• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE PENYULUHAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENGETAHUAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH METODE PENYULUHAN DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENGETAHUAN BERWAWASAN LINGKUNGAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP PENGETAHUAN

BERWAWASAN LINGKUNGAN

Nurdin

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sailendra, Jl.Margasatwa N0.99 B Pondok Labu Jakarta Selatan e-mail: nur.albaniah@ymail.com

Abstract: Influences of Counseling Methods on Environtmental Awareness with regard to Levels of Education. This article reports on a study which examined the influences of counseling methods of demonstration and discussion on envirenmental awareness with regard to levels of education. This ex-perimental research using 2x2 factorial design was carried out on a group of community members in West Jakarta. The data were analyzed using two-way variant analysis and Tukey’s test. The result dem-onstrates the interactional influences between the counseling methods and the levels of education on environmental awareness. The counceling method of discussion is more appropriate for community with high level of education, whereas demonstration is for community members with low level of edu-cation.

Keywords: counseling methods, demonstration, discussion, levels of education, environmental awareness

Abstrak: Pengaruh Metode Penyuluhan dan Tingkat Pendidikan terhadap Pengetahuan Ber-wawasan Lingkungan. Artikel hasil penelitian ini memaparkan pengaruh penyuluhan dengan metode demonstrasi dan diskusi terhadap pengetahuan berwawasan lingkungan berdasarkan jenjang pendidikan. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan desain faktorial 2x2 pada kelompok masyarakat di wilayah Jakarta Barat. Data dianalisis dengan analisis varians dua jalur, dan uji Tukey. Hasil penelitian mengungkap bahwa terdapat pengaruh interaksi antara metode penyuluhan dan tingkat pendidikan ter-hadap pengetahuan berwawasan lingkungan. Penyuluhan dengan metode diskusi lebih baik dipergunakan pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi, dan metode demonstrasi lebih baik diper-gunakan pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah.

Kata kunci: penyuluhan, metode demonstrasi, metode diskusi, tingkat pendidikan, pengetahuan berwawasan lingkungan

Jakarta merupakan ibu kota negara Republik Indone-sia yang padat penduduknya. Data kependudukan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pada bulan Juni tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk DKI adalah sebesar 96.043.290 jiwa, dan khusus untuk wilayah Jakarta Barat berjumlah 2.395.130 jiwa. Seiring dengan pembangunan, pemerintah perlu mem-punyai konsep pembangunan berwawasan lingkungan (ecologically sustainable development), karena kota Jakarta sering terkena banjir, dan salah satu penye-babnya adalah pengetahuan berwawasan lingkungan dari masyarakat yang masih rendah.

Lingkungan adalah semua benda dalam ruang yang kita tempati yang memengaruhi kehidupan

ma-nusia. Undang-undang nomor 4 tahun 1982 (Darsono, 1995) mengenai pengelolaan lingkungan hidup me-nyebutkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan mahluk hidup ter-masuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kese-jahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah terjadinya kese-larasan hubungan antara manusia dengan lingkungan tempat tinggalnya, serta pemanfaatan sumber daya alam yang sewajarnya dan terhindar dari segala macam pencemaran.

Untuk memotivasi masyarakat melakukan pe-ngelolaan lingkungan hidup, pemerintah pernah

(2)

berikan penghargaan bagi kota-kota terbersih dan kepa-da individu atau kelompok masyarakat yang berjasa dalam pengelolaan dan penyelamatan lingkungan. Usaha lain dalam penyelamatan lingkungan yaitu de-ngan mengadakan projek sungai bersih, dan pena-taan pemukiman kumuh. Sekalipun telah terlihat usaha pemerintah untuk menjaga lingkungan hidup dan melestarikannya, namun bila tidak didukung oleh warga masyarakat, maka usaha-usaha yang telah di-lakukan itu akan menjadi sia-sia. Kesadaran setiap warga masyarakat dalam pengelolaan dan pelestari-an lingkungpelestari-an spelestari-angat penting.

