• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah kemiskinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Contoh Makalah kemiskinan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MAKALAH

KEMISKINAN

KEMISKINAN

””

Dosen pembimbin

Dosen pembimbing :g : Prof. Dr. Ir. SoProf. Dr. Ir. Sonny Leksonny Leksono, SE., Ms.no, SE., Ms.

Disusun Oleh : Disusun Oleh :

Fakultas Ekonomi /Prodi Akuntansi

Fakultas Ekonomi /Prodi Akuntansi

Universitas Wisnuwardhana Malang

Universitas Wisnuwardhana Malang

Jl. Danau sentani 99 Malang

Jl. Danau sentani 99 Malang

2013

2013

N Naamma a : : HHeerriiyyaannttoo N NPPM M : : 11000022004400000066

(2)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI Kata Pengantar……….. Kata Pengantar……….. BAB I : PENDAHULUAN BAB I : PENDAHULUAN 1.1

1.1 Latar Latar BelaBelakang…kang……… 1.2

1.2 RumusaRumusan n MasalaMasalah h ……….……….……… 1.3

1.3 Tujuan Tujuan PenelPenelitian itian .………….………

BAB II : PEMBAHASAN BAB II : PEMBAHASAN

2.1

2.1 Kemiskinan Kemiskinan ………...………...………...…... 2.2 Penyebab

2.2 Penyebab Terjadinya Kemiskinan ………Terjadinya Kemiskinan ……….……. 2.3 Cara

2.3 Cara Penanggulangan Kemiskinan...………Penanggulangan Kemiskinan...……… 2.4

2.4 Dampak Dampak Kemiskinan ……….………Kemiskinan ……….………..……….. a) a) Pengangguran Pengangguran ... ... ... ... b) b) Kekerasan Kekerasan ... ... ... ... c) c) Pendidikan Pendidikan ... ... ... ... d) d) Kesehatan Kesehatan ... ... ... ... e)

e) Konflik Konflik Sosial Sosial Bernuansa Bernuansa SARA SARA ... ... ...

BAB III : PENUTUP BAB III : PENUTUP

3.1 3.1 Kesimpulan Kesimpulan ………... 3.2 Saran ………... 3.2 Saran ………... DAFTAR FUSTAKA ... DAFTAR FUSTAKA ...

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara - negara yang memiliki  jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah ketenagakerjaan, pengangguran, dan kemiskinan Indonesia sudah menjadi masalah pokok bangsa ini dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan menghalangi langkah Indonesia untuk menjadi mengara yang lebih maju. Indonesia sebenarnya sempat menjadi tempat favorit bagi para pengusaha dari luar negeri untuk  membangun usaha mereka disini. Ya, dengan alasan murahnya biaya tenaga kerja merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia diincar oleh para pengusaha asing. Namun, ternyata hal tersebut tidak diimbangi dengan dukungan positif dari pemerintah tentang pengaturan Undang - Undang investasi dan ketenagakerjaan sehingga malah memunculkan banyak masalah baru sehingga mengakibatkan dampak  terparah berupa relokasi tempat usaha ke negara lain. Banyak yang harus dibenahi untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan. Diantaranya adalah dengan membekali berbagai macam ketrampilan bagi para tenaga kerja usia produktif supaya lebih mampu bersaing di dunia kerja tidak hanya dalam bursa tenaga kerja lokal namun juga bursa tenaga kerja dunia.

Dampak terbesar dari terjadinya relokasi tempat usaha adalah meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Jumlah pengangguran di Indonesia telah mencapai titik dimana memerlukan penanganan dari pemerintah dengan sangat serius. Ternyata langkah pemerintah untuk membuka banyak lapangan kerja baru tidak banyak  membantu mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia. Langkah yang dianggap paling tepat adalah dengan membekali ketrampilan kepada para tenaga kerja produktif  yang masih belum medapatkan pekerjaan dengan harapan mereka bisa membuka lapangan kerja baru, tidak hanya untuk diri mereka sendiri namun juga untuk  masyarakat di sekitar mereka. Oleh karena itu, dukungan penuh dari pemerintah terhadap para wiraswasta sangat diharapkan supaya angka pengangguran bisa jauh berkurang.

