• Tidak ada hasil yang ditemukan

Good Agricultural Practices (GAP) (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Good Agricultural Practices (GAP) (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagai tindaklanjut dari Peraturan Presiden yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), maka Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun 2016 menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIN) sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja pimpinan beserta jajarannya dalam memanfaatkan anggaran pembangunan yang bersumber dari APBN. Metode penyusunan LAKIN telah diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Perlindungan tanaman merupakan bagian integral penting dari sistem agribisnis hasil pertanian, terutama dalam mempertahankan produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup. Upaya tersebut diimplementasikan melalui optimalisasi fungsi berbagai unsur dalam sistem perlindungan dalam rangka meminimalkan kehilangan hasil akibat serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan dampak perubahan iklim (DPI) seperti banjir dan kekeringan.

Landasan hukum dan dasar pertimbangan pelaksanaan kegiatan perlindungan hortikultura adalah Undang No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No. 887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman pengendalian OPT. Disamping itu, dalam era otonomi daerah, pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya mengacu kepada Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Landasan hukum dan ketentuan-ketentuan peraturan tersebut diwujudkan dalam kebijakan penerapan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dalam rangka pengelolaan budidaya tanaman sehat sesuai prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ (Permentan No.48/OT.140/10/2009 tentang pedoman budidaya buah dan sayur yang baik).Penerapan pengendalian OPT sesuai prinsip PHT, perlu diarahkan dan dikawal dengan cukup ketat melalui kegiatan pengendalian pre-emptif dibandingkan pengendalian kuratif. Oleh karena itu pengembangan sistem perlindungan hortikultura ramah lingkungan Tahun 2015 difokuskan pada kegiatan meliputi:(1) Fasilitasi sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT, (2) Gerakan

(2)

2

Pengendalian, dan (3) Rekomendasi dampak perubahan Iklim. Kegiatan diarahkan untuk mencapai tujuan pengelolaan OPT yang bermutu, berdaya saing, dan ramah lingkungan. Hasil pelaksanaan kegiatan utama tersebut diharapkan mampu menurunkan proporsi luas serangan OPT terhadap total luas tanam hortikultura maksimal 5%.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 299/Kpts/OT.140/ 7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian dan Keputusan Menteri Pertanian No.341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsi.

Tugas Direktorat Perlindungan Hortikultura:

1. Melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan hortikultura.

Fungsi Direktorat Perlindungan Hortikultura:

1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah dan florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dampak perubahan iklim dan bencana alam.

2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perlindungan tanaman buah dan florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT,dampak perubahan iklim dan bencana alam. 3. Penyusunannorma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang perlindungan tanaman buah

dan florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dan dampak perubahan iklim dan bencana alam.

4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan tanaman buah dan florikultura, sayuran dan obat, data dan kelembagaan PHT, dandampak perubahan iklim dan bencana alam.

5. Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Perlindungan Hortikultura.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura, terdiri atas Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah dan Florikultura, Subdirektorat Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat, Subdirektorat data dan kelembagaan

(3)

3

Pengendalian OPT, Subdirektorat dampak perubahan iklim dan bencana alam, dan Sub Bagian Tata Usaha.

- Subdirektorat Perlindungan Tanaman Buah dan Florikultura melaksanakan tugas penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan teknologi dan sarana pengendalian hama terpadu buah dan florikultura.

- Subdirektorat Perlindungan Tanaman Sayuran dan Tanaman Obat melaksanakan tugas penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang peningkatan teknologi dan sarana pengendalian hama terpadu sayuran dan tanaman obat.

- Subdirektorat Data dan Kelembagaan Pengendalian OPT melaksanakan tugas pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data OPT dan kelembagaan pengendalian OPT.

- Subdirektorat dampak perubahan iklim dan bencana alam melaksanakan tugas penyiapan bahan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, serta bimbingan teknis, supervisi, evaluasi dan pelaporan kegiatan di bidang penanggulangan dampak perubahan iklim (DPI) dan bencana alam.

- Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, rumah tangga, dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Perlindungan Hortikultura.

- Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangan.

Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura, diukur dari indikator kinerja input, output, outcome, yang didasarkan pada pedoman yang disusun oleh Lembaga Administrasi Negara sesuai dengan Keputusan Kepala Administrasi Negara No.239/IX/6/8/2003, tentang perbaikan pedoman penyusunan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, danPeraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014, tentang petunjuk teknis perjanjian kinerja, pelaporan kinerja dan tata cara review atas kinerja instansi.

(4)

4

Pelaksanaan pembangunan hortikultura Tahun 2016 merupakan awal dari periode Rencana Strategis 2015-2019. Oleh karena itu pada tahun 2016 Direktorat Perlindungan Hortikultura telah merumuskan kebijakan dan paradigma baru yang dilaksanakan dalam kegiatan strategis program perlindungan hortikultura, guna mendukung pengembangan hortikultura periode 2015-2019 terutama dalam mengawal budidaya tanaman hortikultura sesuai prinsip-prinsip “Good Agricultural Practices (GAP)“ yang didasari pada penerapan prinsip-prinsip PHT, peningkatan produksi dan mutu hasil hortikultura dan terpenuhinya persyaratan Sanitary and Phytosanitary (SPS) yang ditetapkan organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO).

Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kegiatan perlindungan tahun 2016 dan menciptakan transparansi publik terhadap pemanfaatan fasilitasi anggaran pemerintah, maka disusunlah Laporan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2016.

(5)

5

BAB II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan salah satu alat manajemen dalam rangka penyelenggaraan pemerintah terdesentralisasi yang diharapkan mampu memperbaiki kinerja pemerintah yang terukur dan tranparan kepada publik terhadap kegiatan yang difasilitasi pemerintah. Melalui Keppres No. 7/1999 pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintah pusat maupun daerah sampai eselon II untuk menerapkan SAKIP.

SAKIP tersusun atas beberapa komponen yang merupakan satu kesatuan. Komponen-komponentersebut antara lain: Perencanaan Kinerja. Komponen perencanaan kinerja

meliput:a) Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan (IKSK), b) Rencana Strategis (Renstra), c) Rencana Kinerja Tahunan (RKT), dan Penetapan Kinerja (PK) atau juga sering disebut

perjanjian kinerja.