Aspek kognitif meliputi pengetahuan, pemaham-an, penerappemaham-an, analisis, sintesis, dan evaluasi (Bloom, 1981). Pengetahuan mencakup hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan, baik berupa ingatan khusus maupun ingatan umum. Dengan penge-tahuan yang dimilikinya, seseorang dapat dengan ce-pat atau lambat mengubah sikap dan perilaku menjadi lebih peduli terhadap sesuatu, termasuk pengetahuan mengenai lingkungan. Manusia sebagai mahluk hidup perlu memiliki pengetahuan untuk membentuk sikap dalam mengelola lingkungan dengan harapan dapat memeroleh kehidupan yang lebih baik.

Pengetahuan adalah kerangka informasi menge-nai fakta-fakta yang tersusun secara teratur, memi-liki makna yang dapat diterapkan, dan pengetahuan tersebut tersimpan dalam ingatan yang dapat digali kembali pada saat dibutuhkan (Gagne, 1977). Penge-tahuan terbentuk setelah seseorang melakukan penga-matan melalui inderanya terhadap berbagai fenomena di lingkungannya. Selanjutnya yang bersangkutan mengolah berbagai pengalaman yang diperolehnya dalam lingkup kognitif menjadi suatu informasi yang tersusun secara teratur, bermakna, dan tersimpan dalam memori.

Menurut Piaget (1985), pengetahuan yang ter-simpan dalam memori seseorang terdiri atas pengeta-huan figuratif (figurative knowledge) dan pengetapengeta-huan operative (operative knowledge). Pengetahuan figuratif disebut sebagai pengetahuan deklaratif, operasional, atau teoretikal yang mencakup pengetahuan tentang fakta dan konsep seperti nama, definisi, serta kumpulan pengalaman. Pengetahuan operatif disebut sebagai pengetahuan prosedural atau praktis yang mencakup prinsip penyelesaian masalah, seperti cara melakukan suatu keterampilan.

Pengetahuan pada hakikatnya merupakan sege-nap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu yakni bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia, di samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama (Suriasumantri, 1999). Romizowski (1988)

menjelas-kan bahwa pengetahuan itu berada di dalam pikiran kita yang dapat disimpan dalam bentuk informasi. Sallis dan Jones (2002) mengatakan bahwa pengeta-huan merupakan kemampuan untuk mengingat be-berapa informasi yang digunakan dengan melalui pemikiran manusia yang memberikan arti serta tujuan. Ungkapan tersebut mengandung makna bahwa penge-tahuan merupakan kemampuan untuk mengetahui tem-pat, mengetahui waktu, dan mengungkapkan pendapat. Mengenai wawasan lingkungan, Chiras (1985) dalam Environmental Science menyatakan bahwa etika lingkungan merupakan landasan keberlanjutan ke-lompok masyarakat. Etika berwawasan lingkungan adalah kesadaran bahwa sumber daya alam di bumi bersifat terbatas. Manusia adalah bagian dari alam, dan oleh karenanya harus bijaksana dalam mengelola alam untuk kelangsungan hidupnya. Alam dan bumi bukan untuk dikuasai. Menurut Soerjani (2001), ber-wawasan lingkungan selain membatasi tingkah laku manusia, juga mengimbangi hak dan kewajiban terha-dap lingkungan, dan mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kewajaran daya dukung lingkungan hidup.

Perhatian terhadap permasalahan kependudukan dan lingkungan telah dimulai sejak tahun 1972 yaitu dengan diadakannya konferensi Stokholm yang berha-sil membangkitkan kepedulian terhadap permasalahan tersebut. Diikuti dengan terbentuknya Komisi Dunia tentang Lingkungan dan Pembangunan (World

Com-mission on Environment and Development) pada tahun

1983 oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Manu-sia mampu melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) untuk mencukupi kebu-tuhan saat ini dengan tetap memperhatikan kebukebu-tuhan generasi yang akan datang (WCED, 1983).