(4)

Masalah yang tidak kalah pentingnya adalah masalah kemiskinan. Kemiskinan dianggap sebagai akar dari segala permasalahan sosial kependudukan yang memiliki efek luar biasa bagi Indonesia. Harus diakui bahwa hingga saat ini jumlah penduduk  miskin di Indonesia masih sangat tinggi. Upaya pemerintah untuk menurunkan jumlah penduduk miskin adalah dengan memberikan fasilitas rusunawa yang pada kenyataannya banyak salah sasaran, memberikan BLT (bantuan langsung tunai) yang ternyata tidak banyak membantu masyarakat, hingga pemberian aneka subsidi untuk  masyarakat miskin. Berbagai langkah tersebut pada kenyataannya tidak bisa membuat  jumlah penduduk miskin di Indonesia menjadi berkurang. Karena solusi idealnya adalah dengan memberikan mereka pekerjaan tetap dengan gaji yang memadai sehingga mereka bisa hidup lebih layak. Ini bukan perkara yang mudah bagi pemerintah.

Meski kemiskinan merupakan sebuah fenomena yang setua peradaban manusia tetapi pemahaman kita terhadapnya dan upaya-upaya untuk  mengentaskannya belum menunjukan hasil yang menggembirakan. Para pengamat ekonomi pada awalnya melihat masalah kemiskinan sebagai “sesuatu” yang hanya selalu dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi saja.

Hari Susanto [2006] mengatakan umumnya instrumen yang digunakan untuk  menentukan apakah seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat tersebut miskin atau tidak bisa dipantau dengan memakai ukuran peningkatan pendapatan atau tingkat konsumsi seseorang atau sekelompok orang. Padahal hakikat kemiskinan dapat dilihat dari berbagai faktor. Apakah itu sosial-budaya, ekonomi, politik, maupun hukum.

Menurut Koerniatmanto Soetoprawiryo menyebut dalam Bahasa Latin ada istilah esse [to be] atau [martabat manusia] dan habere [to have] atau [harta atau kepemilikan]. Oleh sebagian besar orang persoalan kemiskinan lebih dipahami dalam konteks habere. Orang miskin adalah orang yang tidak menguasai dan memiliki sesuatu. Urusan kemiskinan urusan bersifat ekonomis semata.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Dari latarbelakang diatas penulis mengambil beberapa rumusan masalah diantaranya :

a) Apakah yang dimaksut dengan kemiskinan ? b) Mengapa kemiskinan itu bisa terjadi?

c) Bagaimana cara menangani kemiskinan?

d) Bagimana dampak kemiskinan terhadap kehidupan masarakat?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pada artikel ini adalah:

a) Untuk mengetahui apa yang di maksut dengan kemiskinan. b) Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab kemiskinan. c) Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi kemiskinan.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kemiskinan

Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002:3).

Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2002:4).

Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk  uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto dkk, 2004).

Beberapa tahun ke belakang, kemiskinan di Indonesia dan penanggulangannya telah menjadi prioritas pembangunan dan menjadi agenda pokok yang mengerahkan berbagai sumber daya pembangunan. Selama itu pula, dinamika kemiskinan dan penanggulangannya di Indonesia juga turut berkembang. Sampai dengan Maret 2012, tingkat kemiskinan telah turun menjadi 11.96 persen (29.13 juta jiwa). Sebelumnya, sampai dengan Maret 2011, tingkat kemiskinan nasional menurun hingga 12,49 persen, dari 13,33 persen pada tahun 2010. Selanjutnya, pada periode September 2011, tingkat kemiskinan menurun lagi menjadi 12,36 persen. “Diharapkan tingkat kemiskinan nasional akan dapat diturunkan lagi pada kisaran 9,5-10,5 persen pada tahun 2013,” ungkap ibu Armida, dalam Konferensi Pers Kementerian PPN/Bappenas, pada hari Senin, (13/8), bertempat di Ruang Serba Guna, Gedung Bappenas. Hal ini, menurut Menteri PPN/ Kepala Bappenas, mencerminkan bahwa

(7)

pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan jangka pendek sudah berjalan dengan baik.

