• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ill. BAHAN DAN METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ill. BAHAN DAN METODE"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Ill. BAHAN DAN METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Pada penelitian ini digunakan bahan dan alat untuk proses pengeringan maupun untuk analisa. Bahan dan alat untuk proses pengeringan meliputi kapur api, lada yang akan dikeringkan, dan lemari pengering absorpsi yang dilengkapi dengan neraca analitik. Untuk keperluan analisa digunakan beberapa bahan kirnia serta peralatan gelas lainnya.

Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah absorben kapur api dengan kadar CaO tinggi, yang berbentuk bongkahan berwarna putih. Kapur api ini diperoleh dari pabrik kapur PD Djaja Ciampea di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Kapur api yang digunakan adalah kapur api yang baru keluar dari tungku pembakarannya, dan langsung dimasukkan ke dalam wadah kaleng kedap udara agar tidak menyerap air sebelum digunakan.

Bahan utama lain adalah buah lada segar yang sesuai untuk diolah menjadi lada hitam, yaitu lada yang telah masak dan berwarna hijau sedikit kuning dengan umur buah sekitar 6 bulan setelah berbunga. Buah lada segar tersebut diperoleh dari lnstalasi Penelitian Sukamulya, Cibadak, Sukabumi milik Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Varietas lada yang digunakan adalah Varietas Lampung Daun Lebar dari kebun lada panjat dan lada perdu.

Untuk mengatur RH desikator pada penentuan kesetimbangan isotermi sorpsi air dan kalibrasi higrometer, digunakan beberapa jenis larutan garam (Tabel 3). Air destilata digunakan di dalam penentuan kadar minyak atsiri secara destilasi dan pengukuran kadar CaO secara fisik. Selain itu digunakan juga toluena untuk penentuan kadar air secara destilasi. Bahan tersebut serta beberapa bahan kimia lain diperoleh dari Toko Kimia Setia Guna Bogor dan Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, IPB.

(2)

Peralatan utama dalam penelitian ini adalah alat pengering absorpsi berupa lemari yang dilengkapi dengan rak absorben dan rak bahan (Gambar 10) yang dibuat oleh peneliti. Alat-alat lain yang digunakan berupa wadah k.aleng kedap udara untuk membawa kapur api, desikator dengan RH tlertentu yang diatur dengan larutan garam-garam jenuh, neraca analitik, tlsrmohigrometer, terrnometer, oven suhu 105°C dan cawan alumunium. Cligunakan juga rangkaian alat destilasi Bidwell-Sterling untuk mengukur kadar air secara destilasi, serta rangkaian alat destilasi untuk mengukur niinyak atsiri berupa perangkap tipe clavenger, stirrer magnetik, dan hot plate. Untuk mengukur kadar Ca di dalam kapur api digunakan spektrofotometer Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

3. Konstruksi Alat Pengering Absorpsi

Proses pengeringan absorpsi dilakukan di dalam suatu lemari pengering yang berukuran ruang dalam 50 cm x 50 cm x 60 cm. Konstruksi iemari pengering absorpsi tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Dinding dan pintu lemari pengering absorpsi terbuat dari lapisan berturut-turut berupa multiplek setebal 1 crn, styrofoam setebal 3 cm, dan fiber glass setebal 0.5 cm. Penggunaan lapisan tersebut diharapkan dapat menghasilkan kondisi nlang pengering yang dapat menahan perpindahan udara, uap air dan energi panas sekecil mungkin. Untuk dapat mengamati bahan yang dikeringkan, serta mengamati suhu dan RH di dalam lemari pengering selama pengeringan, dibuat pintu tambahan di bagian dalam yang terbuat dari fiber glass yang dilengkapi dengan sekat dari karet (rubber sea/). Selama proses pengeringan, pintu fiber glass tidak dibuka agar kondisi di dalam lemari pengering absorpsi tidak banyak dipengaruhi oleh lingkungan luar.

Lemari pengering absorpsi memiliki tiga 9uah rak yang terdiri dari dua buah rak untuk menampung absorben kapur api, yang diletakkan di bagian atas dan bagian bawah lemari, serta sebuah rak lainnya di bagian tengah untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Wadah absorben terbuat

(3)

A. Rak kapur api (1 dan 3) B. Rak lada (2)

Tali Timbangan penggantung

I

,Dinding kayu

C Tampak depan D. Lemari dengan dua pintu

Gambar 11. Konstruksi alat pengering absorpsi dengan penimbangan di dalam

(4)

dari bahan lembaran alumunium yang dibentuk menjadi wadah kotak, sedangkan wadah bahan terbuat dari kasa alumunium yang juga berbentuk wadah kotak.