Permasalahan lingkungan hidup merupakan hal yang serius, baik bagi individu maupun kelompok ma-syarakat. Manusia dengan lingkungannya senantiasa terjadi interaksi, yaitu memengaruhi dan sekaligus di-pengaruhi oleh lingkungan hidupnya, atau membentuk dan dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Diperlukan kearifan mengenai permasalahan tersebut. Manusia mempunyai kedudukan yang tinggi dibanding mahluk lain di bumi, sehingga manusia merasa menjadi pengu-asa dan bebas mengeksploitasi alam (Newson, 1992). Anggapan demikian mendorong manusia berlomba memanfaatkan sumber daya alam untuk kepentingan sekarang, tanpa memedulikan kelestariannya. Untuk itu, sebagaimana dikemukakan oleh Eduards dan Me-sarovic (1974), dalam menanamkan sikap pembangun-an ypembangun-ang bijakspembangun-ana terhadap lingkungpembangun-an hendaknya memertimbangkan faktor kesadaran tentang bumi sebagai milik bersama, etika dalam pendayagunaan

(3)

sumber daya alam, sikap harmonis dengan alam, dan sikap bertanggung jawab terhadap generasi yang akan datang. Untuk menjaga kelestarian lingkungan diper-lukan dukungan dari berbagai pihak.

Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan se-mua benda, mahluk hidup termasuk di dalamnya ma-nusia dan perilakunya, sosial dan budaya masyarakat, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan, kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya (Soemarwoto, 2001: 153). Tujuan peningkatan penge-tahuan dan pemahaman tentang wawasan lingkungan adalah untuk membantu masyarakat mendayaguna-kan sumber daya alam dengan sebaik-baiknya.

Di kalangan masyarakat, pengetahuan tentang wawasan lingkungan dapat diperoleh melalui penyu-luhan. Penyuluhan merupakan salah satu pendekatan Pendidikan Luar Sekolah yang dipandang sebagai bagian penting dalam gerakan pembangunan masya-rakat (Coombs & Ahmad, 1974). Kegiatan penyuluhan adalah bentuk keterlibatan seseorang untuk melaku-kan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu orang lain memberikan pendapat sehingga mampu membuat keputusan secara benar (Hawkins & Van Den Ban, 1999). Penyuluhan merupakan ke-giatan mendidik dan membelajarkan masyarakat, dan mengandung kewajiban moral untuk membantu me-mecahkan permasalahan yang mereka hadapi.

Metode penyampaian pesan dalam kegiatan penyuluhan merupakan faktor yang sangat menentu-kan keberhasilan (Roles & Jones, 1987). Terdapat dua metode yang digunakan sebagai bentuk perlakuan da-lam penyuluhan, yaitu metode demontrasi dan diskusi. Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi penyuluhan untuk memeragakan atau menunjukkan sesuatu dengan menggunakan alat-alat tertentu dan dapat dikatakan sebagai suatu percontohan (Suriatna, 1999). Demonstrasi adalah suatu penyajian yang di-persiapkan secara teliti untuk memperlihatkan suatu tindakan atau prosedur disertai dengan penjelasan dan ilustrasi (Dimyati & Moejianto, 1992). Dale (dalam Russel & Heinich, 1989) mengemukakan bahwa pe-serta akan lebih mudah mengingat apa yang dipelajari bilamana mengalami atau melihat objek secara lang-sung dibandingkan bilamana hanya melalui penjelas-an secara verbal.

Metode demonstrasi dimaksudkan untuk mem-buktikan keunggulan inovatif dari sesuatu yang di-perkenalkan atau diperagakan. Penyuluhan dengan demonstrasi dapat dibedakan dalam tiga hal (Hawkins & Van Den Ban, 1999), yaitu (1) demonstrasi cara yang menonjolkan pada upaya memperlihatkan cara kerja yang benar, (2) demonstrasi hasil yang menonjolkan upaya membuktikan tentang keunggulan inovasi yang ditawarkan, dan (3) demonstrasi cara dan hasil yang

menunjukkan cara kerja yang benar sekaligus mem-buktikan keunggulan inovasi yang ditawarkan.

