• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM INTRODUKSI DI BOGOR ADITYA PERMANA SAMOSIR A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM INTRODUKSI DI BOGOR ADITYA PERMANA SAMOSIR A"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM INTRODUKSI

DI BOGOR

ADITYA PERMANA SAMOSIR

A24070044

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

ADITYA PERMANA SAMOSIR. Adaptabilitas Varietas Gandum Introduksi di Bogor. (Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E.K dan SRI GAJATRI BUDIARTI).

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari karakter agronomi dan daya hasil sepuluh varietas gandum introduksi di Bogor yang dilaksanakan di Kebun Percobaan Southeast Asian Minister of Educational Organization for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP), Tajur, Kota Bogor pada ketinggian 250 meter di atas permukaan air laut. Percobaan berlangsung pada bulan Maret hingga Juli 2011.

Percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak, faktor tunggal dan tiga ulangan. Faktor yang dipelajari adalah varietas yang terdiri dari genotipe gandum introduksi dari India (OASIS/SKAUZ//4*BCN-Var 28, HP 1744, LAJ/MO88, dan RABE/MO88), Turki (Basribey, Alibey, dan Menemen), CIMMYT (G-21, G-18, dan H-21), serta dua varietas unggul nasional sebagai pembanding (Dewata dan Selayar).

Terdapat perbedaan antar genotipe yang diuji untuk keseluruhan karakter kecuali karakter jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif. Nilai duga heritabilitas yang tinggi ditunjukkan oleh keseluruhan karakter kecuali karakter jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif yang mempunyai nilai duga heritabilitas sedang.

Setidaknya terdapat satu genotipe gandum introduksi yang mempunyai karakter agronomi yang baik atau sama dengan varietas pembanding (Dewata dan Selayar) yaitu varietas G-21 dan G-18 (tinggi tanaman), varietas HP 1744 dan RABE/MO88 (umur berbunga), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, dan Alibey (umur panen), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (panjang malai), varietas Menemen dan Alibey (jumlah malai per ubinan), serta varietas G-21 dan G-18 (jumlah spikelet per malai). Selain itu terdapat varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, LAJ/MO88, RABE/MO88, H-21, G-18, Menemen, Basribey,

(3)

dan Alibey (jumlah floret hampa per malai), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, LAJ/MO88, RABE/MO88, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (jumlah biji per malai), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (bobot biji per malai), varietas HP 1744, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (bobot 1000 butir), serta varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, H-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (hasil panen per petak).

(4)

ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM INTRODUKSI

DI BOGOR

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

ADITYA PERMANA SAMOSIR

A24070044

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul

: ADAPTABILITAS VARIETAS GANDUM

INTRODUKSI DI BOGOR

Nama

: ADITYA PERMANA SAMOSIR

NIM

:

A24070044

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., M.S. NIP 19631107 198811 2 001

Pembimbing II

Ir. Sri Gajatri Budiarti, M.S. NIP 19510204 198203 2 002

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP 19611101 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Banyak, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung pada tanggal 23 Juni 1989. Penulis merupakan anak pertama dari R.A. Franz’s Samosir dan Supartiem, S.Pd.

Tahun 1995 penulis lulus dari TK Xaverius Kotabumi, Lampung Utara dan melanjutkan studi di SD Xaverius Kotabumi, Lampung Utara hingga tahun 2001. Tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMP Xaverius Kotabumi, Lampung Utara. Selanjutnya, penulis lulus dari SMAN 3 Kotabumi, Lampung Utara dan diterima di IPB melalui jalur USMI program S1 mayor-minor pada tahun 2007. Tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Penulis aktif di berbagai kepanitiaan dan organisasi mahasiswa. Tahun 2007 sebagai Ketua Umum Santa Claus Day se-Keuskupan Bogor, tahun 2008/2009 menjadi Staf Komisi Eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A), tahun 2009/2010 menjabat sebagai Koordinator Divisi Eksternal UKM KeMaKI. Tahun 2010 bertugas sebagai Koordinator Divisi Publikasi dan Dokumentasi Natal Civa IPB 2009 dan Steering Committee Save Our Earth (SOE). Tahun 2011 menjabat sebagai Ketua II Natal Civa IPB 2010. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Agama Katolik, Pembiakan Tanaman (tahun 2010/2011), serta Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman (tahun 2010/2011). Prestasi yang pernah diperoleh penulis adalah Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P) tahun 2011 yang didanai oleh Dikti dan merupakan salah satu penerima beasiswa Karya Salemba Empat (tahun 2008/2009 hingga 2011/2012).

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini khususnya kepada:

1. Ayahanda R.A. Franz’s Samosir, Ibunda Supartiem S.Pd., Adik Cici Purnama Samosir, Vinsens Ananta Samosir, serta Fellix Ariswara Samosir tercinta yang telah memberikan dukungan doa, moral, dan material selama menjalani pendidikan.

2. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E.K., M.S. dan Ir. Sri Gajatri Budiarti, M.S. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan kegiatan dan penyusunan skripsi ini. 3. Balai Serealia Departemen Pertanian Republik Indonesia dan SEAMEO

BIOTROP yang telah membiayai dan menyediakan fasilitas penelitian serta memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan penelitian.

4. Yayasan Karya Salemba Empat beserta seluruh donatur beasiswa yang telah memenuhi biaya penunjang akademik dalam upaya peningkatan prestasi.

5. Aminnur S.P., M.Si, Aziz Natawijaya S.P., dan Irawan selaku pendamping penulis yang telah memberikan bantuan, saran, dukungan, dan fasilitas selama kegiatan penelitian.

6. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasihat selama pelaksanaan akademik di Departemen Agronomi dan Hortikultura.

7. My lovely one Agustina Riska Indriyani yang selalu menemani.

8. Dede Rosyana S.P., Lia Juwita, dan Dita Octaria selaku rekan bimbingan skripsi, laskar Agronomi dan Hortikultura 44 serta keluarga Perwira 43

(8)

khususnya Rio F. N. Ginting S.Pi, Erika R. Purba S.P., Leo Candra Padang, Brury Marco Silalahi, Antonius Hari Kristanto S.P. atas kebersamaan dan kerjasama selama bimbingan dan penelitian.

9. Tim Pendamping IPB khususnya Pendamping 2009 serta berbagai kepanitiaan dan organisasi mahasiswa lainnya yang pernah saya ikuti atas kebersamaan dan pembelajarannya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Desember 2011

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Morfologi Tanaman Gandum ... 3

Ekologi Tanaman Gandum ... 4

Pemuliaan Tanaman Gandum ... 5

Adaptabilitas Tanaman Gandum ... 5

Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik ... 6

BAHAN DAN METODE ... 8

Tempat dan Waktu ... 8

Bahan dan Alat ... 8

Metode ... 8

Pelaksanaan ... 9

Pengamatan ... 11

Analisis Data ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 14

Kondisi Umum ... 14

Pertumbuhan Vegetatif ... 18

Tinggi Tanaman ... 18

Jumlah Anakan Total ... 20

Pertumbuhan Generatif ... 20

Umur Berbunga ... 20

Jumlah Anakan Produktif ... 21

Umur Panen ... 22

Karakteristik Malai, Spikelet, dan Floret ... 22

Panjang Malai ... 22

Jumlah Malai per Ubinan ... 23

Jumlah Spikelet per Malai ... 24

Jumlah Floret Hampa per Malai ... 25

Karakteristik Biji dan Hasil Panen ... 25

Jumlah Biji per Malai ... 25

Bobot Biji per Malai ... 26

(10)

Hasil Panen per Petak ... 28

Parameter Genetik ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

Kesimpulan ... 30

Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak ... 12

2. Rekapitulasi Kisaran dan Nilai Fhitung Peubah Kuantitatif pada

12 Genotipe Gandum ... 18

3. Nilai Tengah Peubah Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Total

12 Genotipe Gandum ... 19

4. Nilai Tengah Peubah Umur Berbunga, Jumlah Anakan Produktif,

dan Umur Panen 12 Genotipe Gandum ... 21

5. Nilai Tengah Peubah Panjang Malai dan Jumlah Malai per Ubinan

12 Genotipe Gandum ... 23

6. Nilai Tengah Peubah Jumlah Spikelet per Malai dan Jumlah Floret

Hampa per Malai 12 Genotipe Gandum ... 24

7. Nilai Tengah Peubah Jumlah Biji per Malai dan Bobot Biji per

Malai 12 Genotipe Gandum ... 26

8. Nilai Tengah Peubah Bobot 1000 Butir dan Hasil Panen per Petak

12 Genotipe Gandum ... 27

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pelaksanaan Kegiatan Budidaya Gandum di Lapangan ... 10

2. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Gandum ... 14

3. Beberapa Penyakit yang Menyerang Pertanaman Gandum ... 16

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Klimatologi Maret-Juli 2011 ... 36

