• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengatasi stres inkontinensia urin. Hal ini sesuai dengan konsep latihan kegel dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengatasi stres inkontinensia urin. Hal ini sesuai dengan konsep latihan kegel dan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Senam Kegel

2.1.1 Pengertian Senam Kegel

Latihan otot dasar panggul (ODP) dikembangkan pertama kali oleh Dr. Arnold kegel pada tahun 1940 dengan tujuan menguatkan otot dasar panggul dan mengatasi stres inkontinensia urin. Hal ini sesuai dengan konsep latihan kegel dan pendapat seorang dokter kandungan bernama kegel pada tahun 1940, bahwa latihan kegel sangat bermanfaat untuk menguatkan otot rangka pada dasar panggul, sehingga memperkuat fungsi sfingter eksternal pada kandung kemih (Septiastri & Siregar, 2012). Latihan otot dasar panggul ini awalnya diperkenalkan oleh Kegel untuk pasien pasca melahirkan. Latihan ini terus dikembangkan dan dapat dilakukan pada lansia yang mengalami masalah inkotinensia stress yaitu pengeluaran urine tidak terkontrol akibat bersin, batuk, tertawa atau melakukan latihan jasmani dan inkontinensia urgensi dimana terjadi gangguan kontrol pengeluaran urin, dengan dilakukan latihan Kegel bisa memperbaiki fungsi otot dasar panggul yaitu rangkaian otot dari tulang panggul sampai tulang ekor. Menurut Nursalam (2007), latihan kegel merupakan aktivitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel merupakan latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali kekuatan otot dasar panggul, memberikan bantuan yang signifikan dari rasa sakit vestibulitis vulva, dan, dalam banyak

(2)

kasus, memungkinkan pasien untuk terlibat dalam aktivitas seksual yang normal (Widiastuti, 2011).

Latihan ini berupa latihan ODP secara progresif pada otot Levator ani yang dapat dikontraksikan secara sadar yang selanjutnya dikenal dengan Kegel Exercise (Rahajeng, 2010). Kegel Exerciseatau senam Kegel merupakan terapi non operatif yang paling sering dilakukan untuk mengatasi stres inkontinensia karena membantu meningkatkan tonus dan kekuatan otot pada uretra dan periuretra (Bobak, 2004 dalam Yanthi, 2011).

2.1.2 Manfaat Senam Kegel

Senam Kegel memiliki manfaat terkait dengan fungsi otot PC. Senam Kegel tidak hanya memiliki banyak manfaat untuk wanita, tetapi juga pada pria.

a. Bagi pria

Latihan ini akan meningkatkan kemampuan mengontrol dan mengatasi ejakulasi dini, ereksi yang lebih kuat dan meningkatkan kepuasan seksual saat orgasme. Selain itu multiple orgasme juga bisa dialami oleh pria sebagai hasil dari latihan senam kegel yang dilakukan secara teratur. Pada pria, senam ini juga akan mengangkat testis dan mengencangkan otot kremaster sama seperti mengencangkan sfingterani. Hal ini disebabkan karena otot PC dimulai dari arah anus (Herdiana, 2009 dalam Yanthi, 2011).

b. Bagi wanita

Keuntungan melakukan senam kegel adalah lebih mudah mencapai orgasme dan orgasme yang dicapai lebih baik karena otot yang dilatih adalah otot yang digunakan selama orgasme. Manfaat lain adalah vagina akan semakin sensitif dan

(3)

peka rangsang sehingga memudahkan peningkatan kepuasan seksual, dan suami akan merasakan perubahan yang sangat besar karena vagina mampu mencengkram penis lebih kuat. Memudahkan kelahiran bayi tanpa banyak merobek jalan lahir dan bagi wanita yang baru melahirkan, senam Kegel dapat mempercepat pemulihan kondisi vagina setelah melahirkan dan tentu saja dapat menguatkan otot rangka pada dasar panggul sehingga pemperkuat fungsi sfingter eksternal kandung kemih, mencegah prolaps uteri (Salma, 2008; Maryam, 2008 dalam Yanthi, 2011). Beberapa manfaat senam kegel yaitu menguatkan otot panggul, membantu mengendalikan keluarnya urin saat berhubungan intim, dapat meningkatkan kepuasan saat berhubungan intim karena meningkatkan daya cengkram vagina, meningkatkan kepekaan terhadap rangsangan seksual, mencegah “ngompol kecil” yang timbul saat batuk atau tertawa, dan melancarkan proses kelahiran tanpa harus merobek jalan lahir serta mempercepat penyembuhan pasca persalinan (Mulyani, 2013).