Diskusi merupakan suatu cara untuk bertukar pi-kiran dalam menyampaikan materi tentang wawasan lingkungan (Mardikanto, 1995). Sebagai strategi pe-nyampaian materi, diskusi sangat efektif untuk bertu-kar informasi dan mengkaji pengetahuan dan penga-laman yang dimiliki, termasuk untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Selain itu, dalam pan-dangan Hawkins & Van Den Ban (1999) diskusi juga dapat mengubah sikap dan perilaku karena melibatkan proses berfikir yang kompleks.

Pengembangan kesadaran diri dan sosial dapat di-lakukan melalui pendidikan (Ballantine, 1981). Segall (1999) membuat klasifikasi bahwa pendidikan dikate-gorikan menjadi pendidikan formal yang dilakukan di sekolah, dan pendidikan nonformal yang dilakukan di luar sekolah. Penekanan pendidikan nonformal adalah untuk meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah. Berdasarkan UU nomor 2 tahun 1998, Tilaar (2001) menyatakan bahwa pendidikan formal bersifat berjenjang dan berkesinambungan, dan pendidikan nonformal dimaksudkan untuk melayani kelompok belajar yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan mempunyai fungsi untuk mencerdaskan dan mening-katkan produktivitas individu dan masyarakat, yaitu sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup, pen-dapatan, dan kesadaran masyarakat (Tilaar, 2001).

Hasil penelitian Fadillah (2008) mengenai pe-ngaruh strategi penyuluhan dan tingkat pendidikan terhadap pengetahuan petani tentang pupuk organik melalui penggunaan Technology of Effective

Microorga-nisms (TEM) di bidang pertanian mengungkap bahwa

pengetahuan tentang pupuk organik TEM yang diberi-kan melalui penyuluhan dengan metode diskusi lebih tinggi dibandingkan metode demonstrasi. Pengetahuan tentang pupuk organik TEM pada kelompok petani yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memeroleh hasil lebih tinggi bilamana penyuluhan dilakukan me-lalui diskusi dibanding meme-lalui demonstrasi. Penge-tahuan tentang pupuk organik TEM pada kelompok petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah tidak menunjukkan perbedaan baik diberikan penyuluhan melalui metode diskusi maupun metode demonstrasi. Dinyatakan bahwa hal demikian diduga mengenai kemungkinan adanya pengaruh faktor-faktor luar yang tidak diperhitungkan.

Artikel hasil penelitian ini memaparkan menge-nai intervensi berupa penyuluhan yang dilakukan melalui metode demonstrasi dan diskusi berdasarkan tingkat pendidikan terhadap pengetahuan berwawasan lingkungan pada kelompok masyarakat di wilayah Jakarta Barat.

(4)

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Variabel Perlakuan Metode Penyuluhan

Variabel Atribut Demonstrasi (A1) Diskusi (A2)

Tingkat Pendidikan Tinggi (B1) A1B1 (20 orang) A2B1 (20 orang) Rendah (B2) A1B2 (20 orang) A2B2 (20 orang)

Interaksi A x B

Keterangan:

A1B1: Pengetahuan berwawasan lingkungan dari subjek penelitian yang diberi penyuluhan dengan teknik demonstrasi yang

mem-iliki tingkat pendidikan tinggi.

A2B1: Pengetahuan berwawasan lingkungan dari subjek penelitian yang diberi penyuluhan dengan teknik diskusi yang memiliki

tingkat pendidikan tinggi.

A1B2: Pengetahuan berwawasan lingkungan dari subjek penelitian yang diberi penyuluhan dengan teknik demonstrasi yang

mem-iliki tingkat pendidikan rendah.

A2B2: Pengetahuan berwawasan lingkungan dari subjek penelitian yang diberi penyuluhan dengan teknik diskusi yang memiliki

tingkat pendidikan rendah. METODE

Penelitian dilakukan secara eksperimen dengan mempergunakan disain faktorial 2x2. Variabel teri-katnya adalah pengetahuan berwawasan lingkungan, sedangkan variabel bebas meliputi metode penyu-luhan sebagai variabel perlakuan, dan tingkat pendi-dikan sebagai variabel atribut. Desain faktorial pene-litian disajikan pada Tabel 1.

