• Tidak ada hasil yang ditemukan

Difusi Inovasi Program E-Retribusi Pemkot Surakarta (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Program E-Retribusi di Kota Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Difusi Inovasi Program E-Retribusi Pemkot Surakarta (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Program E-Retribusi di Kota Surakarta)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

DIFUSI INOVASI PROGRAM E-RETRIBUSI PEMKOT

SURAKARTA

(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Program

E-Retribusi di Kota Surakarta)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika

Oleh :

Muhammad L. Fauzi L100120053

PROGAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

DIFUSI INOVASI PROGRAM E-RETRIBUSI PEMKOT SURAKARTA (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Program E-Retribusi di

Kota Surakarta)

Abstrak

Program e-retribusi adalah salah satu program pemkot Surakarta guna meningkatkan pelayanan retribusi yang cepat, tepat, terbuka dan dan mengurangi terjadinya penyelewengan. Program e-retribusi ini menjadi bagian dari Program

Solo Smart City. Pembayaran retribusi yang dilakukan pada program e-retribusi

ini system pembayaran retribusi dilaksanakan memanfaatkan kartu sebagai alat transaksi nontunai dan dapat dimanfaatkan berkali-kali. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui difusi inovasi program e-retribusi ini mengenai penerimaan masyarakat dan juga program ini akan berjalan seperti apa benarkah masyarakat bisa menerimanya. Metode penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dimana dilaksanaka di pemkot kota Surakarta mengenai inovasi program retribusi pasar. Jenis data yang dipakai untuk analisa data kualitatif. Teknik pengumpulan datanya digunakan melalui wawancara dan observasi. Informan penelitian ini adalah kepala dinas pasar, staf dinas pasar, humas dinas pasar dan pedagang tradisional. Analisis data dengan analisa interaktif. Hasil penelitian diketahui difusi inovasi e-retribusi ini adalah cara agar pedagang diberikan kemudahan dalam membayar pajak atau retribusi. Adanya komunikasi antar pribadi, informasi mengenai inovasi program e-retribusi menjadi lebih mudah dipahami oleh pedagang pasar tradisional, selain itu juga dapat dengan cepat mempengaruhi pedagang pasar tradisional sehingga dapat mengadopsi inovasi program e-retribusi dengan cepat.

.

Kata Kunci : Difusi Inovasi, Program E-Retribusi, Pajak, Adopter

Abstract

E-retribution programme is one of Solo Government programme aims to improve retribution service that promply and transparantly avoid missappropriation. This e-retribution programme is an acceleration of Solo Smart City programme. Retribution payment non cash transaction and can be used for repeatedly. This research aimed to know about diffusion innovation e-retribution programme acceptance and proceed in society. Research method was a qualitative descriptive used in Surakarta government innovation programme of retribution. Data has been collected by interview and observation. Interviewees were head of departement market, staff departement market, public realtion departement market and traditional tradesman. Data was analyzed by interactive analysis. This diffusion of e-retribution innovations is a way for traders to be given the ease of paying taxes or retribution. The existence of inter-private communication, about

(6)

2

the innovation of e-Retribution program becomes easier to understand by traditional market traders, also can quickly affect traditional market traders so as to adopt the program innovation e-retribution quickly.

Keywords : Diffusion Innovation, E-Retribution Programme, Tax, Adopter

1. PENDAHULUAN

Berkembangnya kotamadya Surakarta menjadi kota yang smart (cerdas) ditunjukkan dengan diperolehnya penghargaan smart city tahun 2015. Penghargaan itu diserahkan dari Pemerintah Pusat lewat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPENAS) yang menjalin kerjasama dengan media nasional. Kriteria penghargaan kota cerdas (Smart City) ini didasarkan melalui indeks kota cerdas di Indonesia dimana penilaian indikatornya adalah dapat melayani dan memenuhi kebutuhan warga Surakarta dengan efektif dan efisien dan berkelanjutan, kemudian pengelolaan pemerintahan seperti manajemen pemerintahan dengan baik, sistem pengaduan, transparansi, pelayanan kesehatan, juga sistem informasi yang mudah diakses masyarakat.

Pemkot Surakarta guna mewujudkan Solo Smart City sudah mencoba berbagai macam program pelayanan yang dapat memberikan kemudahan pada masyarakat dan juga bisa memenuhi transparansi seperti yang diharapkan masyarakat. Program Solo Smart City ini satu diantaranya yaitu program e-retribusi. Dimana kota Surakarta merupakan kota pertama di Jawa Tengah yang menjadikan pengumpulan retribusi dilakukan dengan elektronik (e-retribusi). Pembayaran retribusi yang dilaksanakan dengan elektronik melalui pemanfaatan kartu menjadi alat transaksi nontunai pada jumlah kecil dimana beban negara untuk mencetak uang karta juga akan berkurang. Program ini mulai diberlakukan di beberapa pasar tradisional di Kota Surakarta pada bulan September 2016. Program e-retribusi ini menjadi salah satu program Pemerintah kota Surakarta pada program pajak yang sumbernya berasal dari retribusi pasar tradisional. Menurut Putra (2016) retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pemkot Surakarta guna meningkatkan pelayanan retribusi yang mudah, murah, terbuka dan bisa

(7)

3

menghindari terjadinya penyelewengan saat pengumpulannya. Cara ini juga dapat menumbuhkan budaya menabung di kalangan pedagang tradisional. Program ini merupakan hasil kerjasama pemerintah kota Surakarta dengan Bank. Kerjasama pertama dilaksanakan dengan Bank Jateng untuk pembayaran retribusi di pasar depok dan pasar singosaren. Dimana penandatanganan nota kesepakatan dilakukan oleh Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Surakarta Subagyo dan Pimpinan cabang Bank Jateng Suharto (news.detik.com).

Program e-retribusi menjadi program pemkot Surakarta guna menambah pelayanan retribusi yang lebih cepat, tepat, terbuka dan menghindarkan adanya penyelewengan. Melalui program e-retribusi ini di harapkan bisa mengembangkan budaya menabung di kalangan pedagang pasar tradisional. Pemkot Surakarta juga sudah menetapkan program e-retribusi ini tanggal 9 September 2016 di dua pasar yaitu pasar gede dan pasar gilingan. Sebenarnya peluncuran program e-retribusi telah di mulai di pasar depok dan di pasar singasaren, namun program e-retribusi yang diadakan di pasar gede dan pasar gilingan ini yang resminya. Program e-retribusi ini diadakan biar pengelolaan restribusi daerah dari pasar tradisional lebih transparan dan akuntabel.

Pada tahun 2016, di kota Surakarta sudah ada empat pasar tradisional yang telah menggunakan e-retribusi, dan ditargetkan tahun 2017 semua pasar tradisional di Surakarta (43 pasar) telah menjalankan program e-retribusi. Program e-retribusi ini adalah difusi inovasi program pajak daerah dimana hal ini akan berlaku di Pemkot Surakarta. Program e-retribusi ini ditujukan untuk pedagang pasar tradisional dengan membayar pajak retribusi dimana pajak yang dibayar nantinya akan manfaatnya akan kembali ke pedagang pasar tradisional guna perbaikan pasar tradisional dan juga pengembangan pasar tradisional. Menurut Rogers (Buddy, 2006) difusi inovasi merupakan ide dan teknologi yang mulai dikembangkan di masyarakat yang berbudaya. Li (2011) di jurnalnya menjelaskan juga mengenai difusi inovasi adalah dasar guna memperkirakan kesuksesan teknologi yang telah dikembangkan. Sehingga bisa diungkapkan dimana difusi inovasi ini adalah jadi titik balik atas satu produk inovasi apabila berhasil akan berhasil tapi jika tidak maka akan membuat difusi inovasi pada program tidak dapat berkembang. Dapat dijelaskan mengenai program e-retribusi

(8)

4

dari pemkot Surakarta menjadi produk teknologi dengan ide modern mengenai retribusi pasar tradisional dan ini bagi masyarakat Surakarta merupakan program baru yang menyebabkan adanya gejolak utamanya pada pedagang di pasar tradisional yang memiliki anggapan beda dengan program ini yang akan menyusahkannya.