2.1. Perencaaan kinerja 2.1.1 Rencana Strategis

Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Perlindungan Hortikultura dirancang sebagai acuan untuk menyusun kebijakan, strategis, program dan kegiatan pengembangan sistem perlindungan hortikultura. Dokumen Renstra tersebut berisi visi, misi, dan tujuan Direktorat PerlindunganHortikultura yang selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan Sub Direktorat lingkup Direktorat Perlindungan Hortikultura.Dalam penyusunan Rencana Strategis hortikultura 2015-2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura, Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) Kementerian Pertanian 2015-2019, Rencana Strategi (Renstra) Kementerian Pertanian 2015-2019 dan cetak Biru (BluePrint) Pembangunan Hortikultura 2011-2025. Adapun rujukan-rujukan yang digunakan merupakan substansi penting yang tersirat maupun tersurat dalam dalam penyusunan rencana startegis hortikultura 2015-2019.

Rencana Strategis pembangunan Hortikultura tahun 2015-2019 menjabarkan visi, misi, target serta startegi, kebijakan utama Direktorat Jenderal Hortikultura dalam pembangunan hortikultura lima tahun ke depan. Berbagai kegiatan utama yang

(6)

6

bermanfaat dan berdampak positif untuk pengembangan hortikultura ramah lingkungan akan terus dilaksanakan serta dengan melakukan beberapa modifikasi target, strategi dan kegiatan.

A. Visi dan Misi

Visi perlindungan hortikultura adalah :

Terwujudnya Kemandirian Petani dalam Penerapan Sistem Perlindungan Tanaman Hortikultura Ramah Lingkungan”.

Untuk mewujudkan visi tersebut, Direktorat Perlindungan Hortikultura mempunyai misi :

1. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan petani dan masyarakat pertanian lainnya tentang PHT

2. Memfasilitasi, motivasi, dan regulasi untuk terbinanya kemandirian petani dan masyarakat pertanian lainnya dalam pengelolaan OPT hortikultura secara ramah lingkungan.

3. Melindungi petani dan konsumen dari residu pestisida, karena penggunaan bahan kimia dalam pengendalian OPT.

4. Meminimalkan pencemaran lingkungan dan mempertahankan keanekaragaman hayati di ekosistem pertanian guna mencapai bioindustri hortikultura.

5. Meningkatkan produksi dan pendapatan dan kesejahteraan petani dari usaha taninya.

B. Tujuan, Target dan Sasaran Strategis

Tujuan perlindungan tanaman pada dasarnya adalah memperkecil resiko serangan OPT dan DPI sehingga produksi hortikultura mantap pada taraf tinggi baik kualitas maupun kuantitas, menguntungkan petani, menjamin kesehatan manusia, dan mempertahankan kelestarian lingkungan hidup, melalui upaya-upaya:

a. Menekan kehilangan hasil hortikultura akibat dari serangan OPT dan dampak perubahan iklim;

b. Optimalisasi Gerakan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan;

c. Adaptasi dan Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Lingkungan serta penurunan emisi gas rumah kaca;

(7)

7

d. Pengendalian serangan OPT utama melalui upaya penurunan luas serangan OPT dan kehilangan hasil karena DPI serta peningkatan mutu hasil hortikultura (buah, sayuran dan obat, dan florikultura);

e. Perwujudan keberhasilan usahatani melalui pengelolaan usahatani yang efektif dan efisien dalam menerapkan teknologi pengendalian OPT sesuai prinsip PHT; f. Perwujudan produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan

kelestarian lingkungan hidup melalui upaya apresiasi/sosialisasi dan pemasyarakatan penggunaan pestisida yang baik dan benar dengan residu minimum serta terpenuhinya standar perdagangan dunia (SPS-WTO);

g. Perwujudan pelayanan informasi publik dan peningkatan kepuasan dan tanggungjawab di bidang perlindungan tanaman.

Program perlindungan pada tahun 2016 yang dilaksanakan di Direktorat Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 3 kegiatan yang merupakan indikator kegiatan sasaran kinerja (IKSK) yaitu:

1. Fasilitasi sarana prasarana laboratorium dan klinik PHT 2. Gerakan Pengendalian OPT

3. Rekomendasi dampak perubahan Iklim

Untuk mewujudkan tujuan pengembangan sistem perlindungan hortikultura maka sasaran strategis tahun 2015-2019 adalah meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dengan Indikator dari sasaran strategis bidang perlindungan dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 1. Indikator Sasaran Strategis Pembangunan Hortikultura Tahun 2016

No Indikator Strategis

Komoditas

Buah

(%) Sayur (%) Florikultura (%) Obat Tan. (%)

1 Proporsi luas serangan OPT hortikultura

terhadap total luas tanam (%)

5% 5% 5% 5%

(8)

8

C. Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Perlindungan

Arah kebijakan pengembangan sistem perlindungan hortikultura terkait dengan sasaran strategis Tahun 2015 – 2019 adalah Pengelolaan OPT melalui pendekatan konsep PHT; Fasilitasi pelaksanaan perlindungan Tanaman Hortikultura; Penguatan dan Pengembangan Kelembagaan Perlindungan (BPTPH, Laboratorium PHP/Agens Hayati/Lab. Pestisida, Klinik PHT dan PPAH/Pos IPAH/PUSPAHATI); Peningkatan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan; Fasilitasi regulasi perlindungan dalam rangka peningkatan mutu dan daya saing produk hortikultura; Penanganan Dampak Perubahan Iklim dan Bencana Alam, menurunkan luas serangan OPT terhadap total luas tanam hortikultura maksimal 5%, dalam rangka “Meningkatkan produksi, produktifias dan mutu produk tanaman hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan”, yang dilaksanakan melalui upaya kegiatan utama dan kegiatan pendukung sebagai berikut:

a. Peningkatan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan - Gerakan pengendalian OPT secara ramah lingkungan - Pengamatan lapang terhadap serangan OPT dan DPI

- Pemasyarakatan sistem perlindungan tanaman hortikultura ramah lingkungan

b. Penguatan Kelembagaan Perlindungan (Laboratorium PHP/Agens Hayati/Lab. Pestisida dan Klinik PHT/PPAH )

- Sertifikasi Lab.PHP/ Lab agens hayati - Peningkatan kompetensi POPT

- Peningkatan teknologi pengendalian OPT ramah lingkungan - Fasilitasi pemberdayaan klinik PHT-PPAH

- Perbanyakan produk bahan pengendali OPT - Sosialisasi pemanfaatan bahan pengendali OPT

c. Mitigasi Dampak Perubahan Iklim dan Penanganan Bencana Alam (Banjir dan Kekeringan)

- Pemetaan daerah rawan banjir dan kekeringan - Analisa DPI

d. Dukungan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura - Laporan bulanan, tahunan, keuangan

- Koordinasi, konsultasi dan penyelesaian pekerjaan mendesak - Sarana kantor

(9)

9

Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan dan program di atas pada dasarnya adalah penguatan atau pemantapan subsistem-subsistem dalam sistem perlindungan tanaman, seperti diuraikan berikut ini:

