• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. BUDIDAYA BRACHIONUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. BUDIDAYA BRACHIONUS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Gadjah Mada 1

3. BUDIDAYA BRACHIONUS

A) PENDAHULUAN

Brachionus plicatilis pertama kali diidentifikasi sebagai Hama pada kolam budidaya belut pada tahun 1950-an dan 1960-an. Dan penelitian pertama di Jepang, Rotifera dapat digunakan sebagai pakan hidup yang sesuai bagi larva ikan yang masih muda. Dua puluh lima tahun setelah penggunaan rotifera pertama kali sebagai pakan dalam pemeliharaan larva ikan, beberapa teknik budidaya untuk menghasilkan produksi rotifera yang intensif diterapkan di selunih dunia.

Brachionus memiliki ukuran yang kecil dengan kecepatan renang yang lambat menjadikan mereka mangsa yang cocok bagi larva ikan yang hanya menyerap cadangan makanan tetapi belum mampu mencerna naupli Artemia. Rotifera memiliki potensi yang sangat tinggi (kepadatan hingga 2000 ind/ml) karena tingkat reproduksinya yang sangat tinggi dan dapat menghasilkan keturunan yang besar dalam waktu yang sangat singkat.

B) BIOLOGI 1. Taksonomi

Brachionus tennasuk dalam kelompok Rotifera, dan diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Rotifer Kelas : Monogona ta Ordo : Ploima Familia : Bra chionidae Genus : Bra chionus Spesies : Bra chionus sp.

2. Morfologi

Bra chionus memiliki ukuran yang kecil yaitu 60 - 80 mikron, tetapi ada juga yang sampai 300 mikron. Tubuh Brachionus terdiri dari sekitar 1000 sel yang seharusnya tidak dianggap sebagai tanda-tanda tunggal, tetapi sebuah plasma area. Pertumbuhan hewan ini diyakini sebagai peningkatan plasma dan bukan pembelahan sel.

Epidermis mengandung lapisan padat yaitu protein keratin yang disebut lorika. Bentuk lorika dan penampakan spina (tulang punggung), serta ornamen yang ada membedakan antar spesies. Tubuh Brachionus dibedakan menjadi 3 bagian yaitu kepala, tubuh, dan kaki. Bagian kepala terdapat organ untuk berputar atau

(2)

Universitas Gadjah Mada 2 korona yang disebut cilia anular dan memiliki nama asli rotatoria. Bagian depan korona dapat ditarik masuk dan dapat memutar sesuai gerakan air untuk mengambil partikel makanan kecil (terutama alga dan detritus). Bagian tubuh terdiri dan sistem pencemaan, sistem pengeluaran, dan organ genitalia. Karakteristik organ Brachionus adalah mastax (yang dilengkapi dengan bagian yang keras karena kapur disekitar mulut), dimana sangat efektif untuk menggiling partikel yang susah dicerna. Kaki berupa struktur yang dapat ditarik masuk dengan bentuk melingkar tanpa ruas-ruas akhir pada 1 atau 4 jari.

3. Habitat dan Sifat

Brachionus di alam hidup di perairan telaga, sungai, rawa, maupun danau. Tetapi jumlah yang terbanyak di air pavan. Bra chionus terdapat melimpah pada perairan yang kaya nannoplankton dan detritus.

Brachionus bersifat omnivor, jenis makanannya terdiri atas perifiton, nannoplankton, detritus dan semua partikel organik yang sesuai dengan lebar mulutnya. Makanan masuk ke dalam mulutnya dibantu oleh silia yang terletak di sekitar mulut sebelah atas. Makanan dipecah oleh alat disebut trophy. Makanan yang sudah dipecah masuk ke dalam lambung untuk dicerna.

