• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUSKRIP UNIVERSITAS ESA UNGGUL HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI BANGSAL RAWAT INAP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANUSKRIP UNIVERSITAS ESA UNGGUL HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI BANGSAL RAWAT INAP"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MANUSKRIP

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN

TERHADAP STATUS GIZI LANSIA YANG MENGALAMI

HIPERTENSI DI BANGSAL RAWAT INAP

SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

OLEH :

Roosmaida Dinawati Sinambela 2013-32-235

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2016

(2)

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN

TERHADAP STATUS GIZI LANSIA YANG MENGALAMI

HIPERTENSI DI BANGSAL RAWAT INAP

SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

JURNAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

Roosmaida Dinawati Sinambela 2013-32-235

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ESA UNGGUL 2016

(3)

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI LANSIA YANG MENGALAMI HIPERTENSI DI BANGSAL

RAWAT INAP SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

Roosmaida Dinawati Sinambela1, Rachmanida Nuzrina2, Lilik Sri Hartati2

1 Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul

Jakarta Barat

2Program Studi S1 Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu – Ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul

Jakarta Barat

Email : roosmaidads@yahoo.com

ABSTRAK

Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia telah terjadi peningkatan yaitu pada tahun 1995 dari 96 per 1000 penduduk menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001. Hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Perubahan biologis pada pasien lanjut usia merupakan faktor internal yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi. Asupan makanan sangat mempengaruhi proses menua karena seluruh aktifitas sel atau metabolisme dalam tubuh memerlukan zat – zat gizi yang cukup. Penelitian kuantitatif dengan desain Cross-Sectional. Penarikan sampel dengan Accidental Sampling menggunakan uji Spearman Rank’s Correlation dan Pearson’s Correlation. Jumlah sampel sebanyak 40 responden. Terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dan protein terhadap status gizi lansia dengan nilai p value masing – masing sebesar 0,000 (p < 0,05).

(4)

THE RELATIONSHIP BETWEEN ENERGY AND PROTEIN INTAKE TO NUTRITIONAL STATUS IN ELDERLY HYPERTENSIVE INPATIENT WARD

SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE

Roosmaida Dinawati Sinambela1, Rachmanida Nuzrina2, Lilik Sri Hartati2

ABSTRACT

Prevalence of hypertension in Indonesia has been an increase, namely in 1995 from 96 per 1000 population to 110 per 1000 population in 2001. Hypertension increases with age. Biological changes in elderly patients are internal factors that ultimately may affect nutritional status. Food intake greatly affect the aging process because the entire metabolic activity in cells or in the body requires substances adequate nutrition. Quantitative research with cross sectional design. Sampling with Accidental sampling using Spearman Rank’s Correlation and Pearson’s Correlation. Total of sample is 40 respondent. There significant relationship between energy and protein intake to nutritional status of elderly with each p value of 0,000 (p < 0,05).

Keyword : elderly, energy, malnutrition, nutritional status, protein

Pendahuluan

Gizi sangat penting bagi kesehatan manusia dan diperlukan untuk menentukan kualitas fisik, biologis, kognitif dan psikososial sepanjang hayat manusia. Komposisi zat gizi dan jumlah makanan yang dikonsumsi sangat berkaitan dengan fungsi fisiologis tubuh, kuantitas dan variasi makanan yang tersedia. Diet seimbang adalah diet yang mengandung baik makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak dapat dipertahankan, dapat terjadi malnutrisi yang berdampak buruk bagi kesehatan dan kesejahteraan seseorang.12

Terdapat hubungan positif yang kuat antara IMT lebih dan resiko penyakit serebrokardiovaskular dengan setiap penurunan IMT sebesar 2 kg/m2

berhubungan dengan penurunan resiko stroke iskemik, 12%, resiko stroke

hemoragik 8% dan resiko penyakit jantung iskemik 11%.3

Hipertensi meningkat sejalan dengan meningkatnya usia. Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15 – 20%, sedangkan hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8 – 18%. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur 45 – 50 tahun masih 10%, tetapi diatas 60 tahun angka tersebut mencapai 20 – 30%. Prevalensi penyakit hipertensi di Indonesia terjadi peningkatan yaitu pada tahun 1995 dari 96 per 1000 penduduk menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001.9

Survei Nasional di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 40 – 50% usia lanjut yang tidak tinggal di institusi memiliki resiko sedang hingga tinggi untuk mengalami masalah terkait gizi.