Lemari pengering absorpsi tersebut dirancang sedemikian rupa agar perubahan berat bahan yang dikeringkan serta perubahan berat absorben dapat diketahui melalui penimbangan di dalam, tanpa harus membuka lemari pengering. Untuk itu wadah bahan dan wadah absorben dilengkapi dengan tali-tali penggantung dari tali nylon sebagai penghubung wadah tersebut dengan neraca analitik di atas lemari. Tali pengantung ditembuskan ke luar lemari pengering absorpsi melalui lubang yang berdiameter 0.5 cm. Agar udara dan uap air dari luar tidak banyak yang masuk ke dalam lemari pengering melalui lubang tali penggantung, lubang tersebut ditutup rapat dengan plastisin dan dibuka hanya pada saat dilakukan penimbangan.

B. PERSIAPAN UJI

Untuk melakukan proses pengeringan absorpsi, diperlukan beberapa persiapan baik pada kapur api yang akan digunakan sebagai absorben, lada yang akan dikeringkan, maupun pada lemari pengering absorpsi yang digunakan.

1. Persiapan Kapur Api

Kapur api yang digunakan sebagai absorben dalam penelitian ini adalah kapur api yang diharapkan kadar CaO-nya masih tinggi. Untuk itu digunakan kapur api yang baru dikeluarkan dari tungku pembakaran pabrik pengolahan kapur, sehingga belum terlalu banyak kontak dengan udara luar yang lembab.

Kapur api berupa bongkahan dipilih yang berwarna putih dan bersih, serta tidak banyak mengandung bagian bukan kapur seperti pasir, kerikil dan tanah. Kapur api tersebut segera dimasukkan ke dalam wadah kaleng bertutup rapat yang kedap air dan udara, kemudian dibungkus lagi dengan dua lapis kantung plastik. Selang waktu antara pengambilan kapur api dengan pengujian dan penggunaannya diusahakan sesingkat mungkin. Saat

(5)

proses pengeringan telah siap dilakukan, kapur api tersebut segera dikecilkan ukurannya menjadi berdiarneter 2

-

3 crn dengan rnem'ecahkannya rnenggunakan palu. Pada saat pengecilan ukuran, diusahakan untuk menghindarkannya dari kontak yang terlalu banyak dengan udara luar.

Untuk rnengetahui potensi kapur api dalarn menyerap air, sebelum digunakan kapur api tersebut segera diukur kadar Ca-nya dengan rnetode Atomic Absorption Spectrophotorneter (AAS) (Basset et a/. 1978), dengan asurnsi bahwa sernua Ca di dalarn kapur api tersebut rnerupakan CaO. Selain itu dilakukan juga pengukuran kadar CaO dengan rnetode pengukuran tidak langsung secara fisik (metode modifikasi penulis).

2. Persiapan Buah Lada Segar yang Akan Dikeringkan

Buah lada segar dari kebun lada dipilih yang tingkat kernatangannya seragarn dan paling sesuai untuk diolah menjadi lada hitarn, yaitu yang dipetik pada umur 6

-

7 bulan setelah tanarnan berbunga (Rusli 1996). Buah lada yang baru dipetik dirnasukkan ke dalarn kantung plastik berlubang dan langsung dibawa ke Bogor. Bila belum siap digunakan, lada tersebut dirnasukkan ke dalarn refrigerator.

Buah lada segar yang akan dikeringkan dipisahkan dari tandan buahnya dengan pemisahan manual sarnbil dibersihkan dari kotoran, daun, ranting, serta biji yang rusak. Pada saat itu dilakukan sortasi terhadap lada untuk rnernilih lada dengan tingkat kernatangan yang sesuai, karena di dalarn satu tandan lada, tingkat kernatangan buahnya berbeda-beda. Sebelurn pengeringan, buah lada segar diukur kadar air dan kadar rninyak atsirinya dengan rnetode destilasi, yang rnerupakan rnetode standar untuk pengukuran kadar air dan kadar rninyak atsiri rernpah-rernpah (AOAC 1995).