Penelitian ini mengacu pula pada penelitian Putri (2017) Difusi Inovasi Program Pajak E-Filling (Studi Deskriptif Kualitatif Dengan Pendekatan Teori Difusi Inovasi Program Pajak e-filling Kantor Radio Republik Indonesia di Surakarta). Dengan hasil penelitian e-filling merupakan bagian dari sebuah inovasi dikarenakan memiliki karakteristik keunggulan relatif, kompabilitas, kerumitan, diujicobakan dan kemampuan diamati. Selain itu adopter lebih cenderung menggunakan komunikasi interpersonal dalam menerima inovasi e-filling. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada programnya dan persamaannya adalah sama-sama menganalisa difusi inovasi program.

Penelitian yang lain dari Sucahya dan Surachman (2017) judulnya Difusi Inovasi Bank Sampah (Model Difusi Inovasi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Bank Sampah Alam Lestari di Kota Serang Provinsi Banten). Hasil penelitiannya Strategi komunikasi pengelola bank sampah Alam Lestari dalam mengembangkan program bank sampah tidak cukup baik. Pembuatan strategi oleh pengelola belum menyentuh dan melibatkan masyarakat yang lebih luas lagi. Penelitian deskriptif kualitatif ini sama-sama meneliti difusi inovasi dan perbedaannya program yang di analisa.

Berdasar hal tersebut di atas pada penelitian ini peneliti akan melakukan analisis mengenai difusi inovasi program e-retribusi dan juga mengetahui mengenai penerimaan masyarakat akan program ini juga seperti apa berjalannya program e-retribusi.

Saat teknologi atau inovasi baru diterima dengan sangat cepat oleh semua orang, dan fenomena itu disebut dengan explode intobeing atau meledak sampai benar - benar ada programnya. Seorang ahli ilmu sosial mencoba untuk menjelaskan fenomena penerimaan inovasi ini, dengan konsep massa kritis yang diambil dari istilah ilmu fisika. Pada ilmu fisika, massa kritis ini adalah sejumlah unsur atau agen radioktif yang dipakai guna mendapatkan reaksi beruntun. Pada

(9)

5

komunikasi massa, massa kritis ini merupakan satu titik dimana saat terjadi penerimaan inovasi, dan saat itu orang yang menerima dalam jumlah besar. Hal itu yang dinyatakan di jurnal Lee (2011) mengenai inovasi itu bisa berhasil saat banyak yang dapat menerimanya dan mengharapkan bisa memanfaatkan.

Sedangkan Roger (1983) dalam (Buddy, 2006) juga menyatakan bahwa inovasi ini sebuah ide, praktik atau objek yang dianggap sebuah hal yang baru oleh individu. Inovasi masuk di wilayah yang memungkinkan terjadinya perbedaan pandangan tiap individu, komunitas masyarakat atau sistem sosial akan memandang adanya inovasi. Sebuah inovasi dapat ditemukan namun bila masih ada individu yang masih menganggap inovasi itu sebagai sesuatu yang baru maka sesuatu itu masih bisa disebut sebagai sebuah inovasi yang baru untuknya. Sedangkan difusi bisa diartikan sebagai proses dimana inovasi disampaikan atau dikomunikasikan melalui saluran tertentu sepanjang waktu antar anggota sistem sosial. Dan komunikasi adalah proses dimana partisipan membuat dan membagi informasi kepada pihak lain guna mencapai keinginannya pada tahap saling memahami. Difusi bisa diartikan sebagai tipe komunikasi khusus yang mana pesan ini sebagai ide baru. Difusi tidak terlepas dari inovasi, karena proses utama difusi adalah diadopsinya sebuah inovasi oleh anggota sistem sosial dan anggota sistem sosial tersebut adalah individu, kelompok informal, organisasi dan sub sistem (Alasfor, 2016).

Rogers (Morisson, 2010) menyampaikan tentang lima kategori dalam penerima inovasi yang dapat terjadi di seluruh kalangan masyarakat seperti inovator, penerima awal, mayoritas awal, mayoritas terlambat, dan kelompok tertinggal. Dan tentang inovasi itu sendiri, Roger mengemukakan 5 ciri penerimaan inovasi seperti yang dapat diharapkan oleh penerimanya. Pertama keuntungan relatif dan inovasi itu, Sehingga semakin jelas bahwa semakin diingat orang inovasi itu maka akan dapat meningkatkan keuntungan relatif mereka atas situasi yang ada, dan semakin cenderung malas orang menerimanya maka akan sulit berkembang inovasi. Saat menerima ide mengenai inovasi teknologi merupakan faktor penting dalam perubahan sosial, maka penyebaran dan penerimaan inovasi menjadi proses yang nyata penting untuk dipelajari.

(10)

6

Roger berpendapat bahwa ada 4 hal yang perlu dilakukannya penyebaran dan penerimaan inovasi 1) Inovasi itu sendiri, 2) Komunikasi inovasi. 3) Sistem sosial tempat terjadinya proses penyebaran dan penerimaannya dan 4) Aspek waktu. Seperti diuraikan di atas inovasi menjadi sebuah ide baru, jadi inovasi mungkin berupa sejenis mode, gerakan sosial, pekakas baru, atau perkembangan teknologi. Sebagian besar Roger membahas mengenai teknolgi, tetapi juga menekankan kalau kita perlu membatasi pengertian inovasi pada teknologinya. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), studi difusi mengkaji pesan – pesan yang disampaikan itu menyangkut hal – hal yang di anggap baru maka di pihak penerima akan timbul suatu derajat resiko tertentu yang menyebabkan perilaku yang berbeda pada penerima pesan (Rogers, 1971:5-6).

Pendapat Bungin (2006) mengemukakan tentang 5 tahapan pada proses difusi inovasi. Pertama pengetahuan, kesadaran seseorang mengenai keberadaan inovasi dan perlunya pemahaman tertentu mengenai seperti apa inovasi tersebut berfungsi. Kedua persuasi, seseorang membentuk / memiliki sifat yang menyetujui atau tidak menyetujui adanya inovasi itu. Ketiga keputusan individu dilibatkan dalam kegiatan yang dapat mengarahkannya dalam satu pilihan untuk mengunakan inovasi tersebut. Keempat pelaksanaan, individu melakukan keputusannya seperti apa yang dipilihnya. Kelima konfirmasi, individu bisa mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang akan diambilnya, tapi dapat berubah keputusan yang sebelumnya telah dipilinihnya dan bila pesan itu mengenai inovasi yang dimengertinya berbeda dengan yang lainnya.

Proses adopsi menurut Rogers dan Shoemaker (1971) memiliki lima tahapan proses, yaitu: 1) Knowledge, Pengetahuan tentang suatu inovasi. Dalam tahap ini masyarakat sedang mempelajari atau memahami tentang suatu inovasi dikarenakan inovasi dalam tahap ini baru disosialisasikan. 2) Persuasion, individu mulai menentukan sikap menyenangi atau tidak suatu inovasi. 3) Decisions, keluar saat individu atau unit pengambil keputusan lainnya ikut dilibatkan pada kegiatan yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi. Penolakan inovasi sendiri terbagi menjadi dua, yang pertama adalah active rejection, diamana suatu individu mencoba dan berfikir akan mengadopsi suatu inovasi tetapi pada akhirnya mereka menolak. Dan passive rejection, dimana suatu

(11)

7

individu benar – benar memilih untuk tidak mengadopsi suatu inovasi. 4)

Implementation, ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya

menetapkan penggunaan suatu inovasi. Dalam tahap ini pengguna masih didampingi oleh agen perubahan untuk mengurangi tingkat ketidak pastian dari akibatnya. 5) Confirmation, ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya (Amalia, 2017).

Gambar 1 : lima tahap pengambilan keputusan Sumber: Miranda, Marilia Queiroz (2016)

Pada tahapan Knowledge ini calon adopter mencari tahu tentang suatu inovasi dan kemudahan dalam penggunaan suatu inovasi tersebut. Calon adopter akan mengumpulkan informasi tentang suatu inovasi, yang dalam tahap ini didapat melalui komunikasi massa seperti billboard atau radio. Tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan keputusan yaitu: (1) Karakteristik sosial ekonomi, (2) Nilai-nilai pribadi dan, (3) pola komunikasi (Wirdyaningrum, 2014).