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Jakarta Barat selama tiga bulan, mulai bulan April sampai dengan bulan Juni 2014. Subjek penelitian adalah ke-lompok masyarakat meliputi 80 orang yang terdiri dari 40 orang dengan tingkat pendidikan rendah, dan 40 orang dengan tingkat pendidikan tinggi. Pengum-pulan data mengenai tingkat pengetahuan berwawasan lingkungan dilakukan dengan instrumen tes objektif dengan pilihan jawaban Benar (B) dengan skor 1 dan Salah (S) dengan skor 0. Data dianalisis dengan mem-pergunakan analisis varians dua jalur (two-way anova), setelah terlebih dahulu memenuhi persyaratan nor-malitas dan homogenitas antar kelompok subjek pene-litian, dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui terjadinya pengaruh interaksi antar variabel indepen-den terhadap pengetahuan berwawasan lingkungan. Berdasarkan uji Lilliefors pada tingkat  sebesar 0,05 menunjukkan bahwa secara keseluruhan kelompok subjek penelitian memiliki distribusi normal. Demi-kian pula dengan hasil uji homogenitas pada tingkat  sebesar 0,05 menunjukkan bahwa secara keselu-ruhan kelompok subjek penelitian memiliki varian yang tidak berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis varians dua jalur, diperoleh hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 2. Terdapat perbedaan mengenai pengetahuan berwawas-an lingkungberwawas-an berwawas-antara subjek penelitiberwawas-an yberwawas-ang diberi

penyuluhan dengan metode demonstrasi dengan sub-jek penelitian yang diberi penyuluhan dengan metode diskusi, baik pada subjek penelitian dengan tingkat pendidikan tinggi maupun rendah. Selanjutnya, dapat dinyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan mengenai pengetahuan berwawasan lingkungan antara mereka yang berpendidikan tinggi dan rendah, baik diberikan penyuluhan dengan metode demonstrasi maupun de-ngan metode diskusi. Selain itu, sesuai dede-ngan hasil analisis, dapat dinyatakan bahwa terdapat interaksi antara metode penyuluhan dengan tingkat pendidik-an terhadap pengetahupendidik-an berwawaspendidik-an lingkungpendidik-an, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.

Tabel 2. Ringkasan Analisis Varians Dua Jalur Sumber

varians Dk Jk Rjk Fhitung Keterangan Antar kolom

(A)

1 26,50 26,50 6,20**) Sig. Antar baris (B) 1 7,20 7,20 1,68 Non. Sig. Interaksi (A x B) 1 167,3 0 167,30 39,13*) Sig. Dalam 76 325 4,27 Total 79 520 *)  = 0,01 **)  = 0,05

Pada gambar 1 terdapat empat titik yang dihu-bungkan oleh dua garis yang berpotongan. Keempat titik tersebut merupakan skor rata-rata dari masing-masing kelompok perlakuan. Dengan adanya interaksi, berdasarkan jenjang pendidikannya hasil uji Tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengeta-huan berwawasan lingkungan pada mayarakat yang mendapatkan penyuluhan dengan metode demonstrasi dan yang mendapatkan penyuluhan dengan metode diskusi. Bagi mayarakat dengan tingkat pendidikan tinggi akan memiliki hasil pengetahuan berwawasan lingkungan tinggi bilamana dilakukan penyuluhan

(5)

dengan metode diskusi. Selanjutnya, bagi masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah akan memiliki pengetahuan berwawasan lingkungan tinggi bilamana dilakukan penyuluhan dengan metode demonstrasi.