3. Persiapan Lemari Pengering Absorpsi

Sebelurn dilakukan pengeringan terhadap lada segar untuk rnenjadi lada hitarn, ruangan di dalarn lernari pengering absorpsi harus diturunkan RH-nya terlebih dahulu sehingga kelernbaban awal di dalam lernari tidak mempengaruhi kebutuhan kapur api selarna pengeringan. Ke dalam lernari

(6)

pengering absorpsi dimasukkan kapur api masing-masing sebanyak 500 g pada kedua rak absorben dan dibiarkan selama sekitar 24 jam untuk niencapai RH yang'rendah dan stabil. Pada saat proses pengeringan akan climulai, kapur api bekas dikeluarkan dari lemari pengering absorpsi, dan blahan yang akan dikeringkan beserta kapur api baru untuk pengeringan dimasukkan.

4. Pendekatan Masalah

a. Kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi panas

Pada proses pengeringan absorpsi dengan kapur api, terjadi proses yang melibatkan kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi panas. Dengan asumsi tidak ada kebocoran serta mengabaikan udara pengering, pada kesetimbangan massa jumlah massa air yang dikeluarkan lada selama pengeringan sama dengan jumlah massa air yang diserap oleh kapur api. Sedangkan pada kesetimbangan energi panas, jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk proses penguapan air dari lada sama dengan jumlah energi panas yang dilepaskan oleh kapur api dari hasil reaksi secara eksotermik dengan uap air.

Agar tidak terjadi pelepasan massa uap air dan energi panas ke lingkungan luar selama proses pengeringan absorpsi, lemari pengering absorpsi dibuat dalam kondisi tertutup rapat agar kedap udara, uap air, dan panas dari luar. Dinding lemari pengering absorpsi terbuat dari lapisan fiber glass yang bersifat kedap udara dan uap air, dan lapisan styrofoam yang bersifat kedap panas. Selain itu penimbangan dilakukan di dalam lemari pengering absorpsi agar kesetimbangan massa dan energi panas tidak dipengaruhi oleh udara luar.

b. Reaksi antara kapur api dan uap air

Selama proses pengeringan absorpsi dengan absorben kapur api, terjadi absorpsi air dari lada dan reaksi antara CaO pada kapur api dengan air, yang mengakibatkan peningkatan berat kapur api. Sementara itu lada kehilangan sejumlah air, yang mengakibatkan penurunan berat

(7)

lada. Selama proses pengeringan absorpsi tersebut, terjadi penurunan RH udara pengering menuju kesetimbangan. Reaksi kapur api dengan air yang bersifat eksotermik melepaskan energi panas yang mub-mula menyebabkan adanya peningkatan suhu udara di dalam lemari pengering absorpsi, lalu suhu udara menurun karena energi panasnya diserap lada untuk penguapan air. Karena itu di dalam percobaan pengeringan absorpsi ini, perlu dilakukan pemantauan terhadap berat lada dan berat kapur api, pemantauan terhadap RH udara di dalam ruang pengering absorpsi, serta pemantauan terhadap suhu proses pengeringan dan suhu kapur api.

c. Reaksi pelepasan energi oleh kapur api

Reaksi CaO dengan air akan melepaskan energi (Chang dan Tikkanen 1988) :

Dari reaksi tersebut dapat dihitung energi panas yang dilepaskan setelah terjadi penyerapan air oleh CaO. Jumlah energi panas yang dilepaskan ini digunakan untuk meningkatkan suhu udara pengering, yang kemudian diserap lada untuk pengeringan. Karena itu, perlu dilakukan pengukuran kadar CaO pada kapur api untuk mengetahui potensi energi panas yang dimiliki kapur api yang digunakan. Selesai proses pengeringan, dilakukan lagi pengukuran kadar CaO sisa pada kapur api, untuk melihat berapa CaO yang telah digunakan selama proses pengeringan.

C. METODE PERCOBAAN

Pada penelitian ini dilakukan tiga tahap percobaan yang meliputi percobaan untuk mengetahui kapasitas dan profil pengeringan absorpsi dengan kapur api pada pengeringan lada, percobaan penentuan efisiensi energi kapur api yang tligunakan dalam proses pengeringan absorpsi pada lada, dan percobaan penentuan kesetimbangan isotermi sorpsi pada lada dan Ca(OH)2.