1.Pengembangan Lab PHP/ Lab Agens Hayati/ Lab Pestisida a. Pengembangan Lab PHP/ Lab Agens Hayati/ Lab Pestisida

 Upaya pengendalian OPT sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam UU No. 12/1992 dan PP No. 6/1995 mengisyaratkan bahwa perlindungan tanaman dilakukan sesuai sistem PHT. Pengembangan kelembagaan perlindungan hortikultura sesuai dengan prinsip - prinsip PHT di daerah (BPTPH, LPHP/LAH/Lab. Pestisida) diarahkan untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam hal menyediakan teknologi pengendalian OPT yang spesifik lokasi, serta sebagai pusat pengembangan Agens Hayati. Oleh karena itu untuk mendukung kegiatan Pengembangan Sistem Perlindungan Hortikultura Ramah Lingkungan maka dilakukan kegiatan Pengembangan Lab. PHP/Lab. Agensia Hayati/Lab. Pestisida.

 Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 25 UPTD BPTPH terdiri dari 119 unit LPHP. Lokasi kegiatan difokuskan di sentra-sentra produksi hortikultura dan sekitarnya, di lokasi pengembangan kawasan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan yang dilakukan berupa pengembangan teknologi pengendalian OPT hortikultura yang ramah lingkungan yang diimplementasikan sebagai perbanyakan pengembangan agens hayati dan biopestisida di tingkat kelompok tani pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama lokal seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH/Pos IPAH/ PUSPAHATI), serta fasilitasi sarana prasarana laboratorium pengembangan agens hayati/pestisida nabati.

b. Klinik PHT

 Upaya pengendalian OPT sesuai dengan prinsip–prinsip PHT, pengembangan, penerapan hingga pemasyarakatan teknologi pengembangan agens hayati dan biopestisida dalam usaha budidaya tanaman sangat diperlukan. Oleh karena itu perlu dilakukan inisiasi pengembangan fasilitasi, koordinasi dan konsultasi berbagai upaya pengendalian OPT di tingkat lapangan dengan melibatkan partisipasi

(10)

10

para petani maju dan petugas melalui inisiasi dan pengembangan Klinik PHT dengan jumlah unit minimal 1 Klinik PHT per Kecamatan.

 Klinik PHT dan PPAH merupakan kegiatan yang dilaksanakan di daerah, dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas perlindungan maupun petani dalam mengidentifikasi dan mengelola OPT hortikultura, serta memberikan pelayanan dalam penyediaan bahan pengendalian OPT ramah lingkungan kepada petani lainnya dan diharapkan dapat memecahkan permasalahan perlindungan tanaman hortikultura di lapang. Klinik PHT juga sebagai forum koordinasi dan konsultasi bagi kelompok tani maju dalam berkoordinasi/berkomunikasi untuk memecahkan permasalahan dan mengantisipasi terjadinya serangan OPT di luar kebiasaan. Disamping itu dalam cakupan komponen kegiatan ini juga memberikan saran/bahan/materi pengendalian OPT sebagai upaya antisipatif terjadinya serangan OPT, yang dihasilkan dari hasil koordinasi dan konsultasi diantara para kelompok tani maju tersebut.

2.Gerakan Pengendalian

 Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan pengendalian OPT melalui gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan dengan pemanfaatan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan ditargetkan dapat dilakukan pada 25 provinsi.

 Salah satu kegiatan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan yang telah dilakukan dengan pengendalian hayati/biologis memanfaatkan organisme hidup lain (agens hayati, predator, parasitoid, dan patogen penyebab penyakit pada serangga hama) dalam rangka mengurangi penggunaan pestisida kimia.

 Kegiatan ini terus dilakukan di lapangan untuk menekan tingginya penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya tanaman semusim.

 Keunggulan pengendalian hayati adalah aman bagi manusia dikarenakan produk yang dihasilkan bebas residu pestisida, dapat mencegah timbulnya ledakan OPT sekunder, musuh alami terdapat di sekitar lingkungan pertanaman sehingga petani tidak akan tergantung lagi dengan pestisida sintetis dan menghemat biaya produksi. Beberapa agens hayati yang telah

(11)

11

dikembangkan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman antara lain Trichoderma sp., Pseudomonas fluorescens, Metharhizium sp., Beauveria bassiana, Corynebacterium sp., Bacillus subtilis, PGPR, dan MOL (Mikro Organisme Lokal).

 Keberhasilan pengendalian hayati dengan musuh alami mampu menekan populasi hama, diharapkan di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melampaui ambang toleransi tanaman. Salah satu upaya dalam konservasi musuh alami yaitu dengan penggunaan tanaman perangkap/border seperti tanaman jagung, tagetes, orok – orok, dan lainnya. Penanaman tanaman perangkap/border berguna bagi musuh alami sebagai tanaman pelindung dan refurgia/habitat musuh alami.

3.Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim

 Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber daya alam, yang hingga belum mampu dikendalikan oleh manusia. Oleh karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya iklim dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.

 Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap tahun terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan. Langkah penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana alam terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan strategis lebih bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah). Pendekatan ini didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan (frekuensi) terjadinya bencana.

 Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis dan menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di wilayah yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim, pemanfaatan sumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air permukaan (sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah antisipasi adaptasi dan mitigasinya.

 Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil hortikultura akibat DPI telah dilaksanakan kegiatan utama dalam bentuk

(12)

12

analisa hasil penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di provinsi dan peramalan OPT hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan OPT (BBPOPT) Jatisari. Selain itu, kegiatan pendukung lainnya meliputi inventarisasi data dan informasi tentang iklim, serta koordinasi penanganan DPI. Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya 15 rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi hortikultura nasional.

2.1.2 Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan (IKSK)

Program perlindungan pada tahun 2016 yang dilaksanakan di Direktorat Perlindungan Hortikultura mencanangkan target melalui 3 kegiatan yang merupakan indikator kegiatan sasaran kinerja (IKSK) yaitu:

1. Fasilitasi sarana prasarana laboratorium LPHP/LAH/Lab. Pestisida dan klinik PHT

2. Gerakan Pengendalian OPT

3. Rekomendasi dampak perubahan Iklim

Indikator Kinerja Sasaran Kinerja Direktorat Jenderal Hortikultura terkait Perlindungan Hortikultura disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Indikator Kinerja Sasaran Kinerja (IKSK) Direktorat Perlindungan Hortikultura

No Sasaran Indikator Kinerja Utama Sumber Data

1 Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah

lingkungan dalam pengamanan.