Nutritional Health and Nutrition

(5)

mendapatkan bahwa rata – rata asupan energi harian pada subjek laki – laki berusia 70 tahun keatas sebesar 1800 Kalori/hari sedangkan pada perempuan sebesar 1400 Kalori/hari dan terdapat lebih dari 10% usia lanjut yang mengkonsumsi makanan kurang dari 1000 Kalori/hari.14 Pengelolaan nutrisi

merupakan salah satu pilar non farmakologis penting pada tatalaksana hipertensi.13

The Royal College of Physicians UK tahun 2002 menekankan bahwa populasi usia 65 tahun keatas merupakan kaum yang rentan terhadap masalah gizi, 12% usia lanjut di komunitas beresiko sedang hingga tinggi mengalami malnutrisi. Prevalensi tersebut semakin bertambah menjadi 20% pada usia lanjut di panti dan bahkan hingga mencapai 40% pada usia lanjut yang mengalami perawatan di rumah sakit.8

Menurut penelitian multisenter yang melibatkan 702 pasien lansia rawat jalan dari 10 rumah sakit di Indonesia melaporkan bahwa terdapat 56,7% subyek yang beresiko malnutrisi dan sebanyak 2,14% yang mengalami malnutrisi berdasarkan Mini Nutritional

Assessment (MNA). Pada penelitian

yang sama, berdasarkan IMT didapatkan 10,40% subyek dengan berat badan kurang dan 22,08% pasien dengan obesitas.10

Hipertensi dianggap sebagai faktor resiko yang paling relevan untuk terjadinya stroke, penyakit jantung, aterosklerosis, diabetes mellitus, obesitas dan dislipidemia.5 Penelitian secara Cross Sectional pada 25.109 responden (65 ± 9 tahun diketahui sebanyak 54% wanita, 40% berkulit

hitam) dari berbagai ras secara geografis yang dianalisa antara tahun 2003 – 2007 dilaporkan mengalami Atrial Fibrilasi yang disebabkan karena hipertensi melalui pemeriksaan EKG.6

Metode

Desain penelitian menggunakan analitik kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional. Penelitian dan pengambilan data pasien dilakukan pada bulan Januari 2016 – Februari 2016 di bangsal rawat inap Siloam Hospitals Lippo Village, Karawaci Tangerang.

Populasi penelitian adalah seluruh pasien lansia yang dirawat inap selama periode penelitian yaitu Jumlah pasien rawat inap di Siloam Hospitals Lippo Village dapat dilihat dari sensus pasien. Jumlah responden yang diamati sebanyak 40 responden. Penarikan sampel dilakukan dengan cara

Accidental Sampling menggunakan uji

Spearman Rank Correlation dan

Pearson’s Correlation.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik pasien berdasarkan umur dan jenis kelamin, asupan energi dan asupan protein.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status gizi lansia yang mengalami hipertensi.

Cara pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan penggunaan form MNA. Data diolah melalui proses editing, coding, entry data dan cleaning, yang selanjutnya dilakukan analisis secara univariat dan bivariat.

Hasil dan Pembahasan

Bertujuan untuk memperoleh gambaran dari masing-masing variabel yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi. Jenis kelamin responden yang

diamati terdiri dari 20 responden laki – laki dan 20 responden perempuan. Jenis kelamin perempuan yang memasuki masa premenopouse akan sama

(6)

berisikonya untuk terkena penyakit hipertensi dengan jenis kelamin

laki-laki.2 Hasil distribusi responden dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Distribusi responden

Variabel Maksimum Minimum Mean Umur (tahun) 88 56 66,82 ± 7,362 Asupan Energi (Kalori) 1842 881 1267,98 ± 230,687 Persentase Asupan Energi (%) 100 44 76,37 ± 12,274 Asupan Protein (gram) 70,7 29,8 53,473 ± 9,601 Persentase Asupan Protein (%) 100 42 79.38 ± 13,31 Skor MNA 30 7 19,12 ± 6,627

Rata – rata usia yang diamati adalah 66,82 ± 7,362. Umur merupakan salah satu faktor resiko yang mempengaruhi asupan gizi sehingga seiring bertambahnya usia, orang usia lanjut beresiko mengalami malnutrisi. Dengan bertambahnya usia, maka tekanan darah juga akan meningkat. Umumnya seseorang akan berisiko menderita hipertensi setelah usia 45 tahun. Umur yang dijadikan patokan umur lansia umumnya berkisar antara 60 – 65 tahun. Tingginya kasus hipertensi pada lansia dapat dipengaruhi oleh faktor umur. Peningkatan tekanan darah pada lansia juga diduga karena kurangnya aktivitas fisik pada subjek. Salah satu faktor utama penyebab hipertensi adalah kurangnya aktifitas fisik.12