(8)

Percobaan 1. Kapasitas dan Profil Pengeringan Absorpsi pada Lada

Pengeringan absorpsi dengan kapur api yang dilakukan oleh beberapa

.

peneliti terdahulu umumnya menggunakan kapur api dalam jumlah berlebih yaitu 5

-

10 kali berat bahan yang dikeringkan. Belum diketahui berapa perbandingan yang optimum antara kapur api dengan bahan yang akan dikeringkan, dan berapa besar kapasitas kapur api di dalam melakukan proses pengeringan absorpsi. Belum diketahui juga bagaimana pengaruh jumlah kapur apl yang digunakan terhadap proses pengeringan absorpsi yang terjadi. Pada prcises pengeringan absorpsi yang ideal diharapkan bahan dapat menjadi kering dalam waktu yang relatif singkat, laju pengeringannya cukup tinggi, dengan menggunakan kapur api yang jumlahnya sesuai dan tidak terlalu berlebih.

Dari percobaan ini ingin diketahui perbandingan berat kapur api terhadap berat lada yang optimal untuk mencapai kadar air lada target, yaitu kadar air yang lebih kecil dari standar mutu lada hitam I (SNI 01-0005-1995) sebesar 12 % (maksimal basis basah) (Tabel 2). Selain itu ingin diketahui bagaimana profit proses pengeringan absorpsi pada tingkat perbandingan berat CaO terhadap berat lada (R) yang berbeda. lngin diketahui juga pengaruh tingkat R terhadap waktu pengeringan

(6)

yang dibutuhkan untuk mencapai kadar air target, dan hubungan antara R terhadap laju pengeringan lada yang terjadi.

Jumlah kapur api yang digunakan dinyatakan dengan berat CaO. Berat CaO sesuai dengan hasil pengukuran kadar CaO, yang dilakukan sebelum proses pengeringan. Jumlah lada segar dinyatakan dalam berat lada segar yang telah diketahui kadar airnya. Lada yang digunakan jumlahnya dibuat tetap yaitu seberat 230 g, karena pada berat tersebut lada dapat mengisi penuh rak bahan sebanyak satu lapis lada.

Perbandingan berat CaO dengan berat lada (R) dibuat pada 5 tingkat perbandingan, dengan jumlah CaO yang kurang dan melebihi kebutuhan proses pengeringan. Dari hasil percobaan awal pada proses pengeringan lada secara absorpsi, ditentukan tingkat perbandingan berat CaO terhadap berat lada (R) sebesar 0.5, 1, 2, 5, dan 20.

(9)

Pengamatan terhadap profil proses pengeringan lada secara absorpsi dilakukan terhadap suhu dan RH ruang pengering absorpsi, suhu kapur api, berat lada, dan berat kapur api secara periodik. Selain itu dilakukan pengamatan terhadap terjadinya penurunan kadar minyak atsiri pada lada akibat proses pengeringan absorpsi. Pada awal percobaan dilakukan terlebih dahulu pengukuran kadar air lada (AOAC 1995), kadar CaO secara AAS (Basset et a/. 1978), kadar CaO yang diukur secara fisik dengan metode hasil

modifikasi penulis, serta kadar minyak atsiri lada (AOAC 1995). a. Profil perubahan suhu selama pengeringan absorpsi

Suhu kapur api diukur menggunakan tennometer alkohol berskala 0°C sampai 100°C yang ditusukkan ke dalam kapur api yang digunakan. Sedangkan suhu ruang pengering absorpsi diukur dengan tennometer yang te~dapat pada alat terrnohigrometer yang sekaligus untuk mengukur RH miang pengering absorpsi.

b. Profil perubahan RH ruang pengering selama pengeringan absorpsi

Kelembaban relatif (RH) ruang pengering absorpsi selama proses pengeringan diukur dengan alat termohigrometer rambut sintetik (Der Grune Punkt; Jerrnan). Alat tersebut dimasukkan ke dalam lemari pengering atlsorpsi pada posisi di dekat lada yang dikeringkan.