Gambar 1. Interaksi antara Metode Penyuluhan dengan Tingkat Pendidikan terhadap Pengetahuan Berwawasan

Lingkungan

Secara umum dapat dinyatakaan bahwa untuk meningkatkan pengetahuan berwawasan lingkungan di kalangan masyarakat, maka penyuluhan dengan metode demonstrasi lebih baik diterapkan pada ma-syarakat dengan pendidikan rendah, dan penyuluhan dengan metode diskusi lebih baik diterapkan pada masyarakat dengan pendidikan tinggi. Berdasarkan tingkat kemampuan berpikir atau kognitif, hal demi-kian sesuai dengan pandangan Dale (dalam Russel & Heinich, 1989) yang berpendapat bahwa peserta penyuluhan akan lebih mudah memahami apa yang mereka pelajari bila melihat atau mengalami secara langsung objeknya dalam hal ini melalui metode de-monstrasi, bilamana dibandingkan dengan memeroleh penjelasan secara verbal yaitu melalui metode dis-kusi. Hasil penelitian juga sesuai dengan pandangan Hawkins dan Van Den Ban (1999) bahwa para in-dividu yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih efektif untuk bertukar informasi dan mengkaji penge-tahuan dan pengalaman yang dimilikinya, dibanding dengan menunjukkan atau mendemonstrasikan se-suatu kepada mereka.

Hasil penelitian sejalan dengan pendapat Dim-yati dan Moejianto (1992) bahwa para peserta yang mengikuti kegiatan penyuluhan dengan metode de-monstrasi, dan materi penyuluhan telah dipersiapkan lebih teliti untuk diperlihatkan kepada mereka yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan dapat mene-rima materi penyuluhan dengan lebih efektif. Dalam penelitian ini diungkap bahwa pengetahuan

berwa-wasan lingkungan dari kelompok masyarakat de-ngan tingkat pendidikan rendah menunjukkan hasil yang tinggi jika diberi penyuluhan dengan metode demonstrasi.

Hasil penelitian mengungkap bahwa terjadi interaksi antara metode penyuluhan dengan tingkat pendidikan terhadap pengetahuan yang berwawasan lingkungan. Hal demikian sesuai dengan pendapat Roles dan Jones (1987) serta sesuai dengan hasil pene-litian Fadillah (2008) yang mengungkap bahwa me-tode penyampaian pesan oleh penyuluh merupakan faktor yang menentukan keberhasilan penyuluhan. Temuan ini memiliki makna bahwa masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dengan mudah memahami mengenai apa yang dimaksudkan oleh penyuluh bilamana penyuluhan dilakukan dengan metode diskusi. Mereka yang berpendidikan tinggi kurang kurang tertarik bila diberi penyuluhan dengan metode demonstrasi, karena mereka sudah memiliki pengetahuan awal yang memadai dan merasa bosan mengenai hal itu. Mereka akan tertantang dengan kegiatan diskusi, sehingga terjadi efek positif pada peningkatan pengetahuan berwawasan lingkungan. Sebaliknya, pada kelompok masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah lebih efektif bilamana diberi penyuluhan dengan metode demonstrasi karena mere-ka lebih memperhatimere-kan mengenai apa yang disam-paikan oleh penyuluh sehingga peningkatan penge-tahuan berwawasan lingkungan mereka menjadi lebih baik.

SIMPULAN

Terdapat perbedaan pengetahuan berwawasan lingkungan pada kelompok masyarakat yang diberi penyuluhan dengan metode demonstrasi dan me-tode diskusi. Selanjutnya, pada kelompok masyara-kat dengan tingmasyara-kat pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan berwawasan lingkungan yang lebih baik bilamana diberi penyuluhan dengan metode diskusi dibandingkan dengan metode demonstrasi. Sebalik-nya, pada kelompok massyarakat dengan tingkat pen-didikan rendah akan memiliki pengetahuan berwa-wasan lingkungan yang lebih baik bilamana diberi penyuluhan dengan metode demonstrasi dibanding-kan dengan metode diskusi.

Penelitian memeroleh temuan bahwa terdapat interaksi antara metode penyuluhan dan tingkat pen-didikan kelompok masyarakat terhadap pengetahuan berwawasan lingkungan yang mereka miliki. Terbukti bahwa melalui penyuluhan dapat meningkatkan pe-ngetahuan berwawasan lingkungan pada kelompok masyarakat di wilayah Jakarta Barat, baik yang me-miliki tingkat pendidikan tinggi maupun rendah.