2.1.3 Persyaratan Senam Kegel

Latihan kegel ini bila di lakukan secara teratur di lakukan dalam waktu 8-12 minggu, latihan senam kegel juga dapat dirasakan perubahanya dalam waktu 3 atau 4 minggu dengan berlatih beberapa menit setiap hari latihan kegel memilki variasi gerakan beulang (pengetatan) dan merelaksasi (melepaskan) otot dasar panggul (widiyanti & proverawati,2010)

2.1.4 Program Senam Kegel

Senam kegel hasilnya tidak akan didapat dalam waktu sehari. senam kegel dilakukan sebanyak 10 kali dalam 4 minggu dapat memberikan hasil yang bermanfaat untuk memperkuat otot-otot panggul yang dibuktikan dari hasil

(4)

penelititannya yaitu adanya pengaruh signifikan senam kegel terhadap tingkat inkontinensia (Wahyu W, 2009). Pelatihan senam kegel dengan frekuensi tiga kali perminggu selama empat minggu lebih efektif dibandingkan dengan senam kegel dengan frekuensi satu kali seminggu selama empat bulan dalam menurunkan frekuensi buang air kecil wanita usia 50-60 tahun yang mengalami stress urinary incontinence di Sanggar Senam Citra Denpasar (Lestari, 2011).

2.1.5 IndikasiSenam Kegel

Senam kegel dianjurkan bagi wanita dan pria yang umumnya memiliki keluhan terkait lemahnya otot PC. Berikut adalah beberapa indikasi senam kegel: a. Pria dan wanita yang memiliki masalah inkontinensia (tidak mampu menahan

buang air kecil).

b. Wanita yang sudah mengalami menopause untuk mempertahankan kekuatan otot panggul dari penurunan kadar estrogen.

c. Wanita yang mengalami prolaps uteri (turunnya rahim) karena melemahnya otot dasar panggul, juga untuk wanita yang mengalami masalah seksual.

d. Pria yang mengalami masalah ejakulasi dini serta ereksi lebih lama. (Ardani, 2010).

2.1.6 Kontra IndikasiSenam Kegel

Latihan senam kegel membatu memulihkan dan meperkuat otot-otot yang mengelilingi dan mendukung kantung kemih , rahim ,rectum, dan uretra (otot panggul otot-otot ini di kenal sebagai otot pubococcygeal. Latihan senam kegel membatu untuk meperlambat atau mehentikan alirah air seni , serta otot-otot yang mencegah keluarnya gas (damayanti, 2010).

(5)

2.1.7 Tahap Pelatihan Senam Kegel

Tahap pelatihan senam kegel dibagi menjadi tiga bagian latihan sesuai dengan kemampuan klien dalam melakukan latihan.Pelatihan senam kegel dibedakan menjadi tiga yaitu pelatihan gerak cepat, pelatihan mengencangkan dan pelatihan super kegel.

a. Pelatihan Gerak Cepat Pelatihan pertama adalah pelatihan gerak cepat, dilakukan dalam posisi duduk, berdiri, berbaring, jongkok, atau posisi apa saja yang terbaik.

b. Pelatihan mengencangkan setelah pelatihan gerak cepat, dilanjutkan dengan pelatihan senam kegel berikutnya. Saat mengencangkan ODP, tetap kencangkan kuat-kuat selama satu hingga dua detik kemudian lepaskan dan ulangi masing-masing dengan sepuluh hitungan. Tegangkan, tahan dan lepaskan otot tersebut.

c. Pelatihan super kegel tahap selanjutnya adalah super kegel yang diberikan untuk orang-orang yang telah menguasai senam kegel. Super kegel dilakukan dengan mengencangkan ODP sekencang-kencangnya sampai hitungan sepuluh kemudian lepaskan. Lakukan berulang-ulang dengan sepuluh hitungan setidaknya sekali sehari (Di Fiori, 2005 dalam Ardani, 2010).

2.1.8 Petunjuk Senam Kegel

Senam kegel dilakukan berdasarkan langkah-langkah yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Posisi berdiri tegak dengan posisi kaki lurus dan agak terbuka.