Karena higrometer tersebut kurang akurat pengukurannya pada RH yang sangat rendah atau sangat tinggi, perlu dilakukan kalibrasi higrometer dengan menggunakan berbagai larutan garam jenuh. Kalibrasi dilakukan dengan memasukkan higrometer ke dalam desikator berisi larutan garam jenuh dengan RH tertentu (Tabel 3) selama

2

12 jam, selanjutnya dilakukan pencatatan RH yang ditunjukkan oleh higrometer, dan RH garam jenuh atau RIi yang seharusnya.

c. Profil proses pengeringan lada secara absorpsi

Proses pengeringan yang dialami oleh lada ditunjukkan oleh penurunan kadar air yang dialaminya. Penurunan kadar air selama pengeringan diukur secara tidak langsung dengan metode penimbangan lada

(10)

secara periodik. Pada awal proses pengeringan, penimbangan lada dilakukan setiap 3 jam. Selanjutnya interval waktu pengamatan diperpanjang seiring dengan semakin keringnya lada dan semakin konstannya parameter ptsrcobaan lain yang diamati.

Analisis percobaan ini dilakukan dengan membuat plot dan menganalisis hubungan kadar air lada (% basis kering atau % bk) terhadap waktu (t) dan ditentukan waktu pengeringan

(G),

yaitu waktu yang diperlukan begi lada untuk mencapai kadar air target 12% (% basis basah atau % bb). Untuk mengetahui pengaruh tingkat perbandingan berat CaO terhadap berat lada (R) terhadap laju pengeringan lada, dilakukan analisis pengeringan secara momenta1 dan fraksial dengan model pengeringan lapis tipis. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui pola laju pengeringan lada dan pcxiodenya, serta nilai konstanta pengeringannya.

d. Profil perubahan berat kapur api

Selama proses pengeringan absorpsi, kapur api akan bereaksi dengan air yang dikeluarkan lada membentuk Ca(OH)2. Penyerapan air ini alqan menambah berat kapur api selama proses pengeringan yang pertambahan beratnya diamati secara berkala. Untuk mengetahui seberapa banyak CaO yang telah bereaksi dengan air membentuk Ca(OH)2 selama proses pengeringan, dilakukan pengukuran kadar CaO pada awal dan akhir plmoses pengeringan dengan metode pengukuran secara fisik (metode rr~odifikasi penulis).

e. Penurunan kadar minyak atsiri lada

Pada percobaan ini dilakukan pengukuran kadar minyak atsiri lada segar dan kadar minyak atsiri lada di akhir proses pengeringan, pada kelima plercobaan dengan tingkat perbandingan berat CaO terhadap berat lada (R) yiang berbeda. Dari percobaan ini dapat diketahui terjadinya penurunan kadar minyak atsiri lada yang terjadi akibat proses pengeringan absorpsi, dan diketahui hubungan antara tingkat R terhadap penurunan kadar minyak atsiri le~da.

(11)

Percobaan 2. Efisiensi Energi Kapur Api

Pada percobaan ini dapat diketahui hubungan tingkat perbandingan berat CaO terhadap berat lada (R) terhadap efisiensi energi yang dilepaskan oleh kapur api selama pengeringan absorpsi, untuk menurunkan kadar air lada. Percobaan ini dilakukan bersama-sama dengan percobaan kapasitas dan profil pengeringan absorpsi pada lada.

Pada awal percobaan ini dilakukan pengukuran kadar air lada (AOAC 1!)95), kadar CaO secara AAS (Basset et a/. 1978) dan kadar CaO secara fisik (nietode modifikasi penulis), serta penimbangan berat awal lada dan kapur api. Dari hasil pengamatan profil penurunan kadar air lada dan perubahan berat kapur api secara periodik, dapat dilakukan perhitungan untuk mengukur efisiensi energi yang terjadi selama proses pengeringan absorpsi. Dari hasil perhitungan tersebut dapat dianalisis hubungan tingkat R terhadap efisiensi er~ergi proses pengeringan absorpsi.

Percobaan 3. Kesetimbangan lsotermi Sorpsi a. Kesetimbangan isotermi sorpsi lada

Percobaan ini bertujuan untuk membuat kurva isotermi sorpsi lada secara absorpsi maupun desorpsi sehingga dapat dilakukan analisis fraksi- fraksi air terikat pada lada. Selanjutnya dapat dianalisis hubungan laju pengeringan lada dengan fraksi air terikat lada tersebut.