Diakui oleh Ibu Armida dalam paparannya, penduduk miskin di Indonesia tersebar tidak merata. Jumlah terbesar dari penduduk miskin sebesar 57,8 persen berada di pulau Jawa. Lalu sebanyak 21 persen di Sumatera, 7,5 persen di Sulawesi, 6,2 persen di Nusa Tenggara, 4,2 persen di Maluku dan Papua dan angka terkecil sebesar 3,4 persen tersebar di Kalimantan. Angka kemiskinan tidak dapat turun dengan signifikan karena inflasi yang dirasakan oleh masyarakat miskin juga tinggi. Kondisi global yang berimbas pada situasi nasional, mendorong kenaikan harga-harga, kenaikan bahan-bahan pokok yang tertinggi di antara kelompok pengeluaran untuk bahan-bahan lainnya. Pengeluaran rumah tangga miskin untuk bahan pokok ini rentan terhadap kenaikan harga pangan. Bahkan pada tahun 2005, meski terjadi pertumbuhan, tetapi dengan poverty basket inflation tercatat sampai dengan 12,78 persen karena adanya kenaikan harga BBM, yang memicu kenaikan harga bahan pokok sehingga berdampak pada kenaikan angka kemiskian. Oleh karenanya, stabilitas harga pangan harus dijaga.Tercatat pada tahun 2006, angka kemiskinan naik  dari 15,97 persen menjadi 17,75 persen.

Selanjutnya, berdasarkan series status kemiskinan selama 4 tahun, terlihat bahwa jumlah penduduk sangat miskin semakin berkurang setiap tahunnya. Hal ini terlihat pada tahun 2010 jumlah penduduk sangat miskin sebesar 4,56 persen turun menjadi 4,37 persen pada tahun 2011. Sebaliknya, penduduk hampir miskin bertambah sebagai akibat adanya penduduk miskin yang keluar dari garis kemiskinan, tetapi masih rentan untuk jatuh lagi ke dalam garis kemiskinan. Tercatat pada tahun 2011, jumlah penduduk hampir miskin sebesar 11,28 persen dari jumlah 9,88 persen pada tahun 2010.

Kemiskinan adalah masalah yang telah ada selama berabad-abad umat manusia hidup. Bahkan sebelum adanya peradaban yang maju, kemiskinan sudah ada. Permasalahan kemiskinan saat ini menimpa hampir semua negara, bahkan negara maju sekalipun memiliki masalah kemiskinan. Masyarakat miskin itu sendiri adalah satu golongan masyarakat yang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, yakni sandang atau pakaian, pangan atau makanan dan papan atau tempat tinggal.

Pada setiap negara tentu saja memiliki standar kemiskinan yang berbeda-beda. Hal ini juga menyebabkan tingkat kemiskinan berbeda di setiap negara. Negara maju

(8)

tentu memiliki standar hidup yang lebih baik daripada negara berkembang, sehingga standar kemiskinannya pun berbeda. Negara dikatakan sebagai berkembang jika memiliki angka kemiskinan yang cukup tinggi sesuai standar yang ditetapkan secara internasional. Masyarakat miskin terjadi karena banyak faktor seperti populasi yang terlalu padat, kekeringan bahkan peperangan. Pada dasarnya kemiskinan itu dibagi menjadi tiga kelompok, yakni:

Tiga Kelompok Kemiskinan

 Kemiskinan karena kurangnya pemenuhan materi kebutuhan dasar seperti bahan makanan, pakaian dan tempat tinggal, ada juga yang menyatakan termasuk fasilitas kesehatan.

 Kemiskinan karena ketidakmampuan dalam berpartisipasi pada kegiatan masyarakat termasuk ketidakmampuan mendapatkan pendidikan dan informasi.

 Kemiskinan yang meliputi pendapatan yang tidak layak dan memadai.

Masyarakat miskin terbesar umumnya ada di perkotaan, di daerah-daerah kumuh. Mereka berkembang sangat cepat sehingga perkampungan kumuh tersebut meluas dan dihuni oleh mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini diperparah dengan adanya urbanisasi oleh mereka yang tidak memiliki keahlian maupun pendidikan yang cukup. Mereka hidup di daerah kumuh karena enggan pulang kembali ke desa. Umumnya mereka menempati daerah yang tidak layak dan tidak seharusnya dijadikan tempat tinggal, seperti kolong jembatan dan bantaran sungai.

Masyarakat miskin kota umumnya tidak mendapatkan fasilitas yang layak  seperti air bersih, listrik dan lainnya. Tentu saja mereka tidak bisa bercocok tanam karena tidak ada lahan. Akhirnya satu-satunya jalan terbaik adalah menjadi pemulung dan pengemis, yang buruk adalah menjadi pencuri dan pencopet. Ini disebabkan karena mereka tidak memiliki ketrampilan dan pendidikan yang memadai untuk  mendapatkan pekerjaan. Kemiskinan ini akan diturunkan terus pada generasi selanjutnya karena orang tua mereka tidak mampu membiayai pendidikan mereka.