Quinn dan Mintzberg (1991 : 23) berpendapat bahwa strategi berkaitan dengan lima hal, yaitu : 1) Strategy as a plan. Strategi merupakan suatu rencana yang menjadi pedoman bagi organisasi untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. 2) Strategy as a pattern. Strategi merupakan pola tindakan konsisten yang dijalankan organisasi dalam jangka waktu lama. 3) Strategy as a

(12)

8

position. Strategi merupakan cara organisasi dalam menempatkan atau

mengalokasikan sesuatu pada posisi yang tepat. 4) Strategy as a perspective. Strategi merupakan cara pandang organisasi dalam menjalankan kebijakan. Cara pandang ini berkaitan dengan visi budaya organisasi. 5) Strategy as a play. Strategi merupakan cara bermain atau maneuver spesifik yang dilakukan organisasi dengan tujuan untuk mengalahkan competitor.

Strategi merupakan perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi dalam pelaksanaannya. Dimana pengertian strategi komunikasi menurut Efendi (2006) yaitu “strategi komunikasi yang merupakan penggabungan dari perencanaan komunikasi (communication planning ) dan manajemen komunikasi (communication management) dimana akhirnya bisa tervapai tujuan yang ingin dicapainya. Biar tercapai tujuan tersebut, maka strategi komunikasi yang dipilih dapat menunjukkan bagaimana kegiatan operasionalnya secara teknis perlu dilakukan, dimana diartikan tentang pendekatan (appoarch) bisa berbeda setiap waktu dengan menyesuaikan keadaan.

Strategi komunikasi, menurut Liliweri (2011) menyatakan bahwa 1) Strategi yang mengartikulasikan, mengartikan dan memperkenalkan adanya visi komunikasi dan satuan tujuan komunikasi dalam kondisi yang tepat, 2) Strategi busa untuk membentuk komunikasi yang sama seperti komunikasi yang dilakukan seperti yang telah dipilihnya (keputusan) dari berbagai pilihan komunikasi, 3) Strategi komunikasi mengartikan tahapan nyata pada serangkaian kegiatan komunikasi yang berdasar pada satuan teknik guna melakukan tujuan komunikasi, 4) Strategi berfungsi sebagai sarana guna merubah tindakan untuk dapat mencapai tujuan komunikasi.

Pada perumusan strategi komunikasi akan mengikutkan unsur – unsur komunikasi itu sendiri, seperti saya bicara dengan siapa, yang dibicarakan apa, mau menyampaikan informasi apa, seperti apa informasi itu disampaikan, dan bagaimana mengetahui informasi tersebut sudah dipahami.

Strategi komunikasi yang dilaksanakan pada setiap aktifitas komunikasi yang memiliki tujuan tertentu, dimana dengan cara tertentu dalam melaksanakannya komunikasi diharapkan bisa mencapai keberhasilan dengan adanya perubahan pada khalayak sesuai dengan harapan komunikator. Menurut

(13)

9

Pace, Petterson dan Burnett (dalam Onong, 2006), menyatakan bahwa tujuan sentral strategi komunikasi adalah 1) To secure understanding : memperjelas mengenai yang diajak bicara tahu pesannya, 2) To establish acceptance : yang diajak bicara jika sudah tahu dan paham, maka lawan bicara harus diarahkan, 3)

To motivate action : motivasi menjadi tujuan akhir. Pada hal ini, strategi

komunikasi yang dilaksanakan memiliki tahapan yang berhubungan, dimana pesan yang disampaikan tidak hanya mampu diterima, dimengerti, dilakukan oleh khalayak, namun juga dipertahankan secara terus-menerus. Pada prosesnya dibutuhkan pembinaan pada khalayak sehingga akhirnya khalayak memilih keputusan seperti pesan yang diterimanya.

Pesan yang diberikan pada khalayak yang dituju akan efektif, ada beberapa faktor- faktor penting dalam strategi komunikasi. Faktor - faktor tersebut menurut Arifin (1994) adalah 1) Mengenal khalayak merupakan langkah pertama, dimana hal ini dimaksudkan sebagai upaya membentuk komunikasi yang efektif. Jika diingat bahwa dalam kegiatan komunikasi, khalayak tidak aktif, maka antara komunikan dengan komunikan tidak hanya saling berhubungan namun juga saling mempengaruhi. 2) Menyusun pesan, pesan perlu dapat mendorong attention. Attention dengan melihat lebih intensif, dan itu dapat dikatakan bahwa tidak semua yang dilihat dapat membentuk attention. Dan karena itulah awal dari efekifitas komunikasi itu dengan di bangunnya attention dari khalayak melalui info-info yang didapatkannya. 3) Menetapkan cara, guna mencapai kemampuan pada komunikasi, baik itu ketepatan info yang disampaikan serta disesuaikan pada keadaan yang mendengarkan dan semuanya, maka teknik komunikasi dapat terlibat membentuk penyampaian info dari yang melaksanakan transformasi pesan. 4) Penyampaian pesan dapat disaksikan pada dua hal yaitu menurut teknik dilaksanakannya dan sesuai wujud isinya.

Menurut teknik pemakaiannya ditetapkan dalam dua bentuk, seperti teknik redundancy adalah teknik membuat khalayak melewati cara mengulang – ulang pesan yang ditujukan untuk khalayak dan teknik canalizing adalah membuat khalayak untuk menerima pesan yang disampaikan, lalu pelan – pelan dapat merubah sikap dan pola pikirnya ke arah yang kita inginkan. Sedangkan menurut isinya dikenal beberapa teknik, teknik informatif akan ditujukan pada penggunaan

(14)

10

akal pikiran khalayak dan dilakukan dalam bentuk pernyataan berupa keterangan, penerangan, berita, dan sebagainya. Teknik persuasif, membentuk khalayak melewati jalan mempengaruhi, baik pikiran maupun perasaan. Teknik edukatif adalah memberi ide pada khalayak seperti halnya kejadian – kejadian, pendapat, pengalaman yang bisa dipertanggung jawabkan dari sesi ketetapan yang telah ditetapkan, teratur dan direncanakan melalui harapan bisa merubah perilaku seseorang ke arah yang diharapkan. Teknik kursif , membentuk khalayak melewati usaha memaksa dan tidak memberi kesempatan memikirkannya sehingga dapat menerima ide – ide yang disampaikan, disampaikan melalui suatu kebijakan – kebijakan, peraturan, pengekangan, dan biasanya di belakangnya ada kekuatan besar yang mendukungnya. 5) Dipilihnya sarana komunikasi, agar dapat melewati tujuan komunikasi, mereka dapat menetapkan satu – satu atau beberapa media secara bersama, menyesuaikan tujuan yang akan dilewatinya, info yang diberikan dan cara yang digunakan, karena setiap tahap memiliki kelebihan dan kelemahannya sendiri – sendiri. 6) Peranan komunikator, menurut Arifin, mengemukakan mengenai kegiatan komunikasi antara yang mengajak bicara dan yang diajak bicara, tugas komunikator lebih menentukan bisa du terimanya informasi yang diberikan pada pendengarnya.

2. METODE

Penelitian yang dilaksanakan peneliti memakai metode deskriptif kualitatif, dimana metode tersebut merupakan cara penelitian yang dilakukan secara nyata disamakan sesuai dengan keadaan di lokasi penelitian dan tidak dilakukan perubahan. Data – data diperoleh pada penelitian ini jenisnya merupakan data deskriptif yang fokus pada perhatian masalah atau kejadian – kejadian yang terjadi saat penelitian dilakukan atau adanya masalah yang bentuknya riil, lalu menggambarkan kejadian – kejadian nyata tentang permasalahan yang sedang diteliti diikuti dengan penilaian yang tepat (Sutopo, 2002).

Penelitian ini dilakukan di Pemerintahan Kota Surakarta tentang inovasi program e-retribusi pasar. Jenis data yang dipakai untuk analisa data kualitatif.