2. Kandungan Hara Tanah di Lokasi Penelitian ... 36

3. Deskripsi Gandum Varietas Unggul Nasional ... 36

4. Analisis Ragam Tinggi Tanaman ... 37

5. Analisis Ragam Jumlah Anakan Total ... 37

6. Analisis Ragam Umur Berbunga ... 37

7. Analisis Ragam Jumlah Anakan Produktif ... 38

8. Analisis Ragam Umur Panen ... 38

9. Analisis Ragam Panjang Malai ... 38

10. Analisis Ragam Jumlah Malai per Ubinan ... 39

11. Analisis Ragam Jumlah Spikelet per Malai ... 39

12. Analisis Ragam Jumlah Floret Hampa per Malai ... 39

13. Analisis Ragam Jumlah Biji per Malai ... 40

14. Analisis Ragam Bobot Biji per Malai ... 40

15. Analisis Ragam Bobot 1000 Butir ... 40

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gandum merupakan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia. Gandum mempunyai prospek yang sangat besar mengingat luasnya potensi lahan yang dapat ditanami oleh tanaman yang mempunyai kandungan karbohidrat sebesar 70% dan protein sebesar 13% ini (Wibowo, 2009). Indonesia mempunyai potensi lahan untuk pengembangan tanaman serealia non beras ini seluas 73 455 hektar yang tersebar di 15 propinsi (Diperta Jawa Barat, 2010).

Tanaman yang juga berperan sebagai tanaman industri makanan olahan ini mempunyai peran strategis dalam memenuhi kebutuhan tepung terigu masyarakat Indonesia. Saat ini, ketergantungan Indonesia terhadap impor gandum sangat tinggi. Data dari Aptindo menunjukkan bahwa pada tahun 2010 impor gandum Indonesia mencapai 4.5 juta ton. Wibowo (2009) menyatakan bahwa hal ini disebabkan karena pengembangan budidaya gandum di Indonesia masih sangat terbatas. Selain itu juga, karena masih kentalnya pameo yang menyebutkan bahwa gandum tidak dapat ditanam di Indonesia karena tanaman tersebut adalah tanaman sub tropis.

Farid (2006) menyatakan bahwa terbatasnya luas dataran tinggi yang banyak ditanami dengan komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis tinggi juga berpengaruh terhadap pengembangan gandum di Indonesia sehingga diperlukan pengembangan gandum yang toleran dataran rendah (< 400 m dpl). Kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan gandum di dataran rendah adalah cekaman lingkungan yang sangat tinggi khususnya cekaman suhu tinggi.

Berbagai penelitian dalam rangka pengembangan gandum yang toleran dataran rendah sudah banyak dilakukan di berbagai lokasi penanaman di Indonesia (Azwar et al.,1989 dan Bogasari, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Bogasari pada musim kemarau tahun 2000 di daerah Cangar, Jawa Timur (1 700 m dpl) mampu memproduksi biji sebesar 3.5-4.0 ton/ha. Balitsereal (2009) menambahkan bahwa hasil percobaan yang dilakukan di Merauke, Papua (15 m dpl) dapat menghasilkan biji sebesar 2.37 ton/ha.

(15)

2

Saat ini, varietas gandum yang telah dirilis oleh pemerintah adalah varietas Selayar dan Dewata yang merupakan gandum adaptif dataran tinggi (Dahlan et al., 2003). Siagian (2008) menyatakan bahwa saat ini pemerintah sedang melakukan uji coba untuk merakit varietas gandum yang sesuai di dataran rendah. Dengan demikian, penelitian yang bertujuan untuk mempelajari karakter agronomi dan daya hasil sepuluh varietas gandum introduksi di Bogor ini sesuai dengan arah pengembangan varietas gandum di Indonesia.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter agronomi dan daya hasil sepuluh varietas gandum introduksi di Bogor.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah setidaknya terdapat satu genotipe gandum introduksi yang memiliki karakter agronomi dan daya hasil yang lebih baik atau sama dengan varietas pembanding.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Tanaman Gandum

Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman semusim yang mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Akar adventif ini nantinya akan membentuk sistem perakaran yang berada sedalam 10-30 cm di bawah permukaan tanah (Nasir, 1987 dan Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001). Akar tanaman gandum berdiameter 300-700 µm (Cannel dan Jackson, 1981).

Batang tanaman gandum tegak dan berbentuk silinder. Batang tanaman gandum membentuk tunas anakan dalam suatu rumpun. Selain itu, batang gandum juga bersifat tunggal dan glabrus, beruas pendek (berjumlah enam ruas) serta buku-bukunya berongga (Stoskoff, 1985 dan Nasir, 1987).

Daun terdiri dari tangkai pelepah, helai daun, dan ligula dengan dua pasang daun telinga pada dasar helai daun. Daun gandum berbentuk pipih, pita, dan sempit dengan panjang 20-37 cm. Pelepah daun melekat pada buku menyelubungi batang (Stoskoff, 1985 dan Nasir, 1987). Helaian daun gandum tersusun dalam setiap batang dimana setiap daun membentuk sudut 180° dengan daun lainnya. Daun telinga berwarna pucat atau kemerah-merahan, sedangkan lidah daun tidak berwarna, tipis, halus, dan berujung bulu-bulu (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001). Daun yang sudah tua akan mengering dan melengkung ke bawah (Stoskoff, 1985).

Pembungaan pada tanaman gandum bersifat majemuk (Stoskoff, 1985). Kumpulan bunga gandum (spikelets) bertumpuk satu sama lain pada malai. Tiap

spikelet terdiri dari beberapa bulir dan kulit ari (lemma dan palea). Tiap bulir mempunyai batang yang sangat kecil yang disebut rachilla. Pada dasar spikelet, terdapat glume yang umumnya halus.

Umumnya, tiap spikelet menghasilkan dua sampai tiga biji (kernel) (Phoelman dan Sleper, 1995). Ujung bulir membentuk rambut yang panjang bervariasi dan berfungsi sebagai penahan kekurangan air bila terjadi kekeringan. Bentuk bulir gabah mulai dari lonjong hingga agak bundar (Nasir, 1987). Dalam

(17)

4

lemma dan palea terdapat tiga anther dan dua stigma dengan sebuah ovarium. Lemma, palea, dan keseluruhan alat kelamin tersebut merupakan satu kesatuan bunga (Phoelman dan Sleper, 1995).

Ekologi Tanaman Gandum

Gandum merupakan tanaman yang mempunyai daerah penyebaran cukup luas mulai dari daerah tropika sampai daerah lintang tinggi (Handoko, 2007). Tanaman herba setahun ini dapat tumbuh optimal pada suhu 4-31°C dengan suhu optimum 20°C di daerah subtropis (Aqil et al., 2011). CIMMYT (1984) menyatakan bahwa gandum dapat tumbuh baik pada suhu dibawah 28°C pada kelembaban relatif 40%, sedangkan pada kelembaban relatif 80% tanaman gandum hanya dapat bertahan pada suhu dibawah 23°C. Suharti (2001) menyatakan bahwa gandum di Indonesia mempunyai pertumbuhan yang baik pada ketinggian lebih dari 800 m di atas permukaan laut. Curah hujan efektif yang diperlukan selama pertumbuhan tanaman gandum adalah 640-890 mm/tahun.

Tanaman yang termasuk dalam famili poaceae ini membutuhkan lama penyinaran selama 9-12 jam/hari dengan intensitas penyinaran lebih dari 60% untuk dapat berfotosintesis (Direktorat Budidaya Serealia, 2008). Tekstur tanah yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang memiliki jalur fotosintesis bersiklus C3 ini adalah lempung berdebu atau lempung liat. Namun,

gandum juga dapat tumbuh pada tanah bertekstur pasir hingga liat dengan sistem drainase yang baik dan solum tanah yang dalam (Tobing, 1987).

Ketersediaan hara pada awal pertumbuhan sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan secara optimal. Nasir (1987) menyatakan bahwa tanaman gandum memerlukan hara nitrogen dalam jumlah yang banyak pada awal dan pertengahan pertunasan untuk memperbanyak jumlah malai per rumpun dan pengisian bulir pada fase generatif. Ketersediaan hara nitrogen yang cukup dapat meningkatkan kadar protein butiran gandum. Handoko (2007) menambahkan bahwa hara nitrogen hanya mempengaruhi pemunculan anakan pada dataran bersuhu tinggi.

(18)

Gandum merupakan salah satu tanaman yang secara relatif sedikit membutuhkan air. Kebutuhan air relatif tanaman gandum adalah 330-392 mm (Schlehuber dan Tucker, 1967). Faktor kemasaman tanah tidak menjadi faktor pembatas pada pertumbuhan tanaman gandum. Bland (1972) menyatakan bahwa gandum dapat tumbuh optimum pada tanah dengan pH antara 5.5-7.5.