1. Fasilitasi Sarana dan Prasarana Laboratorium

dan Klinik PHT (UNIT)

- Laporan dari BPTPH

2. Gerakan Pengendalian

OPT (KELOMPOK)) - Laporan dari BPTPH dan Dinas Pertanian Provinsi 3. Dampak Perubahan

Iklim (REKOMENDASI) - Laporan dari UPTD-BPTPH, BMKG, Perguruan Tinggi, dan Instansi Pemerintah.

2.1.3 Rencana Kinerja Tahunan (RKT)

Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura pada tahun 2016 telah disusun, dan sasaran strategis yang akan dicapai pada tahun 2016 disesuaikan dengan sasaran strategis pada Rencana Strategis 2015-2019, yang telah disepakati di tingkat Kementerian Pertanian. Dalam rencana kinerja tahunan telah ditetapkan target-target yang akan dijadikan ukuran tingkat

(13)

13

keberhasilan/kegagalan pencapaiannya. Adapun target Rencana Kinerja Tahunan 2016 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Perlindungan Hortikultura Tahun 2016

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target

Meningkatnya produksi,

produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman

konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan

terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

Pengamanan Produksi

dari Serangan OPT % Min 95%

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura

2.2. Perjanjian Kinerja

Perjanjian kinerja merupakan dokumen kesepakatan antara pimpinan unit tertinggi beserta jajarannya (Tabel 4). Dokumen perjanjian kinerja lebih dikenal dengan Penetapan Kinerja (PK).

Tabel 4. Tabel Penetapan Kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

A Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah

lingkungan dalam pengamanan

1 Fasilitasi Sarana dan Prasarana

Laboratorium dan Klinik PHT

(UNIT) 119

2.

Gerakan Pengendalian OPT (KALI)) 287 3 Rekomendasi Dampak Perubahan

Iklim (REKOMENDASI) 15

6 Pengamanan Produksi dari Serangan

(14)

14

BAB III.

AKUNTABILITAS KINERJA

Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan yang telah diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara terukur dengan sasaran atau target Kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja instansi pemerintah yang disusun secara periodik.

3.1. Pengukuran Kinerja

Akuntabilitas kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016 diukur dengan cara membandingkan realisasi kinerja dengan target kinerja yang tercantum dalam dokumen Perjanjian Kinerja dalam rangka pelaksanaan APBN tahun berjalan, membandingkan antara realisasi kinerja tahun ini dengan tahun lalu dan membandingkan realisasi kinerja sampai tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis. Untuk mengukur tingkat capaian kinerja tahun 2016 tersebut digunakan metode scoring yang mengelompokkan capaian kedalam 4 (empat) kategori kinerja, yaitu: 1) sangat berhasil (capaian >100%), 2) berhasil (capaian 80 - 100%), 3) cukup berhasil (capaian 60 - 79%), dan 4) kurang berhasil (capaian < 60%) terhadap sasaran yang telah ditetapkan.

Pengukuran pencapaian kinerja Tahun 2016 dilakukan dengan membandingkan target yang telah ditetapkan dengan pencapaian realisasinya. Secara rinci, realisasi pencapaian target penetapan kinerja tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2016

Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi*) % Kategori

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

1 Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT (Unit)

119 119 100 Berhasil

2 Gerakan pengendalian

OPT ( kali) 287 275 95,82 Berhasil

3 Rekomendasi dampak

perubahan iklim (rekomendasi)

15 15 100 Berhasil

4

- Proporsi luas serangan OPT utama hortikultura terhadap total luas tanam

Maksimal luas serangan terhadap luas tanam (%)

(15)

15

3.2 Analisis Capaian Kinerja 2016

Berdasarkan pengukuran kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016, dari 3 (tiga) indikator kinerja utama menghasilkan kinerja dengan capaian kategori Berhasil (capaian 80 - 100%) sebanyak 3 (tiga) indikator meliputi jumlah gerakan pengendalian OPT, jumlah fasilitasi sara prasarana Laboratorium dan Klinik PHT dan jumlah rekomendasi Dampak Perubahan Iklim.

Berdasarkan dokumen PK besarnya anggaran yang telah disahkan untuk program perlindungan hortikultura pada tahun 2016 sebesar Rp.19.876.207.000,- dengan rincian dana Dekonsentrasi Pagu Rp.11.528.710.000 (58%) dan Pagu Pusat Rp. 8.347.497.000 (42%). Alokasi dana tersebut dalam upaya pengelolaan serangan OPT dan DPI (banjir dan kekeringan), sehingga kehilangan hasil hortikultura akibat serangan OPT dan DPI dapat ditekan pada taraf tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi, dan produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan SPS-WTO, aman dikonsumsi dan berdaya saing tinggi di pasaran baik pasar lokal, regional maupun global.

Sasaran strategi proporsi luas serangan OPT utama terhadap total luas tanam hortikultura maksimal 5% merupakan target rasional yang dimungkinkan dapat dicapai berdasarkan kemampuan penganggaran, SDM dan peningkatan koordinasi antar instansi terkait di pusat dan daerah.

Hasil analisa data yang masuk hingga periode laporan Desember II Tahun 2016 (16-31 Desember 2016) bahwa proporsi luas serangan yang terealisasi sesuai dengan target yang ditetapkan, yaitu luas serangan OPT hanya terjadi 1,99% dari 5 % luas serangan yang ditetapkan, hal ini berarti total luas serangan OPT hortikultura pada Tahun 2016 dapat ditekan serendah-rendahnya dengan capaian produksi 98,01%. Dengan demikian program perlindungan hortikultura pada TA 2016 mempunyai peran yang besar atau menunjukkan prestasi yang baik dalam mendukung pencapaian produksi dan mutu hortikultura pada taraf tinggi.

Rincian Analisis capaian kinerja yang dilaksanakan Direktorat Perlindungan Hortikultura pada Tahun 2016, baik yang dilaksanakan di Pusat maupun Daerah sebagai berikut:

1. Gerakan Pengendalian OPT Hortikultura

 Untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil hortikultura yang aman dikonsumsi dan ramah lingkungan, telah dilakukan upaya pengelolaan dan pengendalian OPT

(16)

16

melalui gerakan pengendalain OPT ramah lingkungan dengan pemanfaatan bahan pengendali OPT yang ramah lingkungan sesuai sistem PHT. Capaian pelaksanaan gerakan pengendalian OPT ramah lingkungan sebanyak 287 kali di 25 provinsi dan pusat melalui dana APBN (Dekonsentrasi). Capaian yang diperoleh adalah sebanyak 275 kali atau 95,82%.