Teknik pengumpulan datanya digunakan melalui wawancara dan observasi. Moleong (2004), menjelaskan wawancara merupakan pertukaran

(15)

11

informasi antara dua belah pihak, antara yang melakukan wawancara untuk memberikan pertanyaan serta yang di wawancara karena bisa menjawab pertanyaan yang diberikan. Data primer disini diperoleh selama dilakukan interview pada responden yang menjadi narasumber. Teknik pengumpulan data disini memakaicara wawancara terhadap informan yang menjadi narasumber karena memiliki kapasitas mengerti program e-retribusi serta orang – orang yang mengelola program e-retribusi. Observasi merupakan metode pengambilan data yang dilakukan langsung di lokasi penelitian mengenai masalah suatu peristiwa yang diteliti.

Pada penelitian ini dalam menetapkan informan penelitian memakai teknik purposive sampling. Teknik purposive adalah teknik untuk menentukan informan yang didasarkan pada pertimbangan karena mengerti dan mempunyai informasi tentang program e-retribusi. Informan yang dipilih adalah : a. Kepala dinas pasar Bapak Subagyo, b. Humas dinas pasar Ibu Ida Kurnia W, c. Pedagang pasar depok Bapak Hari Y, d. Pedagang pasar gilingan Ibu Sumiyati, e. Pedagang pasar gede Mas Wahyu, f. Petugas dinas pasr Bapak Santoso.

Data penelitian yang telah diperoleh kemudian perlu di uji validitas datanya memakai pengujian triangulasi (Sutopo, 2002). Triangulasi merupakan cara untuk memeriksa keakuratan data yang menggunakan sesuatu yang beda untuk dibandingkan dengan data – data dari wawancara sesuai permasalahannya. Triangulasi sumber adalah membedakan dan memeriksa lagi tingkat kepercayaan dari semua data yang telah didapatkan sesuai masa dan sarana tidak sama pada penelitian kualitatif (Moleong, 2004). Cara – cara dipakai pada triangulasi terdiri dari mengkomparasi data pengamatan dan juga data yang di dapat dari interview, mengkomparasi semua ungkapan narasumber saat bersama dengan apa yang diungkapkan personal, membandingkan apa yang diungkapkan informan mengenai keadaan penelitian dengan apa yang diungkapkan setiap saat, membandingkan keadaan dan pandangan narasumber dari bermacam – macam ungkapan dan pemikiran masyarakat disetiap strata, dan mengkomparasi hasil wawancara sesuai pedoman yang saling berhubungan.

Guna dapat memberikan jawaban atas permasalahan, maka peneliti akan mengalisis data, teknik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada

(16)

12

interview model analysis (model analisis interaktif). Dimana terdapat tiga komponen analisis data, yaitu reduksi data, penyajian data, selanjutnya penarikan dan pengujian kesimpulan. Teknik analisis Miles dan Huberman dalam Pawito (2008) menjelaskan bahwa reduksi data merupakan upaya yang dilakukan peneliti selama analisis data dilakukan dan tidak terpisahkan dari analisis data. Sedangkan pengertian untuk penyajian data melibatkan langkah – langkah mengorganisasikan data, yakni pengelompokan data. Pada tahap penarikan dan pengujian kesimpulan, peneliti mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola data yang ada.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemerintah kota Surkarta telah selesai merevitalisasi pasar tradisional antara lain dengan melakukan pembenahan bangunan fisik pasar maupun tata kelola pasar dibawah Dinas Pengelolaan Pasar (DPP). Revitalisasi pasar tradisional selain berupa pembangunan fisik juga dilakukan dengan melakukan sosialisasi manajemen pengelolaan keuangan kepada paguyuban pedagang pasar yang bekerja sama dengan pihak perbankan seperti bank Jateng, BTN, BNI dan sebagainya. Pihak perbankan sebagai mitra kerja pemerintah dan paguyuban pedagang pasar saling bekerja sama untuk mewujudkan visi Solo Smart City antara lain dengan penerapan sistem pembayaran retribusi pasar dengan e-retribusi.

Beberapa pasar tradisional di Surakarta yang mengadopsi sistem e-retribusi pada awal program ini di perkenalkan terdiri dari lima pasar yaitu pasar gede, pasar klewer, pasar gilingan, pasar singosaren, dan pasar gading. Bebebrapa hal yang menjadi pertimbangan pasar – pasar tersebut menjadi pilihan pertama dari sistem e-retribusi bisa dicermati dari karakteristik pasar tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai difusi inovasi program e-retribusi pasar di Surakarta, berikut adalah penjabaran dari hasil penelitian yang akan sekaligus dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitiannya.

Kota Surakarta secara secara administratif dibagi menjadi lima kecamatan dan masing – masing kecamatan terdiri dari kelurahan. Di kota

(17)

13

Surakarta guna memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat tersedia pasar tradisional yang tersebar di setiap kecamatan. Pasar tradisional di Kota Surakarta pada tahun 2018 berjumlah 44 pasar. program e-retribusi merupakan program yang telah berjalan dari tahun 2016 jadi di tahun 2018 ini program e-retribusi telah berjalan hampir tiga tahun jadi kalangan pedagang pasar tradisional program ini sudah bukan program yang asing. Menurut informan 3 mengatakan berikut :

Pedagang di pasar sini untuk program retribusi elektronik sudah tidak

asing karena kan sudah dua tahun lebih ya berjalan hanya saja ada sebagian dari pedagang yang tidak suka dengan program ini jadi ya

mereka tetap saja memilih untuk membayar secara manual” (Bapak Hari

pedagang pasar depok, 2019).

Sedangkan informan 4 mengatakan sebagai berikut :

Program retribusi yang sekarang dibayar dengan kartu seperti kartu

ATM itu kami tahu disini baru tahun ini diberlakukan jadi ya pedagang disini tahu kan pernah di sosialisasikan juga sebelumnya mengenai

program ini” (Ibu Sumiyati pedagang pasar gilingan, 2019)

Hal menunjukkan bahwa pedagang pasar tradisional di Kota Surakarta mengetahui program e-retribusi ini walaupun ada sebagian pedagang yang tidak peduli dengan adanya program e-retribusi ini. Di Kota Surakarta ini terdapat sebagian pedagang pasar tradisional yang tetap ingin mempertahankan pembayaran retribusi secara manual karena menurut mereka jauh lebih mudah. Berikut penuturan informan 5 :

Pedagang sini memang sebagian tidak mau membayar dengan kartu itu

karena menurut mereka lebih mudah tidak akan lupa karena petugas

mendatangi, selain itu juga tidak ribert sistemnya” (Mas Wahyu pedagang

(18)

14

Dari uraian wawancara itu menunjukkan bahwa memang di Kota Surakarta ini pasar tradisionalnya sudah dibuat modern, bersih dan rapi namun perilaku pedagang yang berjualan di dalamnya tetaplah sama walaupun menurut beberapa kalangan dengan e-retribusi ini lebih mudah, modern dan transparan namun pedagang tetap memilih membayar secara manual untuk retribusinya. Ada sebagian pedagang yang merasa tidak perlu mengikuti program e-retribusi karena akan menyusahkan mereka. Hal itu pula yang diungkapkan karena sebagian pedagang tidak mau mengikuti program e-retribusi.

Jadi pedagang sebenarnya mau untuk membayar retribusi secara elektronik, namun pemahaman akan adanya kesulitan dan tidak sesuai dengan keinginan mereka membuat mereka tidak membayar secara elektronik.