Pemuliaan Tanaman Gandum

Pemuliaan tanaman merupakan ilmu dan seni untuk merakit pola genetik dari satu atau beberapa karakter penting dari populasi tanaman menjadi bentuk yang unggul bagi manusia. Pemuliaan tanaman bertujuan untuk menghasilkan varietas dengan sifat-sifat (agronomi, morfologi, fisiologi, dan biokimia) yang sesuai dengan sistem budidaya yang ada dan tujuan ekonomi yang diinginkan (Chaudhari, 1971). Poehlman dan Sleper (1995) menyatakan bahwa kegiatan pemuliaan gandum ditujukan untuk mendapatkan kultivar yang secara seragam berpotensi hasil tinggi dan beradaptasi luas pada berbagai kondisi lingkungan.

Secara alami, tipe penyerbukan tanaman monokotil ini adalah penyerbukan sendiri (self-pollinated). Penyerbukan silang hanya terjadi 1-4%. Pembungaan dimulai pada sepertiga bagian tengah malai kemudian menyebar secara bersamaan ke arah ujung dan pangkal malai. Bunga-bunga bermekaran pada pertengahan pagi menjelang siang. Kemampuan reseptif stigma berkisar antara 4-13 hari, sedangkan viabilitas pollen hanya sekitar 30 menit saja. Kondisi masak fisiologis dicapai apabila kandungan kelembaban dari keseluruhan bulir yang terbentuk telah menurun antara 25-35% (Ginkel dan Villareal, 1996).

Adaptabilitas Tanaman Gandum

Adaptabilitas merupakan kemampuan tanaman untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan pertumbuhannya. Ukuran dasar adaptabilitas adalah besar kecilnya interaksi genotipe x lingkungan. Namun dengan analisis interaksi belum dapat menggambarkan dengan baik tentang tanggapan yang dinamis suatu genotipe pada lingkungan yang berbeda-beda. Apalagi bila genotipe yang diuji

(19)

6

dalam jumlah banyak, maka peringkat masing-masing genotipe akan berubah-ubah dari lingkungan ke lingkungan dan dari musim ke musim sehingga menyulitkan penafsiran (Soemartono dan Nasrullah, 1988).

Berdasarkan tanggapan genotipe terhadap lingkungan, Soemartono dan Nasrullah (1988) mengelompokkan kemampuan adaptasi tanaman menjadi dua yaitu kelompok yang menunjukkan kemampuan adaptasi pada lingkungan luas (interaksi genotipe x lingkungan kecil) dan kelompok yang menunjukkan kemampuan adaptasi sempit atau beradaptasi secara khusus dan berperagaan baik pada suatu lingkungan, tetapi berperagaan buruk pada lingkungan yang berbeda (interaksi genotipe x lingkungan besar).

Mekanisme perubahan pada tingkat selular pada tanaman gandum terjadi dalam proses adaptasi tanaman terhadap suhu tinggi. Fokar et al. (1998) menyatakan bahwa perubahan tersebut meliputi terbentuknya heat shock protein

(HSPs). Perubahan lainnya adalah dengan meningkatnya asam lemak tidak jenuh dan integritas membran. Perubahan ini akan berdampak pada efektifitas fotosintesis dalam menghasilkan karbohidrat bagi tanaman.

Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik

Heritabilitas merupakan parameter genetik yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu genotipe dalam mewariskan karakter yang dimiliki atau suatu pendugaan yang mengukur sampai sejauh mana variabilitas penampilan suatu genotipe dalam populasi terutama disebabkan oleh faktor genetik (Poehlman dan Sleeper, 1995). Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi ragam genetik terhadap ragam fenotipik yang dinyatakan dalam persen (Allard, 1960).

Nilai heritabilitas dinyatakan dalam bilangan pecahan atau persentase yang berkisar antara 0 sampai 1. Semakin mendekati nilai 1, nilai heritabilitasnya semakin tinggi, sebaliknya semakin mendekati nilai 0 berarti nilai heritabilitasnya semakin rendah (Poespodarsono, 1988). Falconer dan Mackay (1996) menambahkan bahwa nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih banyak dipengaruhi faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan sehingga seleksi dapat dilakukan lebih ketat untuk memperoleh kemajuan genetik

(20)

yang tinggi. Sebaliknya, nilai heritabilitas yang rendah menunjukkan bahwa karakter tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sehingga seleksi harus dilakukan secara longgar.

Keragaman genetik dalam populasi seleksi penting diketahui karena seleksi tidak menciptakan keragaman, tetapi berperan atas adanya keragaman (Bari et al., 1974). Koefisien keragaman genetik (KKG) merupakan nisbah besaran simpangan baku genetik dengan nilai tengah populasi karakter yang bersangkutan. Bahar dan Zen (1993) menyatakan bahwa nilai KKG digunakan untuk mengukur keragaman genetik suatu sifat tertentu dan membandingkan keragaman genetik berbagai sifat tanaman. Tingginya nilai KKG menunjukkan peluang terhadap usaha-usaha perbaikan yang efektif melalui seleksi.

(21)

8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Southeast Asian Minister of Educational Organization for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP), Tajur, Kota Bogor pada ketinggian 250 meter di atas permukaan air laut. Percobaan berlangsung pada bulan Maret hingga Juli 2011.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah 10 genotipe gandum introduksi yang berasal dari India (OASIS/SKAUZ//4*BCN-Var 28, HP 1744, LAJ/MO88, dan RABE/MO88), Turki (Basribey, Alibey dan Menemen), CIMMYT (G-21, G-18 dan H-21) serta dua varietas unggul nasional sebagai pembanding (Dewata dan Selayar). Selain itu, digunakan pupuk (bokashi, urea, SP-36, dan KCL), insektisida berbahan aktif carbaryl, fungisida sistemik berbahan aktif difenokonazol, serta insektisida dan akarisida kontak dan lambung berbahan aktif fenpropatrin. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat budidaya, timbangan analitik, jaring-jaring, serta bambu.

Metode

Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan 12 genotipe gandum sebagai perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga secara keseluruhan terdapat 36 satuan percobaan. Satuan percobaan berupa petakan berukuran 1.5 x 5 m2 dengan jarak antar petak sebesar 50 cm.

Model statistika rancangan percobaannya (Gomez dan Gomez, 1995) adalah sebagai berikut:

(22)

Yij : respon peubah gandum varietas ke-i dan kelompok ke-j µ : nilai tengah populasi

αi : pengaruh varietas ke-i, (i = 1, 2, 3,..,12) ßj : pengaruh kelompok ke-j, (j = 1, 2, 3)

ij : pengaruh galat percobaan pada varietas ke-i dan kelompok ke-j

Pengujian pengaruh genotipe dilakukan dengan menggunakan uji F pada taraf 5%. Apabila terdapat pengaruh nyata pada peubah yang diamati, maka dilakukan pembandingan genotipe introduksi terhadap varietas Dewata atau Selayar menggunakan uji t-Dunnett pada taraf 5%.

Pelaksanaan

Penelitian diawali dengan persiapan lahan. Tahapan persiapan lahan meliputi penetapan lokasi, pengolahan lahan, serta pembuatan dan pembagian petak percobaan. Pengolahan lahan dilakukan satu minggu sebelum penanaman. Benih yang digunakan dalam penanaman merupakan benih yang sebelumnya telah diberi insektisida berbahan aktif carbaryl 85%. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 25 cm antar baris dan benih dilarik dalam baris sepanjang 5 m. Benih yang telah dilarik kemudian ditutup dengan tanah dan pupuk bokashi.

Pemupukan dilakukan dengan cara dialur antar barisan tanaman (5-7 cm). Pupuk pertama diberikan saat 10 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 125 kg N/ha, 160 kg P2O5/ha, dan 83.33 kg K2O/ha. Pemupukan kedua diberikan

saat 30 HST dengan dosis 125 kg N/ha. Pengendalian gulma dilakukan tiap minggu yang bertujuan untuk mengurangi kompetisi antara tanaman gandum dengan gulma dalam hal penyerapan unsur hara, air, dan cahaya. Hama dan penyakit tanaman dikendalikan sesuai dengan tingkat serangan.

Panen dilakukan secara bertahap tergantung pada tingkat kematangan tiap varietas dengan cara melakukan pemotongan batang gandum bagian atas dengan menggunakan gunting atau cutter. Tingkat kematangan varietas ditandai dengan penampilan malai dan batang tanaman yang telah mulai menguning.

(23)

10

Gambar 1. Pelaksanaan Kegiatan Budidaya Gandum di Lapangan Keterangan: a) Penggemburan lahan; b) Pembuatan petakan; c) Penanaman;

d) Penaburan bokashi; e) Pengendalian gulma; f) Pengamatan; g) Panen; dan h) Perontokan biji

(24)

Hasil panen kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C selama dua hari. Selanjutnya, dilakukan perontokan biji secara manual menggunakan tangan. Hasil biji yang telah diperoleh, kemudian ditimbang.