(6)

DAFTAR RUJUKAN

Ballantine, J.H. 1981. The Sociology of Education: A

Systematic Analysis. New York: Longman.

Bloom, B.S. 1081. Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman.

Chiras, D. 1985. Environmental Science. California: Publ Comp.

Coombs, P.H. & Ahmad, M. 1974. Attaking Rural

Pov-erty: How Nonformal Education Can Help.

Lon-don: The Johns Hopkins University Press. Darsono, V. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan.

Yogya-karta: Universitas Atmajaya.

Dimyati. M. & Moejianto. 1992. Strategi Belajar

Menga-jar. Jakarta: Rineka Cipta.

Eduards, P. & Mesarovic, M. 1974. Making at the

Turn-ing Plant. New York: Ep Dutlon and Co Inc.

Fadillah. 2008. Pengaruh Strategi Penyuluhan dan

Ting-kat Pendidikan terhadap Pengetahuan Petani tentang Pupuk Organik Teknologi Effective Mi-croorganisms (TEM) dalam Pertanian. Disertasi

tidak diterbitkan. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

Gagne, R.M. 1977. The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart & Winston.

Hawkins, H.S. & Van Den Ban, W.A. 1995.

Agricul-tural Extention. London: Black Weel Science.

Mardikanto, T. 1995. Penyuluhan Pembangunan

Perta-nian. Bandung: Rineka Cipta.

Newson, M. 1992. Managing the Human Impacts on the

Natural Environment. London: Bethaven Press.

Piaget, J.K. 1985. The Instructional Design Process. New York: Harper and Row, Publishers. Roles, J.M. & Jones, E.G. 1987. Progress in Rural

Ex-tention and Communty Development. New York:

John Wiley and Sons.

Romizowski, A.J. 1988. Designing Instructional System

Decision Making. London: Kongen.

Russel, D.J. & Heinich, R. 1989. Instructional Media

and the Tecnologies of Instruction, New York:

MacMillan Publishing Company.

Sallis, E. & Jones, G. 2002. Knowledge Management in

Education. London: Biddies Ltd.

Segall, M.H. 1999. Human Behavior in Global

Perspec-tive: An Introduction to Cross Cultural Psychol-ogy. USA: Allyn and Bacon.

Soemarwoto, O. 2001. Atur Diri Sendiri. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Soerjani, M. 2001. Sumber Daya Alam dan

Kependuduk-an dalam PembKependuduk-angunKependuduk-an. Jakarta: Universitas

In-donesia Pers.

Suriasumantri, J.S. 1999. Filsafat Ilmu. Jakarta: Sinar Ha-rapan.

Suriatna, S. 1999. Metode Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Melton Putra.

Tilaar, H.A.R. 2001. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

WCED. 1983. World Comission on Environmental and

Gambar

Tabel 2.  Ringkasan Analisis Varians Dua Jalur
Gambar 1.  Interaksi antara Metode Penyuluhan  dengan Tingkat Pendidikan terhadap  Pengetahuan Berwawasan

Referensi

Dokumen terkait

Adanya kata-kata beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan seterusnya dalam tujuan pendidikan nasional di atas menandakan bahwa yang menjadi bahan dalam

Peningkatan serapan nitrogen (N) tanaman yang tercermin oleh meningkatnya konsentrasi nitrogen (N) dalam jaringan tanaman dan bobot kering tanaman dapat dipastikan

Tidak ada hubungan antara dukungan suami dengan kunjungan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam asetat (IVA) di Puskesmas Banguntapan 2 Bantul Tahun 2016 dengan p value

Bagaimana kombinasi nilai atau level dari setiap parameter proses yang seharusnya digunakan pada saat proses shot peening dilakukan sehingga dapat

Untuk mengatasi masalah tersebut, pada proyek akhir ini dibuat suatu aplikasi website sisfo dimana website tersebut mencakup informasi tentang SMK Dr Tjipto Semarang

Molecular thresholds of ITS2 and their implications for molecular evolution and species identification in seed plants.. Origin and Relationship of Alpinia