(6)

c. Kontraksikan ODP seperti saat menahan defekasi atau berkemih.

d. Rasakan kontraksi ODP, pastikan kontraksi sudah benar tanpa adanya kontraksi otot abdominal, contohnya jangan menahan napas. control kontraksi otot abdominal dengan meletakkan tangan pada perut.

e. Pertahankan kontraksi sesuai kemampuan kurang lebih 10-15 detik. f. Rileks dan rasakan ODP dalam keadaan rileks.

g. Kontraksikan ODP kembali, pastikan kontraksi otot sudah benar. h. Rileks dan coba rasakan otot-otot berkontraksi dan rileks.

i. Sesekali percepat kontraksi, pastikan tidak ada kontraksi otot lain.

j. Lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada tahap awal, lakukan tiga kali pengulangan karena otot yang lemah mudah lelah.

k. Target latihan ini adalah sepuluh kali kontraksi lambat dan sepuluh kali kontrak sicepat. Tiap kontraksi dipertahankan selama sepuluh hitungan. Lakukan enam hingga delapan kali selama sehari atau setiap saat.

l. Senam kegel dapat pula dilakukan secara sederhana dengan cara:

a. Saat berkemih coba untuk menahan aliran urine sampai beberapa kali. b. Pada posisi apapun, coba lakukan kontraksi ODP. Pertahankan selama tiga

sampai lima detik jika sudah terbiasa latihan dapat ditingkatkan menjadi sepuluh detik (Pudjiati, Sri Surini & Utomo; Di Fiori, 2005 dalam Ardani, 2010).

2.1.9 Manfaat senam kegel pada inkontinensia urine.

Otot dasar panggul terdiri dari tiga lembaran otot yang masing-masing menempel pada Bladder (Kandung kemih), vagina dan rectum (Bent, Alfred E., 2008). Bagian akhir dari uretra disokong secara adekuat oleh endopelvic fascia

(7)

dan kontraksi musculus levator ani bekerja mengatur suplai saraf secara normal. Senam otot dasar panggul ini mampu menguatkan muskulus levator ani, menjaga lapisan endopelvic dan keutuhan saraf yang dapat meningkatkan kesadaran dari otot dasar panggul untuk menyesuaikan transmisi dari tekanan abdominal, serta meningkatkan kemampuan otot tersebut dalam menyokong bladder, vagina dan rectum yang kemudian dapat meningkatkan kemampuan tahanan pada sphincter uretra sehingga mampu meningkatkan periode kontinen terhadap urine.Selain itu tujuan terapetik lainnya dari latihan Kegel ini adalah untuk mengajarkan bagaimana caranya mengunci perineum. Dimana kemampuan dari perineum untuk mengunci spincternya,dan kemampuan otot levator ani untuk berkontraksi terus mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia dan proses degeneratif. Oleh karena itu senam Kegel tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan, ketegangan serta mencegah terjadinya atropi (Cammu, H et al.2007).

2.2 Eliminasi urine b.2.1 Definisi

Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme. Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra (Hidayat, 2008).Pada saat miksi berkontraksi meningkat kontraksi otot kandung kemih tidak lebih 10 ml urine tersisah dalam kandung kemih yang disebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur normal sehari 5 kali, eliminasi urine merupakan proses pembuangan, pemenuhan kebutuhan terdiri dari

(8)

kebutuhan eliminasi urine (berkemih) dan eliminasialvi ( defekasi. KDPK kebidanan 2009)

2.2.2 Masalah Eliminasi Urine

Ketika kandung kemih menjadi sangat mennggembung diperlukan kateterisasi, kateter folley ditinggal dalam kandung kemih selama 24 – 48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dann memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus normal dan sensasi (Hidayat, 2008).

2.2.3 Perubahan pola eliminasi urine

Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik, sensorik, dan infeksi saluran kemih (Hidayat, 2008). Perubahan pola eliminasi (A.Aziz, 2008 ) terdiri atas :

a. Frekuensi

Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalm sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stress/hamil. b. Urgensi

Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalm mengontrol sphincter eksternal. Biasanya perasaan ingin segera berkemih terjadi pada anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan pada sphincter. c. Disuria

(9)

Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra. d. Poliuria

Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, ditemukan pada penyakit diabetes dan GGK.

e. Urinaria Supresi

Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara terus menerus.

2.2.4 Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine a) Retensi urine.

Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensia vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3.000 – 4.000 ml urine. (A.Aziz, 2008)

Retensi urine post partum dapat terjadi pada pasien yang mengalami kelahiran normal sebagai akibat dari peregangan atau trauma dari dasar kandung kemih dengan edema trigonum. Faktor-faktor predisposisi lainnya dari retensio urine meliputi epidural anestesia, pada gangguan sementara kontrol saraf kandung

(10)

kemih , dan trauma traktus genitalis, khususnya pada hematoma yang besar, dan sectio cesaria. (www.jevuska.com)

Retensi postpartum paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran pervaginam spontan, disfungsi kandung kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah kelahiran menggunakan forcep, angka ini meningkat menjadi 38 %. Retensi ini biasanya terjadi akibat dari dissinergis antara otot detrusor-sphincter dengan relaksasi uretra yang tidak sempurna yang kemudian menyebabkan nyeri dan edema. Sebaliknya pasien yang tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya setelah sectio cesaria biasanya akibat dari tidak berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor. (www.jevuska.com)

1. Tanda klinis retensi (Menurut Azis 2008)

a. Ketidaknyamanan daerah pubis.

b. Distensi vesika urinaria.

c. Ketidaksanggupan untuk berkemih.

d. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).

e. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.

f. Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.

g. Adanya urine sebanyak 3.000- 4.000 ml dalam kandung kemih.

2. Penyebab :

a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis, vesika urinaria.

b. Trauma sumsum tulang belakang.

c. Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah.

d. Sphincter yang kuat.

(11)

2.2.5 Inkontinensia urine

Inkontinensia urine Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Menurut Hidayat (2007) inkontinensia dapat terjadi dengan derajat ringan berupa keluarnya urin hanya beberapa tetes sampai dengan keadaan berat dan sangat mengganggu penderita. Inkontinensia urin dapat mengenai perempuan pada semua usia dengan derajat dan perjalanan yang bervariasi. Inkontinensia urin dapat memberikan dampak serius pada kesehatan fisik, psikologi, dan sosial pasien, serta dapat berdampak buruk bagi keluarga dan karier pasien.Secara umum penyebab dari inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik (Hidayat, 2008). Inkotinensia terdiri atas:

a. Inkotinensia Dorongan : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk berkemih.

Tanda-tanda inkotinensia dorongan:

1. Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali) 2. Spasme kandung kemih

Kemungkinan penyebab:

1. Penurunan kapasitas kandung kemih.

(12)

3. Minum alkohol atau caffeine. 4. Peningkatan cairan.

5. Peningkatan konsentrasi urine.

6. Distensi kandung kemih yang berlebihan.

b. Inkontinensia total : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:

1. Dispungsi neurologis.

2. Kontraksi independent dan refleks detrusor karena pembedahan. 3. Trauma atau penyakit yang mempengaruhi syaraf medula spinalis. 4. Fistula.

5. Neuropati.

Tanda-tanda inkontinensia total:

1. Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan. 2. Tidak ada distensi kandung kemih.

3. Nocturia.

4. Pengobatan inkontinensia tidak berhasil.

c. Inkontinensia stress : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.

Kemungkinan penyebab:

1. Perubahan degeneratif pada otot pelfis dan struktur penunjang yang berhubungan dengan penuaan.

(13)

3. Distensi kandung kemih.

4. Otot pelfis dan struktur penunjang lemah Tanda-tanda inkontensia stres:

1. Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen. 2. Adanya dorongan berkemih.

3. Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)

d. Ikontinensia Refleks : Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine yang tidak dirasakan terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Kemungkinan penyebab:

Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis). Tanda-tanda Inkontinensia refleks:

1. Tidak ada dorongan berkemih.

2. Merasa bahwa kandung kemih penuh.

3. Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak di hambat pada interval teratur. e. Inkontinensial fugsional : Merupakan keadaan seseorang yang mengalami

pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab:

Kerusakan neurologis(lesi medula sepinalis). Tanda-tanda inkontinensial fungsional: 1. Adanya dorongan untuk berkemih.

2. Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan

f. Enuresis: Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, enuresis

(14)

terjadi pada anak atau Otang jompo.Umumnya enuresis terjadi pada malam hari. Faktor penyebab:

1. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.

2. Vesika urinaria peka ransang, dan seterusnya tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.

3. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah.

4. Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neorologis sistem perkemihan. 5. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral.

6. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi. g. Penatalaksanaan ikontinensia urine

1. Kateterisasi

Ada tiga macam kateterisai pada ikontinensia urine

a. Kateterisasi luar, terutama pada pria yang memakai sistem kateter kondom. Efek samping yang utama adalah iritasi pada kulit dan sering lepas

b. Kateterisasi intermiten, dapat dicoba pada wanita lanjut usia yang menderita ikontinensai urine. Frekuensi pemasanganya 2-4x sehari dengan sangan meperhatikan sterilisasi dan teknik prosedurnya.

c. Kateterisasi secara menetap, harus bena-benar dibatasi pada indikasi tepat. misalnya untuk uklus dekubitus yang terganggu penyebuhanya karena ada ikontinensia urine ini. Koplikasi dari kateterisai secara terus-menerus ini disamping infeksi. Juga menyebabkan batu kandung kemih, abses ginjal bahkan proses keganasan dari saluran kemih.

(15)

a. Estrogen untuk menguragi atropik vanigitis uretra utnuk memulihkan uretra yang supel

b. Antikolinergik, untuk mengurangi spastisitas kandung kemih, relaksasi otot.

c. Kolinegrik, untuk meperbaiki kandung kemih yang flasid dengan menstimulasi kotrasiksi kandung kemih.

d. Penekat alfa-adrenergik, untuk mengurangi spastisitas lehe kandung kemih

e. Simpatomimetik, utnuk meningkatka tonus leher kandung kemih dan uretra

f. Penyekat saluran kalsium, untuk mengurangi kontraksi otot detrusor. 3. Pencegahan

a. Menjaga berat badan

b. Menhidari atau membatasi alcohol dan kafein c. Melakukan latihan otot dasar panggul agar kuat d. Hindari merokok

4. Klafikasi

a. Ikontinensi urgensi adalah pelepasan urune yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan ingin melakukan urinasi.disebabkan oleh aktivias otot destrusor yang berlebihan atau kontrsiksi kandung kemih yang tidak terkontrol.

b. Ikontinensi tekanan adalah pelepasa urine yang tidak terkontrol selama aktifitas yang meningkat tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk,

(16)

bersin tertawa dan mengangkat berat badan adalah aktifitas yang dapat menyebabkan ikontinensia urine.

c. Ikontinensia aliran yang berlebihan (Over Flow ikontinensia) terjadi jika retensi memyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan sebagian terlepas secara tidak tercontrol, hal ini pada umumnya disebabkan oleh neurogenik bldder atau obstruksi bagian luar kandung kemih.

2.3 Masa lansia 2.3.1 Pengertian

Masa lansia adalah tahap terakhir dari masa dewasa, sehingga masa lansia sering juga disebut sebagai masa dewasa akhir sebelum memasuki tahap terakhir dari perkembangan manusia yaitu kematian. (menurut WHO) 82,5% berada pada kelompok usia Usia pertengahan ( Middle Age ) usia 45 –59 tahun, Usia lanjut ( Elderly ) usia 60 – 74 tahun, dan hanya 17,5% yang merupakan kelompok lansia lanjut usia tua (Old) antara 75 sampai 90 tahun.

Masa lansia, yang biasanya dimulai pada usia 65 tahun, ditandai dengan banyaknya perubahan dalam hidup individu lansia secara fisik, kognitif, dan psikososial (Feldman, 2012). Dari ketiga perubahan tersebut, perubahan yang paling dirasakan dan dapat dilihat oleh individu lain adalah perubahan fisik, yang disebut juga sebagai proses penuaan (aging). Proses penuaan (aging) ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu penuaan primer (senescence) dan penuaan sekunder. Penuaan primer, atau yang lebih dikenal dengan istilah senescence, adalah proses penuaan fisik individu lansia yang terjadi pada semua manusia yang tidak dapat

(17)

dicegah karena bersifat genetik dan tidak dapat dicegah. Sebaliknya, penuaan sekunder merupakan perubahan pada fisik lansia yang disebabkan oleh penyakit, kebiasaan hidup sehat, dan berbagai faktor lainnya yang sebenarnya dapat dicegah oleh individu bersangkutan. Sebagai contoh, hanya beberapa individu lansia yang mengalami penyakit kencing manis (diabetes mellitus) karena sering mengkonsumsi makanan yang manis dan jarang berolahraga.