4. Siklus Hidup

Masa hidup Brachionus antara 3,4 - 4,4 hari pada 25°C. Umumnya larva menjadi dewasa setelah 0,5 - 1,5 hari dan betina mulai menetaskan telur setiap 4 jam sekali betina mampu menghasilkan 10 generasi keturunan sebelum mereka mati. Lama hidup Brachionus betina lebih lama dibandingkan dengan Brachionus jantan. Brachionus betina hidup selama 12 - 19 hari, sedangkan yang jantan berkisar 3 - 6 hari.

Terdapat dua tipe Brachionus betina, yaitu tipe amiktik dan miktik. Satu tipe betina dapat menghasilkan sate tipe telur, yaitu telur amiktik atau miktik. Betina amiktik ialah betina yang menghasilkan telur dan melakukan pembelahan meiosis. Telur amiktik apabila tidak dibuahi menghasilkan telur yang ukurannya kecil. Apabila telur dibuahi, menghasilkan telur yang ukurannya besar yang disebut telur dorman, dengan kulit tebal dan akan berkembang menjadi betina yang bersifat amiktik. Generasi selanjutnya dapat bersifat amiktik atau miktik. Sedangkan betina miktik adalah betina yang menghasilkan telur secara parthenogenesis.

(3)

Universitas Gadjah Mada 3 Berikut ini adalah gambaran reproduksi seksual dan parthenogenetikal pada Brachionus :

Gambar 26. Reproduksi Brachionus secara seksual dan parthenogenesis

C) NILAI NUTRISI BRACHIONUS 1. Pengayaan HUFA (n-3)

a.

Alga

Tingginya kandungan asam lemak essensial Asam Eicosapentaenoic (EPA) dan Asam Docosahexaaeonic (DHA) pada beberapa mikroalga menjadikan mereka makanan hidup yang baik bagi rotifera. Pengayaan dengan HUFA

dilakukan dengan pemeliharaan bersama antara Brachionus bersama alga (5.106 sel alga/ ml), sehingga terjadi kerjasama dalam menghasilkan asam

lemak essensial dalam waktu beberapa jam dan membuat keseimbangan dengan MA / EPA pada tingkat di atas 2 untuk Brachionus-lsochrysis.

(4)

Universitas Gadjah Mada 4

b.

Formula Makanan

Brachionus tumbuh pada penggantian diet CS yang terdapat komposisi yang baik 5,4 mg bahan kering EPA; 4,4 ing DHA; dan 15,6 mg (n-3) HUFA.

c.

Minyak Emulsi

Salah satu cara yang murah untuk pengayaan Brachionus adalah dengan menggunakan minyak emulsi, karena minyak emulsi skala rumah tangga dapat disiapkan dari lichitin telur dan minyak ikan. Emulsi komersial yang dijual umumnva lebih stabil dan mengandung komposisi HUFA.

2. Pengayaan Vitamin C

Kekurangan vitamin C pada larva ikan menyebabkan terjadinya kelainan bentuk operculum. Kandungan vitamin C berpengaruh pada makanan Brachionus yaitu pada tingkat asam askorbat (AA) antara budidaya dan pengayaan. Misalnya, budidaya Brachionus pada media ragi roti yang mengandung 150 mg vit C/ g berat kering dan media chlorella yang mengandung 2300 mg vit C/ g berat kering.

Penyuburan Brachionus dengan AA dapat diikuti dengan penggunaan AP (Ascorbyl palmitat) sebagai sumber tambahan vitamin C. AP diubah olel Brachionus menjadi AA aktif hingga mencapai 1700 mg/g berat kering setelah peyimpanan 24 jam pengayaan dengan menggunakan 5% emulsi AP Kandungan nutrisi Brachionus ketika dijadikan makanan bagi larva tidak berubah.

3. Pengayaan Protein

Protein hanya digunakan dalam diet pengayaan khususnya dirancang untuk penyuburan protein Brachionus. Tingginya kandungan protein yang digunakan dalam budidaya meningkat secara kontinyu dan berkembang selama periode pengayaan. Umumnya digunakan untuk hal yang sama sebagai minyak emulsi dan didistribusikan di tangki dengan konsentrasi 125 mg/ liter air Iaut dengan interval 2 kali yaitu antara 3 - 4 jam.