(9)

2.2 Penyebab Terjadinya Kemiskinan

Masalah kemiskinan memang telah lama ada sejak dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat menjadi miskin bukan karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan atau materi. Dari ukuran kehidupan modern pada masa kini mereka tidak menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan-kemudahan lainnya yang tersedia pada jaman modern.

Penyebab kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

a) penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin

b) penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;

c) penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;

d) penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar; e) penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,

termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;

f) penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial

Di sisi lain ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yakni kemiskinan alamiah dan karena buatan. Kemiskinan alamiah terjadi antara lain akibat sumber daya alam yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah dan bencana alam. Kemiskinan “buatan” terjadi karena lembaga-lembaga yang ada di masyarakat membuat sebagian anggota masyarakat tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan berbagai fasilitas lain yang tersedia, hingga mereka tetap miskin. Maka itulah sebabnya para pakar ekonomi sering mengkritik kebijakan pembangunan yang melulu terfokus pada pertumbuhan ketimbang pemerataan.

Di Indonesia, para pelaku pembangunan banyak yang melakukan kecurangan. Praktik kolusi dan nepotisme juga merajalela. Sehingga pembangunan yang selama

(10)

ini dilakukan menjadi suatu hal yang tidak berarti. Apalagi Indonesia tidak memiliki sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu menjalankan roda pembangunan dengan baik. Sementara itu, hasil-hasil pembangunan di Indonesia juga tidak sampai pada penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Pada akhirnya para penduduk desa banyak yang tergiur dengan kehidupan di daerah perkotaan. Padahal pekerjaan di perkotaan menuntut para pekerja yang terampil.

Penduduk yang berpindah dari desa ke kota semakin meningkat. Permasalahan sosial di daerah perkotaan juga semakin banyak dengan bermuculannya para pedagang kaki lima, pengemis, gelandangan, dan berbagai kasus kriminalitas lainnya. Ditengah hiruk pikuk pembangunan yang dilakukan, daerah pedesaan pun tetap saja berada pada kondisi kemiskinan dan ketidakberdayaan hal ini menggambarkan kegagalan pembangunan. Pembangunan seharusnya memiliki kemampuan untuk  memberikan perubahan kondisi kepada masyarakat luas, tentunya perubahan dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik. Secara ideal, pembangunan yang dilakukan seharusya dapat memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk keluar dari kondisi serba kekurangan dan meraih kualitas hidup yang baik. negara pun dapat mencapai kondisi kesejahteraan sosial

Berbagai persoalan kemiskinan penduduk memang menarik untuk disimak  dari berbagai aspek, sosial, ekonomi, psikologi dan politik. Aspek sosial terutama akibat terbatasnya interaksi sosial dan penguasaan informasi. Aspek ekonomi akan tampak pada terbatasnya pemilikan alat produksi, upah kecil, daya tawar rendah, tabungankecil, lemah mengantisipasi peluang. Dari aspek psikologi terutama akibat rasa rendah diri, malas, dan rasa terisolir. Sedangkan, dari aspek politik berkaitan dengan kecilnya akses terhadap berbagai fasilitas dan kesempatan, diskriminatif, posisi lemah dalam proses pengambil keputusan.

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: a) Kemiskinan absolut,

Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk  memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan.

(11)

b) Kemiskinan relatif 

Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

c) Kemiskinan kultural.

Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya.

Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:

a) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang, pangan dan papan).

b) Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

c) Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk  pendidikan dan keluarga).

d) Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa. e) Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam. f) Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.

g) Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

h) Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

i) Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marginal dan terpencil).

Lebih lanjut, garis kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Melalui pendekatan sosial, masih sulit mengukur garis kemiskinan masyarakat, tetapi dari indikator ekonomi secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Sementara ini yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS) untuk menarik garis kemiiskinan adalah pendekatan pengeluaran.

(12)

Selama ini masyarakat miskin sering masih dianggap sebagai beban dalam suatu sistem ekonomi, sehingga bagaimana merubah total posisi masyarakat miskin yang tadinya sebatas beban dalam sistem ekonomi tersebut, menjadi kontributor dalam pertumbuhan ekonomi. Inilah permasalahan yang harus dipecahkan oleh pemerintah khususnya dalam menghadapi kegiatan ekonomi yang semakin global.