Pengamatan

Peubah diamati pada 10 tanaman contoh secara acak pada tiap petak kecuali peubah umur berbunga, umur panen, jumlah malai per ubinan, bobot 1000 butir dan hasil panen per petak. Selain itu, dilakukan juga analisis unsur hara tanah dan pengambilan informasi agroklimat yang digunakan sebagai komponen data penunjang penelitian.

Peubah yang diamati meliputi pengamatan sebelum atau sesudah panen yang terdiri dari:

1. Umur berbunga (hari), diamati pada waktu malai telah keluar dan mekar dari 50% populasi yang diamati. Kemekaran bunga (floret) ditandai dengan terlihatnya kantong serbuk sari (anthers) yang mulai menjuntai keluar dari bunga.

2. Umur panen (hari), dilakukan apabila malai dan batang sudah terlihat mengering. Kekerasan biji-biji tersebut diperiksa dengan cara mengambil satu bulir atau lebih dari malai kemudian digigit atau ditekan dengan kuku jari jempol. Tingkat kemasakan didasarkan pada taksiran bahwa lebih dari 75% malai dalam populasi keadaannya telah masak (siap panen).

3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari pangkal batang hingga ujung malai (spikes) tidak termasuk bulu malai (awnless) dan dilaksanakan pada saat menjelang panen.

4. Jumlah anakan, dihitung berdasarkan anakan total yang dihasilkan dalam satu tanaman pada saat menjelang panen.

5. Jumlah anakan produktif, dihitung berdasarkan anakan yang menghasilkan malai pada saat menjelang panen.

6. Panjang malai (cm), diukur dari pangkal malai sampai ujung malai tidak termasuk bulu malai (awnless) dan dilaksanakan pada saat menjelang panen.

(25)

12

7. Jumlah malai per ubinan, dihitung dari bagian tengah barisan tanaman dengan luas ubinan 1 m2 dan dilaksanakan pada saat menjelang panen. 8. Jumlah biji per malai, diambil dari 10 malai contoh dan dihitung pada saat

perontokan biji (processing).

9. Jumlah spikelet per malai, dihitung pada saat panen. 10. Jumlah floret hampa per malai, dihitung pada saat panen.

11. Bobot biji per malai (g), dilakukan setelah biji dikeringkan kemudian ditimbang.

12. Bobot 1000 butir (g) adalah bobot 1000 biji yang diambil secara acak setelah biji dikeringkan kemudian ditimbang.

13. Hasil panen per petak (g) adalah bobot seluruh biji per petak yang ditimbang setelah dikeringkan.

Analisis Data

Terhadap data yang diperoleh, dilakukan analisis ragam yang dilanjutkan dengan uji nilai tengah tiap genotipe gandum introduksi dengan varietas Dewata atau Selayar menggunakan uji t-Dunnett. Varietas unggul nasional yang mempunyai nilai tengah peubah lebih tinggi digunakan sebagai pembanding untuk peubah tinggi tanaman, panjang malai, jumlah malai per ubinan, jumlah biji per malai, jumlah spikelet per malai, bobot biji per malai, bobot 1000 butir, dan hasil panen per petak, sedangkan yang mempunyai nilai tengah peubah lebih rendah digunakan sebagai pembanding untuk peubah umur berbunga, umur panen, dan jumlah floret hampa per malai.

Tabel 1. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah E(KT) Fhitung Total rt-1 JKT Ulangan r-1 JKU KTU 2+ t 2U Genotipe t-1 JKG KTG 2+ r2G KTG/KTE Galat (r-1) (t-1) JKE KTE 2

(26)

Selanjutnya, dilakukan pendugaan ragam lingkungan (2E), ragam genetik (2G), dan ragam fenotipik (2P) dengan menggunakan persamaan berikut ini:

E

2

 = KTE

Heritabilitas dalam arti luas merupakan rasio ragam genetik terhadap

ragam fenotipik. Nilai duganya ditentukan berdasarkan persamaan:

bs

h

2 = dengan kriteria menurut Singh dan Chaudhary (1985): h2 > 0.5 : heritabilitas tinggi

0.5 < h2 > 0.2 : heritabilitas sedang h2 < 0.2 : heritabilitas rendah

Nilai koefisien keragaman genetik dihitung menggunakan persamaan:

(27)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence), penyerbukan bunga betina oleh bunga jantan (anthesis), dan matang fisiologis (panen). Fase muncul daun ke permukaan hingga penyerbukan bunga betina oleh bunga jantan merupakan fase vegetatif, sementara fase penyerbukan bunga betina oleh bunga jantan hingga matang fisiologis termasuk dalam fase generatif.

Gambar 2. Fase Pertumbuhan dan Perkembangan Gandum

Keterangan: a) Munculnya daun ke permukaan; b) Anthesis; danc) Matang fisiologis

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan SEAMEO BIOTROP, Tajur, Kota Bogor pada ketinggian 250 meter di atas permukaan air laut dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei (343.5 mm) serta terendah pada bulan Juni

(28)

dan Juli (127 mm). Curah hujan selama percobaan berkisar antara 127-343.5 mm (Lampiran 1). Curah hujan yang optimal untuk tanaman gandum berkisar antara 250-500 mm selama satu musim tanam (Tobing, 1987). Hal ini menunjukkan bahwa curah hujan selama pertanaman gandum merupakan curah hujan yang kurang optimal sehingga pertumbuhan dan perkembangan gandum kurang baik. Leonard dan Martin (1963) menyatakan bahwa curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan gandum secara tidak langsung yaitu melalui serapan hara, ketersediaan air tanah, dan konversi energi matahari menjadi karbohidrat dalam proses fotosintensis.

Suhu menentukan kecepatan perkembangan tanaman dan mempengaruhi lama periode pertumbuhan tanaman (Doorenbus dan Kassam, 1988). Rata-rata suhu udara pada masa pembungaan yang terjadi pada bulan Mei adalah 26.1oC dengan suhu maksimum 32oC dan suhu minimum 23oC. (Lampiran 1). Nasir (1987) menyatakan bahwa suhu udara optimum bagi fertilisasi bunga berkisar antara 18-24oC dengan suhu minimum 10oC dan suhu maksimum 32oC. Hal ini menunjukkan bahwa masa pembungaan berlangsung pada suhu optimum. Masa panen terjadi pada bulan Juni hingga awal Juli yang merupakan bulan kering. Azwar et al. (1988) menyatakan bahwa adanya bulan kering (100-150 mm) sebelum tanaman siap dipanen dapat meningkatkan kualitas biji yang dihasilkan.

Intensitas dan lama penyinaran matahari berturut-turut selama percobaan berkisar antara 280.2-317 cal/cm2/menit dan 46-88% (Lampiran 1). Tobing (1987) menyatakan bahwa intensitas dan lama penyinaran matahari berpengaruh terhadap semua komponen hasil seperti tinggi tanaman, jumlah malai per ubinan, jumlah biji per malai, dan bobot biji per malai. Intensitas dan lama penyinaran matahari juga berpengaruh terhadap laju fotosintensis.

Jenis tanah pada lahan percobaan merupakan tanah ultisol (podsolik merah kuning). Tanah podsolik merah kuning merupakan jenis tanah yang bersifat masam (Sarwono, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil analisis kesuburan tanah Laboratorium Service SEAMEO BIOTROP. Hasil analisis menunjukkan bahwa lahan percobaan yang digunakan termasuk bereaksi masam dengan pH 5.50. Kandungan N-total di dalam tanah termasuk rendah (0.15%), sedangkan

(29)

16

ketersediaan P2O5 dan K2O di dalam tanah secara berturut-turut tergolong sedang

(32.7 ppm) dan sangat tinggi (267.5 ppm) (Lampiran 2).

Gulma merupakan faktor lain yang diperhatikan dalam produksi tanaman selain iklim dan hara tanah. Pada awal pertanaman, pertumbuhan gulma rumput teki cukup pesat. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan.

Gambar 3. Beberapa Penyakit yang Menyerang Pertanaman Gandum Keterangan: a) Gejala penyakit bercak daun coklat; b) Gejala penyakit gosong

Pada pertengahan waktu tanam, tanaman gandum mulai terserang penyakit bercak daun coklat. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Helmintosporium sorokinianum Sacc. ex Sorok (Semangun, 2008). Memasuki masa panen, penyakit gosong dan bintik hitam pada bulir menyerang pertanaman gandum. Handoko (2007) menyatakan bahwa penyakit gosong disebabkan oleh jamur Ustilago tritici

(Pers.) Rostr., sedangkan penyakit bintik hitam pada bulir disebabkan oleh jamur

Cladosporium sp.

