• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN. TANGGAP TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERHADAP APLIKASI POC URIN SAPI DAN PUPUK ANORGANIK DI LAHAN PASANG SURUT TIPE LUAPAN C.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN. TANGGAP TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERHADAP APLIKASI POC URIN SAPI DAN PUPUK ANORGANIK DI LAHAN PASANG SURUT TIPE LUAPAN C."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

i

LAPORAN PENELITIAN

TANGGAP TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERHADAP APLIKASI POC URIN SAPI DAN PUPUK ANORGANIK DI LAHAN PASANG SURUT TIPE

LUAPAN C

Oleh

RULI JOKO PURWANTO KARLIN AGUSTINA YURSIDA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS IBA PALEMBANG 2013

(2)

ii

(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan rahmat-Nya maka laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Laporan penelitian yang berjudul “Tanggap Tanaman Jagung (Zea mays) terhadap aplikasi POC urin sapi dan Pupuk anorganik di lahan pasang surut tipe luapan C” merupakan hasil penelitian yang dilakukan di desa Banyu Urip Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin dari bulan Maret sampai Juni 2013 dan dibiayai dari program CSR (Corporate Social Responsibility) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada, Deputy Manager Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII, DPD Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) Sumsel, Dekan Fakultas Pertanian Universitas IBA Palembang dan kelompok tani Mekar Tani di desa Banyu Urip Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin.

Penulis berharap semoga laporan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Aamiin,

.

Palembang, Agustus 2013 Penulis,

(5)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Hipotesis ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Tanaman Jagung ... 3

B. Pupuk Organik Cair Urin Sapi ... 4

III. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 6

A. Tempat dan Waktu ... 7

B. Bahan dan Alat ... 7

C. Metode penelitian ... 7

D. Cara kerja ... 9

E. Peubah yang diamati ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

A. Kesimpulan ... 22 B. Saran ... 22 DAFTAR PUSTAKA ... 23 LAMPIRAN ... 25

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jenis dan kandungan zat hara pada beberapa kotoran

ternak padat dan cair ... 5

2. Daftar Sidik Ragam ... 8

3. Hasil analisis keragaman terhadap semua peubah yang diamati ... 13

4. Nilai tengah tinggi tanaman jagung pada umur 2, 3 dan 4 MST ... 14

5. Nilai tengah jumlah daun tanaman jagung pada umur 2, 3 dan 4 MST . 14 6. Nilai tengah bobot jagung berkelobot pada berbagai aplikasi pemupukan ... 15

7. Nilai tengah bobot jagung tanpa kelobot pada berbagai aplikasi pemupukan ... 15

8. Nilai tengah bobot pipilan kering jagung pada berbagai aplikasi pemupukan ... 16

9. Nilai tengah bobot 100 biji jagung pada berbagai aplikasi pemupukan ... 17

10. Nilai tengah diameter tongkol jagung pada berbagai aplikasi pemupukan ... 18

11. Nilai tengah jumlah baris per tongkol jagung pada berbagai aplikasi pemupukan ... 17

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisis kandungan hara pupuk organik cair urin sapi ... 25 2. Hasil uji mutu kandungan mikroba berbahaya POC urin sapi ... 20

(8)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan kelompok palawija yang banyak dibudidayakan oleh petani, yang biasanya ditanam secara monokultur maupun campuran, baik di lahan sawah setelah tanaman padi atau di lahan kering (Yatmin dan Rakhmiati, 2002). Jagung merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat terbesar sesudah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, jagung digunakan juga sebagai bahan pakan ternak, bahan baku industri serta komoditas ekspor (Nazar, 2004).

Kendala-kendala yang dihadapi ditingkat petani dalam melaksanakan budidaya jagung diantaranya dalam teknik budidaya, mahalnya benih unggul, kepastian harga, gangguan organisme pengganggu tanaman, dan harga serta ketersediaan pupuk (Yatmin dan Rakhmiati, 2002). Salah satu upaya untuk mengeliminir kendala harga serta ketersediaan pupuk tersebut adalah dengan memanfaatkan dan mengolah limbah kotoran sapi baik yang berbentuk feses maupun urin sapi.