Rata – rata asupan energi sebesar 1267,98 ± 230,687 Kalori dengan asupan minimum sebesar 881 Kalori dan asupan maksimum sebesar 1842 Kalori. Persentase asupan energi maksimal sebesar 100% dengan asupan minimal sebesar 44%. Rata – rata persentase asupan energi pada responden yang diamati sebesar 76,37 ± 12,274%. Rata – rata responden lansia yang diamati mengalami penurunan selera makan karena tubuh yang lemah saat perawatan di rumah sakit. Kondisi fisik yang lemah mempengaruhi asupan makan responden sehingga terjadi ketidakseimbangan antara asupan energi

dengan kebutuhan energi responden saat sakit. Hal ini akan mempengaruhi status gizi responden.

Kebutuhan energi yang menurun menyebabkan asupan kalori menurun disertai oleh asupan protein dan mikronutrien yang menurun meskipun sebenarnya kebutuhan protein tidak menurun, bahkan kebutuhan mikronutrien tertentu justru meningkat sejalan bertambahnya usia. Oleh karena itu, usia lanjut beresiko untuk mengalami defisiensi protein dan mikronutrien. Rata – rata asupan protein sebesar 53,47 ± 9,601 gram dengan asupan minimum sebesar 29,8 gram dan asupan maksimum sebesar 70,7 gram. Persentase asupan protein maksimal sebesar 100% dengan asupan minimum sebesar 42%. Rata – rata persentase asupan protein pada responden yang diamati sebesar 79,38 ± 13,31%.

Instrumen yang digunakan untuk penapisan status gizi lansia adalah MNA (Mini Nutritional Assessment).4 Jumlah

skor MNA termasuk dalam kategori malnutrisi yaitu sebesar 45% yaitu sebanyak 18 responden, beresiko malnutrisi sebesar 30% yaitu sebanyak 12 responden dan status gizi normal sebesar 25% yaitu sebesar 10 responden. Rata – rata skor MNA yang diamati sebesar 19,12 ± 6,627 yang menunjukkan lansia beresiko malnutrisi. MNA telah digunakan di 36 studi untuk menilai status gizi orang dewasa yang

(7)

dirawat di 8.596 rumah sakit di seluruh dunia diketahui bahwa 50% sampai 80% diklasifikasikan sebagai berisiko kekurangan gizi atau malnutrisi.7

Tabel 2. Hubungan antara Asupan Energi dan Protein terhadap Status Gizi Lansia yang Mengalami Hipertensi

Variabel r p-value Umur Jenis Kelamin Asupan Energi -0,110 -0,098 0,007 0,498 0,549 0,000* Asupan Protein 0,627 0,000* * Signifikan

Hubungan Karakteristik Responden terhadap Status Gizi

Nilai p value yaitu 0,498 (p > 0,05) dengan keputusan Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan status gizi lansia yang mengalami hipertensi berdasarkan skor MNA dengan nilai r – 0,110 dan berpola negatif. Hal ini sejalan dengan hasil analisis bivariat yang dilakukan Situmorang (2014) pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan status gizi lansia dengan hasil nilai p value 0,080 > 0,05 yang berarti tidak signifikan.11

Tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan status gizi berdasarkan skor MNA pada penelitian ini mungkin disebabkan karena jumlah sampel lansia yang kecil sedangkan form MNA ditujukan unbtuk mengamati status gizi lansia sehingga terjadi sebaran secara acak pada diagram tebar Scatter Plot. Mungkin dengan jumlah sampel yang besar akan lebih mudah untuk mendeteksi adanya perbedaan statistik.

Hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi diperoleh nilai p yaitu 0,549 (p > 0,05) dengan nilai r – 0,098

yang berarti secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan status gizi berdasarkan skor MNA. Sebanyak 40 responden lansia terdiri dari 20 laki – laki dan 20 perempuan. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin responden dengan status gizi lansia karena jumlah responden yang sama antara laki – laki dan perempuan sehingga dapat disimpulkan bahwa antara laki – laki dan perempuan memiliki peluang yang sama beresiko malnutrisi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi status gizi seseorang.

Hubungan Asupan Energi terhadap Status Gizi Lansia

Kebutuhan energi pada perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki – laki karena memiliki proporsi massa lemak yang lebih tinggi dan massa tubuh tanpa lemak yang lebih rendah. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan metode kilokalori per kilogram berat badan. Metode ini direkomendasikan karena mudah dan cepat dalam menghitung kebutuhan kalori.