Pada percobaan absorpsi, bahan yang digunakan adalah

+

3 g lada hitam kering bubuk hasil pengeringan absorpsi dengan jumlah kapur api berlebih (R = 10). Sedangkan pada percobaan desorpsi, bahan yang digunakan adalah

+

3 g lada hitam bubuk yang dibasahi hingga kadar air kesetimbangan tertinggi pada RH mendekati 100, yaitu sekitar 50% bk. Kadar air lada disetimbangkan pada kondisi RH yang berbeda-beda dengan menempatkannya di dalam cawan alumunium, kemudian disimpan di dalam desikator berisi larutan garam jenuh (Tabel 3). Desikator tersebut disimpan pada ruang inkubator yang suhunya relatif konstan yaitu sekitar 28OC, dan dilakukan penimbangan setiap hari sampai mencapai kadar air kesetimbangan. Karena jumlah sampel yang tersedia terbatas, lada yang

(12)

telah disetimbangkan tidak dapat diukur kadar aimya dengan metode destilasi (AOAC 1995). Untuk dapat diukur secara destilasi, minimal harus di~peroleh jumlah air tertampung dalam alat Bidwell Sterling sekitar 2 ml. Olleh karena itu, pengukuran kadar air pada lada yang disetimbangkan dil'akukan dengan metode oven. Selanjutnya dilakukan konversi kadar air yang sebenarnya dengan mengurangkan persentase minyak atsiri yang hilang akibat pengeringan dengan oven.

Dari data percobaan ini dibuat kutva sorpsi isotermi sorpsi air lada bubuk berupa plot hubungan M dan a, baik secara absorpsi maupun desorpsi, kemudian dilakukan analisis fraksi air terikat pada lada yang terdiri dari air terikat primer, air terikat sekunder, dan air terikat tersier. Selanjutnya dianalisis hubungan laju pengeringan absorpsi lada dengan fraksi air terikat pada lada.

1 4 1 Nal

I

36.8

I

Tabel 3. Berbagai larutan garam jenuh dan RH yang dihasilkannya pada suhu 28°C untuk penentuan kesetimbangan isotermi sorpsi air

dan kalibrasi higrometer

KzC03 43.7

Mg(N03)2 51.9

NaBr 56.8

L

l7 96.7

Si~mber : Hasil interpolasi grafik dari Syarief dan Halid (1991) dan Hall (1981)

RH (%) I I .2

F

","

Larutan

Garam

LiCl Jenuh

(13)

b. Kesetimbangan isotermi sorpsi Ca(OH)2

Untuk mengetahui potensi kapur api yang telah-mati berupa Ca(OH)2 di dalam menyerap air, dilakukan juga percobaan penentuan kesetimbangan isotermi sorpsi Ca(OH)2. Dari percobaan tersebut dapat diperoleh kurva isotermi sorpsi Ca(OH)2 yang menggambarkan kemampuannya di dalam menyerap air pada berbagai kondisi RH.

Metode pembuatan kurva isotermi sorpsi Ca(OH)2 sama dengan metode untuk membuat kurva nsotermi sorpsi lada. Ca(OH)2 disetimbangkan di dalam desikator berisi larutan garam jenuh dengan RH tertentu (Tabel 3). Selanjutnya dilakukan juga analisis fraksi air terikat pada Ca(OH)2.

Ca(OH)2 diperoleh dengan mereaksikan kapur api yang baru keluar dari tungku pembakaran dengan akuades (H20). Bila sampel kapur api direaksikan dengan (H20) secara berlebih, semua CaO yang ada pada kapur api akan bereaksi membentuk Ca(OH)2. Hasil reaksi tersebut kemudian dikeringkan dengan oven yang bersuhu 105"C, sehingga diperoleh sampel CEI(OH)~ kering.

D. METClDE PENGAMATAN

1. Pengukuran Kadar Air Lada dengan Metode Destilasi (AOAC 1995) Kadar air lada selama pengeringan maupun penyetimbangan di dalam desikator diukur dengan metode destilasi (AOAC 1995) karena lada diduga mengandung komponen yang mudah menguap selain air. Alat yang digunakan adalah rangkaian alat destilasi dengan tabung penerima Bidwell- Sterling, sedangkan pelarut yang digunakan adalah toluena.