Secara fisik, individu yang telah berusia 65 tahun ke atas tentunya mengalami perubahan bertahap dari kondisi tubuhnya yang sehat menuju kondisi yang memprihatinkan seperti rasa sakit dan penyakit. Namun, ada beberapa individu lansia masih dapat bertahan dalam kondisi sehat dan tetap menikmati banyak kegiatan yang dilakukannya ketika masih muda dulu. Secara kognitif, individu lansia mengalami kemunduran dalam proses penalarannya, namun dapat mencari strategi untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut. Secara psikososial, individu lansia menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungannya, seperti kematian orang yang dikasihinya dan waktunya untuk pensiun dari pekerjaannya (Feldman, 2012).

2.3.2 Usia lanjut (lansia)

Feldman (2012) menyatakan bahwa masa lansia dimulai dari usia 65 tahun ke atas. Santrock (2011) menyebut masa lansia dimulai dari 60 tahun ke atas sampai sekitar 120 tahun atau 125 tahun yang merupakan perkiraan masa hidup terlama manusia zaman sekarang. Lansia merupakan individu yang telah memasuki usia 65 tahun atau lebih (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Menurut PBB atau United Nations (UN), lansia adalah individu yang berusia 60 tahun ke atas (Blackburn & Dulmus, 2007).

(18)

Secara spesifik, Charness dan Bosman membagi usia lansia menjadi beberapa tahap (Santrock, 2011), yaitu:

a. Tahap young-old (usia 65 sampai 74 tahun) b. Tahap old-old (usia 75 tahun ke atas)

Seorang ahli lain bernama Dunkle membagi usia lansia menjadi beberapa tahapan (Santrock, 2011). Tahapan tersebut meliputi:

a. Tahap young old adult (usia 65 sampai 74 tahun) b. Tahap old-old adult (usia 75 sampai 84 tahun) c. Tahap oldest-old adult (usia 85 tahun ke atas)

Dari beberapa definisi ahli di atas, seorang individu telah memasuki kategori lansia apabila berusia 60 atau 65 tahun ke atas, terlepas dari bagaimana para ahli membagi usia lansia sendiri menjadi beberapa tahap.

2.3.3 Perkembangan Psikososial Lansia

Aspek psikososial pada masa lansia menentukan proses penuaan yang sukses dalam kehidupan lansia yang bersangkutan. Berikut ini adalah paparan beberapa teori tentang proses penuaan yang sukses pada masa lansia, yaitu: a. Disengagement theory.

Cummings dan Henry menyatakan bahwa individu lansia secara perlahan-lahan mulai menarik diri dari dunia secara fisik, psikologis, dan sosial (Feldman, 2012). Secara fisik, lansia mengalami penurunan stamina tubuh sehingga aktivitas fisiknya mengalami perlambatan secara bertahap. Secara psikologis, lansia mulai menarik diri dari dunia luar dan lebih berfokus pada dunia psikologisnya sendiri. Secara sosial, Quinnan berpendapat bahwa lansia menarik diri dari pergaulan sosial dan jarang bertemu dengan orang lain lagi (Feldman, 2012). Teori ini tidak

(19)

banyak didukung dengan hasil penelitian. Di samping itu, teori ini menerima penolakan dari masyarakat karena teori ini memberikan gambaran masyarakat yang tidak mampu menyediakan pelayanan bagi lansia. Teori ini juga menyalahkan lansia karena menarik diri dari masyarakat. Menurut Crosnoe & Elder, para ahli gerontologi pada zaman sekarang juga menolak disengagement theory ini karena tidak semua lansia menarik diri dari masyarakat (Feldman, 2012).

b. Activity theory

Teori ini merupakan kebalikan dari disengagement theory. Teori ini menyatakan bahwa proses penuaan yang sukses terjadi apabila individu lansia tetap berhubungan dengan teman-temannya dan aktif dalam pergaulan sosial. Hutchinson & Wexler menyatakan bahwa kebahagiaan individu berasal dari keterlibatannya dalam pergaulan masyarakat (Feldman, 2012). Teori ini juga tidak terlalu banyak mendapat dukungan karena tidak semua aktivitas dapat memberikan kepuasan yang sama bagi lansia. Adams menyatakan bahwa yang memberikan kepuasan dalam kehidupan individu adalah sifat dasar aktivitas tersebut, bukan frekuensi mengikuti aktivitas (Feldman, 2012).