Asupan energi dapat diketahui dari hasil recall intake. Asupan makan responden diamati selama 3 hari berturut – turut selama perawatan. Rata – rata asupan energi tersebut dibandingkan dengan skor MNA untuk mengetahui hubungan antara asupan energi dengan status gizi responden.

Terdapat 8 pertanyaan dalam penilaian berdasarkan skor MNA terkait asupan makanan dan cairan, jumlah asupan dan kemampuan untuk makan sendiri. Asupan energi yang baik akan mempengaruhi daya tahan tubuh untuk proses penyembuhan. Rata – rata pada responden lansia yang mengalami penurunan asupan makan disebabkan oleh adanya geriatric syndrome, general

(8)

weakness, gangguan menelan dan penurunan selera.

Pada lansia dianggap lumrah bila mengalami penurunan selera makan. Namun hal tersebut perlu ditangani dengan baik supaya para blansia termotivasi untuk meningkatkan asupan energi demi tercapainya asuhan gizi. Tujuan utama asuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien dengan cara optimal baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat.

Hasil analisis data dengan menggunakan uji Pearson’s Correlation

menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi responden dengan nilai p value sebesar 0,000. Hubungan asupan energi dengan status gizi responden menunjukkan

hubungan yang kuat dengan nilai r 0.777 dengan pola positif.

Menurut Soejono (2012), rata – rata asupan energi pada 168 pasien usia lanjut yang dirawat di ruang rawat akut geriatri sebesar 1405,6 (+320,3) Kalori. terhadap 387 pasien geriatri rawat jalan mendapatkan rata – rata asupan energi sebesar 1267 (+336,5) Kalori, asupan protein sebesar 44,7 (+1,3) gram, asupan lemak sebesar 41,2 (+1,8) gram dan asupan karbohidrat sebesar 143,7 (+0.8) gram.

Hubungan Asupan Protein terhadap Status Gizi Lansia

Penurunan aktifitas fisik dapat terjadi pada lansia maka sebagai

resultantenya dapat terjadi penurunan kebutuhan energi yang menyebabkan asupan kalori menurun. Hal tersebut juga mempengaruhi asupan protein dan mikronutrien yang menurun meskipun sebenarnya kebutuhan protein tidak menurun, bahkan kebutuhan mikronutrien tertentu justru meningkat sejalan bertambahnya usia.

Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi responden berdasarkan skor MNA. Kebutuhan protein setiap responden berbeda – beda dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin dan derajat sakit yang diamai responden.

Hasil uji statistik menunjukan adanya hubungan antara asupan protein dengan status gizi responden dengan nilai p – value sebesar 0,000 dengan keputusan Ho ditolak yaitu adanya hubungan yang bermakna antara asupan protein terhadap status gizi lansia yang mengalami hipertensi. Hubungan asupan protein dengan status gizi responden menunjukkan hubungan yang kuat dengan nilai r 0,627 dan berpola positif.

Semakin kecil presentase angka kecukupan protein, semakin kecil pula skor MNA seseorang, atau semakin besar presentase angka kecukupan protein, semakin besar pula skor MNA seseorang. Kebutuhan mikronutrien tertentu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Oleh karena itu, usia lanjut beresiko untuk mengalami defisiensi protein dan mikronutrien.

Kesimpulan dan Saran

Tidak terdapat hubungan antara karakteristik responden (umur dan jenis kelamin) terhadap status gizi lansia. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan energi dan protein terhadap status gizi responden dengan nilai p value sebesar 0,000 (p < 0,05).

Sebaiknya lansia yang mengalami hipertensi dan keluarganya diberikan penyuluhan ataupun konseling oleh tenaga kesehatan (dokter, ahli gizi, perawat) mengenai pentingnya pemenuhan asupan energi dan zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup lansia.

(9)

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan karakteristik responden (umur dan jenis kelamin) terhadap status gizi lansia dengan menggunakan form MNA.

Daftar Pustaka

1. Aronow W. (2011). ACCF/AHA Expert Consensus Document on Hypertension in The Elderly.

Journal Am Soc Hypertension. Vol 5(4):p.259–352.

2. Andria. (2013). Hubungan Antara Perlaku Olahraga, Stres dan Pola Makan dengan Tingkat Hipertensi Pada Usia Lanjut di Posyandu Lansia Kelurahan Gerbang Putih Kecamatan Sukolilo Kota Surabaya. Jurnal Pomkes. Vol 1 No 2:p.111-117.