Pengolahan urin sapi menjadi pupuk organik cair (POC) lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pembuatan kompos dari kotoran padat karena membutuhkan proses pengadukan. Untuk volume yang besar proses pengadukan membutuhkan tempat dan tenaga yang besar pula, sementara pembuatan pupuk organik cair dari urin adalah sebaliknya.

Pupuk organik cair dari urin sapi mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman walaupun kandungannya lebih rendah dibanding pupuk an organik. Selain itu POC juga mengandung asam humat, fulfat dan hormon tumbuh yang bersifat memacu pertumbuhan tanaman. Bahan organik yang terkandung dalam

(9)

POC dapat membantu meningkatkan kapasitas pegang air sehingga tanaman tidak mengalami kekurangan air karena kekeringan (Lingga, 1991).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat tanggap pertumbuhan jagung terhadap aplikasi pupuk organik cair urin sapi dan kombinasinya dengan pupuk an organik di lahan pasang surut tipe luapan C.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian pupuk organik cair dari urin sapi yang difermentasi dan dikombinasikan dengan berbagai dosis pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung darat di lahan pasang surut tipe luapan C.

C. Hipotesis

1. Diduga tanaman jagung memberikan respon yang berbeda terhadap pemberian POC urin sapi dan pupuk anorganik dengan berbagai konsentrasi 2. Diduga pemberian POC urin sapi yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran akan memberikan respon terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung

(10)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jagung

Menurut Linnaeus dalam Rukmana (1997), tanaman jagung dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Poaceae (Graminae) Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Menurut Rukmana (1997), berdasarkan asal-usul benih dan tujuan penggunaannya, varietas jagung yang ditanam di Indonesia dibedakan atas dua golongan sebagai berikut:

a. Varietas jagung bersari bebas, yaitu varietas yang benihnya diambil dari penanaman sebelumnya, tetapi belum tercampur atau diserbuki oleh varietas lain. Hampir semua varietas unggul non-hibrida di Indonesia, seperti Arjuna, Nakula, Sadewa, Rama, termasuk varietas bersari bebas.

b. Varietas jagung hibrida, yaitu varietas yang benihnya tidak dapat diambil dari tanaman sbelumnya. Oleh karena itu tiap akan menanam jagung hibrida harus diganti dengan benih jagung yang baru. Bila benih jagung hibrida ditanam berulang kali, maka akan terjadi pemecahan sifat induknya dan produksinya menurun.

(11)

Menurut Warisno (1998), tanaman jagung hibrida sebagaimana tanaman jagung pada umumnya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bila semua syarat tumbuh terpenuhi. Faktor iklim dan tanah merupakan faktor yang paling menentukan bagi tanaman jagung hibrida. Salah satu contoh jagung hibrida yaitu jagung hibrida varietas C-7. Jagung hibrida varietas C-7 memiliki keunggulan antara lain daya adaptasi luas, baik di dataran tinggi maupun dataran rendah, toleran terhadap penyakit bulai dan kekeringan, bijinya berwarna kuning oranye, akar kokoh dan batang besar, umur panen 105 – 110 hari setelah tanam dengan potensi hasil 10 – 12 ton.ha-1.

Cara bercocok tanam yang harus dipertahankan untuk memperoleh hasil yang maksimal, menurut Rukmana meliputi kegiatan-kegiatan: 1) penyiapan benih, diambil dari benih yang bermutu tinggi dari varietas unggul, 2) penyiapan lahan, dilakukan dengan tanpa olah tanah, pengolahan tanah minimum atau pengolahan tanah maksimum, 3) penanaman, umumnya dilakukan pada musim kering (jagung marengan) dan pada musim hujan (jagung labuhan), 4) pemeliharaan, meliputi penyulaman, pengairan, penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, pemupukan, serta pengendalian hama penyakit, dan 5) panen.

B. Pupuk Organik Cair Urin Sapi

Urine sapi merupakan hasil ekskresi dari ginjal yang mengandung air, urea dan produk metabolik lain, di dalamnya juga mengandung zat perangsang tumbuh yang dapat digunakan sebagai pengatur tumbuh yang diekstrak dari makanan yang dicerna dalam usus diantaranya adalah IAA seperti auksin lebih lanjut dijelaskan bahwa urine sapi juga memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Karena baunya yang khas urine ternak juga dapat mencegah datangnya

(12)

5

berbagai hama tanaman sehingga urine sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendalian tanaman dari serangan hama (Primantoro, 1996).