Pengendalian penyakit di atas dilakukan dengan melakukan penyemprotan ke tanaman setiap satu minggu sekali saat memasuki 8 MST hingga menjelang panen. Penyemprotan tersebut menggunakan fungisida dan zat pengatur tumbuh berbentuk pekatan yang mengandung bahan aktif difenokonazol 250 g/liter dengan dosis 1 ml/liter. Serangan patogen-patogen tersebut pada pertanaman gandum relatif rendah dan tidak menjadi faktor pembatas dalam percobaan.

Hama yang menyerang pertanaman gandum di lapangan adalah ulat bulu (Lasio campidea), belalang, walang sangit (Leptocorisa oratoriusa), kepik hijau (Nezara viridula), kutu daun (Aphids gossipii), serta burung dengan intensitas

(30)

serangan relatif rendah dan tidak menjadi faktor pembatas dalam percobaan (Gambar 4). Hama belalang terdiri dari belalang bersungut pendek (Oxya sp.), belalang kayu (Valanga nigricornis), dan belalang sembah (Sexava sp.)

Gambar 4. Beberapa Hama yang Menyerang Pertanaman Gandum Keterangan: a) Walang sangit (Leptocorisa oratoriusa); b) Oxya sp.;

c) Kepik hijau (Nezara viridula); dand) Ulat bulu (Lasio campidea)

Hama tersebut dikendalikan dengan melakukan penyemprotan setiap satu minggu sekali ke tanaman saat memasuki 8 MST hingga menjelang panen. Penyemprotan tersebut dilakukan dengan menggunakan insektisida dan akarisida racun kontak dan lambung berbentuk pekatan yang mengandung bahan aktif fenpropatrin 50 g/liter dengan dosis 1 ml/liter.

Pada pengamatan karakter tanaman, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa hampir seluruh karakter berbeda nyata antar genotipe yang diuji kecuali untuk peubah jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan adanya perbedaan potensi di antara genotipe-genotipe yang diuji kecuali untuk kedua peubah tersebut.

(31)

18

Tabel 2. Rekapitulasi Kisaran dan Nilai Fhitung Peubah Kuantitatif pada

12 Genotipe Gandum

Peubah Kisaran Fhitung KK (%)

Tinggi tanaman 43.13-70.31 cm 17.74** 5.04

Jumlah anakan total 0.10-2.20 1.98tn 39.66

Umur berbunga 43.0-70.0 HST 70.97** 2.84

Jumlah anakan produktif 0.10-1.80 1.86tn 44.08

Umur panen 72.0-95.0 HST 9.06** 4.25

Panjang malai 5.23-8.16 cm 15.83** 4.72

Jumlah malai per ubinan 105.00-330.00 9.91** 11.85 Jumlah spikelet per malai 11.50-19.20 21.80** 4.45 Jumlah floret hampa per malai 22.50-50.70 12.80** 9.72 Jumlah biji per malai 2.20-23.60 11.82** 23.06 Bobot biji per malai 0.03-0.40 g 10.16** 23.26 Bobot 1000 butir 15.67-25.92 g 6.85** 9.12 Hasil panen per petak 34.80-454.76 g 16.29** 20.94

Keterangan: **= nyata pada taraf 1%, *= nyata pada taraf 5%, dan tn= tidak nyata

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman, umur berbunga, panjang malai, jumlah malai per ubinan, jumlah spikelet per malai, jumlah floret hampa per malai, umur panen, serta bobot 1000 butir mempunyai koefisien keragaman (KK) yang kecil (<20%). Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa nilai KK yang kecil mengandung arti bahwa keragaman yang ditimbulkan akibat kesalahan atau faktor lain yang tidak bisa dikendalikan kecil. Hal ini menggambarkan bahwa pelaksanaan pengujian maupun derajat ketelitian pengambilan data termasuk cukup tinggi.

Pertumbuhan Vegetatif Tinggi Tanaman

Hasil percobaan menunjukkan bahwa tinggi tanaman varietas G-21 (61.98 cm) dan G-18 (64.03 cm) sama dengan tinggi tanaman varietas Dewata (67.94 cm) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan genotipe gandum introduksi lainnya mempunyai tinggi tanaman yang nyata lebih rendah (Tabel 3). Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan efisiensi evapotranspirasi. Hal ini

(32)

menunjukkan bahwa semakin tinggi tanaman gandum maka semakin meningkat pula efisiensi evapotranspirasinya (Ehdaie dan Waines, 1993). Tinggi tanaman 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan berkisar antara 43.13-70.31 cm (Tabel 3). Stroke et al., (1971) menyatakan bahwa tinggi tanaman gandum di daerah subtropis berkisar antara 90-120 cm.

Tabel 3. Nilai Tengah Peubah Tinggi Tanaman dan Jumlah Anakan Total 12 Genotipe Gandum

Genotipe Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan Total OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 54.08*d- 0.9 HP 1744 47.09*d- 1.1 LAJ/MO88 46.90*d- 0.7 RABE/MO88 48.36*d- 1.7 H-21 57.83*d- 0.6 G-21 61.98 1.5 G-18 64.03 1.5 Menemen 52.14*d- 0.9 Basribey 52.31*d- 0.8 Alibey 53.53*d- 0.9 Selayar 53.15 1.6 Dewata 67.94 1.1

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda *d- menunjukkan nyata lebih rendah dari varietas Dewata pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett

Distribusi pengelompokan tinggi tanaman gandum meliputi pendek (53.5-65.2 cm), sedang (65.2-76.9 cm), dan tinggi (>76.9 cm) (Budiarti, 2005). Hasil percobaan menunjukkan bahwa seluruh genotipe gandum introduksi termasuk dalam kelompok pendek, sedangkan varietas Dewata termasuk dalam kelompok sedang (67.94 cm). Subagyo (2001) menyatakan bahwa di daerah tropis, ketinggian tempat tanam memberi pengaruh positif terhadap tinggi tanaman dan panjang malai tanaman gandum. Dengan demikian, semakin tinggi tempat tanam semakin meningkat pula tinggi tanaman dan panjang malai tanaman gandum yang terbentuk.

(33)

20

Jumlah Anakan Total

Berdasarkan hasil analisis ragam, varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan total (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah anakan total yang terbentuk pada varietas gandum introduksi serta varietas Selayar dan Dewata tidak berbeda. Varietas RABE/M088 memiliki rata-rata jumlah anakan total tertinggi yaitu 1.7, sedangkan varietas H-21 memiliki rata-rata jumlah anakan total terendah yaitu 0.63.

Rata-rata jumlah anakan total yang dihasilkan dari 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan adalah 1.14. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata jumlah anakan total yang dihasilkan di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 7.0, sedangkan di dataran rendah (250 m dpl) adalah 2.5. Handoko (2007) menyatakan bahwa pembentukan anakan sangat ditentukan oleh suhu udara melalui proses perkembangan tanaman. Suhu rendah di bawah 24oC cenderung memperlambat pertumbuhan anakan sehingga membatasi jumlah malai per ubinan yang dihasilkan.

Pertumbuhan Generatif Umur Berbunga

Hasil percobaan menunjukkan bahwa umur berbunga varietas HP 1744 (43 HST) dan RABE/MO88 (47 HST) nyata lebih cepat atau sama dengan umur berbunga varietas Selayar (47 HST) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan umur berbunga varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, LAJ/MO88, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey nyata lebih lama (Tabel 4). Tabel 4 juga menunjukkan bahwa umur berbunga 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan berkisar antara 43-70 HST. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Penelitian yang dilaporkan oleh Aqil et al. (2011) menunjukkan bahwa tanaman gandum di dataran rendah (tropis) dapat berbunga lebih cepat (35-51 hari) dibandingkan dengan di dataran tinggi (55-60 hari).

(34)

Jumlah Anakan Produktif

Berdasarkan hasil analisis ragam, varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan produktif (Tabel 4). Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah anakan produktif yang terbentuk pada varietas gandum introduksi serta varietas Selayar dan Dewata tidak berbeda.

Tabel 4. Nilai Tengah Peubah Umur Berbunga, Jumlah Anakan Produktif, dan Umur Panen 12 Genotipe Gandum

Genotipe Umur Berbunga (HST) Jumlah Anakan Produktif Umur Panen (HST) OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 60.0*s+ 0.6 81.0 HP 1744 43.0*s- 1.0 75.6 LAJ/MO88 66.6*s+ 0.4 87.6*s+ RABE/MO88 47.0 1.1 85.6*s+ H-21 60.0*s+ 0.6 83.3*s+ G-21 65.0*s+ 1.2 93.6*s+ G-18 62.6*s+ 1.2 90.3*s+ Menemen 60.0*s+ 0.7 82.3*s+ Basribey 60.0*s+ 0.5 83.3*s+ Alibey 55.0*s+ 0.9 78.0 Selayar 47.0 1.4 73.6 Dewata 50.0 1.1 76.3

Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda *s+ dan *s- berturut-turut menunjukkan nyata lebih lama dan lebih cepat dari varietas Selayar pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett

Rata-rata jumlah anakan produktif 12 genotipe gandum yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan adalah 0.92. Varietas Selayar memiliki rata-rata jumlah anakan produktif tertinggi yaitu 1.43, sedangkan varietas LAJ/MO88 memiliki rata-rata jumlah anakan produktif terendah yaitu 0.46. Hasil pengujian di dataran tinggi (1 100 m dpl) di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anakan produktif dapat mencapai 6.0 (Rahmah, 2011).