4. Penyimpanan Brachionus

Pemanenan Brachionus yang tidak mengalami pengayaan seharusnya diberi filter yang diletakkan di bawah permukaan air. Pemanenan pada pengayaan Brachionus dilakukan dengan perhatian yang lebih ekstrim agar mereka tetap dalam keadaan bersama dalam 1 rumpun. Khususnya ketika pemanenan binatang yang dikayakan sebelum dicuci, aerasi dapat menghasilkan kelompok-kelompok.

Brachionus tidak dapat dimakan dengan segera karena membutuhkan penyimpanan dalam suhu yang dingin (4°C) agar dapat menjaga kualitas nutrisi

(5)

Universitas Gadjah Mada 5 mereka. Selama masa kelaparan pada suhu 25 °C, Brachionus dapat kehilangan 26 % berat tubuhnya sebagai basil dan metabolisme. Brachionus pada saat lapar (didukung dengan minyak emulsi, diet mikropartikular atau mikroalga) sebelum diberikan sebagai pakan pada larva ikan (prosedur pengayaan secara tidak langsung) menurunkan kandungan asam lemak dengan sangat cepat. Pengayaan dalam waktu yang lama (secara langsung) dapat meningkatkan kandungan asam lemak Brachionus. Cadangan asam lemak ini lebih stabil dan dapat turun dengan cepat selama lapar.

D) PRODUKSI DAN PENGGUNAAN KISTA BRACHIONUS

Produksi massal Brachionus sebagai makanan larva melalui reproduksi ainiktik dapat menguntungkan ketika produksi telur istirahat digunakan sebagai bibit. Telur yang istirahat ini sering disebut sebagai kista yang relatif besar (volume mencapai 60 % dari ukuran normal betina dewasa) yang ideal untuk penyimpanan dan transport, serta dapat digunakan sebagai inokulan pada budidaya massal.

Telur yang istirahat akan tenggelam dan dapat dipanen. Pada kasus sampah yang banyak di dasar perairan, pergantian air diperlukan dengan air asin agar telur istirahat dapat mengapung dan dapat dikumpulkan pada permukaan perairan.

Telur istirahat dalam keadaan kering dapat disimpan lebih dan 1 tahun ketika ditempatkan pada air laut, pada suhu 25°C dengan kondisi sinar yang rendah. Telur yang istirahat ini dapat didisinfeksi dengan antibotik dengan dosis yang besar, sehingga Brachionus yang dihasilkan bebas dari bakteri.

E) BUDIDAYA

1. Brachionus Air Asin / Laut

a. Salinitas

Meskipun Brachionus plicatill.s dapat bertahan pada jangkauan salinitas yang leas yaitu dari 1 — 97 ppt, reproduksi optimal hanya dapat dilakukan di bawah salinitas 35 ppt. Jika rotifera hendak dijadikan makanan bagi predator yang hidup pada salinitas berbeda (± 5 ppt), rotifera dapat diadaptasikan pada salinitas yang sangat berbeda yang mungkin akan menghambat aktifitas renang rotifera atau dapat menyebabkan kematian.

b. Temperatur

Suhu optimal bagi budidaya rotifera didasarkan pada morfotipe rotifera yaitu tipe-L yang dapat beradaptasi pada suhu rendah dibanding tipe-S. Pada umumnya peningkatan suhu hingga batas optimal akan meningkatkan aktititas untuk reproduktif dan di bawah suhu optimal akan menyebabkan penurunan

(6)

Universitas Gadjah Mada 6 populasi secara perlahan. Efek suhu terhadap dinamika populasi adalah sebagai berikut :

Suhu (°C). 15 20

,

25

Perkembangan embrio (hari). 1.3 1.0 0.6

Betina bertelur pertama kali (hari). 3.0 1.9 1.3 Jarak/ selang waktu peneluran (jam). 7.0 5.3 4.0