Lada dikecilkan ukurannya dengan blender dan ditimbang sebanyak

2

4 gram untuk menghasilkan 2

-

5 ml H20, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang sudah dikeringkan. Ke dalamnya kemudian ditambahkan toluena secukupnya (tidak kurang dari 75 ml). Pipa penerima diisi dengan toluena, dan ditumpahkan dari bagian atas kondensor. Pada bagian atas kondensor dilakukan penyumbatan dengan kapas untuk mencegah kondensasi kelembaban atmosfsr di dalam pipa. Campuran tersebut

(14)

dipanaskan dengan pemanas listrik dan didestilasi perlahan-lahan,

+

2 tetes per detik dengan suhu rendah selama 45 menit sampai hampir seluruh H20 terdestilasi. Kemudian laju destilasi dinaikkan sampai

+

4 tet& per detik dalam keadaan panas yang tinggi selama 1

-

1 l/z jam. Destilasi dilanjutkan sampai dua pembacaan berturut-turut selama 15 menit tidak menunjukkan perbedaan. H20 yang tertahan di dalam kondensor dikeluarkan dengan sikat atau kawat loop. Kondensor dibilas secara hati-hati dengan 4 5 ml toluena. Kemudian dilakukan destilasi selama 3

-

5 menit, dan penerima didinginkan sampai suhu kamar (2

25"C),

dengan membiarkan penerima di udara terbuka atau dicelupkan dalam

H20.

Lapisan pelarut dan H20 dibiarkan sampai batasnya terlihat jelas. Volume air yang terdestilasi (perkirakan sampai 0.01 ml) merupakan kadar air lada. Agar penetapan lebih teliti, ditetapkan faktor destilasi dengan blanko air destilata.

Kadar air (% bb)

=

(volume airlberat sampel) x faktor destilasi x 100%. ..(lo)

2. Pengukuran Kadar Minyak Atsiri Rempah-Rempah (AOAC 1995)

Peralatan yang digunakan adalah perangkap minyak atsiri tipe clavenger 1 untuk minyak dengan berat jenis mendekati atau lebih kecil dari berat jenis air dengan penghubung keran standar, alat destilasi, dan botol t~erdasar bulat berukuran 1 liter yang dilengkapi stirrer magnetik.

Sampel rempah-rempah digiling sampai halus dan diusahakan tidak tlsrjadi kehilangan minyak atsiri akibat panas selama penggilingan. Sampel ditimbang secukupnya untuk menghasilkan minyak atsiri sebanyak 2

-

4 ml. Slampel dipindahkan ke dalarr~ botol 1 liter dan ditambahkan H20 sebanyak setengah botol. Dimasukkan juga batang stirrer dan botol ditempatkan di dalam mantel pemanas dan stirrer magnetik.

Peralatan diatur sehingga kondensat tidak jatuh langsung ke atas pcsrmukaan cairan di dalam perangkap, tetapi jatuh melalui bagian sisinya. Destilasi dilakukan sampai dua pembacaan berturut-turut selama interval 1 jam tidak menunjukkan perbedaan kadar minyak atsirinya (lebih dari 6 jam).

Minyak atsiri didinginkan dan dibaca volume minyak yang terkumpul. Kadar mlinyak atsiri dilaporkan sebagai ml1 100 g rempah-rempah.

(15)

3. Pengukuran Kadar CaO dengan Atomic Absorption Spectrophotometer

(IWS) (Basset et a/. 1978)

Contoh kapur api sebanyak 0.25 g ditimbang teliti di dalam labu 100 ml. Ke dalamnya ditambahkan larutan HCI 25% sebanyak 10 ml, dan d~panaskan sampai terlarut seluruhnya. Larutan tersebut didinginkan kemudian volumenya ditepatkan menjadi 100 ml dengan air suling, dan dikocok sampai dengan homogen. Sebanyak 1 ml larutan dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan air suling, kemudian ditera sampai dengan 100 ml (faktor pengenceran [FP] 100 kali).

Sebanyak 5 ml larutan kapur hasil pengenceran dipipet ke dalam tabung reaksi. Ke dalamnya ditambahkan 1 ml larutan LaCI3 dengan konsentrasi 25.000 ppm. Larutan tersebut kemudian diukur dengan AAS dengan membaca nilai absorbansinya pada panjang gelombang

(A)

422 nm. Sementara itu dibuat juga deret standar Ca dengan kepekatan berturut-turut : 0, 2.5, 5, 10, 15, 20, 25 ppm Ca. Deret standar mengalami pertakuan yang sscma dengan contoh, dan dari data deret standar dapat dibuat kurva standar yaing menghubungkan antara absorbansi dengan kadar Ca.