(35)

22

Umur Panen

Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa umur panen varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN-Var 28 (81.0 HST), HP 1744 (75.6 HST), dan Alibey (78.0 HST) sama dengan umur panen varietas Selayar (73.6 HST) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan umur panen varietas LAJ/MO88, RABE/MO88, H-21, G-21, G-18, Menemen, dan Basribey nyata lebih lama. Umur panen 75% selama percobaan dari 12 genotipe gandum berkisar antara 72-95 HST (Tabel 4). Subagyo (2001) menyatakan bahwa kisaran umur panen pada elevasi 1 300 m dpl (Kecamatan Selo) adalah 111-128 HST.

Daradjat dan Purnawati (1994) menyatakan bahwa umur panen tanaman gandum diklasifikasikan menjadi genjah (75-85 hari), sedang (86-96 hari), dalam (97-107 hari), dan sangat dalam (>108 hari). Hasil percobaan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat genotipe gandum introduksi yang berumur genjah yaitu OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, RABE/MO88, H-21, Menemen, Basribey, dan Alibey, serta berumur sedang yaitu LAJ/MO88, G-21, dan G-18.

Karakteristik Malai, Spikelet, dan Floret Panjang Malai

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa panjang malai varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 (7.18 cm), H-21 (7.22 cm), G-21 (7.89 cm), G-18 (8.09 cm), Menemen (7.18 cm), Basribey (6.98 cm), dan Alibey (6.90 cm) sama dengan panjang malai varietas Dewata yang digunakan sebagai kontrol, sedangkan panjang malai varietas HP 1744, LAJ/MO88, dan RABE/MO88 nyata lebih pendek. Kisaran panjang malai 12 genotipe gandum yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan adalah 5.23-8.16 cm (Tabel 5). Subagyo (2001) menyatakan bahwa kisaran panjang malai tanaman gandum yang terbentuk pada elevasi 1 300 m dpl (Kecamatan Selo) adalah 8.9-10.9 cm.

(36)

Tabel 5. Nilai Tengah Peubah Panjang Malai dan Jumlah Malai per Ubinan 12 Genotipe Gandum

Genotipe Panjang Malai (cm) Jumlah Malai per Ubinan OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 7.18 196.66* s-HP 1744 5.86*d- 197.33* s-LAJ/MO88 5.97*d- 162.00* s-RABE/MO88 5.79*d- 173.33* s-H-21 7.22 226.33* s-G-21 7.89 178.33* s-G-18 8.09 186.33* s-Menemen 7.18 263.66 Basribey 6.98 205.66* s-Alibey 6.90 261.66 Selayar 6.83 298.00 Dewata 7.59 154.33 Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda *d- menunjukkan nyata lebih pendek dari varietas

Dewata (panjang malai) dan tanda *s-menunjukkan nyata lebih sedikit dari varietas Selayar (jumlah malai per ubinan) pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett

Rata-rata panjang malai yang dihasilkan 12 genotipe gandum selama pengujian adalah 6.95 cm. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata panjang malai tanaman gandum di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 9.0 cm. Budiarti et al., (2004) menyatakan bahwa pada tanaman gandum, karakter panjang malai tidak berkorelasi dengan hasil per tanaman.

Jumlah Malai per Ubinan

Hasil percobaan memperlihatkan bahwa jumlah malai per ubinan varietas Menemen (263.66) dan Alibey (261.66) sama dengan jumlah malai per ubinan varietas Selayar (298) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan genotipe gandum introduksi lainnya nyata lebih sedikit. Kisaran jumlah malai per ubinan selama pertanaman adalah 105-330 malai (Tabel 5). Handoko (2007) menyatakan bahwa jumlah malai per ubinan ini dibatasi oleh jumlah anakan karena tiap malai tumbuh pada tiap ujung batang anakan dan tidak semua anakan akan menghasilkan malai. Hal ini bergantung dari pasokan asimilat hasil fotosintensis. Rata-rata jumlah malai per ubinan yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan

(37)

24

adalah 208.63. Handoko (2007) menyatakan bahwa rata-rata jumlah malai per ubinan di daerah Cangar, Jawa Timur (1 700 m dpl) adalah 379.7.

Jumlah Spikelet per Malai

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah spikelet per malai varietas G-21 (17.86) dan G-18 (17.03) sama dengan jumlah spikelet per malai varietas Dewata (17.23) yang digunakan sebagai kontrol, sedangkan genotipe gandum introduksi menghasilkan spikelet per malai nyata lebih sedikit. Jumlah spikelet per malai 12 genotipe gandum yang dihasilkan pada pertanaman di lapangan berkisar antara 11.5-19.2 (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai Tengah Peubah Jumlah Spikelet per Malai dan Jumlah Floret Hampa per Malai 12 Genotipe Gandum

Genotipe Jumlah Spikelet per Malai

Jumlah Floret Hampa per Malai OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 14.93*d- 26.86 HP 1744 12.40*d- 31.63 LAJ/MO88 12.90*d- 32.46 RABE/MO88 12.63*d- 32.23 H-21 15.16*d- 31.83 G-21 17.86 45.76*s+ G-18 17.03 35.70 Menemen 15.50*d- 25.16 Basribey 15.10*d- 29.56 Alibey 14.93*d- 25.66 Selayar 13.93 29.73 Dewata 17.23 44.10 Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda *d- menunjukkan nyata lebih sedikit dari varietas

Dewata (jumlah spikelet per malai) dan tanda *s+ menunjukkan nyata lebih banyak dari varietas Selayar (jumlah floret hampa per malai) pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett

Handoko (2007) menyatakan bahwa rata-rata jumlah spikelet per malai yang dihasilkan di Malang (450 m dpl) adalah 16.5. Pada percobaan ini, rata-rata jumlah spikelet per malai yang dihasilkan adalah 14.96. Rendahnya jumlah spikelet per malai yang dihasilkan diduga karena cekaman suhu tinggi.

(38)

Jumlah Floret Hampa per Malai

Hasil percobaan menunjukkan bahwa hampir seluruh varietas gandum introduksi menghasilkan jumlah floret hampa per malai sama dengan jumlah floret hampa per malai varietas Selayar (29.73) yang digunakan sebagai kontrol, sedangkan jumlah floret hampa per malai varietas G-21 (45.76) nyata lebih tinggi. Jumlah floret hampa per malai 12 genotipe gandum berkisar antara 22.5-50.7 (Tabel 6). Tingginya jumlah floret hampa per malai menunjukkan bahwa jumlah bji per malai yang dihasilkan semakin rendah.

Jumlah floret per malai berhubungan dengan jumlah spikelet per malai. Umumnya, tiap spikelet mempunyai tiga floret. Rata-rata jumlah spikelet hampa per malai hasil percobaan di lapangan adalah 10.85. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata jumlah spikelet hampa per malai tanaman gandum di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 9.56.

Karakteristik Biji dan Hasil Panen Jumlah Biji per Malai

Hasil percobaan menunjukkan bahwa jumlah biji per malai varietas Menemen (21.33) dan Alibey (19.13) nyata lebih banyak dari jumlah biji per malai varietas Selayar (12.06) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan jumlah biji per malai genotipe gandum introduksi lainnya sama dengan varietas Selayar. Jumlah biji per malai 12 genotipe gandum yang dihasilkan di lapangan berkisar antara 2.2-23.6 (Tabel 7).

Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata jumlah biji per malai tanaman gandum yang dihasilkan di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 27.90. Pada percobaan ini, rata-rata jumlah biji per malai yang dihasilkan adalah 12.34. Jumlah biji per malai yang rendah tersebut diduga akibat tingginya suhu lingkungan percobaan.