Dengan melihat hal tersebut maka dinas pasar dalam mensosialisasi program e-retribusi ini tidaklah mudah, perlu adanya inovasi dan adopsi informasi agar lebih mudah untuk sampai ke pedagang pesan yang akan disampaikan terkait program e-retribusi ini. Inovasi adalah salah satu ide, praktik, atau hal baru yang diterima oleh masyarakat maupun individu, dimana akan disebarluaskan kemudian diadopsi oleh masyarakat melalui saluran komunikasi tertentu (Rogers dalam Wood, 2017). Pada penelitian ini Dinas Pasar Kota Surakarta selalu berupaya melakukan inovasi program e-retribusi di tiap pasar tradisional di kota Surakarta berikut penuturan informn 1 :

Kami selaku pegawai Dinas Pasar Kota Surakarta telah melakukan

berbagai upaya pendekatan pada pedagang agar program e-retribusi ini bisa diterima oleh pedagang dan bisa merubah perilaku mereka dalam

membayar retribusi agar semua lebih tertib dan terarah selain itu juga

lebih transparan” (Bapak Subagyo kepala dinas pasar, 2019)

Jelas sekali upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengajak pedagang membayar retribusi dengan retribusi elektronik memang bukan hal yang mudah bagi petugas yang berada di lapangan dalam menghadapi suatu keyakinan pedagang yang sedemikian kuat. Sebuah keyakinan dan kebiasaan yang telah lama mereka lakukan terutama pada pedagang pasar tradisional kota Surakarta

(19)

15

yang telah di terapkan sistem e-retribusi yang masih banyak pedagangnya yang tidak ingin membayar retribusi dengan cara elektronik. Guna melakukan sosialiasi program e-retribusi yang inovasi juga tidak mudah perlu tahapan – tahapan nyata dan juga melihat kondisi pedagang juga. Tahapan sosialisasi menurut Barnett (Wood, 2017) yang dilakukan untuk mempengaruhi pedagang pasar tradisional Kota Surakarta ada lima tahapan sebagai berikut :

3.1Tahap Pengetahuan (Knowledge Stage)

Tahap pengetahuan (knowledge) merupakan tahap dimana individu akan diberikan sebuah inovasi tentang bagaimana inovasi tersebut melalui berbagai saluran komunikasi untuk mengatahui berbagai macam informasi yang berkaitan dengan inovasi (A. M. H. M. Putri, 2017). Pada penelitian ini, inovasi program e-retribusi seperti biasanya disosialisasikan dengan melakukan tatap muka langsung dengan pedagang pasar tradisional yang menjadi sasaran di kota Surakarta. Melalui kegiatan tatap muka ini akan terjadi saling bertukar pendapat akhirnya pedagang memperoleh informasi dan pengetahuan yang sebenarnya serta terbaru mengenai program e-retribusi, seperti yang diungkapkan informan 2 :

Ketika Dinas Pasar ada informasi terkait program e-retribusi baik itu

pembaharuan system atau aturan maka kami mengundang pedagang untuk datang pada kegiatan yang kami lakukan disitu kami dapat melakukan

tatap muka serta tukar pikiran.” (Ibu Ida Kurnia humas dinas pasar, 2019)

Dari tahap ini maka petugas berupaya memberikan pengetahuan terkait dengan informasi baru dari program e-retribusi yang bisa di informasikan pada pedagang pasar tradisional. Semua itu dilakukan oleh petugas dinas pasar sebagai inovator dengan cara melakukan komunikasi antar pribadi, yakni dengan ikut diskusi bersama pedagang pasar tradisional, dan melakukan musyawarah bersama. Melalui cara ini dinas pasar merasa efektif untuk diterapkan karena lebih mudah memberikan informasi dan pengetahuan kepada pedagang pasar tradisional.

Pada tahap pengetahuan dengan memberikan informasi program e-retribusi ini adalah inovasi baru pada pedagang pasar tradisional yang membutuhkan saluran komunikasi yang tepat agar pedagang pasar tradisional

(20)

16

dapat menerima informasi baru dengan jelas sehingga mampu melakukan perubahan dalam diri mereka dengan baik. Roger (1983) dalam penyebaran informasi terdapat empat unsur yang mempengaruhi terjadinya suatu proses penyebaran informasi, yaitu (1) inovasi, (2) saluran, (3) anggota sistem sosial, dan (4) waktu. Unsur-unsur tersebut sama dengan unsur pokok dalam komunikasi, kecuali unsur waktu yang membedakan difusi dengan komunikasi, yaitu (1) pesan (inovasi), (2) media (saluran), (3) penerima (anggota sistem sosial), dan (4) waktu (sumber para penemu, agen pembaharu), mengatakan bahwa inovasi pasti membutuhkan saluran komunikasi yang digunakan untuk menyalurkan ide baru atau gagasan, komunikasi merupakan inti dari teori difusi inovasi. Sehingga inti dari proses difusi inovasi adalah bertukarnya inovasi dari individu satu yang memiliki sebuah ide baru kepada orang lain. Tahap pengetahuan (knowledge), saluran komunikasi yang digunakan untuk mensosialisasikan program e-retribusi pada pedagang pasar tradisional adalah melalui komunikasi antar pribadi. Menurut Puspitasari (2017) saluran komunikasi antar pribadi merupakan saluran yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku masyarakat dengan cara melakukan pendekatan pribadi dengan tujuan agar mereka mau mengadopsi sebuah inovasi. Komunikasi antar pribadi yang dilakukan yakni melalui pertemuan dengan masyarakat untuk melakukan diskusi dan musyawarah serta penyampaian informasi pada masyarakat.

Selain kegiatan yang sifatnya langsung tatap muka dengan komunikasi antar pribadi, melalui dilakukannya kegiatan maka informan 1 mengatakan :

Pada awalnya melalui pembicaraan secara pribadi, membangun

kesadaran mereka dulu. Biasanya bersama-sama kami berbincang-bincang mengenai berbagai bentuk program e-retribusi yang baru yang

telah di inovasi dinas pasar dan pemerintah kota Surakarta.” (Bapak

Subagyo kepala dinas pasar, 2019)

Pada penelitian ini melalui komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh petugas dinas pasar kota Surakarta dengan melakukan musyawarah antara petugas dan pedagang pasar tradisional ini telah membuat petugas lebih mudah

(21)

17

memberikan informasi mengenai inovasi terbaru mengenai program e-retribusi seperti perbaikan system misalnya. Pedagang pasar tradisional juga akan mudah memperoleh informasi mengenai program e-retribusi yang baru. Dengan komunikasi antar pribadi membuat petugas dinas pasar kota Surakarta lebih mudah bertukar informasi, dan informasi yang diterima juga akan lebih jelas. Komunikasi antar pribadi ini saluran komunikasi yang memiliki fungsi penting untuk dapat menarik perhatian pedagang pasar tradisional, mampu mempengaruhi pedagang tradisional agar mereka dapat mengambil keputusan yang baik untuk dirinya.

3.2Tahap Ajakan (Persuasion Stage)

Sesudah melalui tahap knowledge (pengetahuan) maka setelahnya adalah masuk tahap persuasion (ajakan) yaitu dimana pada tahap ini seseorang akan mulai mencari tahu tentang adanya inovasi, tahap ini calon penerima akan mempertimbangkan keuntungan yang akan dia peroleh untuk kedepannya (A. M. H. M. Putri, 2017). Pada tahap persuasion (ajakan) ini petugas dinas pasar Kota Surakarta akan berupaya mengajak pedangang pasar tradisional untuk bersedia mengikuti program e-retribusi yang tentu saja dengan inovasi yang menguntungkan dan menghindarkan penggunanya dari resiko yang mungkin akan merugikan pedagang pasar tradisional. Dari sini mungkin pentingnya pedagang pasar tradisional untuk dapat memanfaatkan inovasi program e-retribusi seperti yang dikatakan informan 1 :

Pedagang pasar tradisional itu pada awalnya ini memang sudah antusias

namun untuk pelaksanaanya ini baru sebagian yang bersedia untuk

membayar secara elektronik retribusinya dan sebagian lagi pedagang

memilih untuk membayar manual”. (Bapak Subagyo kepala dinas pasar,

2019)

Hal yang sama dikatakan informan 2 berikut :

Kalau yang saya tahu di lapangan pedagang pasar tradisional sebagian

(22)

18

pelaksanaannya seperti yang sudah saya sosialisasikan tetapi baru sebagian yang memilih berganti pembayaran retribusinya alasannya ya

sudah nyaman saja dengan pembayaran retribusi yang manual.” (Ibu Ida

Kurnia humas dinas pasar, 2019)

Kedua hasil wawancara itu menunjukkan bahwa inovasi program e-retribusi sebelumnya pedagang pasar tradisional sudah memiliki keinginan dari awal untuk membayar retribusi secara elektronik, sehingga membuat mudah bagi mereka untuk partisipasi pada program ini tapi dengan adanya kerusakan pada alat untuk membayar membuat pedagang pasar tradisional kadang merasa berat bolak – balik bayar mendatangi mobil pembayaran dan bagi pedagang yang dipasar telah di pasangi alat juga malas untuk membayar karena alatnya ada tapi rusak lama namun sampai sekarang tidak diperbaiki. Selain itu juga susah bagi mereka masih belum ingin berganti karena sudah merasa nyaman dengan pembayaran retribusi yang manual. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gartika (2017), pada tahap ini sangat penting dalam menentukan perilaku calon adopter. Dengan ajakan dari inovator mengenai keuntungan apa yang akan didapat setelah mengadopsi sebuah inovasi, maka penerima inovasi berusaha mencari informasi lebih lanjut mengenai E-Filling melalui berbagai media di internet. Dengan keinginan pedagang pasar tradisional yang besar, dan semangat petugas dinas pasar untuk mengajak pedagang pasar tradisional di kota Surakarta akan dapat membuat pedagang pasar tradisional untuk melakukan adopsi inovasi program e-retribusi.