 Penggunaan pestisida kimiawi pada komoditas hortikultura khususnya tanaman semusim masih tinggi, oleh karena itu perlu terus mengembangkan pengendalian ramah lingkungan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia. Salah satu prinsip pengendalian yaitu pengendalian hayati/biologis. Pengendalian hayati adalah pengendalian hama dengan memanfaatkan organisme hidup lain musuh alami (predator, parasitoid, dan patogen penyebab penyakit pada serangga hama).

 Era pasar global dan tuntutan konsumen yang kecenderungan memilih produk hortikultura ramah lingkungan dan aman dikonsumsi, mendorong pemerintah dan stakeholder untuk meningkatkan penyediaan pestisida biologi di lapangan. Hal ini relevan dengan paradigma baru pembangunan pertanian, yaitu pertanian bioindustri.

 Salah satu upaya peningkatan daya saing produk hortikultura dan dengan berlakunya ketentuan SPS-WTO yang mengikat dalam perdagangan global produk pertanian, maka setiap negara anggotanya diminta untuk memenuhi tuntutan yang dipersyaratkan oleh pasar internasional. Perdagangan internasional akan menuntut tersedianya produk-produk hortikultura yang bermutu yang diyakini tidak terinfeksi atau bebas dari kandungan OPT dan residu pestisida. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu upaya dalam pemenuhan persyaratan SPS–WTO maka Direktorat Perlindungan Hortikultura melaksanakan sinergisme sistem perlindungan hortikultura.

 Upaya lain dalam pemenuhan tujuan ekspor dan pemantauan produk dari penggunaan pestisida juga dilakukan analisa residu pestisida pada produk hortikultura. Pada tahun 2016, produk hortikultura yang telah dianalisa residunya sebanyak 29 sampel buah dan florikultura (mangga, manggis, strawberi, jeruk, melon, krisan dan melati), dan 31 sampel sayuran lokal yang dianalisa residu pestisidanya yaitu bawang merah, cabai merah, bawang daun, paprika dan

(17)

17

kentang. Hasil analisa residu pestisida pada produk hortikultura umumnya masih di bawah BMR dengan rincian dapat dilihat pada tabel.

Tabel 6. Hasil Analisis Residu Pestisida pada Produk Hortikultura Tahun 2016 No. Komoditas dibawah BMRTerdeteksi terdeteksiTidak Belum ditetapkan

1. Buah

1 (3,45%)

22 (75,86%)

6 (20,69%)

2. Sayur

0

31 (100%)

0

Dari 60 sampel yang dianalisis dengan menggunakan uji gas chromatografi terdapat 1 (satu) bahan aktif yang terdeteksi di bawah BMR (3,45%), sedang yang tidak terdeteksi sebayak 53 bahan aktif dan yang belum ditetapkan sebanyak 6 bahan aktif (20,69%).

2. Rekomendasi Dampak Perubahan Iklim

 Target dari pelaksanaan adaptasi dan mitigasi iklim adalah tersusunnya 15 rekomendasi yang akan bermanfaat pada pengamanan produksi hortikultura nasional. Capaian yang diperoleh adalah 15 rekomendasi atau sebesar 100%.Tidak maksimalnya capaian tersebut salah satunya disebabkan adanya daerah yang tidak merealisasikan kegiatan analisa DPI.

 Usaha peningkatan produksi pertanian khususnya tanaman hortikultura sangat dipengaruhi oleh faktor iklim. Iklim dan cuaca merupakan sumber daya alam, yang hingga saat ini manusia masih relatif belum mampu mengendalikannya. Oleh karena itu tindakan yang paling tepat untuk memanfaatkan sumberdaya iklim dan mengurangi dampak dari sifat ekstrimnya adalah penyesuaian kegiatan pertanian dengan perubahan musim pada masing-masing wilayah.

 Banjir dan kekeringan merupakan bentuk bencana alam yang hampir setiap tahun terjadi, akibat DPI terutama di daerah rawan banjir dan kekeringan. Langkah penanganan untuk mengantisipasi dan menanggulangi dampak bencana alam terhadap tanaman hortikultura, secara konseptual dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pendekatan strategis, taktis dan operasional. Pendekatan strategis lebih bertitik tolak pada identifikasi biofisik iklim (iklim dan tanah). Pendekatan ini

(18)

18

didasarkan kepada kondisi rata-rata iklim dan/atau kekerapan (frekuensi) terjadinya bencana.

 Dalam rangka mengantisipasi DPI, pendekatan strategis dan operasional merupakan langkah awal yang paling tepat dan dilakukan secara sistematis dan menyeluruh. Upaya tersebut menyangkut inventarisasi dan identifikasi di wilayah yang berindikasi rawan bencana alam akibat perubahan iklim, pemanfaatansumber air alternatif baik memanfaatkan air tanah, air permukaan (sungai, danau, empang), atau hujan buatan, serta langkah antisipasi adaptasi dan mitigasinya.

 Upaya antisipasi dan mitigasi dalam rangka menekan kehilangan hasil hortikultura akibat DPI telah melaksanakan kegiatan utama dalam bentuk analisa hasil penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi DPI di 14 provinsi dan peramalan OPT hortikultura yang dilakukan oleh Balai Besar Peramalan OPT (BBPOPT) Jatisari. Selain itu, kegiatan pendukungnya meliputi inventarisasi data dan informasi tentang iklim,serta koordinasi penanganan DPI.

 Salah satu kegiatan BBPOPT Jatisari yaitu pengembangan dan penerapan peramalan OPT hortikultura. Penerapan peramalan OPT dapat diimplementasikan pada berbagai komoditas tanaman hortikultura terutama pada beberapa komoditas unggulan hortikultura baik pada komoditas buah-buahan, sayuran maupun komoditas hortikultura lainnya. Namun untuk mendapatkan model peramalan yang baik maka perlu diupayakan pengembangan model peramalan yang lebih sesuai dengan karakteristik OPT hortikultura.

 Optimalisasi pengembangan, penerapan dan evaluasi model peramalan serangan OPT dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan bimbingan teknis oleh Balai Besar Peramalan OPT ke UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Substansi materi bimbingan teknis tersebut meliputi substansi (1) penguatan sistem pengamatan OPT, (2) pengembangan model peramalan OPT, (3) teknik

penyajian data prakiraan dan evaluasi peramalan OPT melalui pemetaan, dan (4) pengendalian OPT.

 Antisipasi DPI jangka pendek di bidang pertanian dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kerugian lebih besar pada usahatani dengan menyusun rencana pengelolaan hortikultura yang adaptis terhadap DPI, meliputi

(19)

19

pemeliharaan lokasi di luar daerah DPI, memperbanyak pemupukan organik, penggunaan benih unggul yang toleran banjir/kekeringan, dan menyesuaikan pola tanam dengan kondisi musim, serta menyiapkan sarana embung dan pompanisasi untuk membuang air bila terjadi banjir dan mengairi kebun saat mengalami kekeringan.

3. Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT

 Kegiatan ini dilaksanakan di LPHP yang berada di wilayah 25 UPTD BPTPH terdiri dari 119 unit LPHP. Lokasi kegiatan difokuskan di sentra-sentra produksi hortikultura dan sekitarnya, di lokasi pengembangan kawasan hortikultura lokasi pelaksanaan program pengembangan hortikultura di seluruh provinsi. Kegiatan yang akan dilakukan berupa pengembangan teknologi pengendalian OPT hortikultura yang ramah lingkungan yang diimplementasikan sebagai perbanyakan pengembangan agensia hayati dan biopestisida di tingkat kelompok tani pengembang agens hayati dan pestisida nabati (dengan berbagai nama lokal seperti Pos Pengembangan Agens Hayati/PPAH, Pos IPAH, PUSPAHATI), perjalanan pembinaan, fasilitasi sarana prasarana laboratorium pengembang agens hayati/pestisida nabati.

 Capaian pengembangan LPHP/LAH/Laboratorium pestisida 119 unit dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 119 unit atau 100%.

 Mendorong peningkatan mutu produk LPHP/LAH, maka sejak tahun 2014 Direktorat Perlindungan Hortikultura telah menginisiasi sertifikasi ISO 9001:2008 beberapa LPHP/LAH di Indonesia. LPHP yang telah berhasil tersertifikasi pada tahun 2014 yaitu LPHP Pandak, Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, dan LPHP Temanggung, Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2015 telah berhasil disertifikasi 3 LPHP/LAH yaitu LPHP Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, LAH Bukit Tinggi Provinsi Sumatera Barat, dan LAH Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Pada tahun 2016 Direktorat Perlindungan Hortikultura telah disertifikasi ISO 9001 : 2008 LPHP Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan.

(20)

20

 Informasi lain yang diperoleh pada tahun 2016 dalam peningkatan pengamatan OPT

antara lain :

1) Pelaporan serangan OPT dan dampak DPI serta Bencana Alam dinilai cukup baik meskipun belum lancar dan tepat waktu, karena sebagian besar pelaporan masih melalui pos dan email email (ditlinhor@yahoo.com). Penyampaian laporan oleh UPTD BPTPH terlampir. (Lampiran 5),

2) Analisa serangan OPT dan rekomendasi pengendaliannya belum dilakukan optimal, sehingga kadangkala respon terhadap permasalahan OPT dinilai masih lambat,

3) Informasi dan analisa dampak fenomena iklim terkait terjadinya bencana alam (banjir dan kekeringan), belum banyak ditangani secara optimal.

4) Kurangnya SDM petugas PHP (Pengamat Hama dan Penyakit) karena banyak yang sudah purna tugas

5) Sarana laboratorium dan fasilitasi Klinik PHT masih belum memadai, sehingga perlu inventarisasi sarana minimal laboratorium dan Klinik PHT.

6) Petugas POPT lebih fokus ke program upsus peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai, sehingga pengawalan terhadap hortikultura kurang intensif.

3.2 Analisis Pencapaian Keuangan

Analisis pencapaian keuangan dilakukan untuk melihat sejauh mana pencapaian sasaran strategis yang telah tergambar di Penetapan Kinerja dapat dicapai dengan ketersediaan anggaran.

Pagu sesuai penetapan kinerja (PK) sebesar Rp. 19.876.207.000,- dengan rincian pagu Dana Dekonsentrasi di BPTPH Rp. 11.528.710.000,- dan pagu Pusat Rp . 8.347.497.000,- Pelaksanaan pengembangan agribisnis hortikultura tahun 2016, menuntut adanya suatu sistem pengelolaan program, kegiatan dan anggaran yang dilakukan berbasis kinerja. Adapun realisasi Kegiatan pada Direktorat Perlindungan Hortikultura per output tertanggal Januari 2017 dapat dilihat pada tabel berikut :

(21)

21

Tabel 7. Realisasi Anggaran Satuan Kerja Pusat dan Daerah Menurut Kegiatan

Utama (Spanint)

KEGIATAN OUTPUT SATUAN PAGU RKAKL-DIPA REALISASI-DIPA % 1773 Pengembangan Sistem Perlindungan Tanaman Hortikultura Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT unit 4.275.110.000 4.127.903.945 96,56 Gerakan

pengendalian OPT Kali 15.091.247.000 13.723.300.702 90,94

Rekomendasi dampak

perubahan Iklim

Rekomendasi 509.850.000 470.068.100. 92,20

TOTAL 19.876.207.000 18.409.722.247 92,62

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, diakses di laporan Spanint dari Evaluasi dan Pelaporan per 23 Januari 2017.

Sampai dengan tanggal 23 Januari 2016, realisasi kegiatan Direktorat Perlindungan Hortikultura untuk Daerah sebesar Rp. 11.528.710.000, dan pagu Pusat Rp. 8.347.497.000 total sebesar Rp. 19.876.207.000. Dengan realisasi sesuai PMK 249 Tahun 2012 : Pusat Rp. 7.271.581.350,- (87,11%) dan BPTPH Rp.11.138.140.897,- (96,61%). Pagu Direktorat Perlindungan Pusat dan Daerah sebesar Rp. 19.876.207.000,- dengan realisasi Rp. 18.409.722.247,- (92,62%).

Nilai capaian rata-rata kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura tahun 2016 sebesar 92,62% sudah baik, namun masih perlu ditingkatkan melalui kerja keras petugas dan stakeholder selaras dengan Sistem Pengendalian Intern yang memadai, sehingga Direktorat Perlindungan Hortikultura dapat mencapai kinerja yang efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan dalam penanganan OPT ramah lingkungan dan DPI untuk mendukung pengembangan agribisnis hortikultura yang memenuhi persyaratan SPS-WTO, yaitu produk minimal residu pestisida kimia, aman dikonsumsi dan berdaya saing di pasar global.

3.3.Permasalahan Secara Umum

Berbagai keberhasilan dan manfaat telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan hortikultura tahun 2016, namun demikian dalam pelaksanaannya masih mengalami, berbagai permasalahan dan hambatan, baik dari aspek teknis maupun aspek manajemen. Beberapa permasalahan dan hambatan yang ditemui dalam pembangunan agribisnis selama ini sebagai berikut:

(22)

22

1. Rendahnya capaian serapan anggaran kegiatan perlindungan hortikultura pada

periode Januari-Juli 2016 antara lain disebabkan keterlambatan administrasi pada proses pencairan dana sesuai kebutuhan, setelah satker berada di dinas pertanian, penetapan PPK dan perangkatnya memerlukan waktu lebih lama, dan adanya kegiatan lapang menyesuaikan dengan kondisi iklim.