(39)

26

Bobot Biji per Malai

Hasil percobaan menunjukkan bahwa bobot biji per malai varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 (0.29 g), H-21 (0.27 g), G-21 (0.16 g), G-18 (0.33 g), Menemen (0.36 g), Baribey (0.27 g), dan Alibey (0.32 g) sama

dengan bobot biji per malai varietas Selayar (0.29 g) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan bobot biji per malai varietas HP 1744, LAJ/MO88, dan RABE/MO88 nyata lebih rendah. Bobot biji per malai 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan berkisar antara 0.03-0.4 g (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai Tengah Peubah Jumlah Biji per Malai dan Bobot Biji per Malai 12 Genotipe Gandum

Genotipe Jumlah Biji per Malai Bobot Biji per Malai (g) OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 17.93 0.29 HP 1744 5.56 0.09* s-LAJ/MO88 6.23 0.09* s-RABE/MO88 5.66 0.10* s-H-21 13.66 0.27 G-21 7.83 0.16 G-18 15.40 0.33 Menemen 21.33*s+ 0.36 Basribey 15.73 0.27 Alibey 19.13*s+ 0.32 Selayar 12.06 0.29 Dewata 7.60 0.17 Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda *s+ dan *s- berturut-turut menunjukkan nyata lebih

banyak (jumlah biji per malai) dan lebih rendah (bobot biji per malai) dari varietas Selayar pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett

Rata-rata bobot biji per malai hasil percobaan di lapangan adalah 0.23 g. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata bobot biji per malai tanaman gandum yang dihasilkan di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 0.93 g. Stone (2001) menyatakan bahwa pengaruh suhu tinggi terhadap perkembangan biji pada serealia meliputi laju perkembangan biji yang lebih cepat, penurunan bobot biji, dan berkurangnya akumulasi pati.

(40)

Bobot 1000 Butir

Berdasarkan hasil percobaan, diketahui bahwa bobot 1000 butir varietas HP 1744 (20.59 g), H-21 (20.13 g), G-21 (20.86 g), G-18 (23.13 g), dan Basribey (19.27 g) sama dengan bobot 1000 butir varietas Dewata (23.01 g) yang dijadikan sebagai varietas pembanding, sedangkan bobot 1000 butir varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, LAJ/MO88, RABE/MO88, Menemen, dan Alibey nyata lebih rendah (Tabel 8). Rata-rata bobot 1000 butir yang dihasilkan dari 12 genotipe gandum pada pertanaman di lapangan adalah 19.47 g.

Tabel 8. Nilai Tengah Peubah Bobot 1000 Butir dan Hasil Panen per Petak 12 Genotipe Gandum

Genotipe Bobot 1000 Butir (g) Hasil Panen per Petak (g) OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28 17.64*d- 206.22 HP 1744 20.59 71.45* s-LAJ/MO88 17.96*d- 65.90* s-RABE/MO88 16.63*d- 114.39* s-H-21 20.13 229.08 G-21 20.86 149.93* s-G-18 23.13 288.49 Menemen 16.88*d- 393.64*s+ Basribey 19.27 215.09 Alibey 15.03*d- 347.37 Selayar 22.57 270.15 Dewata 23.01 178.47 Keterangan: Angka yang diikuti oleh tanda *d- menunjukkan nyata lebih rendah dari varietas

Dewata (bobot 1000 butir) serta tanda *s- dan *s+ berturut-turutmenunjukkan

nyata lebih sedikit dan lebih banyak dari varietas Selayar (hasil panen per petak) pada α= 5% berdasarkan uji t-Dunnett

Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata bobot 1000 butir tanaman gandum pada pertanaman di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 26.46 g. Budiarti

et al., (2004) menyatakan bahwa pada tanaman gandum, karakter bobot 1000 butir tidak berkorelasi dengan hasil panen per tanaman.

(41)

28

Hasil Panen per Petak

Hasil percobaan menunjukkan bahwa hasil panen per petak varietas Menemen (393.64 g) nyata lebih banyak dari hasil panen per petak varietas Selayar (270.15 g) yang digunakan sebagai pembanding, sedangkan hasil panen per petak varietas HP 1744 (71.45 g), LAJ/MO88 (65.90 g), RABE/MO88 (114.39 g), dan G-21 (149.93 g) nyata lebih sedikit (Tabel 8). Hasil panen total yang diperoleh dari percobaan di lapangan adalah 0.28 ton/ha. Maestri et al., (2002) menyatakan bahwa cekaman suhu tinggi dapat mempersingkat periode perkembangan tanaman sehingga menghasilkan organ yang lebih sedikit dengan ukuran yang lebih lecil, siklus hidup yang lebih pendek, serta terganggunya proses yang berkaitan dengan asimilasi karbon. Hal-hal ini mengakibatkan hasil panen pada tanaman serealia menjadi berkurang.

Rata-rata hasil panen per petak yang diperoleh pada percobaan di lapangan adalah 210.85 g. Rahmah (2011) menyatakan bahwa rata-rata hasil panen per petak tanaman gandum di dataran tinggi (1 100 m dpl) adalah 1 174.74 g. Handoko (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi altitude dengan suhu udara yang makin rendah menyebabkan hasil panen yang diperoleh akan semakin besar.

Parameter Genetik

Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai KKG populasi 12 genotipe gandum mempunyai kisaran 6.96-47.28%. Karakter pada populasi 12 genotipe gandum yang mempunyai keragaman genetik yang luas adalah karakter jumlah biji per malai (43.80%) dan hasil panen per petak (47.28%). Heliyanto et al. (1998) menyatakan bahwa karakter yang mempunyai nilai KKG rendah berarti keragaman genetiknya sempit dan sebaliknya jika nilai KKG tinggi berarti keragaman genetik karakter tersebut luas. Allard (1960) menyatakan bahwa keragaman genetik yang besar memberi peluang lebih besar tercapainya kemajuan genetik hasil seleksi.

(42)

Tabel 9. Komponen Ragam, Heritabilitas dan KKG 12 Genotipe Gandum Peubah bs

h

2 KKG (%) Tinggi tanaman (cm) 7.68 42.88 45.44 94.36 11.91 Jumlah anakan total 0.20 0.06 0.13 49.38 22.61 Umur berbunga (HST) 2.57 60.02 60.87 98.59 13.74 Jumlah anakan produktif 0.16 0.04 0.10 46.27 23.6 Umur panen (HST) 12.32 33.10 37.21 88.96 6.96

Panjang malai (cm) 0.10 0.53 0.57 93.70 10.51

Jumlah malai ubinan 611.33 1814.88 2018.66 89.90 20.41 Jumlah spikelet per malai 0.44 3.08 3.23 95.41 11.72 Jumlah floret hampa per malai 10.02 39.43 42.77 92.18 19.28 Jumlah biji per malai 8.10 29.25 31.95 91.54 43.80 Bobot biji per malai (g) 0.002 0.009 0.009 93.10 40.95 Bobot biji 1000 butir (g) 3.15 6.16 7.21 85.41 12.74 Hasil panen per petak (g) 1950.16 9938.44 10588.50 93.86 47.28

Nilai heritabilitas dari 13 karakter yang diamati pada percobaan populasi 12 genotipe gandum berkisar 46.27-98.59%. Nilai duga heritabilitas tinggi ditunjukkan oleh keseluruhan karakter kecuali karakter jumlah anakan total dan jumlah anakan produkktif yang mempunyai nilai duga heritabilitas sedang. Nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa karakter-karakter yang diamati dikendalikan secara kuat oleh faktor genetik.

Nilai KKG yang dipadu dengan nilai heritabilitas yang tinggi akan memberikan gambaran tentang kemajuan yang diharapkan dari seleksi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa karakter jumlah biji per malai (nilai KKG=91.54% dan heritabilitas=43.80%) dan hasil panen per petak (nilai KKG=93.86% dan heritabilitas=47.28%) mempunyai nilai KKG dan heritabilitas yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi.

E

2 

(43)

30

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Terdapat perbedaan antar genotipe yang diuji untuk keseluruhan karakter kecuali karakter jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif. Nilai duga heritabilitas yang tinggi ditunjukkan oleh keseluruhan karakter kecuali karakter jumlah anakan total dan jumlah anakan produktif yang mempunyai nilai duga heritabilitas sedang.

Setidaknya terdapat satu genotipe gandum introduksi yang mempunyai karakter agronomi yang baik atau sama dengan varietas pembanding (Dewata dan Selayar) yaitu varietas G-21 dan G-18 (tinggi tanaman), varietas HP 1744 dan RABE/MO88 (umur berbunga), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, dan Alibey (umur panen), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (panjang malai), varietas Menemen dan Alibey (jumlah malai per ubinan), serta varietas G-21 dan G-18 (jumlah spikelet per malai). Selain itu terdapat varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, LAJ/MO88, RABE/MO88, H-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (jumlah floret hampa per malai), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, HP 1744, LAJ/MO88, RABE/MO88, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (jumlah biji per malai), varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (bobot biji per malai), varietas HP 1744, H-21, G-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (bobot 1000 butir), serta varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, H-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey (hasil panen per petak).

Saran

Varietas OASIS/SKAUZ//4*BCN Var-28, H-21, G-18, Menemen, Basribey, dan Alibey mempunyai daya hasil yang baik sehingga dapat direkomendasikan dalam pengujian adaptasi lebih luas pada elevasi dataran rendah.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Aqil, M., B.P. Marcia, dan H. Muslimah. 2011. Inovasi gandum adaptif dataran rendah. Majalah Sinar Tani Edisi (3390):12-13.