Pada tahap persuasion (ajakan) ini saluran komunikasi massa yang digunakan untuk mensosialisasikan inovasi program e-retribusi baru juga memanfaatkan media massa. Menurut informan 2 :

“Dalam melakukan sosialisasi program e-retribusi media menjadi sarana pendukung kami media yang kami gunakan itu mulai dari televise, radio, koran dan menurut saya efektif karena ketika kami mau sosialisasi sebagian pedagang sudah tahu ada program e-retribusi, cuma seperti apa

(23)

19

pelaksanaannya mereka kurang tahu.” (Ibu Ida Kurnia humas dinas pasar,

2019)”

Informan 1 juga mengatakan yang sama “

“Media massa mendukung kami melakukan sosialisasi bahkan semua media kami manfaatkan untuk mengedukasi pedagang dan juga

masyarakat agar mereka tahu program e-retribusi ini”. (Bapak Subagyo

kepala dinas pasar, 2019)

Jadi jelas sekali bahwa di kota Surakarta petugas dinas pasar memanfaatkan media untuk melakukan sosialisasi inovasi program e-retribusi alasan mereka agar lebih efektif dan jangkauan media yang membantu mereka dalam sosialisasi. Namun dalam pelaksanaannya pemanfaatan media untuk sosialisai belum juga efektif untuk melakukan sosialisasi terutama pada sosialisasi pemakaian alatnya dimana pedagang tetap kesulitan memakainya sehingga membuat alat menjadi rusak. Seharusnya ada perhatian dari petugas untuk lebih banyak lagi memberikan sosialisasi dan juga pendampingan pada pedagang saat menggunakan alat dengan begitu akan membuat pedagang tidak mengalami kesulitan menggunakan alat tersebut. Hal itu seperti yang dilakukan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Putri (2017), dikatakan bahwa melalui media massa masyarakat mampu memperoleh ide untuk mengembangkan desain produk dan juga mengetahui selera konsumen hingga perkembangan pasar baru. Pada penelitian ini media massa digunakan sebagai alat untuk menyebarkan inovasi program e-retribusi. Jadi dengan dimanfaatkannya media massa tidak membuat petugas dinas pasar akan mensosialisasikan inovasi baru program e-retribusi kepada pedagang pasar tradisional.

Atribut dari suatu inovasi yang dipelajari untuk mempengaruhi kecepatan penerimaan dan adopsi inovasi menurut Mathew and Chan (2017) ada lima. Pada penelitian ini tahapan terdiri dari :

(24)

20

Keuntungan relatif yang dimaksudkan disini adalah mengenai keuntungan yang bisa di dapatkan oleh pedagang pasar tradisional dengan adanya program e-retribusi di kota Surakarta. Adanya program e-retribusi sekarang ini adalah perluasan daerah pelaksanaan retribusi. Adanyaa inovasi program e-retribusi ini tentunya lebih memberi manfaat bagi pedagang pasar tradisional yang berarti inovasi program tersebut dikatakan cepat. Seperti yang dikatakan Rogers dalam (Akin, 2016). Bahwa seseorang akan mengadopsi inovasi baru apabila dianggapnya sebagai pilihan yang baik, jadi apabila inovasi yang diberikan lebih menguntungkan, maka lebih cepat juga penyebarannya dalam sistem sosial (G. E. Putri, 2017). Keuntungan atau manfaat relatif yang didapatkan pedangang pasar tradisional di Kota Surakarta dengan adanya program e-retribusi ini seperti yang diungkapkan informan 2 :

“Menurut saya merasakan bahwa pedagang lebih antuasias melakukan pembayaran retribusi setelah adanya inovasi e-retribusi karena mereka merasa bisa tapi ketika alat sering rusak pedagang harus bolak balik membayar tidak bisa hal itu membuat mereka tidak lagi antusias untuk

membayar secara elektronik.” (Ibu Ida Kurnia humas dinas pasar, 2019)

Informan lain mengatakan hal yang hampir sama yaitu dikatakan informan 1 dalam wawancaranya :

“Menurut saya sebagian pedagang sudah ada yang merasakan manfaat dengan adanya inovasi pembayaran retribusi ini. Dan yang saya amati akhir – akhir ini banyak yang sudah mulai mengeluh ketika alatnya rusak dan ketika petugas datang menarik pembayaran retribusi bahkan sebagian

pedagang ada yang menolak dibayar nanti pakai kartu.” (Bapak Subagyo

kepala dinas pasar, 2019)

Kedua hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa adanya inovasi program e-retribusi maka pedagang pasar tradisional merasakan adanya manfaat dari inovasi program e-retribusi tersebut. Hal itu sama dengan penelitian yang dilakukan Ariyanti (2018) tentang “Difusi Inovasi Pemberdayaan Masyarakat di

(25)

21

Rumah Baca Teratai” diungkapkan bahwa remaja di sekitar rumah baca teratai dengan adanya inovasi program rumah baca mereka mendapatkan banyak manfaat yaitu mereka dengan membaca mendapatkan banyak ilmu yang didapatkan dan juga perubahan yang dirasakan karena adanya inovasi. Sehingga inovasi tersebut berhasil mampu dirasakan manfaatnya oleh para remaja di sekitar rumah baca teratai. Keuntungan yang diperoleh dengan adanya inovasi program e-retribusi di Kota Surakarta juga dirasakan oleh pedagang pasar tradisional. Perubahan yang terjadi adalah keterbukaan pedagang pasar tradisional untuk bisa menerima program ini. Dengan adanya keinginan pedagang pasar tradisional untuk berperan dalam program e-retribusi.

3.2.2 Kesesuaian (Compatibility)

Inovasi program e-retribusi di kota Surakarta kesesuaian (compability) yang dimaksud disini adalah mengenai tingkat konsisten atau tingkat kesesuaian antara adanya inovasi program e-retribusi mengenai nilai dan pengalaman yang ada serta adanya kebutuhan penerima. Menurut Rogers dalam (Akin, 2016). Bahwa tingkat kesesuaian dari sebuah inovasi baru apabila inovasi tidak sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh adopter maka inovasi baru tersebut tidak akan diadopsi oleh adopter (Isnawati, 2017). Penelitian ini, adalah inovasi program e-retribusi yang dilakukan pemkot Surakarta guna mewujudkan Solo

Smart City namun tidak mendapatkan dampak yang kurang baik dengan

pembayaran retribusi elektronik ini. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1 berikut :

“Pedagang pasar dengan adanya inovasi program retribusi yang dibayar secara elektronik ini akan memberi kemudahan bagi mereka untuk membayar retribusi sekaligus juga memberi jaminan pedagang mendapat

kemudahan mendapatkan pinjaman modal.” (Bapak Subagyo kepala dinas

pasar, 2019)

(26)

22

“Saya tahunya kesesuaian yang dimaksudkan disini adalah kesesuaian antara keinginan pedagang pasar membayar retribusi ini dipenuhi dengan adanya inovasi program retribusi secara elektronik jadi sekarang

pedagang pasar bisa membayar dengan mudah”. (Ibu Ida Kurnia humas

dinas pasar, 2019)

Dan keduanya mengatakan bahwa inovasi program e-retribusi yang ada itu telah sesuai dengan keinginan pedagang pasar tradisional. Inovasi program e-retribusi ini sesuai dengan apa yang diharapkan dan juga dibutuhkan oleh pedagang pasar tradisional di kota Surakarta, dengan adanya keinginan membayar retribusi, semangat untuk membayar retribusi dan juga kemauan untuk membayar retribusi bisa terwujud sehingga dapat memberi transparansi pada pedagang pasar yang telah membayar dan juga dinas pasar yang menerima pembayaran pedagang pasar. Pada penelitian yang dilakukan Isnawati (2017) masyarakat Desa Lompio yang sudah modern memiliki fikiran bahwa dengan mengendalikan pertumbuhan penduduk akan memperbaiki kesejahteraan, sehingga dengan inovasi progam Keluarga Berencana yang diberikan memang sesuai dengan pemikiran yang dimiliki oleh masyarakat. Inovasi program e-retribusi di kota Surakarta ini dikatakan juga sesuai dengan dengan keinginan pedagang pasar tradisional harapan mereka mudah membayar retribusi dan juga mudah mendapatkan pinjaman modal usaha.