Menurut Hadisuwito (2013), pada kotoran padat, kandungan N dan K-nya lebih sedikit dibandingkan di dalam kotoran cair. Pupuk organik cair mempunyai jumlah kandungan nitrogen, fosfor, kalium dan air lebih banyak jika dibandingkan dengan kotoran sapi padat (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis dan Kandungan Zat Hara pada beberapa Kotoran Ternak Padat dan Cair

Nama ternak & Bentuk Kotorannya N (%) F (%) K (%) Air (%)

Kuda - Padat 0.55 0.30 0.40 75 Kuda - Cair 1.40 0.02 1.60 90 Kerbau - Padat 0.60 0.30 0.34 85 Kerbau - Cair 1.00 0.15 1.50 92 Sapi - Padat 0.40 0.20 0.10 85 Sapi - Cair 1.00 0.50 1.50 92 Kambing - Padat 0.60 0.30 0.17 60 Kambing - Cair 1.50 0.13 1.80 85 Domba - Padat 0.75 0.50 0.45 60 Domba - Cair 1.35 0.05 2.10 85 ( Sumber Lingga, 1991)

Kadar auksin pada urine sapi cenderung lebih tinggi pada ternak betina dari pada ternak jantan. Hasil penelitian Suprijadji dan Prawoto (1992), bahwa kadar auksin pada urine sapi jantan sekitar 1042 ppm sedangkan pada urine sapi betina 1852 ppm. Kadar asam Gibberellin pada urine sapi jantan 55 ppm sedangkan pada urine sapi betina 291 ppm.

Kelebihan dan kekurangan Pupuk Organik dan Anorganik a. Organik

Kelebihan : termasuk pupuk lengkap, ramah lingkungan, murah, dapat diperbaharui, mudah dalam pembuatannya.

Kekurangan: tidak bisa langsung di serap oleh tanaman, belum jelas kandungan hara didalamnya, tidak diketahui dosis yang dibutuhkan bagi tanaman.

(13)

b. Anorganik

Kelebihan : cepat diserap oleh tanaman, hasil dapat cepat terlihat, terdapat banyak dipasaran, diketahui dosisnya.

Kekurangan : tidak semua pupuk ini ada unsur mikro dan makronya, tidak ramah lingkungan (Thika, 2009)

(14)

7

III. PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di desa Banyu Urip Blok H Jalur 17 Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Waktu pelaksanaannya dimulai bulan Maret sampai Juni 2013.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih jagung , pupuk urea, TSP dan KCl, urin sapi, EM 4 empon-empon (jahe, kunyit, lengkuas, brotowali, temulawak), gula merah. Sedangkan alat yang digunakan adalah drum plastik ukuran 100 liter, pompa air, pipa PVC ½ inchi, kran air, pipa T, Lem pipa, pengaduk kayu, kain kasa, saringan, kertas lebel, alat semprot punggung, timbangan, meteran, gunting, dan alat-alat laboratorium lainnya.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok ( RAK ) yang terdiri dari 5 perlakuan yang diulang sebanyak 5 kali. Setiap unit perlakuan terdapat dalam petakan dengan ukuran 1,5 m x 10 m.

Adapun perlakuannya adalah sebagai berikut :

J0 = 100 % pupuk anorganik dosis anjuran tanpa poc urin sapi J1 = pupuk anorganik 75 % dari dosis anjuran + poc urin sapi J2 = pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran + poc urin sapi J3 = pupuk anorganik 25 % dari dosis anjuran + poc urin sapi J4 = 100 % poc urin sapi tanpa pupuk anorganik

(15)

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara statitistika dengan menggunakan Daftar Sidik Ragam.

Tabel 2. Daftar Sidik Ragam.