Lama hidup (hari). 15 10 17

Jumlah telur selama betina hidup. 23 23 20

c. DO/ Oksigen Terlarut

Brachionus dapat bertahan hidup pada air yang mengandung sekurang-kurangnya 2 mg/L oksigen terlarut. Oksigen terlarut pada budidaya tergantung pada suhu, salinitas, kepadatan Brachionus, dan tipe makanan. Aerasi sehanisnya tidak begitu kuat untuk menghindari kerusakan fisik populasi.

d. pH

Brachionus hidup pada pH 6,6, meskipun lingkungan alami mereka di bawah kondisi budidaya memberikan hasil yang baik yakni di atas pH 7,5

e. Amonia (NH3)

Rasio NH3 / NH4+ dipengaruhi oleh temperatur dan pH air. Tingginya tingkat amonia yang tidak terionisasi bersifat racun bagi Brachionus, tetapi kondisi NH3 di bawah 1 mg / L aman bagi Brachionus.

f. Kompetitor

Ciliata (Halotrica dan Hypotrica) seperti Uronenta sp. Dan Euplotes sp. tidak diharapkan dalam budidaya intensif karena mereka menjadi pesaing Brachionus dalam memperoleh makanan. Ciliata umumnya muncul pada kondisi sub optimal dan berkembang untuk bersaing dengan Brachionus. Ciliata menghasilkan sisa metabolisme yang akan meningkatkan NO2- di perairan dan menyebabkan penurunan pH. Langkah pencegahan Ciliata sebelum memulai usaha budidaya adalah dengan penambahan formalin dengan konsentrasi 20 mg / L, 24 jam sebelum inokulasi Brachionus. Penyaringan dan pembersihan Brachionus menggunakan penyaring plankton (< 50 m) dapat menurunkan jumlah Ciliata.

g. Bakteri

Pseudomonas dan Acinetobacter merupakan bakteri menguntungkan yang dapat dijadikan somber makanan tambahan penting bagi Brachionus. Beberapa spesies Pseudomonas berperan dalam sintesis vitamin B12 yang merupakan

(7)

Universitas Gadjah Mada 7 faktor pembatas dalam budidaya Brachionus. Meskipun beberapa bakteri tidak bersifat patogen bagi rotifera, seharusnya dapat dihindarkan sejak awal akumulasi karena transfer melalui rantai makanan dapat mengganggu predator (larva ikan).

2. Brachionus Air Tawar

Brachionus calcyllorus dan Brachionus rubens merupakan rotifera yang biasa dibudidayakan di perairan tawar. Mereka memiliki toleransi terhadap temperatur antara 15 — 31 °C. Di lingkungan alami mereka, mereka tumbuh subur di perairan dengan berbagai macam komposisi ion. Brachionus calcyllorus dapat dibudidayakan di medium sintetis yang mengandung 96 mg NaHCO3, 60 mg CaSO4. 2H2O, 60 mg MgSO4 dan 4 mg KCI pada air yang sudah diionisasi. pH optimal 6 - 8 pada 25 °C, kadar oksigen terlarut minimum 1,2 mg/ L. Tingkat amonia bebas 3 - 5 mg/ L dapat menghambat reproduksi.

Brachionus calcyllorus dan Brachionus rubens berhasil digabung dengan mikroalga Scenedesmus coctalo-granulatus, Kirchneriella contorta, Phacus pyrum, dan Chlorella sp., pada ragi atau makanan diet buatan "Culture Selco®" (CS) dan Roti-Rich.

3. Teknik Budidaya

Produksi intensif Brachionus biasanya dilakukan di dalam ruangan yang lebih terpercaya dibanding prosuksi intensif di luar ruangan. Pada dasarnya, strategi produksi sama antara fasilitas indoor dan outdoor, tetapi kepadatan awal dan panen yang tinggi memungkinkan penggunaan tangki produksi yang kecil ( umumnya 1 - 2 m3) dengan fasilitas intensif indoor.

a. Ketersediaan / stok budidaya Brachionus

Volume budidaya Brachionus yang besar pada alga, ragi roti atau makanan buatan selalu memiliki resiko yang berupa kematian mendadak pada populasi Brachionus. Kegagalan teknis atau manusia dan juga kontaminasi oleh patogen atau persaingan dalam memperoleh makanan merupakan sebab utama rendahnya reproduksi yang dapat dihasilkan pada populasi yang kompleks. Budidaya Brachionus yang hanya mengandalkan sistem budidaya re-inokulasi sangat beresiko. Untuk meminimalkan resiko ini, budidaya dalam jumlah kecil dilakukan dalam botol tertutup pada ruang terisolasi untuk menghindari kontaminasi oleh bakteri dan atau Ciliata.

Bibit awal pemeliharaan dapat diperoleh dari alam bebas atau dari hatchery ikan/ udang. Sebelum digunakan dalam siklus produksi, inokulum

(8)

Universitas Gadjah Mada 8 pertama kali harus didisinfeksi / mematikan kuman. Disinfeksi yang ganas dengan mematikan Brachionus yang bebas berenang, tetapi bukan telurnya dengan menggunakan antibiotik (misalnya : erythromycin 10 mg/L, Chloramphenicol 10 mg/L, Sodium oxolinate 10 mg/L, pennicilin 100 mg/L, Streptomycin 20 mg/L) atau dengan desinfektan. Telur kemudian dipisahkan dari tubuh yang sudah mati dengan disaring dengan saringan ukuran 50 m dan diinkubasi untuk ditetaskan dan menghasilkan keturunan yang digunakan untuk budidaya stok.

Budidaya stok Brachionus dalam ruangan ( 28 °C ± 1 °C) dengan menggunakan botol kecil (pipa sentrifugal berbentuk kerucut) yang sebelumnya diatur dengan lubang pergantian udara. Setiap pergantian air dicampur dengan udara tertutup (± 8 ml) memberikan oksigen yang cukup untuk Brachionus. Lampu pijar 3000 lux ditempatkan pada jarak 20 cm dari pipa. Untuk budidaya air laut ditambahkan air laut hingga salinitas 25 ppt. Pada hari berikutnya, kelebihan NaOCl dinetralisir dengan menggunakan Na2S2O3.

Inokulasi pertama dilakukan dengan kepadatan awal 2 rotifera/ml. Makanan terdiri dari Chlorella laut. Konsentrasi alga sekitar 1 — 2. 108 set/ml. Alga segar dengan konsentrasi 4 ml ditambahkan setiap hari. Setelah 1 minggu kepadatan Brachionus seharusnya meningkat dari 2 hingga 200 ind / ml. Peningkatan Brachionus merupakan bagian kecil dalam menentukan stok dan jumlah Brachionus yang dapat digunakan untuk peningkatan skala.

b. Peningkatan skala budidaya stok

Peningkatan skala Brachionus dalam sistem yang tetap menggunakan erlenmeyer 500 ml yang ditempatkan pada 2 cm dari lampu pijar 5000 lux. Suhu erlenmeyer diatur tidak lebih dari 30°C. Stok Brachionus dengar kepadatan 50 ind/ml membutuhkan 400 ml alga segar (Chlorella 1,6.106 sel dan ditambah 50 ml setiap hari untuk menambah suplai makanan Selama 3 hari konsentrasi Brachionus dapat meningkat hingga 200 ind / ml Dalam waktu yang singkat ini, aerasi tidak diperlukan.

Pertama kali Brachionus meningkat dengan kepadatan 200 - 300 ind ml dan disaring dengan menggunakan 2 kasa saring. Ukuran lubang bagian atas (200 m) menahan partikel sampah yang besar, sedangkan bagian bawah (50 m) mengumpulkan Brachionus. Penyaringan tidak membuat air untuk Brachionus tersumbat dan berkurang dengan batas kurang dari 1 % Konsentrasi Brachionus kemudian didistribusikan ke beberapa botol berukuran 15 liter yang dipenuhi dengan air 2 l dengan kepadatan 50 ind / ml. Untuk menghindari kontaminasi Ciliata, udara disaring dengan menggunakan filter

(9)

Universitas Gadjah Mada 9 karbon aktif. Alga segar disupali setiap hari. Setelah penambahan alga ± 1 minggu, budidaya Brachionus pada 15 liter botol dapat digunakan untuk inokulasi budidaya massal.

c. Produksi massal menggunakan alga dan ragi

Mikroalga merupakan makanan rendah lemak yang baik untuk Brachionus dan dapat memberikan hasil panen yang tinggi bila alga tersedia dalam jumlah yang cukup disertai dengan pengelolaan yang tepat. Budidaya Brachionus secara massal dengan menggunakan alga sebagai makanan dapat dilakukan pada tangki besar berukuran lebih dari 50 m3 atau dengan tangki ukuran 200 - 2000 liter dengan populasi awal Brachionus 50 - 150 ind/ ml.

Ragi roti merupakan partikel yang berukuran kecil (5 - 7 m) dan mengandung protein tinggi serta cocok untuk makanan Brachionus. Penambahan komponen-komponen penting pada makanan Brachionus atau pada media budidaya Brachionus diusahakan tetap dengan menggunakan partikel mikro dan formula pengemulsi. Ragi roti yang biasa digunakan adalah ragi roti segar, ragi roti instan, ragi laut (candida) atau ragi Rhodotorula.

Produksi massal Brachionus dengan menggunakan alga dan ragi roti dilakukan dengan 2 model budidaya, yaitu :

- Sistem budidaya "Batch" (sejumlah)

Tangki kapasitas 1200 liter diisi setengah penuh dengan kepadatan alga 13 -14.106 sel / ml. Kemudian dinokulasikan Brachionus dengan kepadatan 100 ind/ ml. Salinitas dibuat 23 ppt dan suhu 30 °C. Ragi roti yang aktif pada hari pertama diberikan 2 kali sehari dengan kuantitas Brachionus 0,25 g/10-6. Hari berikutnya tangki dipenuhi dengan alga dengan kepadatan yang sama dan ragi roti 0,375 g/ 106 Brachionus ditambahkan tiap 2 kali sehari. Pada hari berikutnya Brachionus bisa dipanen dan tangki baru diinokulasi.

- Sistem budidaya semi-kontinyu

Pada teknik budidaya ini Brachionus dipelihara pada tangki berkapasitas 1200 liter selama 5 hari. Selama 1-2 hari pertama volume air untuk budidaya dilipatgandakan dengan kepadatan Brachionus separuh. Hari berikutnya, separuh dari volume tangki dipanen dan dipenuhi kembali untuk menurunkan kepadatan hingga separuhnya. 5 hari tangki dipanen dan prosedur awal dilakukan kembali.

(10)

Universitas Gadjah Mada 10 d. Produksi massal menggunakan formula makanan rendah lemak

Penggunaan formula diet sebagain makanan Brachionus berperan sebagai tambahan bagi kehidupan mikroalga dan dalam waktu yang sama dapat digabung dengan EFA dan vitamin. Karakteristik fisik makanan yang optimal bagi Brachionus yaitu : partikel berukuran 7 m. berupa suspensi. tetap di kolam air dan dengan aerasi yang kuat tidak lumer. Diet dibutuhkan sebagai tambahan makanan di perairan sebelumnya, dimana di satu sisi sebagai makanan dan di sisi lain digunakan untuk aerasi dan penyerap dingin.

Produksi massal dilakukan dengan tangki berkapasitas 100 liter dengan dinding, gelap halus (polyethylene) dan dijaga dalam keadaan yana teduh. Media budidaya terdiri dari air laut 25 ppt (untuk Brachionus air laut) pada suhu 25°C. Penggantian air tidak dilakukan selama 4 hari pemeliharaan. Pengeluaran udara dipasang beberapa cm di atas dasar tangki berbentuk kerucut untuk memudahkan sedimentasi dan untuk menyingkirkan partikel sampah. Kepadatan awal Brachionus 200 ind / ml dan distribusi makanan dalam jumlah yang sedikit dengan interval waktu pemberian setiap jam. Suspensi makanan dijaga dalam refrigerator pada suhu 4 °C selama 30 jam. Penerapan standar strategi budidaya ini menggandakan populasi yang dihasilkan setiap 2 hari, pencapaian kepadatan panen sekitar 600 ind/ ml setelah 4 hari yang mana lebih baik dibandingkan dengan teknik tradisional dengan menggunakan alga dan ragi roti.

e. Peningkatan kepadatan Brachionus

Peningkatan kepadatan Brachionus dapat menimbulkan resiko stres dan dapat menurunkan rata-rata pertumbuhan reproduksi seksual, tetapi apabila telur terus dikontrol akan memberikan basil yang baik. Peningkatan Brachionus pada kepadatan tinggi memiliki pengaruh langsung terhadap rasio telur. Penurunan rata-rata dan 30 % pada kepadatan 150 Brachionus / ml menjadi 10 % pada kepadatan 2000 Brachionus / ml dan kurang dan 5 % dengan kepadatan 5000 Brachionus / ml. Pemeliharaan budidaya dengan rasio telur yang rendah ini lebih beresiko dan sistem ini seharusnya hanya digunakan pada kondisi yang terkontrol.

Pengelolaan kepadatan Brachionus dapat dilakukan dengan penambahan konsentrat Chlorella air tawar, ragi roti, dan ragi yang mengandung minyak ikan. ChloreIla air tawar digunakan sebagai suplemen vitamin B12. Pada budidaya yang bersitat kontinyu, populasi Brachionus berlipat ganda setiap hari. Dalam budidaya Brachionus ini dilakukan pergantian air

(11)

Universitas Gadjah Mada 11 setiap hari. Penggunaan sistem ini rata-rata kepadatannya sekitar 1000 Brachionus./ ml dengan puncak inaksimum 3000 ind/ ml.

4. Panen

Pemanenan skala kecil dilakukan dengan pipa yang disambungkan tangki budidaya dengan kantong penyaring yang berukuran 50 - 70 m. Jika cara ini tidak dilakukan, penyaring yang direndam dalam perairan akan membahayakan Brachionus dan akan menyebabkan kematian.

Gambar

Gambar 26. Reproduksi Brachionus secara seksual dan parthenogenesis

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga Teknis Kota yang dibentuk dengan Peraturan Daerah ini untuk menangani fungsi pengawasan, kepegawaian dan keuangan adalah sesuai amanat peraturan perundang-undangan,

Namun untuk tujuan menyerlahkan persepsi wanita sebagai objek seks, Azizi telah “melicinkan” kejanggalan tersebut, dalam erti kata tinggalnya Hayati bersama Tengku Yunus

Penulis akan membuat sebuah pembangkit listrik yang bersifat mengubah gerakan menjadi tenaga listrik, seperti kincir air tetapi akan memakai gaya gravitasi sebagai

Di wilayah timur Indonesia, provinsi Maluku Utara menjadi yang paling mampu menghapuskan kemiskinan secara langsung di wilayah timur dengan menduduki peringkat ke

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Metode Scaffolding dengan pendekatan PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, terjadi peningkatan yang

Setelah melakukan perbandingan dari hasil pengukuran didapatkan hasil bahwa sistem GPON dapat mengungguli sistem MSAN dari segi kualitas jaringan, gambar dan

Peterson, Kolen&amp; Hoover (Linn,1989: 242) menyatakan, penyetaraan adalah suatu prosedur empiris yang diperlukan untuk mentransformasi skor dari tes yang satu

Penelitian tersebut mencakup pembuatan maltodekstrin dari biji jali dan pengujian laju basah, viskositas, daya larut, daya kembang dan gula reduksi.. Penelitian bertempat di