3.3.3 Kerumitan (Complexity)

Kerumitan pada inovasi program ini terkait dengan tingkat kesulitan masyarakat untuk memahami adanya inovasi baru, jika inovasi program mudah untuk dipahami masyarakat maka inovasi program akan lebih cepat diadopsi oleh masyarakat, tapi bila inovasi program susah dipahami, maka inovasi program menjadi lama untuk diadopsi oleh masyarakat (Pratama, 2016). Penelitian ini, pedagang pasar tradisional kota Surakarta yang ingin membayar retribusi secara elektronik kadang mengalami kesulitan. Pedagang pasar tradisional yang ingin membayar retribusi secara elektronik sudah mendapatkan sosialisasai program jadi pedagang pasar tradisional yang berminat langsung datang ke mobil yang datang setiap minggu, seperti yang diungkapan informan 1 :

(27)

23

“Pedagang pasar tradisional yang menjadi sasaran program e-retribusi sudah mendapat sosialisasi dengan adanya inovasi retribusi ini mereka sudah tahu dan tidak kesulitan dengan memahaminya, yang saya tahu mereka sudah tahu makanya sebagian dari pedagang sudah membayar secara elektronik retribusinya walaupun ada yang tetap membayar secara

manual pada petugas”. (Bapak Subagyo kepala dinas pasar, 2019)

Pedagang pasar tradisional di kota Surakarta seperti yang diungkapkan oleh informan di atas tidak mengalami kesulitan untuk memahami inovasi program e-retribusi. Hal itu dikatakan penerimaan pedagang pasar tradisional pada inovasi program e-retribusi sebenarnya tidak mudah namun dengan adanya kesabaran petugas untuk melakukan sosialisasi membuat pedagang pasar tradisional lebih mudah memahami program e-retribusi dan kerumitan dalam membayar melalui e-retribusi sebenarnya tidak terjadi yang ada sebenarnya adalah kesalahan teknis seperti kerusakan alat tapi itu seharusnya juga menjadi tanggungjawab petugas karena tidak memberikan pendampingan dan memberi sosialisasi penggunaan alat secara overload. Dari penelitian sebelumnya Aryanti (2018) mengenai “Difusi Inovasi Rumah Baca Teratai” tidak ada kerumitan bagi remaja melakukan kegiatan karena pada awalnya semua sudah diberikan pelatihan sesuai dengan kemampuan masing - masing individu. Pada penelitian ini pedagang pasar tradisional di Kota Surakarta tidak mengalami kerumitan inovasi program e-retribusi, dimungkinkan karena petugas dinas pasar sering melakukan sosialisasi yang membuat pedagang pasar tradisional mudah memahami inovasi program. Hal itu membuat pedagang pasar tradisional bisa menerima inovasi program dan mau mengadopsi inovasi program e-retribusi walaupun tidak semua mau.

3.3 Tahap Pemutusan (Decision Stage)

Pada tahap pemutusan (Decision) adalah tahapan yang menunjukkan aktivitas yang dilakukan oleh individu atau masyarakat untuk menunjukkan pilihannya untuk menerima atau tidak inovasi baru yang dilakukan sebagai perubahan sosial tersebut (Ahmad, 2016). Pada penelitian ini, tahap pemutusan

(28)

24

inovasi program e-retribusi merupakan hal yang positif bagi pedagang pasar tradisional di kota Surakarta, buktinya dengan adanya inovasi program e-retribusi ini pedagang pasar tradisional menjadi lebih yakin untuk membayar retribusi secara elektronik karena merasa aman dan nyaman. Faktor yang bisa mendorong masyarakat memutuskan untuk menerima inovasi program e-retribusi ini seperti yang dikatakan informan 2 adalah :

“Kalau yang saya tahu keinginan pedagang pasar menerima program ini

karena pedagang merasa bahwa program ini nantinya bisa

menguntungkan sehingga itu membuat pedagang pasar tertarik untuk

menerima program ini.” (Ibu Ida Kurnia humas dinas pasar, 2019)

Inovasi program e-retribusi yang ada dilakukan oleh pemkot kota Surakarta memang telah mendapat dukungan secara tidak langsung dari pedagang pasar tradisional, karena dari awal adanya program e-retribusi pedagang pasar tradisional yang paling mendapatkan keuntungan karena mereka bisa mendapatkan manfaat dari program ini. Agar bisa mengambil keputusan mengikuti program e-retribusi, petugas dinas pasar tidak pernah memaksa pedagang pasar tradisional untuk mengadopsi inovasi program e-retribusi, seperti yang dikatakan oleh informan 6 :

“Sebagai petugas tidak pernah kami memaksa pedagang sejauh ini kami menunggu kesadaran pedagang saja jadi tanpa putus asa kami melakukan sosialisasi terus menerus biar pedagang bisa sadar dan memutuskan

sendiri untuk membayar retribusi dengan elektronik.” (Bapak Santoso

petugas dinas pasar, 2019)

Kesadaran pedagang pasar tradisional membuat pedagang pada akhirnya juga mengambil keputusan yang tepat untuk menerima inovasi program e-retribusi. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Aryanti (2018), bahwa sepanjang perjalanan Rumah Baca Teratai tidak pernah sekalipun mengeluarkan proposal meminta bantuan kepada siapapun, sehingga masyarakat tidak keberatan. Rumah

(29)

25

Baca Teratai berhasil memberikan manfaat kepada masyarakattanpa adanya beban yang diberikan, sehingga sama dengan penelitian ini masyarakat akhirnya memutuskan untuk menerima inovasi Rumah Baca Teratai.

3.4 Tahap Pengaplikasian (ImplementationStage)

Tahap pengaplikasian ini merupakan tahap dimana seseorang individu atau masyarakat mulai mencoba menggunakan suatu inovasi tersebut (Febriana & Setiawan, 2016). Penelitian ini inovasi program e-retribusi mulai disosialisasikan pada pedagang pasar tradisional setelah mendapatkan petunjuk dari dinas pasar dan Pemkot Surakarta. Petugas langsung mensosialisasikan program kemudian mengaplikasikan pada masyarakat. Inovasi program e-retribusi ini membuat pedagang pasar tradisional memiliki kesadaran untuk bisa membayar retribusi secara transparan, seperti yang dikatakan informan 5 :

Pedagang pasar di sini sudah menerima program pembayaran retribusi

dengan kartu karena memang manfaatnya ada untuk kami jika kami teratur membayar ada kemudahan mendapat tambahan modal buat

pedagang.” (Mas Wahyu pedagang gede, 2019)

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Aryanti (2018) mengenai “Inovasi Program Rumah Baca Teratai” bahwa pada tahap ini pemuda Kampung Dadapsari dari awal juga langsung melakukan pelatihan dan kegiatan. Para remaja juga melakukan kegiatan sosial untuk membantu korban bencana alam yang sedang terjadi pada saat itu. Penelitian ini tahap pengaplikasian inovasi program e-retribusi pedagang pasar tradisional mulai menerima program ini.