3. Asia Pasific Cohort Studies Collaboration. Body Mass Index and Cardiovascular Disease in The Asia Pasific Region: An Overview 0f 33 Cohorts Involving 310000 Participants. (2004). International Journal of Epidemiologi. Vol 33:p.751-758.

4. Bouillanne O. (2005). Geriatric Nutritional Risk Index: A New Index for Evaluating At Risk Elderly Medical Patients. Am Journal Clinical Nutrition. Vol 82:p.777-78.

5. Cuspidi C. (2016) ECG left atrial abnormality a marker of stroke prediction in Hypertension.

Journal of Hypertension. Vol 34:p.1698 – 1700.

6. Ghazi L. (2016). Gender, Race, Age and Regional Differences in Asssociation of Pulse Pressure with Atrial Fibrillation The Reason of Geographic and Racial Differences in Store Study. Journal of The American Society of Hypertension. Vol 10. p. 625 – 632.

7. Guigoz Y, Jensen G, Thomas D, Vellas B. (2006). The Mini Nutritional Assessment (MNA) Review of the literature – What does it tell us? The Journal of Nutrition Health and Aging, Vol 10, pg 466.

8. Haris D, Haboubi N. (2005). Malnutrition Screening In The Elderly Population. JR SocMed, 98: 411 – 4.

9. Riyadi A, Wiyono P, Budiningsih DR. (2007). Asupan Gizi dan Status Gizi sebagai Faktor Resiko Hipertensi Esensial pada Lansia di Puskesmas Curup dan Puskesmas Perumnas Kabupaten Rejang Lebang Propinsi Bengkulu. Jurnal Gizi Klinik. Vol 4 No 1. Hal 43 – 51.

10.Setiati S, Istanti R, Andayani R, Kuswardhani Tuti RA, dkk. (2010). Cut-off Anthropometry Measurement and Nutritional Status among Elderly Outpatient in Indonesia. Multi-centre study, Acta Med. Jurnal Intern Med 42 (4) : 244 – 30.

11.Situmorang. (2014). Hubungan Karakteristik, Gaya Hidup, Dan Asupan Gizi Dengan Status Gizi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. Jurnal Gizi, Kesehatan Reproduksi dan Epidemiologi. Vol 1 No 3.

12.Soejono CH, Harimurti K, Dewiasty E, Rizka A, Istanti R. (2012).

Nutritional Status and Nutrient Intake in Indonesian Geriatric Patient. Jakarta: In Press.

13.Sullivan DH, Johnson LE. (2009). Nutrition and Aging. In : Halter J, Ouslander JG, Tinetti ME, Studenski S, High KP, Asthana S, eds. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gorontology 6th ed

(10)

p.439-57. New York: Mc Graw Hill.

14.Triatmaja. (2013). Asupan Kalsium, Status Gizi, Tekanan Darah Dan Hubungannya Dengan Keluhan Sendi Lansia Di Panti Werdha Bandung. Jurnal Gizi dan Pangan. Vol 8(1):25-32.

15.Wallace J. (2009). Malnutrition and

Enteral Parenteral

Alimentation. In: Halter J,

Ouslander JG, eds. Hazzard’s

Geriatric Medicine and

Gorontology, 6 th ed,

p.469-81. New York: Mc

Gambar

Tabel 1. Distribusi responden

Referensi

Dokumen terkait

asupan lemak dan natrium dengan status gizi di Posyandu Lansia,. Gonilan,

Kesimpulan : Tidak terdapat hubungan antara asupan protein dengan produktivitas kerja, terdapat hubungan antara asupan energi dan status gizi dengan produktivitas

Hubungan Antara Status Gizi dan Stress dengan Kemampuan Activity Daily of Living Pada Lanjut Usia Di Wilayah Kerja Posyandu Lansia Puskesmas Sumbersari. Jember:

Penelitian mengenai hubungan asupan serat, konsumsi pangan dengan status kesehatan dan gizi pada lansia di Panti Tresna Werdha Kota Bogor dilakukan pada 32 responden lanjut usia

Terdapat hubungan bermakna antara karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan kontribusi energi makanan jajanan dengan status gizi lebih pada remaja awal di

Simpulan: Ada hubungan antara status kesehatan dengan status gizi dan tidak ada hubungan antara usia, jenis kelamin, status ekonomi, dan status tempat tinggal

Dari hasil peneliti, jenis kelamin tidak berhubungan dengan kejadian arhritis rheumatoid pada lansia karena dari 56 responden, jenis kelamin laki-laki sebanyak 14

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh yaitu jenis kelamin, umur dan status kesehatan.. Pola