c. Continuity theory Pushkar

Berpendapat bahwa individu yang mengetahui kapan waktunya untuk menarik diri dan kapan bergaul dengan masyarakatlah yang dapat menjalani proses penuaan dengan sukses (Feldman, 2012). Menurut Holahan dan Chapman, individu yang senang bergaul dengan masyarakat akan memperoleh lebih banyak kesenangan ketika bergaul dengan teman-temannya, sebaliknya individu yang

(20)

senang menikmati waktunya sendirian akan menemukan lebih banyak kepuasan dengan aktivitas membaca atau berjalan-jalan sendiri di taman (Feldman, 2012). d. Selective optimization

Paul Baltes dan Margaret Baltes mengemukakan model selective optimization sebagai kunci bagi lansia untuk menjalani proses penuaan yang sukses. Selective optimization adalah sebuah proses yang dilakukan individu dengan berfokus pada kemampuannya yang lain sebagai kompensasi atas kekurangannya pada keterampilan lain (Feldman, 2012). Proses ini dilakukan untuk memperkuat sumber daya kognitif, motivasi dan fisik secara umum. Proses ini juga dilakukan untuk mengatasi kekurangan yang ditimbulkan oleh proses penuaan. Sebagai contoh, pianis profesional Arthur Rubinstein tetap menggalang konser pianonya dengan mengurangi jumlah lagu yang dimainkannya sebagai bentuk selektif dan berfokus pada beberapa lagu yang dimainkannya sebagai bentuk optimisasi (Feldman, 2012). Aspek psikososial dalam kehidupan individu lansia tidak hanya berupa proses penuaan yang sukses, tetapi juga hubungan sosialnya dengan orang lain. Pertemanan merupakan salah satu hubungan yang sangat penting dan berarti dalam kehidupan lansia. Dalam pertemanan, individu memilih siapa yang mereka sukai dan tidak disukai. Teman juga dapat menjadi pengganti ikatan yang hilang karena ditinggal mati pasangan. Namun, teman sendiri juga dapat meninggal dunia. Persepsi lansia terhadap pertemanan juga menentukan bagaimana lansia bereakasi terhadap kematian temannya. Hartshorne menyatakan bahwa lansia yang memandang pertemanan sebagai hubungan yang tidak tergantikan akan mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menghadapi kematian temannya dibandingkan dengan lansia yang memandang temannya

(21)

sebagai satu di antara sejumlah teman lainnya (Feldman, 2012). Hubungan pertemanan juga dapat menjadi dukungan sosial (social support) bagi lansia. Dukungan sosial adalah pemberian bantuan dan rasa nyaman oleh suatu jaringan yang terdiri dari orang-orang yang tertarik dan mengasihi (Feldman, 2012). Memiliki dukungan sosial dapat memberikan manfaat bagi lansia, yaitu sebagai tempat menceritakan permasalahan hidup lansia terutama bila orang yang memberikan dukungan sosial juga memiliki pengalaman yang serupa dengan individu yang sedang didukungnya, memberikan bantuan material seperti mengurus rumah tangga, dan memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan hidup sehari-hari (Feldman, 2012). Memberikan dukungan sosial kepada orang lain ternyata juga dapat meningkatkan rasa percaya diri (self-esteem) dan merasa berguna pada lansia karena telah berkontribusi dalam kehidupan orang lain (Feldman, 2012).

2.3.4 Teori Mengenai Proses Menua

Berbagai penelitian eksperimental dibidang gerontologi dasar selama 20 tahun terakhir ini berhasil memunculkan teori baru mengenai proses menua (Setiati et al., 2009). Beberapa teori tentang penuaan yang dapat diterima saat ini, antara lain:

a. Teori biologis proses penuaan 1. Teori radikal bebas

Teori radikal bebas pertama kali diperkenalkan oleh Denham Harman pada tahun 1956, yang menyatakan bahwa proses menua adalah proses yang normal, merupakan akibat kerusakan jaringan oleh radikal bebas (Setiati et al., 2009). Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi elektron tidak berpasangan.