Sumber Derajat jumlah kuadrat

Keragaman bebas kuadarat tengah F-hitun Ftabel (SK) (DB) (JK) ( KT ) 0,05 Ulangan (r) r-1 JKr/ r KTu/ KTG KTr/KTg

Perlakuan (P) p-1 JKP JKP/P KTp/KTg Galat ( g) (r-1) (p-1) JKg JKg /g

Total r.p-1

Sumber : Sumarsono et al., 1991.

Uji nyata perlakuan dilakukan dengan membandingkan F-hitung dan F-tabel apabila lebih kecil dari pada taraf 5% perlakuan tersebut dikatakan berpengaruh tidak nyata, sedangkan jika F-hitung lebih besar dari f tabel 5%, maka perlakuan tersebut dikatakan berpengaruh sangat nyata. Jika dari hasil analisis perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilakukan uji lanjut yang menggunakan Uji Beda Nyata Jujur ( BNJ) dengan rumus sebagai berikut:

BNJ 0,05= q( Kdbg) . p u ktg . keterangan :

K : Perlakuan kombinasi pupuk organik dan anorganik Dbg : Derajat bebas galat.

Ktg : Kuadrat tengah galat U : Ulangan/ kelompok.

Q(K,dbg) : Nilai baku q pada taraf uji 0,05 untuk jumlah perlakuan K dan derajat bebas galat.

(16)

9

Ketelitian dari semua perlakuan dapat dilihat dari nilai koefisien keragaman (KK) yang dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

KK = x

KTG X 100 %

Dimana :

KK = Koefisien Keragaman KTG = Kuadrat tengah galat x = rata rata perlakuan

D. Cara Kerja

1. Persiapan Lahan

Lahan dibersihkan dari gulma dan dibajak. Pengapuran dilakukan seminggu sebelum tanam dengan dosis 2 kg/petak. Petakan dibuat berukuran 1,5 m x 10 m sebanyak 20 petak. Jarak antar ulangan 1 m dan jarak antar petak dalam ulangan 0,5 m.

2. Pembuatan dan Aplikasi POC Urin Sapi

Urin sapi dari bak penampung urin dialirkan menggunakan mesin pompa ke dalam drum plastik ber volume 100 liter. Empon-empon yang terdiri dari kunyit, jahe, lengkuas, temu putih, dan brotowali masing-masing sebanyak 5 kg dihaluskan dan dimasukkan ke dalam drum fermentasi. Selanjutnya dimasukkan EM-4 sebanyak 1 botol dan gula merah yang sudah dihaluskan sebagai starter perkembangbiakan mikroba untuk mempercepat proses fermentasi. Larutan dalam drum diaduk dengan pengaduk kayu, selanjutnya ditutup menggunakan kain berserat kasar agar oksigen masih dapat masuk untuk perkembangan mikroba. Fermentasi POC dilakukan selama 14 hari. Selama fermentasi drum dibuka dan diaduk satu kali sehari. Setelah proses fermentasi sempurna yang dicirikan dengan perubahan warna

(17)

urin sapi dari kuning kecoklatan menjadi coklat kehitaman, maka POC Urin sapi siap digunakan.

POC urin sapi diaplikasikan dengan cara menyaring dan mencampur POC sebanyak 1 liter ke dalam 10 liter air dan disiramkan ke tanah disekitar perakaran tanaman pada saat tanaman berumur 1 MST, 2 MST dan 3 MST. Aplikasi akan lebih efektif dan bermanfaat optimal bila disiramkan ke tanah daripada disemprotkan ke daun karena mikroba yang terdapat dalam POC akan bisa langsung bekerja memperbaiki kondisi tanah disekitar tanaman.

3. Penanaman

Benih jagung ditanam dengan jarak 20 cm x 70 cm. Setiap lubang tanam diisi dengan dua benih jagung, lalu lubang ditutup dengan tanah agar benih tidak hilang karena dimakan hewan atau terbawa aliran air saat hujan. Bibit jagung yang ditinggalkan dan dipelihara hingga panen hanya satu tanaman.

4. Pemupukan

Pemupukan dilakukan mulai umur 1 MST sesuai dengan masing masing perlakuan. Pupuk P dan K diberikan sekaligus saat tanam, sedang pupuk N diberikan dua kali, yaitu pada saat tanam dan umur 2 MST.

5. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiraman, penyiangan dan pengendalian hama penyakit dan gulma. Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 1 MST dengan cara mengganti tanaman yang mati dengan bibit berumur sama. Penyiraman dilakukan pagi dan sore apabila tidak turun hujan. Penyiangan dilakukan dengan cara manual, dan pengendalian hama penyakit dilakukan apabila terdapat serangan atau sesuai dengan kondisi di lapangan.

(18)

11

6. Panen

Panen dilakukan setelah tanaman jagung memperlihatkan fisik tanaman yang telah siap di panen yaitu kelobot jagung sudah mengering dan berwarna kekuningan. Sebelum pemanenan, terlebih dulu dilakukan pemangkasan daun dan pucuk tanaman jagung, selanjutnya membiarkan tongkol jagung kering di lapangan dengan cara membuka / membuang beberapa lembar kelobot agar butir-butir jagung cepat mengering. Setelah dibiarkan selama dua minggu, jagung dipanen dengan cara mematahkan dari tangkainya.

E. Peubah Yang Diamati

1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang sampai ke titik tumbuh tanaman contoh, pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada umur 2 MST, 3 MST dan 4 MST

2. Jumlah Daun (helai)

Penghitungan jumlah daun hanya dilakukan pada daun yang telah membuka, dilakukan pada umur 2 MST, 3 MST dan 4 MST, dengan satuan helai.

3. Bobot Jagung Berkelobot (g)

Pengamatan bobot jagung berkelobot dilakukan pada waktu panen dengan cara menimbang bobot tongkol jagung yang masih ditutupi kelobot dari tanaman contoh dan dinyatakan dengan satuan gram (g).

(19)

4. Bobot Jagung Tanpa Kelobot (g)

Pengamatan bobot jagung tanpa kelobot dilakukan pada waktu panen dengan cara menimbang bobot tongkol jagung yang sudah dibersihkan dari kelobot dari tanaman contoh dan dinyatakan dengan satuan gram (g).

5. Bobot Pipilan Kering (g)

Pengamatan bobot pipilan jagung dilakukan dengan cara menimbang bobot butiran jagung yang sudah dilepaskan dari tongkolnya dari tanaman contoh dan sudahkan dikeringkan dengan cara menjemurnya dibawah terik matahari. Bobot pipilan kering dinyatakan dengan satuan gram (g).

6. Bobot 100 biji (g)

Pengamatan bobot 100 biji jagung dilakukan dengan cara menimbang bobot 100 butir biji jagung yang sudah dilepaskan dari tongkolnya dari tanaman contoh dan sudahkan dikeringkan dengan cara menjemurnya dibawah terik matahari. Bobot 100 biji dinyatakan dengan satuan gram (g).

7. Diamater tongkol (g)

Pengamatan diameter tongkol jagung dilakukan dengan cara mengukur diameter tongkol jagung dari tanaman contoh menggunakan jangka sorong. Diameter tongkol dinyatakan dengan satuan sentimeter (cm).

8. Jumlah baris per tongkol

Pengamatan jumlah baris per tongkol jagung dilakukan dengan cara menghitung jumlah barisan biji jagung pada setiap tongkol jagung dari tanaman contoh.

(20)

13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan aplikasi pemupukan menggunakan pupuk organik dan an organik terhadap jagung menunjukkan pengaruh nyata terhadap hampir semua peubah baik yang diamati pada umur 2 MST maupun 4 MST kecuali terhadap produksi (Tabel 3). Ini berarti pada saat fase pertumbuhan, tanaman jagung yang ditanam di lahan pasang surut tipe luapan C cukup respon terhadap penambahan unsur hara yang diberikan dalam bentuk pupuk organik maupun an organik.