2. Pengembangan sistem perlindungan OPT hortikultura pada UPTD BPTPH masih

belum didukung sarana laboratorium dan fasilitas klinik PHT yang memadai, sehingga pengamanan produksi hortikultura dari serangan OPT belum tercapai maksimal.

3. Kurangnya koordinasi antara petugas/pelaksana kegiatan di daerah dengan

petugas/pelaksana di pusat, sehingga capaian target pelaksanaan kegiatan belum optimal. Masih adanya beberapa Satker yang belum melaporkan capaian output fisik, sehingga capaian realisasi fisik tidak sesuai dengan capaian realisasi keuangan;

4. Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas, luas lahan pertanian semakin

berkurang/menyempit,dan penggabungan Satuan Kerja menyebabkan masih terdapat beberapa wilayah kerja POPT (kecamatan) yang kosong sehingga pengawalan tanaman hortikultura masih lemah dan berakibat pengawasan dan laporan OPT hortikultura kurang tertangani, dan sasaran (obyek) komoditas tanaman yang dikawal oleh seorang POPT terlalu banyak (pangan dan hortikultura) yang berakibat pada kurang intensifnya pengamatan OPT.

5. Untuk mendukung kegiatan teknis perlindungan, umumnya di daerah antara lain

kekurangan SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya dan sarana prasarana yang tersedia terbatas, sehingga cukup menyulitkan para petugas POPT–PHP dalam mengcover wilayah kerja yang umumnya lebih dari 2 kecamatan untuk melaksanakan tupoksinya.

6. Minimnya sarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan POPT antara lain, buku

pedoman perlindungan bergambar, alat pengolah data, identifikasi OPT, komputer SIM dan perekam data cuaca/iklim..

7. Belum adanya sistem pelaporan yang terintegrasi dalam rangka pelaksanaan

pelaporan OPT hortikultura sehingga dalam pengolahan data membutuhkan rentang waktu yang panjang;

(23)

23

8. Untuk mengamankan produksi hortikultura dari serangan OPT dan menghadapi

perubahan iklim antara lain perlu ditingkatkan kembali sistem peringatan dini/bahaya dan sistem pelaporan perlindungan hortikultura yang baik.

3.4 TindakLanjut

Beberapa upaya tindak lanjut yang telah dan akan dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Hortikultura untuk perbaikan tersebut, antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan koordinasi dengan Satker Diperta provinsi supaya realisasi capaian

kegiatan perlindungan baik keuangan maupun fisik menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya.

2. Perubahan pola serangan OPT hortikultura dari musiman menjadi merata sepanjang

tahun, kiranya menjadi bahan rekapan series data (minimal 5 musim/tahun) di daerah karena dengan mengetahui hubungan unsur iklim dengan perkembangan OPT dan dapat menjadi bahan rekomendasi dalam kegiatan DPI.

3. Pengadaan alat dan bahan untuk kegiatan perlindungan dalam rangka kesejahteraan

petani, diperlukan perencanaan dan koordinasi yang baik antara satker, ULP dan tim teknis kegiatan, sehingga output yang dihasilkan tersedianya sarana perlindungan sesuai rencana, efektif, efisien, ekonomis dan tertib aturan (3 E + 1 T).

4. Melakukan forum koordinasi pada tingkat lapang terhadap pengenalan dan

perbanyakan dan pemanfaatan Agens Hayati dan Biopestisida pada petani dan petugas lapang. Memberikan bimbingan dan pembinaan serta peningkatan kemampuan/ketrampilan petani dan petugas dalam upaya pengelolaan OPT berdasarkan sistem PHT.

5. Koordinasi antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten dalam rangka pelaksanaan

kegiatan.

6. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan petugas lapang (POPT-PHP) terutama

(24)

24

BAB IV.

PENUTUP

Perlindungan tanaman sebagai suatu subsistem produksi, diharapkan berperan luas dalam peningkatan produksi dan peningkatan mutu produk yang berdaya saing, dan akses pasar yang lebih baik. Peran tersebut adalah menurunnya luas serangan OPT dan kehilangan hasil akibat serangan OPT dan DPI. Keberhasilan usahatani melalui upaya pengelolaannya yang efektif dan efisien dengan penerapan teknologi sesuai prinsip PHT, sehingga terwujudnya produk hortikultura yang bebas dari cemaran/residu pestisida dan kelestarian lingkungan hidup, serta terpenuhinya persyaratan perdagangan global/SPS–WTO. Harapan tersebut merupakan sasaran pelaksanaan program dan kegiatan perlindungan tanaman, yaitu membangun sistem perlindungan tanaman yang efektif dan efisien serta tertib aturan.

Beberapa langkah yang perlu ditingkatkan untuk mencapai kinerja Direktorat Perlindungan Hortikultura yang baik, efektif dan efisien, antara lain sebagai berikut:

a. Peningkatan kemampuan SDM pelaku perlindungan hortikultura terutama petugas dan petani dalam pengelolaan OPT hortikultura (pengenalan/identifikasi, pengamatan, analisis dan pengambilan keputusan pengendalian). Kegiatan-kegiatan seperti koordinasi, sosialisasi, pemasyarakatan terkait pengamatan, pengendalian, penerapan teknologi ramah lingkungan (agens hayati dan biopestisida), dan penerapan PHT melalui gerakan pengendalian OPT.

b. Koordinasi penerapan teknologi pengendalian OPT dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi perlu ditingkatkan, sehingga hasil-hasil pengembangan teknologi dari institusi perlindungan tanaman dapat diterapkan oleh petugas POPT-PHT maupun petani. c. Penyediaan dana yang memadai, baik yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD II,

maupun masyarakat petani untuk mendukung kegiatan perlindungan tanaman.

Semoga laporan LAKIN 2016 ini dapat bermanfaat bagi pengambilan kebijakan di bidang perlindungan untuk masa–masa yang akan datang.