Perhitungan kadar Ca dan CaO :

vol. ekstrak konsentrasi s tan dar ... %Ca = x FP x Abs contoh x

g contoh Absorbnnsi s

tan

dar (1 1)

5 6

%

CaO

=

-

x %

Ca ...

40 (1 2)

4. Pengukuran Kadar CaO Secara Fisik (Metode Hasil Modifikasi Penulis)

Karena pengukuran kadar CaO yang terpisah dari senyawa Ca lainrlya tidak dapat dilakukan secara langsung, kadar CaO diukur secara tidak langisung secara fisik. Metode ini mendasarkan hasil pengukurannya pada reak;si CaO dengan air sebagai berikut :

CaCl (s) + H20 (I)

--+

Ca(OH)2(s,

A H O

=

-

64.8kJ ... (9)

Dari setiap molekul CaO yang bereaksi dengan satu molekul H20 dihasilkan satu molekul Ca(OH)2. Bila sampel kapur api direaksikan dengan

(16)

air secara berlebih, semua CaO yang ada pada kapur api akan bereaksi membentuk Ca(OH)2. Bila sampel yang telah membentuk Ca(OH)* tersebut dikeringkan dengan oven, air yang bebas akan keluar sedangkan air yang terikat atau bereaksi dengan kapur api tetap tertahan. Pertambahan berat yag dialami kapur api dapat dianggap sebagai berat air yang bereaksi dengan CaO. Dari berat air yang bereaksi tersebut dapat diketahui mol CaO yang bereaksi membentuk Ca(OH)2, sehingga dapat diketahui secara tidak langsung berapa kadar CaO yang dimiliki sampel kapur api. Diasumsikan bahwa komponen yang dapat bereaksi dan mengikat air hanya CaO saja.

Sampel kapur api ditimbang di dalam cawan pengering sebanyak

+

5 g (W,). Selanjutnya ditambahkan air destilata secara berlebih dan dicampur ~nerata hingga homogen. Cawan berisi sampel tersebut kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 105OC selama sekitar 20 jam. Sampel kapur api yang wdah kering kemudian ditimbang beratnya setelah sebelumnya didinginkan di tialam desikator (W2).

W,

- 4

56

Kadar CaO (%) :

--

x - ~ 1 0 0 %

...

w;

18

dimana W, adalah berat kapur api awal; W2 adalah berat kapur api yang sudah direaksikan dengan H20 berlebih dan dikeringkan, 56 adalah berat molekul C:aO dan 18 adalah berat molekul air.

Gambar

Gambar 11. Konstruksi alat pengering absorpsi dengan penimbangan  di dalam
Tabel  3.  Berbagai larutan garam jenuh dan RH yang dihasilkannya pada  suhu 28°C  untuk penentuan kesetimbangan isotermi sorpsi air

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pembuatan madu bubuk, mengetahui perbandingan bahan pengisi yang tepat dalam proses pengeringan semprot

Dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa akurasi terbaik didapatkan pada percobaan dengan perbandingan data latih dan data uji 75:25, dengan 26 koefisien MFCC, yaitu sebesar 98.75%.

Besar nilai keseragaman air fertigasi (debit outlet) selama periode pertumbuhan secara berturut-turut untuk kemiringan talang 6% sebesar 80.36% untuk awal periode

Dari data tersebut, maka perbandingan 250 gr limbah brem dengan waktu fermentasi 5 hari, volume air 1500 ml dan berat ragi 10 gr menghasilkan bioetanol dengan

Pada percobaan kedua ini dilakukan dengan menggunakan dua buah reaktor CBR masing-masing diisi dengan campuran kultur dan limbah sebanyak 4,5 L (dengan perbandingan volume

Dari percobaan yang telah dilakukan pada variabel waktu reaksi dan perbandingan zat pereaksi antara berat kulit split terhadap volume air, dengan katalisator HCl 10% sebanyak 5 mL,

Dilakukannya percobaan untuk mendapatkan data yang sesuai dengan parameter parameter yang telah ditentukan dan disusun menjadi tabel sehingga memudahkan untuk dilakukan perbandingan

Dalam percobaan ini akan ditentukan massa jenis benda sesuai prinsip Archimedes, dengan membandingkan besar gaya ke atas dan gaya berat di udara diperoleh massa jenis benda sebesar 𝜌