Tabel 3. Hasil analisis keragaman terhadap semua peubah yang diamati

Peubah Perlakuan (K) KK (%)

Tinggi Tanaman umur 2 minggu Tinggi Tanaman umur 3 minggu Tinggi Tanaman umur 4 minggu Jumlah daun umur 2 minggu Jumlah daun umur 3 minggu Jumlah daun umur 4 minggu Bobot Jagung Berkelobot Bobot Jagung tanpa Kelobot Bobot Pipilan Kering Bobot 100 Biji Diamater Tongkol

Jumlah Baris per Tongkol

n n n tn n n n n n n n n 2.44 2.50 2.05 9.05 6.28 4.44 1.91 2.43 2.67 2.85 1.74 2.58 Keterangan: n = berpengaruh nyata, dan tn = berpengaruh tidak nyata

1. Tinggi Tanaman

Hasil pengamatan terhadap peubah tinggi tanaman memperlihatkan bahwa angka tertinggi didapatkan pada pemberian 50 % pupuk an organik ditambah pupuk organik cair urin sapi, baik pada umur 2 MST maupun 4 MST (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara pada fase pertumbuhan jagung di lahan pasang surut masih cukup tinggi. Suplai hara yang hanya berasal dari pupuk organik cair urin sapi saja tidak mampu mencukupi kebutuhan untuk meningkatkan tinggi tanaman karena jumlah hara yang terkandung dalam POC urin sapi sangat rendah.

(21)

Kenyataan ini didukung pula oleh hasil analisis dari Laboratorium Pusat Penelitian Tanah Bogor yang menunjukkan bahwa POC urin sapi yang dibuat dalam penelitian ini memang memiliki hampir semua hara yang dibutuhkan tanaman baik makro maupun mikro, tetapi jumlahnya sangat rendah (Lampiran 2).

Tabel 4. Nilai tengah tinggi tanaman jagung pada umur 2, 3 dan 4 MST Perlakuan

Rata-rata tinggi tanaman pada umur

2 MST(cm)

Rata-rata tinggi tanaman pada umur

3 MST (cm)

Rata-rata tinggi tanaman pada umur

4 MST (cm) J0 63.10 b 84.72 c 146.92 b J1 57.46 a 70.32 a 141.72 b J2 69.66 c 92.56 d 169.22 d J3 56.52 a 76.44 b 129.56 a J4 62.90 b 88.78 d 158.48 c BNJ 0.05 = 2.93 BNJ 0.05 = 3.99 BNJ 0.05 = 5.92

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5% uji BNJ.

2. Jumlah Daun

Hasil pengamatan terhadap peubah jumlah daun memperlihatkan bahwa angka tertinggi juga didapatkan pada pemberian 50 % pupuk an organik ditambah pupuk organik cair urin sapi, walaupun tidak menunjukkan beda nyata terhadap perlakuan lain (Tabel 5).

Tabel 5. Nilai tengah jumlah daun tanaman jagung pada umur 2, 3 dan 4 MST Perlakuan

Rata-rata jumlah daun pada umur

2 MST(cm)

Rata-rata jumlah daun pada umur

3 MST (cm)

Rata-rata jumlah daun pada umur

4 MST (cm) J0 6.40 8.20 ab 11.00 ab J1 6.40 7.80 ab 10.40 a J2 6.60 8.60 b 11.40 b J3 6.40 7.60 a 10.40 a J4 6.40 8.40 ab 11.40 b BNJ 0.05 = 1.13 BNJ 0.05 = 0.99 BNJ 0.05 = 0.94

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % uji BNJ.

(22)

15

Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan hara pada fase pertumbuhan jagung di lahan pasang surut masih cukup tinggi.

3. Bobot Jagung Berkelobot (g)

Hasil pengamatan peubah bobot jagung berkelobot menunjukkan bahwa perlakuan J2, yaitu pemberian 50 % pupuk anorganik ditambah pupuk organik cair (POC) urin sapi, menunjukkan produksi jagung (bobot jagung berkelobot) yang tertinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai tengah bobot jagung berkelobot pada berbagai aplikasi pemupukan Perlakuan Rata-rata bobot jagung berkelobot

J0 152,26 c J1 138,52 b J2 187,70 e J3 130,75 a J4 181,33 d BNJ 0.05 = 5,85

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % uji BNJ.

4. Bobot Jagung Tanpa Kelobot (g)

Hasil pengamatan peubah bobot jagung tanpa kelobot selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Nilai tengah bobot jagung tanpa kelobot pada berbagai aplikasi pemupukan

Perlakuan Rata-rata bobot jagung tanpa kelobot J0 129.07 b J1 119.96 a J2 177.54 d J3 116.57 a J4 151.19 c BNJ 0.05 = 6.53

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % uji BNJ.

