belajar anggota yang lain. Berdasarkan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa Problem Based Learning dapat diterapkan untuk meningkatkan penguasaan konsep IPA. Model pembelajaran berbasis masalah melalui pembelajaran kelompok ini akan berdampak positif pada peningkatan kreativitas belajar siswa.

2.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Model Problem Based Learning dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa kelas 4 semester I Sekolah Dasar Negeri 1 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2018/2019.

2. Dengan penerapan langkah-langkah penerapan model Problem Based Learning dapat meningkatkan kreativitas belajar siswa kelas 4 semester I Sekolah Dasar Negeri 1 Kalinanas Kecamatan Wonosegoro Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2018/2019.

Gambar

Tabel 2.1. Tema dan Subtema kelas 4 semester I
Tabel 2.3. Pemetaan KI & KD Siklus II Tema 3 Subtema 1 Pembelajaran  3
Tabel 2.4. Sintaksis Model Problem Based Learning  Fase 1
Gambar  2.1.  Dampak  Pengiring  dan  Intruksional  Model  Problem  Based  Learning

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kenaikan angle of attack maka drag dan lift juga akan naik namun kenaikan dari wing dengan penambahan winglet tidak menunjukkan kenaikan secara

Menyajikan hasil analisis tentang interaksi sosial dalam ruang dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan budaya dalam nilai dan norma serta kelembagaan sosial

Bidang Pelayanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional serta pemantauan,

Tandan kosong kelapa sawit bisa diolah dengan teknik tekstil, karena dari hasil penelitian laboratorium tekstil, tandan kosong kelapa sawit ini dapat diolah

4) Jika salah satu atau para pihak tidak hadir dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan maka majelis hakim menunda sidang. 5) Dalam hal sidang ditunda, majelis

Dengan tanya jawab guru mengarahkan siswa untuk dapat menemukan fungsi obyektif dan sistem pertidaksamaan linear dari permasalahan program linear.. Memberikan penguatan

§ Memeriksa ulang semua pecahan animasi pada camera sheet, yang menunjukkan masalah atau kesalahan dengan personil yang sesuai dengan teliti § Ujian tulis § Ujian lisan §

Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Dumai (2009), cakupan keluarga yang menggunakan sumur gali sebagai akses air bersih yaitu 47,52% termasuk didalamnya pesantren, dan dari 8