Dikutip dari Badan Pusat Statistik, Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen). Diihat dari jumlahnya penduduk miskin merupakan jumlah yang tidak sedikit. Untuk mengurangi angka kemiskinan ini pemerintah harus mengambil langkah yang tepat dalam mengambil kebijakan. Tetapi dalam kenyataannya Kebijakan Pemerintah yang ingin menuntaskan kemiskinan seringkali tidak sesuai dengan implementasi dalam masyarakat.

2.3 Cara penanggulangan kemiskinan

Kemiskinan dapat ditanggulangi dengan berbagai cara mulai dari pembagian bantuan secara langsung atau penyediaan lapangan pekerjaan yang padat karya. Bantuan langsung haruslah bersifat sementara karena tidak akan mendidik masyarakat dan membuat mereka menjadi malas. Penyediaan lapangan pekerjaan yang cocok bagi mereka serta bantuan untuk relokasi supaya mendapatkan fasilitas yang lebih baik  tentu saja lebih cocok untuk solusi jangka panjang. Solusi yang lain adalah transmigrasi, yakni merelokasi ke pulau lain dan memberikan sebidang tanah untuk  digarap. Dengan begitu diharapkan mereka bisa mengubah nasib. Sudah banyak cerita tentang orang yang tadinya gelandangan sekarang menjadi kaya raya karena hidup di daerah transmigrasi. Namun tak sedikit pula yang kembali ke daerah asal dan kembali menjadi gelandangan. (iwan)

Saat iniIndonesia masih harus menghadapi tiga masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar penduduk yang masih terhimpit kemiskinan yaitu: a) Mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Jumlah penduduk miskin tidak akan dapat dikurangi secara signifikan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi orang miskin. Untuk menurunkan tingkat kemiskinan lebih jauh lagi, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan.

(13)

b) Peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin.

Indonesia harus dapat menyelesaikan masalah dalam bidang pelayanan sosial agar manfaat dari pembangunan lebih dirasakan. Peningkatan dalam efektifitas dan efisiensi pemberian pelayanan sosial, dapat dicapai dengan mengusahakan perbaikan dalam sistem kelembagaan dan kerangka hukum, termasuk dalam aspek-aspek yang terkait dengan desentralisasi. Hal ini akan membuat penyedia jasa mengenali tanggungjawab mereka dalam menjaga kualitas pelayanan yang diberikan, disamping memberikan kesempatan bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi aktifitas tersebut.

c) Perlidungan bagi si miskin.

Kebanyakan penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Perubahan sedikit saja dalam tingkat harga, pendapatan dan kondisi kesehatan, dapat menyebabkan mereka berada dalam kemiskinan, setidaknya untuk sementara waktu. Program perlidungan sosial yang ada tidaklah mencukupi dalammenurunkan tingkat resiko bagi keluarga miskin, walaupun memberikan manfaatpada keluarga yang lebih berada. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan menyediakan program perlindungan sosial yang lebih bermanfaat bagi penduduk miskin serta masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan.

Kesulitan-kesulitan tersebut memang masih belum dapat diatasi oleh pemerintah, oleh sebab itu berbagai kebijakan yang diambil pemerintah untuk  mengatasi kemiskinan seringkali mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan yang lain diantaranya Pertama, program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal tersebut antara lain berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan

(14)

ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya.

Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak  didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.

Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN. Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal. Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis.

Pada prinsipnya, pemerintah dalam program pembangunannya telah menjadikan kemiskinan sebagai salah satu fokus utamanya. Program umum pembangunan yang berfokus pada pengentasan kemiskinan, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan perluasan lapangan kerja.

Dalam kondisi ideal, maka peningkatan pertumbuhan ekonomi akan diikuti dengan perluasan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Namun keadaan riil tidak selalu seperti yang diharapkan. Adapun hal-hal yang mungkin terjadi adalah :

 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak diikuti dengan pengurangan kemiskinan.

 Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi tidak lantas memperluas lapangan kerja.

 Lapangan kerja yang luas akan tetapi pertumbuhan ekonomi tetap rendah.