(23)

Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan J2, yaitu pemberian 50 % pupuk anorganik ditambah pupuk organik cair (POC) urin sapi, menunjukkan produksi jagung (bobot jagung tanpa kelobot) yang tertinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya.

5. Bobot Pipilan Kering (g)

Hasil pengamatan peubah bobot pipilan kering jagung menunjukkan bahwa perlakuan J2, yaitu pemberian 50 % pupuk anorganik ditambah pupuk organik cair (POC) urin sapi, menunjukkan produksi jagung (bobot pipilan kering jagung) yang tertinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya (Tabel 8).

Tabel 8. Nilai tengah bobot pipilan kering jagung pada berbagai aplikasi pemupukan

Perlakuan Rata-rata bobot pipilan kering jagung J0 108,31 c J1 92,50 b J2 139,05 e J3 86,62 a J4 124,33 d BNJ 0.05 = 5.68

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % uji BNJ.

Hasil pipilan kering ini menunjukkan bahwa perlakuan J2 memberikan hasil jagung 139,05 g per tanaman atau setara 9,932 ton.ha-1, hal ini berarti bahwa tanaman jagung hibrida yang ditanam di daerah suboptimal dengan lahan pasang surut tipe luapan C dan diperlakukan dengan pemupukan 50 % pupuk anorganik serta diberi POC urin sapi dapat memberikan hasil yang sudah mendekati potensi hasil tanaman jagung hibrida C-7 sebesar 10 -12 ton.ha-1. Hasil ini juga menunjukan masih lebih tinggi dari rata-rata produktivitas jagung nasional yang hanya mencapai 4,5 ton.ha-1 (Anonim, 2012).

(24)

17

6. Bobot 100 biji (g)

Hasil pengamatan peubah bobot 100 biji jagung menunjukkan bahwa perlakuan J2, yaitu pemberian 50 % pupuk anorganik ditambah pupuk organik cair (POC) urin sapi, menunjukkan produksi jagung (bobot 100 biji jagung) yang tertinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya (Tabel 9).

Tabel 9. Nilai tengah bobot 100 biji jagung pada berbagai aplikasi pemupukan Perlakuan Rata-rata bobot 100 biji jagung

J0 25,48 c J1 22,93 b J2 30,87 e J3 21,11 a J4 28,14 d BNJ 0.05 = 1.42

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % uji BNJ.

Rata-rata bobot 100 biji jagung tertinggi pada perlakuan J2 ini, menunjukkan bahwa tanaman jagung hibrida yang ditanam di daerah suboptimal pada lahan pasang surut dengan tipe luapan C dan diperlakukan dengan pemupukan 50 % pupuk anorganik serta diberi POC urin sapi dapat memberikan hasil jagung yang berukuran relatif besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

7. Diamater tongkol (g)

Hasil pengamatan peubah diameter tongkol dapat dilihat pada tabel 10. Hasil pengamatan peubah diameter tongkol jagung menunjukkan bahwa perlakuan J2, yaitu pemberian 50 % pupuk anorganik ditambah pupuk organik cair (POC) urin sapi, menunjukkan diameter tongkol jagung yang tertinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya.

(25)

Tabel 10. Nilai tengah diameter tongkol jagung pada berbagai aplikasi pemupukan Perlakuan Rata-rata diamater tongkol jagung

J0 4,31 bc J1 4,17 ab J2 4,47 d J3 4,08 a J4 4,39 cd BNJ 0.05 = 0.14

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % uji BNJ.

8. Jumlah baris per tongkol

Hasil pengamatan peubah jumlah baris biji per tongkol jagung menunjukkan bahwa perlakuan J2, yaitu pemberian 50 % pupuk anorganik ditambah pupuk organik cair (POC) urin sapi, menunjukkan jumlah barisan biji per tongkol jagung yang tertinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya (Tabel 11). Jumlah baris biji per tongkol yang tinggi ini menunjukkan jumlah biji yang lebih banyak dalam setiap tongkolnya.