(25)

25

Lampiran 1. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA

Direktur Perlindungan

Hortikultura

Kepala Seksi Data dan

Informasi OPT Kelembagaan Kepala Seksi Pengendalian OPT Kepala Subdit Data dan

Kelembagaan POPT Buah dan Florikultura Kepala Subdit POPT Kepala Subdit POPT Sayuran dan Tanaman Obat Kepala Subdit Dampak Perubahan Iklim dan

Bencana Alam Subbagian Tata Usaha Kepala Seksi Teknologi PHT Buah dan Florikultura Kepala Seksi Sarana Pengendalian OPT Buah dan

Florikultura Kepala Seksi Teknologi PHT Sayuran dan Tanaman Obat Kepala Seksi Sarana Pengendalian OPT Sayuran dan

Tanaman Obat Kepala Seksi Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim Kepala Seksi Penanggulan gan Bencana Alam

(26)

26

Lampiran 2. RENCANA KINERJA TAHUNAN

UNIT ORGANISASI ESELON II : (a) DIREKTORAT PERLINDUNGAN HORTIKULTURA TAHUN ANGGARAN : (b) 2016

Kegiatan Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target

(1) (2) (3) (4) (5) Peningkatan usaha pengamanan dan sistem perlindungan hortikultura Meningkatnya produksi, produktivitas dan mutu produk hortikultura yang aman konsumsi, berdaya saing dan berkelanjutan, dan terkelolanya serangan OPT secara ramah lingkungan dalam pengamanan

1 Fasilitasi sarana dan prasarana laboratorium dan klinik PHT (unit) 119 2 Gerakan pengendalian OPT (kali) 287 3 Rekomendasi dampak perubahan iklim (rekomendasi) 15 4 Maksimal luas serangan terhadap luas tanam (%) 5,0

(27)

27

Lampiran 5. Perkembangan Luas Serangan OPT dibandingkan Luas Tanam Hortikultura Tahun 2014-2016*

No. Uraian Nilai LS/LT *) (+/-),

2016* -2015

2015 2016*

1 2 4 5 6

1. Buah-buahan** Luas tanam, LT (ha) Luas serangan OPT, LS (ha) Porsi LS/LT (%) 548.770,61 4.315,75 0,79 334.989,6 794,4 0,24 - 0,55 2. Sayuran** Luas tanam, LT (ha) Luas serangan OPT, LS (ha) Porsi LS/LT (%) 699.282 18.655,7 2,67 550.923,6 19.567,59 3,55 +0,88 3. Florikultura** Luas tanam, LT (ha) Luas serangan OPT, LS (ha) Porsi LS/LT (%) 3.998,02 183,6 4,59 2.415,04 93,67 3,88 -0,71 4. Tanaman Obat** Luas tanam, LT (ha) Luas serangan OPT, LS (ha) Porsi LS/LT (%) 22.720,68 35,1 0,15 33.065,62 90,9 0,27 +0,12 Rerata 2,05 1,99

*) Nilai LS / LT, proporsi luas serangan terhadap luas tanam Luas tanam : diasumsikan 2% lebih besar dari luas panen

**) Data sementara, belum semua data terkumpul (data OPT dan data luas tanam) Sayuran : Cabai besar, cabai rawit, bawang merah, kentang

Buah : mangga, manggis, jeruk Florikultura : anggrek dan krisan Tanaman obat : jahe dan kunyit

- Capaian Proporsi luas serangan OPT terhadap luas tanam sampai dengan Desember 2016 rata-rata sebesar 1,99% dengan kisaran 0,24% - 3,88%. Meliputi OPT buah 0,24%, sayuran 3,55%, florikultura 3,88% dan tanaman obat 0,27%. Proporsi luas serangan OPT tahun 2016 turun 0,06% dibandingkan dengan tahun 2015.

- Luas serangan OPT hortikultura tahun 2016 lebih rendah dibandingkan dengan target renstra 5%, artinya kemampuan mempertahankan kecilnya luas serangan opt mencapai 100% terjadap maksimal luas serangan 5% sesuai dengan target yang ditetapkan.

(28)

28

Lampiran 6. Daftar Laporan OPT dan Bencana Alam Hortikultura Tahun

2016

No Provinsi Bulan % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. NAD √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 87,5 2. Sumut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 3. Sumbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 4. Riau √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 66,67 5. Jambi √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,66 6. Sumsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 7. Bengkulu √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 8. Lampung √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 9. DKI Jakarta √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 10. Jabar √√ √√ √√ √√ √√ √ √ √√ √√ √ 70,83 11. Jateng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 12. DIY √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 13. Jatim √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 14. Bali √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 15. NTB √ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 87,5 16. NTT √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 17. Kalbar √√ √√ √√ √√ √ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √ 91,67 18. Kalteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,33 19. Kalsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 20. Kaltim √√ √√ √√ √√ √√ √√ 50 21. Sulut √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 22. Sulteng √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,67 23. Sulsel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 24. Sultra √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 75 25. Sulbar √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 91,67 26. Maluku √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 27. Malut 0 28. Papua √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 83,33 29. Papua Barat √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 30. Banten √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 31. Gorontalo √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 32. Babel √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ √√ 100 Rata-rata 89,71

Gambar

Tabel  1.  Indikator  Sasaran  Strategis  Pembangunan  Hortikultura  Tahun 2016  No  Indikator  Strategis  Komoditas Buah (%) Sayur (%)  Florikultura (%)  Tan
Tabel  2.  Indikator  Kinerja  Sasaran  Kinerja  (IKSK)  Direktorat  Perlindungan  Hortikultura
Tabel 3.   Rencana  Kinerja  Tahunan  (RKT)  Direktorat  Perlindungan  Hortikultura Tahun 2016
Tabel 5. Pengukuran Kinerja Direktorat Perlindungan Tahun 2016

Referensi

Dokumen terkait

Seorang dai dan muballigh harus mempunyai keyakinan yang kuat bahwa Islam yang dipeluknya adalah agama yang paling benar dan paling baik.. Keyakinan yang demikian

limpahkanlah kesejahteraan dan kedamaian kepada junjungan kami, Muhammad, pembawa dan penyampai khabar gembira kepada orang-orang yang sholeh, sebagaimana firman

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran Resource Based Learning dan pembelajaran Konvensional ditinjau dari hasil belajar matematika siswa

Preservasi (preservation) dalam penelitian ini berarti pelestarian. Istilah ini sejak tahun 1959 di Inggris mulai menyelinap masuk dalam pembicaraan di kalangan

Pemberdayaan adalah suatu upaya untuk membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintahan, negara, dan tata dunia dalam kerangka proses

Ditemukan prevalens rate campak 30,4%, proporsi anak balita berdasarkan umur dan jenis kelamin terbanyak pada anak yang tidak terkena campak kelompok umur 48-53 bulan dengan

sistem yang menyebabkan pelanggan mengalami antrian balasan yang cukup lama, kurangnya ketelitian petugas dalam membaca data yang masuk yang mengakibatkan

Pad Set RR dan Pad Set FR merupakan komponen dengan nilai kekritisan tertinggi karena faktor frekwensi kerusakan yang tinggi meski harganya tidak mahal, apabila keausan