Dalam mengatasi masalah kemiskinan harus bertumpu pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang memadai maka

(15)

lapangan kerja yang tersedia tidak akan cukup atau bisa jadi tersedia lapangan kerja yang luas namun tidak sanggup untuk menyediakan tatanan upah yang memadai sehingga tetap tidak sanggup mengatasi masalah kemiskinan. Namun sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga tidak dengan sendirinya akan menyediakan lapangan kerja yang berkualitas dan langsung menyelesaikan masalah kemiskinan. Secara umum, kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia umumnya akan selalu berhadapan dengan tiga tantangan penting yaitu:

 Tantangan untuk menyediakan lapangan kerja yang cukup.

 Tantangan untuk memberdayakan masyarakat.

 Tantangan untuk membangun sebuah kelembagaan jaminan sosial yang akan menjamin masyarakat ketika terjadi ketegangan ekonomi.

Sehingga untuk lebih mengefektifkan kinerja program yang telah ada, maka perlu dirancang sebuah rekomendasi kebijakan yang akan sanggup untuk  mengakselerasi capaian dari program-program tersebut.

Rekomendasi kebijakan pertama diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Program kerja yang dapat dilakukan antara lain: (1) mempercepat belanja negara yang dialokasikan pada sejumlah proyek infrastruktur dan memberdayakan usaha kecil menengah sektor-sektor produksi, (2) mendukung dan memfasilitasi gerakan nasional penanggulangan kemiskinan dan krisis BBM melalui rehabilitasi dan reboisasi 10 juta hektar lahan kritis dengan tanaman yang menghasilkan energi pengganti BBM kepada masyarakat luas, diantaranya jarak pagar, tebu, kelapa sawit, umbi-umbian, sagu.

Rekomendasi kedua adalah kebijakan penguatan sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja. Kebijakan pendidikan harus diintegrasikan dengan kebijakan yang mengatur industri, ketenagakerjaan dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bentuk program kerja yang dapat dilakukan antara lain: keberadaan kredit mikro bagi para individu miskin yang dirancang dengan skema yang sedemikian sehingga memacu produktifitas dan daya saing dari individu miskin tersebut. Program ini dilakukan dengan koordinasi Bank Indonesia melalui berbagai program keuangan mikro bersama bank pembangunan daerah (BPD) dan bank-bank perkreditan rakyat (BPR) bekerja-sama dengan lembaga-lembaga keuangan milik masyarakat seperti Lembaga Dana dan Kredit Perdesaan (LDKP) dan

(16)

Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Program kerja lainnya adalah membuka akses tanah olahan bagi para individu miskin. Untuk keberhasilan program kerja ini, diperlukan suatu kebijakan land reform yang kondusif.

Rekomendasi ketiga adalah kebijakan yang mengatur pembangunan suatu kelembagaan perlindungan sosial bagi warga negara. Bentuk program kerjanya antara lain adalah jaminan asuransi, jaminan penanganan khusus untuk pemberikan kredit bagi para cacat untuk wira usaha dan regulasi lainnya terkait dengan upah minimum dan fasilitas minimum bagi para pekerja.

Rekomendasi keempat adalah kebijakan yang memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin. Bentuk program kerjany yaitu pada terbentuknya forum-forum masyarakat miskin yang difasilitasi oleh pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat atau memberdayakan forum-forum sejenis yang telah terbentuk.

2.4 Dampak Kemiskinan

Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.

a) pengangguran.

Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.

Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak  memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak  memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.

Dalam konteks daya saing secara keseluruhan, belum membaiknya pembangunan manusia di Tanah Air, akan melemahkan kekuatan daya saing bangsa. Ukuran daya saing ini kerap digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu bangsa dalam bersaing dengan bangsa-bangsa lain secara global. Dalam konteks daya beli di tengah melemahnya daya beli masyarakat kenaikan harga

(17)

beras akan berpotensi meningkatkan angka kemiskinan. Razali Ritonga menyatakan perkiraan itu didasarkan atas kontribusi pangan yang cukup dominan terhadap penentuan garis kemiskinan yakni hampir tiga perempatnya [74,99 persen].

Meluasnya pengangguran sebenarnya bukan saja disebabkan rendahnya tingkat pendidikan seseorang. Tetapi, juga disebabkan kebijakan pemerintah yang terlalu memprioritaskan ekonomi makro atau pertumbuhan [growth]. Ketika terjadi krisis ekonomi di kawasan Asia tahun 1997 silam misalnya banyak perusahaan yang melakukan perampingan jumlah tenaga kerja. Sebab, tak mampu lagi membayar gaji karyawan akibat defisit anggaran perusahaan. Akibatnya jutaan orang terpaksa harus dirumahkan atau dengan kata lain meraka terpaksa di-PHK [Putus Hubungan Kerja].

b) Kekerasan.

Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.

c) Pendidikan.

Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak  dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.

Bagaimana seorang penarik becak misalnya yang memiliki anak cerdas bisa mengangkat dirinya dari kemiskinan ketika biaya untuk sekolah saja sudah sangat mencekik leher. Sementara anak-anak orang yang berduit bisa bersekolah di perguruan-perguruan tinggi mentereng dengan fasilitas lengkap. Jika ini yang terjadi sesungguhnya negara sudah melakukan “pemiskinan struktural” terhadap rakyatnya.

(18)

Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.

d) Kesehatan.

Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif  atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak  terjangkau oleh kalangan miskin.

e) Konflik Sosial Bernuansa SARA.

Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan  jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan

ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.

Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.

(19)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kemiskinan di indonesia, sampai saat sekarang masih banyak dan masih belum bisa ditangani secara keseluruhan. Tapi semoga dengan adanya penangulangan kemiskinan yang diadakan pemerintah, kemiskinan akan lebih berkurang dan warga masyarakat akan lebih sejahtera dan makmur. Berdasar uraian di atas dapat dikemukakan, bahwa dalam mengatasi masalah kemiskinan diperlukan kajian yang menyeluruh sehingga dapat dijadikan acuan dalam merancang program pembangunan kesejahteraan sosial yang lebih menekankan pada konseppemberdayaan dan pengentasan, bukan pertolongan. Pada konsep pemberdayaan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menggerakkan masyarakat yang lemah atau tidak  berdaya untuk berusaha agar mampu baik secara fisik, mental dan pikiran untuk  mencapai kesejahteraan sosial hidupnya. Dalam konteks ini, mereka dipandang sebagai aktor yang mempunyai peran penting untuk mengatasi masalahnya.

3.2 Saran

kebijakan pemerintah hendaknya diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang disertai pemerataan, penguatan sistem pendidikan nasional yang berorientasi pada penciptaan lapangan kerja, mengatur pembangunan suatu kelembagaan perlindungan sosial bagi warga negara, dan kebijakan yang memungkinkan adanya akses untuk menyuarakan aspirasi dan pendapat dari kalangan miskin.

(20)

DAFTAR PUSTAKA http://andist.wordpress.com/2008/03/21/pengertian-kemiskinan/  http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Pelaku-Pelaku_Ekonomi_Dalam_Sistem_Perekonomian_Indonesia_8.2_%28BAB_15%29 http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan-01jul11.pdf  http://www.scribd.com/doc/40227855/MAKALAH-Masalah-Kemiskinan-Di-Indonesia http://carapedia.com/masalah_ketenagakerjaan_pengangguran_kemiskinan_indonesia _info3017.html http://www.bappenas.go.id http://semangatku.com/239/sosial-budaya/berbicara-tentang-masyarakat-miskin-di-indonesia/  :http://us.suarapembaca.detik.com/read/2010/02/22/081829/1303963/471/indonesia-dan-problem-kemiskinan http://carapedia.com/masalah_ketenagakerjaan_pengangguran_kemiskinan_indonesia _info3017.html

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan analisis regresi multilinier, sebanyak 20 senyawa xanton yang sudah diketahui nilai IC50-nya digunakan sebagai senyawa fitting untuk mendapatkan

Untuk mendapatkan minimum attractive rate of return (MARR), yang digunakan sebagai acuan untuk menetapkan apakah suatu investasi jalan tol layak atau tidak layak

Kloset Duduk keramik merk Mono Blok American Standar buah. Kloset Duduk keramik merk Mono Blok

Problem Based Learning (PBL) Merupakan suatu model pembelajaran yang dalam pelaksanaan pembelajarannya berpegang pada sebuah masalah yang nantinya siswa itu sendiri atau

Misal: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), usaha sepi. b) Nasabah memindahtangankan atau jual beli bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak bank. Hal ini sering terjadi saat

Waktu yang sangat terbatas dengan jumlah yang cukup banyak yaitu 20 UKM masih kurang sehingga Pendampingan yang kami lakukan ke masing – masing UKM untuk lebih mengerti dalam

Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat, bimbingan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Yang bukan termasuk kemampuan yang harus dimiliki supervisor dalam menjalankan tugasnya adalah.... Gabungan beberapa orang yang bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan