Pengendalian Fouling pada Sistem Pengolahan Air Berbasis
Membran
Ricardo Parluhutan Nainggolan
*Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
*Corresponding Author: cardogolan@students.itb.ac.id
Abstrak
Air adalah salah satu komponen primer dalam kehidupan sehari-hari manusia. Kebutuhan akan air bersih untuk konsumsi manusia adalah salah satu contoh akan pentingnya air di kehidupan manusia. Salah satu cara dalam memperoleh air yang layak untuk digunakan pada kehidupan adalah dengan menggunakan teknologi membran.. Pengolahan air dengan menggunakan teknologi membran telah banyak digunakan pada industri proses maupun penggunaan secara komersial. Penggunaan teknologi membran dalam proses pengolahan air mengalami suatu masalah yakni terjadinya peristiwa fouling pada permukaan membran yang dapat menyebabkan penurunan laju produk air dan perubahan selektifitas membran terhadap komponen yang tidak diinginkan. Oleh karena itu tindakan pengendalian terhadap fouling perlu dilakukan pada proses pengolahan air ini. Pada makalah ini akan dipresentasikan cara-cara dalam pengendalian fouling pada membran untuk pengolahan air serta ilmu pengetahuan mengenai fouling.. Pengendalian fouling dilakukan dengan (i) integrasi unit perlakuan awal (pre-treatment) terhadap umpan, (ii) meningkatkan fluks pada membran dan (iii) modifikasi terhadap membran. Metode-metode pengendalian fouling ini dapat mengurangi terjadinya peristiwa pembentukan fouling pada membran secara signifikan. Jika ditinjau dari hasil pengendalian, tidak ada satu pun metode yang dapat mengendalikan fouling secara sempurna. Jenis-jenis fouling, faktor yang mempengaruhi terjadinya fouling, mekanisme fouling serta cara-cara dalam pembersihan fouling pada membran akan mendukung terhadap pemahaman akan pengendalian fouling pada membran.
Kata kunci : air, fouling, membran
1. Pendahuluan
Pengolahan air untuk kehidupan sehari-hari telah banyak dilakukan menggunakan proses berbasis teknologi membran. Membran merupakan lapisan tipis diantara dua fasa yang bersifat selektif permeabel dan berfungsi mengatur perpindahan komponen pada dua kompartemen yang berdekatan tersebut. Proses pemisahan pada membran tergolong unik, praktis dan hasil maksimal yang menjadikan keuntungan tersendiri membran dibandingkan cara konvensional pengolahan air. Selain itu, penggunaan membrane tidak membutuhkan adanya zat kimia aditif, dapat digunakan pada temperature ruangan dan konsumsi energi yang rendah. Salah satu contoh paling umum adalah penggunaan membran RO
(Reverse Osmosis) untuk desalinasi air laut. Air laut digunakan sebagai umpan pada membran dan akan merejeksi komponen-komponen garam yang akan menghasilkan air dengan kemurnian yang cukup tinggi. Selain menggunakan RO (Reverse Osmosis), pengolahan air juga dapat menggunakan membran mikrofiltrasi, ultrafiltrasi dan nanonfiltrasi. Untuk membran ultrafiltrasi, digunakan untuk menghasilkan air murni sedangkan nanofiltrasi digunakan untuk mengolah air dengan komposisi padatan rendah seperti air tanah.
Pada pengoperasian membran untuk proses pengolahan air, pada umumnya membran akan mengalami peristiwa
fouling. Fouling dapat didefinisikan sebagai pengendapan ireversibel partikel, koloid,
makromolekul, garam, dll, yang tertahan pada permukaan membran atau di dalam dinding pori membran, yang menyebabkan penurunan fluks secara terus menerus. Akumulasi deposit pada permukaan rejeksi membran atau pada fiber kecil pada membran akan menimbulkan kenaikan tekanan. Beberapa faktor seperti sifat hidrofobik fiber, ukuran pori, konsentrasi senyawa lain pada air, temperatur, laju alir air dan turbulensi air pada membran mempengaruhi terjadinya proses fouling.
Fouling pada membran dapat menurunkan nilai laju produk dari air yang dihasilkan dan perubahan terhadap selektifitas membran yang digunakan. Adanya fouling juga dapat merusak membran karena membran akan semakin sering untuk dicuci serta menghambat aktivitas lain pada membran. Namun proses pembentukan fouling pada permukaan membran dapat diperlambat. Proses-proses untuk mengurangi ataupun memperlambat proses pembentukan fouling adalah perlakuan awal umpan (pre-treatment), meningkatkan fluks pada membran dan memodifikasi bentuk dari membran. Untuk menghilangkan fouling yang terjadi umumnya digunakan pembersihan dengan bahan kimia ataupun pembersihan langsung pada membran. Makalah ini akan mereview secara singkat cara-cara pengendalian fouling pada membran.
2. Jenis-jenis Fouling
1. Inorganic Fouling
Fouling anorganik mengacu pada pembentukan scaling, yakni pengendapan mineral menjadi suatu endapan yang keras yang berasal dari senyawa umpan. Adapun contoh dari partikel koloid anorganik yang dapat menyebabkan endapan adalah silika, lumpur, tanah liat, produk korosi dan lain-lain. Adapun jenis fouling anorganik adalah CaCO3, CaSO4, kalsium fosfat, dan silikat.
Fouling anorganik lainnya yang berpotensial muncul pada membran adalah BaSO4, SrSO4, MgCl2, MgSO4, besi oksida
dan aluminium oksida. [1] [7]
2. Organic fouling
Fouling organik adalah adsorpsi / pengendapan bahan organik terlarut dan koloid pada permukaan membran seperti protein, polisakarida dan asam karboksilat.
Fouling organik pada umumnya susah untuk dibersihkan dan umumnya dibersihkan dengan menggunakan bahan kimia. Fouling
organik pada umumnya yang terjadi adalah
fouling NOM. NOM merupakan zat humat dan umumnya jumlahnya melimpah pada perairan. [1] [7]
3. Biological Fouling
Fouling biologis atau biofouling adalah akumulasi dan pertumbuhan spesies biologis pada permukaan membran yang mempengaruhi permeabilitas membran yang menyebabkan hilangnya produktivitas dan masalah operasional lainnya. Mikroorganisme adalah penyebab utama biofouling. Temperatur kondisi pada membran mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan membran. Suhu yang diatur diatas suhu pertumbuhan mikroorganisme akan membatasi pertumbuhannya. [1] [7]
3. Faktor-faktor mempengaruhi Fouling
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya fouling pada membran yaitu :
1. Temperatur
Temperatur adalah salah satu faktor dominan dalam terbentuknya fouling pada membran. Solubilitas dan pembentukan kristal sangat dipengaruhi oleh temperatur. Kristal yang terbentuk dapat menjadi fouling pada pori-pori membran. Pada umumnya pada umpan, temperatur akan mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Menurut percobaan M. Krivorot, pada temperature diatas 600C, kebanyakan organisme yang
terdapat di lingkungan tidak akan tumbuh pada membran. Temperatur yang lebih tinggi akan mengurangi kepadatan dan viskositas, meningkatkan difusivitas, dan mengurangi pertumbuhan mikroba. [1] [9]
Ricardo Nainggolan, Pengendalian Fouling pada Sistem Pengolahan Air
berbasis Membran, 2015, 12-02 3
2. Gas terlarut pada air umpan.
Gas terlarut terdapat pada hampir setiap air umpan untuk membran. Adapun efek dari gas terlarut pada fouling sangat kecil dan tidak langsung. Gas terlarut menghalangi proses aliran permeat dan mengurangi besarnya konsentrasi. Ini terjadi dapat terjadi karena gas terlarut pada aliran umpan dapat mengalir pada pori membran. Adanya gas pada membran dapat menjadi penghalang terjadinya fouling. [1]
3. Sumber air
Adanya fouling dan jenis fouling yang terjadi pada permukaan membran tergantung pada kandungan sumber air sebagai umpan masuk pada membran. Pada umumnya setiap sumber air yang tersedia memiliki karakteristik akan kondisi dan komponen yang terdapat pada sumber air. Sumber air yang umum digunakan adalah air dari danau, sungai, air tanah maupun air sisa pembuangan limbah industri. Komponen mineral paling umum ditemui pada air adalah kalsium karbonat dan sangat berpotensi untuk membentuk fouling. Untuk air sungai dan danau, bertipikal mengandung kadar silika tinggi, special biologis dan suspense padat. Air laut mengandung kadar garam yang tinggi dan larutan garam juga dapat menyebabkan terbentuknya fouling pada permukaan membran. [1]
Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi terjadinya fouling (Leonard D. Tijinga, Yun Chul Wooa, June-Seok Choib, Sangho Leec, Seung-Hyun Kimd, Ho Kyong Shona, Fouling and its control in membrane distillation—A review (2015) )
Adapun faktor yang mempengaruhi
fouling lainnya adalah karakteristik foulant (a), dan bentuk serta kondisi spesifikasi membran (b).
4. Mekanisme fouling
1. Adsorpsi
Adsorpsi terjadi ketika diameter dari
foulant lebih kecil dibandingkan besar pori pada membran. Ketka diameter lebih kecil maka, partikel foulant akan masuk ke dalam pori-pori membran. Adanya foulant tipe ini dapat menyebabkan terjadinya fouling. Adsorpsi juga terjadi jika terdapat gaya tarik-menarik antara foulant dan membran. [2]
2. Blockage
Blockage terjadi ketika diameter dari
foulant sama besarnya dengan besar dari pori-pori dari membran. Partikel dari foulant akan menutup secara total maupun menutup secara parsial pori-pori dari membran sehingga dapat menimbulkan fouling. [2]
3. Deposisi
Deposisi terjadi ketika diameter dari foulant
lebih besar dari pada besar dari pori-pori dari membran. Partikel dari foulant akan membentuk lapisan pada permukaan membran sehingga terjadi fouling. Foulant yang telah terdeposisi pada permukaan membran dapat terus tumbuh membentuk lapisan cake yang menyebabkan penambahan tahanan hidrolik. [2]
Untuk ketiga mekanisme terjadinya fouling
pada membran, deposisi adalah mekanisme
fouling yang paling cepat membentuk fouling
dan membentuk fouling yang lebih besar lapisannya.
Gambar 2. Simbol diameter foulant dan pori-pori membran.
d adalah diameter dari partikel foulant
dp adalah besar dari pori-pori membran
d
Gambar 3. Mekanisme fouling secara adsorpsi (I.G. Wenten Lecture Note)
Gambar 4. Mekanisme fouling secara
blockage ( I.G. Wenten Lecture Note)
Gambar 5. Mekanisme fouling secara deposisi (I.G.Wenten Lecture Note)
5. Pengendalian fouling
Secara umum, peristiwa fouling
dipengaruhi oleh karakteristik membran, karakteristik umpan dan kondisi operasi (Cheryan, 1998; Mulder, 1996). Karakteristik membrane yang mempengaruhi fouling adalah hidrofisilitas dari fiber , muatan, topogrofi permukaan dan struktur pori pada membran. Untuk umpan, karakteristik yang mempengaruhi terjadinya fouling adalah konsentrasi, muatan, hidrofisilitas dan struktur fisik dari umpan masuk membran. Kondisi sistem seperti tekanan, laju alir dan tekanan juga mempengaruhi terbentuknya fouling.
Secara umum metode pengendalian fouling
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu secara fisika, hidrodinamika dan kimia. Metode pengendalian fouling secara fisika dapat dilakukan dengan cara penambahan partikel atau penggunaan medan listrik untuk menarik komponen foulant dari permukaan membran. (Bowen, 1991). Untuk pengendalian
fouling secara hidrodinamika pada prinsipnya adalah melakukan kontrol terhadap kondisi operasi. Nilai dari tekanan, temperature dan laju alir umpan akan atur sedemikian rupa sehingga akan terbentuk sedikit fouling pada permukaan membran. Pengendalian secara hidrodinamika juga melakukan perubahan fisik pada desain modul pada membran untuk meningkatkan kuantitas dari perpindahan
massa air pada membran. Pengendalian
fouling secara kimia adalah memodifikasi senyawa kimia ataupun zat penyusun membran. Pada umumnya modul membran terbentuk dari polimer-polimer, sehingga dilakukan modifikasi terhadap pemilihan membran dalam pembuatan modul membran. Untuk mengurangi jumlah terbentuk fouling, dipilih membran yang memiliki gaya tolak-menolak dengan foulant dan tidak menggunakan bahan polimer yang menarik komponen foulant. Selain memodifikasi pemilihan bahan modul membrane, kontrol pada pengendalian secara kimia adalah mengatur skala pH dari umpan.
Setiap metode pengendalian fouling tidak menjamin untuk menghilang terbentuknya
fouling pada modul membrane. Setiap metode terbatas pada jenis-jenis foulant yang terdapat pada umpan. Oleh sebab itu analisis kondisi terhadap komponen penyusun umpan perlu dilakukan untuk menentukan metode pengendalian fouling yang paling tepat dan menghasilkan jumlah fouling terbentuk paling sedikit. Setelah diketahui jenis-jenis foulant yang terdapat pada umpan maka perlu untuk diketahui mekanisme fouling yang terjadi tergantung pada jenis foulant yang ada pada komponen umpan.
Pada simulasi pengendalian fouling pada saat ini umumnya menggunakan protein sebagai model foulant. Selain protein, komponen seperti polisakarida yang banyak digunakan pada industri sangat jarang digunakan sebagai model dalam pengendalian
fouling. Selain itu pemodelan untuk pengendalian fouling menggunakan membrane yang modulnya bersifat hidrofobik. Untuk modul bersifat hidrofobik umumnya menolak air namun menyerap komponen mineral dan protein sehingga menyebabkan fouling pada membran. Fouling pada modul hidrofobik terjadi secara adsorbsi.
Setelah komponen foulant pada umpan diketahui dan mekanisme terjadinya fouling
juga diketahui, maka ditentukan metode pengendalian fouling yang paling tepat digunakan pada membran dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut.
d<<dp
D=dp
Ricardo Nainggolan, Pengendalian Fouling pada Sistem Pengolahan Air berbasis Membran, 2015, 12-02 5 fouling time Flux x
Gambar 6. Skema pengendalian fouling (Heru Susanto, Asteria Apriliani Susanto, I Nyoman Widiasa , Karakteristik interaksi membrane-foulant dan foulant-foulant sebagai dasar pengendalian fouling)
Metode pengendalian fisika akan efektif apabila mekanisme yang terjadi adalah pembentukan deposit dan gel pada permukaan membrane. Metode hidrodinamika akan efektif digunakan apabila terjadi mekanisme pore blocking dan pembentukan deposit. Untuk pengendalian kimia akan efektif untuk pengendalian mekanisme fouling secara adsorpsi. Untuk tahapan secara rinci dapat dilihat pada gambar 6.
1. Integrasi unit perlakuan awal ( pre-treatment)
Pada umumnya pada pengolahan air, digunakan perlakuan pre-treatment pada suatu membran. Adapun tujuan dari adanya perlakuan awal sebelum membran adalah untuk mengurangi jumlah foulant yang masuk pada membran. Contoh paling sering dalam
pre-treatment adalah penggunaan integrasi
membran Ultrafiltrasi dan membrane RO (Reverse Osmosis) dalam desalinasi air laut. [7]. Untuk menghasilkan air dengan kemurnian tinggi digunakan integrasi kedua membran ini.
Jika hanya menggunakan RO (Reverse Osmosis), maka akan menurunkan kinerja proses secara signifikan. Laju alir produk dari RO (Reverse Osmosis) akan menurun jika tidak adanya pre-treatment. Hilang beda tekan akan meningkat pada suatu membran seiring meningkatnya jumlah fouling terbentuk pada membran. [9]
Kimia Hidrodinamika Fisika
Metode Pengendalian
Fouling
Adsorpsi Pore blocking Pembentukan
deposit Interaksi membrane-foulant dan
foulant-foulant Studi Mekanisme Fouling Membran Foulant Identifikasi Foulant
Gambar 7. Grafik perubahan fluks setiap waktu akibat adanya fouling. ( I.G. Wenten Lecture Note)
Bila dilihat pada gambar 7 nilai fluks menurun setiap waktunya akibat adanya fouling.
Fouling akan menurunkan nilai tekanan pada membrane, dan tekanan yang menurun itu akan mengurangi nilai dari fluks.
Pengintegrasian membran ultrafiltasi dan RO (Reverse Osmosis) dimaksudkan agar membran RO ( Reverse Osmosis) tidak terjadi kontak langsung dengan mikroorganisme dan senyawa organik lain yang terdapat pada umpan sehingga tidak terjadi biofouling ataupun organik fouling pada membran RO (
Reverse Osmosis). Adanya pengintegrasian RO ( Reverse Osmosis ) dengan membran Ultrafiltrasi meningkatkan nilai fluks membran sebesar 30% dibandingkan tanpa
pengintegrasian. Selain itu dapat dipastikan umur dari membran RO ( Reverse Osmosis) akan semakin panjang dibandingkan tanpa pengintegrasian.
Pengadaan unit koagulan adalah salah satu unit integrasi pre-treatment dalam pengolahan air. Koagulasi adalah pemisahan partikel padat dengan penambahan bahan kimiawi seperti alum, ion garam dan polimer. Koagulasi adalah cara paling efektif untuk memisahkan kolodi. Proses koagulasi akan membuat partikel-partikel dalam umpan bergabung sehingga densitasnya lebih besar dari sehingga akan turun ke bagian bawah penampungan. Setelah itu ada unit sedimentasi untuk mengendapkan partikel tersebut. Melalui proses pada unit ini, partikel-partikel tidak diinginkan pada umpan akan terpisah.
Tabel 1. Perbandingan pretreatment membran dan pretreatment konvensional
Conventional pretreatment MF/UF pretreatment Benefits
Capital cost
Cost competitive with MF/UFSlightly higher than conventional pretreatment.
Capital cost of MF/UF could be 0-25% higher
Foot print
Calls for larger footprintSignificantly smaller footprint
Foot print of MF/UF could be 30-50% of conventional filters.
Energy
requirement
Less than MF/UF as it could be gravity flow
Higher than conventional
MF/UF requires pumping of water through the
membranes.
Chemical
cost
High due to coagulant and process chemicals needed for optimization Chemical use is low, dependent on raw water qualityLess Chemicals
RO capital
cost
Higher than MF/UF since RO operates at lower dlux Higher flux is logically possible resulting in lower capital cost
Due to lower SDI values, RO can be operated at 20% higher flux if feasible
RO
operating
cost
Higher costs as fouling potential of RO feed water is high resulting in higher operating pressure Lower RO operating cost are expected due to less foulingThe NDP is likely to be lower if the feed water is pretreated by MF/UF.
Flux Backwash Backwash Backwash Chemical Cleaning Time
2. Meningkatkan fluks pada membran. a. Backwash
Cara ini adalah dengan memompakan kembali permeat ke saluran umpan untuk mengangkat material yang terdeposit pada permukaan membran.
Gambar 8. Proses backwash dan efek backwash terhadap tekanan dan fluks. ( I.G. Wenten Lecture Note)
Gambar 9. Nilai fluks terhadap waktu setelah dilakukan backwash. (I.G. Wenten Lecture Note)
Kebanyakan proses backwash dilakukan setiap 5-15 detik selama 1-10 menit.
b. Penyekat
Adanya penyekat pada permukaan membran akan meningkatkan nilai shear
umpan saat melewati umpan sehingga mengurangi resistensi hidrolik dari lapisan fouling.
c. lainnya
Intermittent Jets
Arus yang goyah dapat dihasilkan dengan menggunakan pompa intermiten untuk meningkatkan kecepatan aliran umpan dan akan turun ketika fluks akan meningkat.
Aliran naik-turun
Pulsations in the feed or permeate channels obtained with pistons
Adanya aliran naik turun pada umpan atau saluran permeate dapat diperoleh menggunakan piston. Aliran yang naik turun akan memperbesar nilai fluks pada membran.
Metode Listrik
Metode ini digunakan untuk fouling yang terdapat interaksi muatan antara muatan terlarut dan muatan membran.Sebuah medan magnet dapat diaplikasikan untuk fluida mengalir, dengan satu eleltroda ditempelkan atau ditempatkan pada membran dan elektroda lain pada cairan umpan, tetapi jauh dari permukaan membran.
3. Modifikasi Membran
Modifikasi membran dimaksudkan untuk meminimalisasi interaksi yang tidak diinginkan antara modul membran dan foulant
(adsorpsi). Dalam memodifikasi membran, dilakukan 3 pendekatan ( Susanto dan Ulbricht, 2009) yakni : (i) modifikasi polimer membran sebelum digunakan untuk membran (pre-modification), (ii) pencampuran polimer membran dengan polimer lain dan (iii) modifikasi setelah pembuatan membran ( post-modification). Pre-modification dapat menghasilkan polimer membran yang bagus namun membutuhkan waktu yang sangat lama, sehingga pencampuran polimer membran dengan polimer lain dan modifikasi setelah pembuatan membran adalah cara yang lebih efektif. [2]
a. Modifikasi dengan pencampuran polimer membran dengan polimer lain.
Pada modifikasi ini, nilai stabilitasnya tidak sebesar pada metode post-modification .Proses pada tahap ini sangat sederhana. Contoh bahan aditif pada metode ini adalah Polyvinylpyyrolidone (PVP) dan Poly Ethylen Glicol (PEG). Penambahan kedua zat aditif ini meningkatkatkan hidrofilitas sehingga ketahanan terhadap fouling juga meningkat. Tabel 2. Perbandingan kinerja membran untuk filtrasi larutan protein
No Membran Rasio fluks permeate / fluks air murni Rasio fluks setelah pencucian 1 PES (tanpa aditif) 0.26 0.29 2 PES-PVG 0.38 0.46 3 PES-PEG 0.40 0.51 4 PES-Plu 0.65 0.70
Semakin tinggi nilai rasio fluks permeat dan fluks air semakin tinggi, maka ketahanan membran terhadap fouling juga semakin meningkat. Pencucian digunakan menggunakan pencucian eksternal yakni air. [2]
b. Modifikasi setelah pembuatan membran (post-modification).
Pada modifikasi ini, dilakukan penambahan gugus fungsional pada permukaan membran dengan mempertahankan ketahanan kimia dan mekanik pada membran. Dua cara dalam menghasilkan membran tahan fouling yaitu (i) meningkatkan muatan permukaan membran sehingga terjadi gaya tolak-menolak antara
foulant dan membran dan (ii) hidrofilisasi untuk meningkatkan interaksi permukaan membran dan air.
Pada pendekatan meningkatkan muatan permukaan membran, sangat rentan terhadap kondisi umpan. Meskipun kinerja peningkatan muatan lebih baik namun, pendekatan hidrofilisasi tidak bergantung pada kondisi umpan yang masuk pada membran. Post-modification untuk pengendalian fouling
banyak dilakukan dengan berbagai teknik seperti ionization radiation, plasma atau corona discharge dan photo-irradiation (Ulbricht, 2006; Taniguchi dkk., 2003). Ketahanan membrane terhadap fouling
meningkat setelah dilakukan post-modification
namun terjadi penurunan fluks. Struktur pori juga mempengaruhi ketahanan membran terhadap fouling namun tidak signifikan dibanding bahan kimia penyusun membran. Untuk semua kasus, membran hasil modifikasi memiliki ketahanan yang lebih tinggi dibanding membran yang komersial. Namun dalam pembuatan membran modifikasi ini dibutuhkan tahap tambahan sehingga proses ini cukup rumit dan tidak sederhana. [2] c. Modifikasi membran
i. Rotating module
Modul ini terdiri dari dua silinder koaksial dimana silinder bagian dalam, yang berisi membran, berputar.
ii. Corrugated Membrane
Lipatan diberikan dalam membran datar pada jarak tertentu dari satu sama lain. Pemberian lipatan hanya berlaku untuk sistem modul plate and frame
iii. Transversal Flow
Dalam jenis modul ini, umpan mengalir tegak lurus terhadap fiber dan menghasilkan peningkatan perpindahan massa. Dalam konsep ini fiber bertindak sebagai promotor turbulensi.
iv. Vibratory membrane : Vsep TM
Mencegah masalah fouling pada permukaan membran
• Proses ini memiliki biaya operasional yang lebih tinggi karena motor penggetar tambahan. • Fouling tidak hanya terjadi pada permukaan tetapi juga di dalam pori yang masih belum dapat diatasi oleh VSEP.
Dari semua metode-metode yang telah dijelaskan sebelumnya, tidak ada satu pun metode yang dapat mencegah terjadinya fouling secara sempurna. Setiap metode
Ricardo Nainggolan, Pengendalian Fouling pada Sistem Pengolahan Air
berbasis Membran, 2015, 12-02 9
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
6. Pencucian fouling pada membrane Pembersihan dengan menggunakan asam adalah salah satu cara paling umum yang digunakan untuk menghilangkan fouling yang terbentuk pada membran. Ada 2 tipe dalam pembersihan fouling pada membran yakni :
a. Pembersihan dengan menggunakan bahan kimia.
Bahan kimia yang digunakan dapat bersifat asam kuat maupun basa kuat. HCl adalah
contoh dari asam yang paling sering digunakan untuk membersihkan fouling pada membran. Pada proses pembersihannya, umpan digantikan dengan bahan kimia pencuci sebagai aliran masuk membran. Penggunaan bahan kimia digunakan untuk meningkatkan kembali nilai fluks sehingga hilang tekan yang terjadi lebih kecil dibanding saat adanya
fouling pada permukaan membran. Penggunaan bahan kimia pada pembersihan membran dapat berefek pada membran itu sendiri.
Tabel 3. Jenis-jenis foulant yang terdapat pada membran serta bahan kimia yang tepat dalam pembersihan permukaan membran ( Siti Alimah, Sudi Ariyanto, Erlan Dewita , Pembersihan kimiawi fouling membran desalinasi RO (2014) )
Jenis Foulant Produsen Membran
FilmTec Fluid System Nitto Denko Toray CaCO3 HCl, H3PO4, asam
sitrat pH 4
Asam sitrat pH 2.5
Asam sitrat pH 4 Asam sitrat pH 2.5-4, ultrasil 70 pH 2-2.5 CaSO4/BaSO4/ SrSO4/CaF2 HCl,H3PO4, asam sitrat, asam sufamat pH 4 - Sodium tripolifosfat + Na4EDTA pH 10 -
SiO2 NaOH + Na2EDTA pH 12
- - -
Logam Oksida H3PO4, sodium hidrosulfit, NH2SO3H Asam sitrat pH 2.5 Asam Sitrat pH 4 - Koloid inorganic NaOH + sodium dodekilsulfat pH 12 - Sodium tripolifosfat + Na2EDTA pH 10 -
Materi Biologi NaOH + Na2EDTA, NaOH + sodium dodekilsulfat, sodium tripolifosfat +trisodium fosfat +EDTA pH 12 Sodium tripolifosfat + trisodium fosfat +EDTA pH 10-11 Sodium tripolifosfat + Na2EDTA, Sodium tripolifosfat + sodium dodekil pH 10 Sodium lauril sulfat +NaOH, ultrasil 10, pH 10-11
Organik NaOH + Na2EDTA, NaOH + sodium dodekilsulfat, sodium tripolifosfat +trisodium fosfat +EDTA pH 12 Sodium tripolifosfat + trisodium fosfat +EDTA pH 10-11 Sodium tripolifosfat + Na2EDTA, Sodium tripolifosfat + sodium dodekil pH 10
Tabel 4. Jenis-jenis foulant yang terdapat pada membran serta bahan kimia yang tepat dalam pembersihan permukaan membrane (I.G. Wenten Lecture Note)
Foulant Reagent Waktu dan
temperatur
Aksi Fats, oils, proteins,
polysaccharides, bacteria 0.5 N NaOH dan 200ppm Cl2 30-60 min 25-550C Hidrolisis dan oksidasi
DNA, mineral salts 0.1-0.5M acid (acetic, citric, nitric) 30-60 min 25-550C Pelarutan Fats, oils, biopolymers, proteins 0.1% SDS; 0.1% Triton X-100 30 min – overnight 25-550C Pembasahan, emulsifikasi, tersuspensi, disperse Cell fragments, fats,
oils, proteins
Enzyme, detergent 30 min – overnight 30-400C
Catalytic breakdown (proteolysis)
DNA 0.5 % DNAase 30 min – overnight
30-400C
Hidrolisis enzim
Fats, oils, and grease 20-50% ethanol 30 – 60 min
25-550C
Pelarutan
Khusus pengolahan air berikut tahap-tahap yang umum dilakukan terkait pembersihan fouling pada membran.
Mencegah pertumbuhan bakteri (biofouling) dengan menggunakan khlorin, serta menghambat pembentukan kerak CaCO3 dan BaSO4, dengan menggunakan sodium hexametafosfat.
Mengatur pH air umpan dengan menggunakan H2SO4.
Mengurangi kestabilan partikel dan penggumpalan partikel koloid dan zat organik terlarut karena adanya TSS (Total Padatan Suspensi), kekeruhan dan TOC (Total Organic Carbon) dengan menggunakan feriklorida.
Menghilangkan flok dari koloid dengan saringan pasir.
Menghilangkan besi dan mangan oksida menggunakan filter mangan zeolit.
Menghilangkan warna dengan filter karbon aktif.
Mencegah partikulat yang muncul tiba-tiba dalam air umpan, yaitu dengan cartridge filter 0,5 μm.
Menetralisasi sisa klorin aktif (akibat rendahnya ketahanan membran komposit poliamida terhadap klorin) dengan sodium metabisulfit (NaHSO3). [8]
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembersihan kimiawi, yaitu temperatur, pH, konsentrasi bahan kimia pembersih, waktu kontak antara larutan kimia dan membran, serta kondisi operasi seperti kecepatan aliran lawan arah dan tekanan. Pengaruh pH larutan pembersih terhadap efisiensi pembersihan untuk masing-masing
foulant berbeda-beda, karena tingkat pengaruh pH larutan terhadap reaksi kimia foulant dan larutan pembersih juga berbeda. Untuk memperoleh efek pembersihan yang baik, kecepatan aliran lawan arah harus lebih tinggi dan tekanan lebih rendah dari yang biasa digunakan selama operasi normal. Waktu kontak antara larutan kimia dan membran tergantung pada jenis dan tingkatan fouling.
Ricardo Nainggolan, Pengendalian Fouling pada Sistem Pengolahan Air berbasis Membran, 2015, 12-02 11
Fl
u
x
Cl
e
an
in
g
Cl
e
an
in
g
Time
Irreversible Foulingb. Pembersihan langsung membran ( Clean in Place)
Cara ini adalah dengan membersihkan
fouling secara langsung pada permukaan membran. Pada umumnya cara ini digunakan pada proses pengolahan air berkas ( air didaur ulang ) dan mikrobiologi yang menyebabkan
fouling (biofouling). Fouling pada membrane langsung dibersihkan secara langsung dengan mengangkat setiap fouling yang terbentuk pada membran. Cara ini sangat efektif dan bersih untuk membersihkan fouling. Namun memiliki kekurangan yakni kurang efisien dan cukup rumit dalam pelaksanaannya.
Pembersihan terus-menerus pada membran akan mengurangi selektifitas membran dan mengurangi umur dari membran.
Gambar 10. Nilai fluks pada membran setelah dilakukan pembersihan pada membran. ( I.G. Wenten Lecture Note)
Ada beberapa faktor yang diperhatikan selama pencucian membran yakni :
a. Material dan sifat membran
Menentukan ketahanan membran terhadap bahan kimia
b. Mekanika fluida
Dipompakan hingga dicapai aliran turbulen, tekanan serendah mungkin namun laju alir tinggi.
c. Waktu
Waktu pencucian yang terlalu lama dapat mengurangi kemampuan membran.
d. Temperatur
Sebaiknya setinggi mungkin namun pada rentang yang wajar.
e. Kualitas Air
Menggunakan soft water f. pH
Basa efektif untuk foulant organic dan protein sedangkan asam untuk inorganic fouling.
Gambar 11. Pemodelan dalam pencucian membran
Kesimpulan
Air pada kehidupan sehari-hari adalah kebutuhan primer dalam hidup manusia. Salah satu media dalam pengolahan air yang banyak digunakan saat ini adalah pengolahan menggunakan membran. Proses pemurnian air yang unik pada membran, dapat digunakan pada kondisi ruang dan konsumsi energi rendah menjadi keuntungan dalam penggunaan membran sebagai media pengolahan air.
Salah satu kendala utama pada proses berbasis teknologi membran adalah fouling. Fouling pada membran secara signifikan menurunkan kinerja membran. Oleh sebab itu penting untuk dilakukan penanganan terhadap fouling. Dalam proses pengendalian fouling ada 3 yakni penanganan dengan integrasi unit awal (pre-treatment), modifikasi membran, dan meningkatkan fluks pada membran. Dalam pemilihan proses pengendalian fouling, dipilih sesuai dengan jenis fouling dan mekanisme terjadinya fouling. Tidak ada metode pengendalian yang sempurna dimana ada kekurangan dan kesesuaian masing-masing. Untuk penanganan fouling yang telah
terjadi dapat dilakukan dengan menggunakan metode pembersihan menggunakan bahan kimiawi (asam atau basa) dan pembersihan
fouling pada permukaan membran secara langsung.
Daftar Pustaka
[1]David M. Warsinger, Jaichander Swaminathan, Elana Guillen-Burrieza, Hassan A. Arafat, John H. Lienhard, Scaling and fouling and membrane distillation for desalination application : A review (2015) 294-313 (Journal)
[2]Heru Susanto, Asteria Apriliani Susanto, I Nyoman Widiasa , Karakteristik interaksi membrane-foulant dan foulant-foulant sebagai dasar pengendalian fouling (2012) 17-24. (Journal) [3] I Gede Wenten , Desain Proses Berbasis Membran (2014) 38-39. (Lecture Note)
[4] I Gede Wenten , Polarisasi Konsentrasi dan Fouling pada Memban (2013) 3-27. (Lecture Note) [5] I Gede Wenten, Teknik Regenerasi Membran. (2012) 3-20. (Lecture Note)
Ricardo Nainggolan, Pengendalian Fouling pada Sistem Pengolahan Air
berbasis Membran, 2015, 12-02 13
[6] I Gede Wenten , Troubleshooting dalam operasi membran (2013) 38-39. (Lecture Note)
[7]Leonard D. Tijinga, Yun Chul Wooa, June-Seok Choib, Sangho Leec, Seung-Hyun Kimd, Ho Kyong Shona, Fouling and its control in membrane distillation—A review (2015) 215-244 (Journal) [8]Siti Alimah, Sudi Ariyanto, Erlan Dewita , Pembersihan kimiawi fouling membran desalinasi RO (2014) 413-419 (Journal)
[9]Qianhong She, Rong Wang, Anthony G. Fane, Chuyang Y. Tang , Membrane Fouling in Osmotically Driven Membrane Processes: A Review (2015) 14-56. (Journal)