3.5 Tahap Konfirmasi (Confirmation Stage)

Tahap konfirmasi (confirmation stage) ini adalah seseorang individu atau masyarakat mencari dukungan terhadap keputusan yang dibuatnya, tetapi mungkin saja dapat berbalik keputusan tersebut apabila memperoleh pernyataan yang bertentangan, sehingga pada tahap ini bisa saja individu menerima atau menolak sebuah inovasi (Febriana & Setiawan, 2016). Pada penelitian ini pedagang pasar tradisional dari awal belum menerima inovasi program namun

(30)

26

ketika sudah dilakukannya sosialisasi kemudian pedagang pasar tradisional di kota Surakarta mendukung. Dengan adanya inovasi program e-retribusi pedagang pasar tradisional beranggapan bahwa mereka bisa memndapatkan manfaat dengan adanya program e-retribusi karena prohram ini bekerjasama dengan bank, seperti yang dikatakan informan 4 :

Menurut saya pedagang merasa tidak lagi seperti dulu dalam menerima

program e-retribusi selain adanya sebagian yang tidak menerima program e-retribusi karena merasa sulit dan ribet, tapi sekarang tidak lagi justru sekarang lebih banyak yang menerima program ini atas kesadaran sendiri

dan kemauannya sendiri” (Ibu Sumiyati pedagang pasar giligan, 2019)

Adanya inovasi program e-retribusi di kota Surakarta mampu membuat pedagang pasar tradisional semakin yakin untuk melakukan pembayaran retribusi secara elektronik. Sebelum adanya inovasi program e-retribusi pedagang pasar tradisional hanya membayar secara manual dan itu dilakukan setiap hari, akan tetapi dengan adanya inovasi program e-retribusi pedagang pasar tradisional dapat melakukan pembayaran retribusi secara elektronik dengan lebih transparan. Penelitian Aryanti (2018) mengenai “Difusi Inovasi Rumah Baca Teratai” mengungkapkan keputusan yang diambil oleh penerima inovasi untuk mengadopsi inovasi progam Rumah Baca Teratai sampai saat ini karena para remaja sudah merasakan manfaat dengan berhasilnya usaha yang dilakukan. Hal itu yang terjadi pada penelitian ini bahwa pada tahap konfirmasi ini pedagang pasar tradisional mendapat dukungan terutama dari petugas dinas pasar mengenai inovasi program e-retribusi sehingga pedagang pasar tradisional menjadi yakin akan adanya inovasi program e-retribusi dan semakin membuat program tersebut menjadi lebih memberi manfaat bagi pedagang pasar tradisional.

4. PENUTUP

Setelah dilakukannya wawancara dengan beberapa informan, dapat di simpulkan bahwa penelitian tentang difusi inovasi e-retribusi ini adalah cara agar pedagang diberikan kemudahan dalam membayar pajak atau retribusi. Adanya

(31)

27

komunikasi antar pribadi, informasi mengenai inovasi program e-retribusi menjadi lebih mudah dipahami oleh pedagang pasar tradisional, selain itu juga dapat dengan cepat mempengaruhi pedagang pasar tradisional sehingga dapat mengadopsi inovasi program e-retribusi dengan cepat. Berdasarkan proses inovasi program e-retribusi di kota Surakarta, dilakukan beberapa tahapan yang mempengaruhi cepat atau lambatnya proses inovasi, yaitu tahap pengetahuan

(Knowladge Stage), tahap ini masyarakat mendapatkan informasi program

e-retribusi. Kemudian tahap ajakan (Persuasion Stage), pada tahap ini seorang individu akan mulai mencari tahu mengenai sebuah inovasi, tahap ini calon pengguna akan mempertimbangkan keuntungan yang akan dia peroleh untuk kedepannya, pada tahap ajakan (Persuasion Stage) terdapat beberapa atribut yang mempengaruhi pedagang pasar tradisional yakni Keuntungan Relatif (Relative

Adventage), Kesesuaian (Compatibility), Kerumitan (Complexity), Tahapan untuk

dicoba (Trialability), dan Kemungkinan untuk dicoba (Observability). Kemudian tahap pengambilan keputusan (Decision Stage) pada penelitian ini pedagang pasar tradisional memutuskan untuk menggunakan inovasi program e-retribusi. Pada tahap Pengaplikasian (Implementation Stage) mulai mengikuti program e-retribusi dan tahap konfirmasi (Confirmation Stage) pedagang pasar tradisional merasa bahwa dengan program e-retribusi pedagang pasar tradisional dapat dilakukan di kota Surakarta disosialisasikan dengan menggunakan saluran komunikasi antar pribadi yakni dengan langsung membuka forum diskusi dan musyawarah. Adanya adobsi inovasi program membuat pedagang pasar tradisional dapat membayar retribusi dengan mudah dan transparan.

Penelitian ini terbatas pada sosialisasi inovasi program e-retribusi yang sebenarnya telah lama dilakukan namun hingga sekarang masih banyak pedagang pasar tradisional yang belum menerima penuh program e-retribusi. Oleh karena itu pada penelitian ini perlu pengkajian kembali agar inovasi yang sudah ada dapat berjalan dengan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed H. T. Individual and cultural factors affecting diffusion of innovation, Journal of International Business and Cultural Studies page 1-16.

(32)

28

Rogers. M. E. 1971. Diffusio of Innovations:Third edition. New York:The Free Prees.

Alasfor, K. 2016. Social Media AoptionAmong University Instructors In Saudi Arabia, 13–20.

Arifin, A. 1994. Strategi Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas, Bandung, Armico.

Bungin, B. 2006. Sosiologi Komunikasi, Jakarta, kencana prenada mediagroup. Gartika E. P. 2017. Difusi Inovasi Program Pajak E-Filling (Studi Deskriptif

Kualitatif Dengan Pendekatan Teori Difusi Inovasi Program Pajak e-filing Kantor Radio Republik Indonesia di Surakarta), Naskah Publikasi, UMS Surakarta.

Lee, Yi-H. Yi-Chuan, H. and Chia-Ning, H. 2011. Adding Innovation Diffusion Theory to the Technology Acceptance Model: Supporting Employees’

Intentions to use E-Learning Systems, E-Learning Systems. Educational

Technology & Society, 14 (4), 124–13.

Liliweri, A. 2011. Komunikasi Serba Ada Serba Makna, Jakarta, Kencana Predana Media Group.

Li, Y. Mengqing, S. 2011. Literature Analysis of Innovation Diffusion, Journal Scientic Research, Technology and Investment, 2011, 2, 155-162.

Media, S. dan Sigit, S. 2017. Difusi Inovasi Bank Sampah (Model Difusi Inovasi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Bank Sampah Alam Lestari di

Kota Serang Provinsi Banten), Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Serang

raya Volume 8, Nomor 1, Juni 2017, hlm. 63-79.

Moleong. Lexi, J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Merissan, M. A. dkk. 2010. Teori Komunikasi Massa,Jakarta: Ghalia Indonesia. Nurmalasari.Gitta A. 2018, Adopsi Inovasi Schiology Dosen

UniversitasMuhammadiyah Surakarta, Naskah Publikasi, UMS Surakarta. Onong U. E. 2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung, Remaja

Rosdakarya.

Pawito. 2008. Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta, LKIS Pelangi. Puspitasari, 2017, Difusi Inovasi E-paper Solopos (Studi Deskriptif Kualitatif

Adopsi Tekonologi E-paper Solopos Dengan Pendekatan Teori Difusi Inovasi), Naskah Publikasi, UMS Surakarta.

Spiering, K. 2006. Study abroad as innovation: Applying the diffusion model to

international education, International Education Journal, 2006, 7(3) ISSN

(33)

29

Quinn, B.C & H. Mintzberg. 1991. The Strategy, Concepts, Contents, Case. New Jersey : Prentice Hall Inc.

Sugiyono. 2010. Metode penelitian kualitatif kuantitatifdan R&D. Bandung: Alfa Beta

Sutopo, HB. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Dasar Teori Dan Terapannya

Gambar

Gambar 1 : lima tahap pengambilan keputusan  Sumber: Miranda, Marilia Queiroz (2016)

Referensi

Dokumen terkait