(22)

Karena elektronnya tidak berpasangan, secara kimiawi radikal bebas akan mencari pasangan elektron lain dengan bereaksi dengan substansi lain terutama protein dan lemak tidak jenuh. Sebagai contoh, karena membran sel mengandung sejumlah lemak, ia dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga membran sel mengalami perubahan. Akibat perubahan pada struktur membran tersebut membran sel menjadi lebih permeabel terhadap beberapa substansi dan memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara bebas. Struktur didalam sel seperti mitokondria dan lisosom juga diselimuti oleh membran yang mengandung lemak, sehingga mudah diganggu oleh radikal bebas (Setiati et al., 2009). Sebenarnya tubuh diberi kekuatan untuk melawan radikal bebas berupa antioksidan yang diproduksi oleh tubuh sendiri, namun antioksidan tersebut tidak dapat melindungi tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas tersebut (Setiati et al., 2009).

2. Teori imunologis

Menurut Potter dan Perry (2006) dalam (Marta, 2012) penurunan atau perubahan dalam keefektifan sistem imun berperan dalam penuaan. Tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan proteinnya sendiri dengan protein asing sehingga sistem imun menyerang dan menghancurkan jaringannya sendiri pada kecepatan yang meningkat secara bertahap. Disfungsi sistem imun ini menjadi faktor dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, diabetes, dan penyakit kardiovaskular, serta infeksi.

3. Teori DNA repair

Teori ini dikemukakan oleh Hart dan Setlow. Mereka menunjukkan bahwa adanya perbedaan pola laju perbaikan (repair) kerusakan DNA yang diinduksi oleh sinar ultraviolet (UV) pada berbagai fibroblas yang dikultur. Fibroblas pada

(23)

spesies yang mempunyai umur maksimum terpanjang menunjukkan laju DNA repair terbesar dan korelasi ini dapat ditunjukkan pada berbagai mamalia dan primata (Setiati et al., 2009).

4. Teori genetika

Teori sebab akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama di pengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia ditentukan sebelumnya (Putri, 2013).

5. Teori wear-and-tear

Teori wear-and- tear (dipakai dan rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintensis DNA, sehingga mendorong malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Sebagai contoh adalah radikal bebas, radikal bebas dengan cepat dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi normal (Putri, 2013).

6. Teori psikososial proses penuaan a. Perubahan Pada Lanjut Usia

Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Lansia mengalami perubahan-perubahan fisik diantaranya perubahan sel, sistem persarafan, sistem

(24)

pendengaran, sistem penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, disertai juga denganperubahan-perubahan mental menyangkut perubahan ingatan atau memori (Setiati et al., 2009).

1. Teori disengagment

Teori disengagment ( teori pemutusan hubungan ) menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung jawabnya. Proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia dikatakan bahagia apabila kontak sosial berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi lebih muda (Stanley & Beare, 2006 dalam Putri, 2013).

2. Teori aktivitas.

Teori ini menegaskan bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk keberhasilan penuaan. (Marta, 2012) orang tua yang aktif secara sosial lebih cendrung menyesuaikan diri terhadap penuaan dengan baik.

3. Perubahan pada Sistem Sensoris

Pada lansia yang mengalami penurunan persepsi sensori akan terdapat keengganan untuk bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari persepsi sensori (Maramis, 2009).

(25)

Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar matahari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah. Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin dan kelenjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% berat badan per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade (Setiati et al., 2009).

5. Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal

Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan sering patah baik akibat benturan ringan maupun spontan (Setiati et al., 2009).

Referensi

Dokumen terkait

Wujud dari penguatan pembelajaran dalam Kurikulum 2013 adalah menyediakan fasilitas belajar seperti adanya ruangan belajar memenuhi persyaratan agar dapat

Hipotesis yang diajukan adalah bahwa luasan tanah berpengaruh negatif terhadap nilai tanah, topografi tanah yang rata mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding

Sedangkan sosialisasi lalu lintas adalah penyampaian pendidikan lalu lintas tentang peraturan lalu lintas, tata cara berlalu lintas yang baik dan benar, kebijakan pemerintah atau

Berpijak pada hasil penelitian mengenai program penggembokan roda di kawasan city walk, maka dapat ditarik suatu pandangan bahwa kebijakan semacam ini khususnya

Penelitian ini memiliki maksud untuk mengidentifikasi keadaan bentuk lahan geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi dan pembentukan daerah Batu Putih

Pada umumnnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan

Fungsi partikel kasus dalam kalimat di atas, dan dalam kalimat-kalimat bahasa Jepang lainnya adalah memberikan peran semantis pada nomina yang dilekatinya..