Allard, R.W. 1960. Principle of Plant Breeding. John Willey and Son. New York. 485 p.

Aptindo. 2010. www.bataviase.co.id [13 Desember 2010].

Azwar, R., T. Danakusuma, dan A.A. Daradjat. 1989. Prospek Pengembangan Terigu di Indonesia. Buku I: Risalah Simposium II, Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Hal:225-239.

Bahar, H. dan L. Bahri. 1996. Keragaman pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil tanaman terigu. Jurnal Penelitian Pertanian 15:107-113.

Bahar, H., S. Zen. 1993. Parameter genetik pertumbuhan tanaman, hasil dan komponen hasil jagung. Zuriat 4:4-7.

Balitsereal. 2009. Kemajuan pemuliaan gandum tropis. www.deptan.go.id. [13 Desember 2010].

Bari, A.M., M.S. Musa, dan E. Sjamsudin. 1974. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 124 hal.

Bland. B.F. 1972. Crop Production. Cereal and Legumes. Academic Press. London. 466 p.

Bogasari. 2001. Proyek gandum Indonesia tahun 2000. www.bogasariflour.com. [13 Desember 2010].

Budiarti, S.G., Y.R. Rizki, dan Y.W.E. Kusumo. 2004. Analisis koefisien lintas beberapa sifat pada plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.) koleksi balitbiogen. Zuriat 15(1):31-40.

Budiarti, S.G. 2005. Karakterisasi beberapa sifat kuantitatif plasma nutfah gandum (Triticum aestivum L.). Buletin Plasma Nutfah 11(2):49-54.

Cannel, R.Q. and M.B. Jackson. 1981. Aleviating aeration stress. In G.F. Arkin and H. M. Taylor (Eds.). Modifying the Root Environment to Reduce Crop Stress. ASAE Monograph No.4 ASAE, St. Joseph.

Chaudhari, H.K. 1971. Elementary Principles of Plant Breeding. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi. 327 p.

(45)

32

CIMMYT. 1984. CIMMYT Report in Wheat Improvement. CIMMYT. Meksiko. 187 p.

Dahlan M., Rudijanto, J. Murdianto, dan M. Yusuf. 2003. Usulan Pelepasan Varietas Gandum. Balai Penelitian Tanaman Serealia dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Daradjat, A.A. dan E. Purnawati. 1994. Karakterisasi Plasma Nutfah Terigu. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Diperta Jawa Barat. 2010. Tanaman gandum diperluas menjadi 100 hektar. www.diperta.jabarprov.go.id [01 Desember 2010].

Direktorat Budidaya Serealia. 2008. Inventarisasi Pengembangan Gandum. Departemen Pertanian. Jakarta.

Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan. 2001. Teknologi Produksi Gandum. Departemen Pertanian. Jakarta.

Doorenbos, J. and A.H. Kassam. 1988. Yield Response to Water. FAO Irrigation and Drainage Paper No.33. FAO, Roma.

Ehdaie, B. and J.G. Waines. 1993. Variation in water use efficiency and its

components with wheat: I. well watered pot experiment. Crop Science 33(2):294-299.

Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4th eds. Longman England.

Farid, N. 2006. Pertumbuhan dan Produksi Enam Genotipe Tanaman Gandum Pada Dataran Rendah dan Tanah Masam. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman. Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor. Hal:389-396.

Fokar, M., H.T. Nguyen, and A. Blum. 1998. Heat tolerance in spring wheat I. Estimating cellular thermotolerance and heritability. Euphytica 104:1-8.

Ginkel, M. and R.L. Villareal. 1996. Triticum L., p. 137-143. In G. J. H.

Grubben and S. Partohardjono (Eds.). Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) No. 10. Leiden. Netherland.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Statistical Procedures for Agricultural Research. John Willey and Sons, Inc. Canada. 680 p.

Handoko, I. 2007. Gandum 2000 Penelitian Pengembangan Gandum di Indonesia. SEAMEO BIOTROP. Bogor. 118 hal.

(46)

Heliyanto, B., R.D. Purwati, Marjani, dan U.S. Budi. 1998. Parameter genetik komponen hasil dan hasil serat pada aksesi kenaf potensial.

Zuriat 9 (1):7-12.

Leonard, W.H. and J.H. Martin. 1963. Cereal and Crop. Macmillan Publishing Inc. New York. 823 p.

Maestri, E., N. Klueva, C. Perrota, M. Gulli, H.T. Nguyen, and N. Marmiroli. 2002. Molecular genetics of heat tolerance and heat shock proteins in cereals. Pant Molecular Biology 48:667-681.

Nasir, A.A. 1987. Beberapa Aspek Agroklimatologi Dalam Pengembangan Tanaman Gandum (Triticum spp.) di Indonesia. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 139 hal.

Poehlman, J.M and D.A. Sleper. 1995. Breeding Field Crops. 4th eds. Iowa State University Press, USA. 494 p.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Pusat Antar Universitas. Bogor. 169 hal.

Rahmah. 2011. Keragaman Genetik dan Adaptabilitas Gandum (Triticum aestivum L.) Introduksi di Lingkungan Tropis. Tesis. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal.

Rawson, H.M., M. Zajac, and R.N. Napkoonwang. 1996. Effect of temperature light and humidity during the phase encompassing pollen meiosis on floret fertility in wheat, p. 78-84. In H. M. Rawson and K. D. Subedi (Eds.). Sterility Wheat in Subtropical Asia: Extent Causes and Solution. ACIAR Proceeding. Sydney.

Sarwono, H. 2003. Ilmu Tanah. Edisi Baru. Akademika Pressindo. Jakarta. 286 hal.

Schlehuber and B.B. Tucker. 1967. Culture of wheat. Wheat and wheat

improvement. In Quisenberry and L. P. Reitz (Eds.). American Society of Agronomy. Madison, Wisconsin, Inc. USA.

Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 475 hal.

Siagian, V. 2008. Mengapa tidak menanam gandum ?. www.targetmdgs.org. [01 Desember 2010].

Singh, R.K. and B.D. Chaudhary. 1985. Biometrical Methods in Quantitative Genetical Analysis. Kalyani Publication. p:54-57.

(47)

34

Soemartono dan Nasrullah. 1988. Genetika Kuantitatif. PAU-Biotecnology. UGM. 171 p.

Stone, P. 2001. The effects of heat stress on cereal yield and quality. In A.S. Basra (Ed.). Crop Responses and Adaptation to Temperature Stress. Food

Products Press. New York.

Stoskoff, C.N. 1985. Cereal Grain Crops. Reston Publishing Company, Inc. Virginia.

Stroke, J.E., V.A. Johnson, J.W. Schimdt, and P.J. Mattern. 1971. Result of The First International Winter Wheat Performance Nursery. 1st ed. University of Nebraska Collage of Agriculture. Nebraska. 83 p.

Subagyo. 2001. Uji Adaptasi atau Persiapan Pelepasan Varietas Gandum di Jawa Tengah. Seminar Nasional. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura II. Semarang.

Suharti, S. 2001. Analisis Gerombol Dalam Pemuliaan Tanaman Gandum Dengan Teknik Mutasi. Skripsi. Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tobing, B.L. 1987. Pengaruh Kadar Air Tanah Terhadap Pertumbungan, Perkembangan, dan Hasil Tanaman Gandum (Triticum spp.). Skripsi. Jurusan Geomet FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 30 hal.

Wibowo. 2009. Gandum pun bisa tumbuh di Indonesia. www.agroindonesia.co.id. [01 Desember 2010].

(48)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, sistem tangki pencampur memberikan respon yang stabil terhadap perubahan gangguan laju alir input dan komposisi input. Persamaan

“Amanah itu suatu tugas yang diberikan kepada kita baik itu amanah dari sang Pencipta maupun dari atasan, dimana harapannya itu kita mampu, mampu melakukan secara

strategi komunikasi penyuluhan program KB vasektomi oleh Badan KB kota Makassar untuk masyarakat miskin perkotaan di Kecamatan Tamalate telah dilaksanakan dengan

Untuk mengembangkan peran perbankan syariah dalam pembangunan nasional termasuk fasilitas perbankan syariah untuk seluruh segmen masyarakat, optimalisasi dana-dana

(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (2) dilakukan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai alokasi waktu yang direncanakan dan ketentuan minimal

Metode simplex ialah suatu metode yang secara sistimatis dimulai dari suatu  pemecahan dasar yang fisibel ke pemecahan dasar yang fisibel (  feasibel  ) lainnya dan

- Peserta didik mampu menguji hasil konfigurasi VLAN pada cisco dengan terampil.. Alat,Media dan

Hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, penelitian [1] dapat disimpulkan untuk menentukan tingkat Reliability jaringan atau layanan infrastruktur sangat dipengaruhi oleh