Tabel 11. Nilai tengah jumlah baris per tongkol jagung pada berbagai aplikasi pemupukan

Perlakuan Rata-rata jumlah baris per tongkol jagung

J0 14,73 ab J1 14,40 a J2 16,60 c J3 14,40 a J4 15,47 b BNJ 0.05 = 0.75

Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada taraf 5 % uji BNJ.

(26)

19

Sebagaimana disebutkan pada hasil di atas, bahwa perlakuan J2, yaitu pemberian 50 % pupuk anorganik ditambah pupuk organik cair (POC) urin sapi, menunjukkan hasil pertumbuhan dan produksi jagung yang tertinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena pemberian 50 % pupuk anorganik dari dosis anjuran dengan tambahan POC urin sapi yang mengandung hara makro dan hara mikro cukup lengkap telah menjamin pertumbuhan dan produksi jagung cukup baik. Hal ini dapat terjadi dikarenakan kandungan hara, termasuk hara mikro yang terkandung dalam POC urin sapi dapat segera diserap oleh tanaman jagung sebagaimana hasil penelitian Noorhidayati (2005), bahwa penggunaan pupuk urin sapi mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman buncis (Phaseolus

vulgaris L. var. monel). Hal ini juga menunjukkan bahwa pupuk urin sapi dapat

segera diserap oleh tanaman, sesuai dengan pendapat oleh Lingga dan Marsono (2003) bahwa penggunaan pupuk berbentuk cair mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dengan cepat.

Sedangkan pemberian pupuk anorganik yang lebih tinggi atau lebih rendah dari 50 % dari dosis anjuran dengan tambahan POC urin sapi atau hanya diberikan POC urin sapi saja tanpa pupuk anorganik menunjukkan hasil pertumbuhan dan produksi jagung yang lebih rendah membuktikan pentingnya keseimbangan hara mikro dan hara makro dalam metabolisme tanaman. Sebagaimana diketahui sebagian peranan hara mikro adalah sebagai penyusun enzim-enzim penting yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme tanaman, contohnya seperti yang disampaikan Gardner et

al. (1991), bahwa besi (Fe) merupakan penyusun enzim-enzim pada transpor

elektron, misalnya sitokrom dan feredoksin, yang aktif dalam fotosintesis dan dalam respirasi mitokondria. Dengan demikian dapat difahami, bahwa dengan fotosintesis yang aktif, maka akan dihasilkan pertumbuhan dan produksi yang baik.

(27)

Perlakuan J2 memberikan hasil pipilan kering jagung 139,05 g per tanaman atau setara 9,932 ton.ha-1, hal ini berarti bahwa tanaman jagung hibrida yang ditanam di daerah suboptimal pada lahan pasang surut tipe luapan C dan diperlakukan dengan pemupukan 50 % pupuk anorganik serta diberi POC urin sapi dapat memberikan hasil yang mendekati potensi hasil tanaman jagung hibrida C-7 sebesar 10 - 12 ton.ha-1. Hasil tersebut lebih tinggi dari rata-rata produktivitas jagung nasional yang hanya mencapai 4,5 ton.ha-1 (Anonim, 2012).

Hasil produksi pipilan kering jagung tersebut merupakan hasil interaksi dari besarnya ukuran atau bobot biji, banyaknya jumlah biji per tongkol (dilihat dari peubah jumlah baris per tongkol) dan besarnya diameter tongkol jagung. Artinya makin besar ukuran diameter tongkol diikuti dengan banyaknya jumlah baris biji dalam tongkol serta diikuti dengan bobot biji yang berat, maka akan diperoleh hasil pipilan kering yang tinggi.

Sebagaimana diketahui dari hasil juga bahwa ukuran atau bobot biji yang dihasilkan dengan perlakuan J2 menunjukkan ukuran atau bobot biji terbesar. Perlakuan yang lebih banyak menggunakan POC tetapi dengan lebih sedikit pupuk anorganik (J3 dan J4) menghasilkan ukuran atau bobot biji jagung yang lebih kecil, ini jelas dikarenakan kekurangan hara, terutama hara N. Hal ini sesuai pendapat dari Mengel dan Kirkby (1987), bahwa defisiensi N dalam tanaman sereal dicirikan dengan sedikitnya anakan; jumlah tongkol per unit area dan juga jumlah biji per tongkol berkurang, biji-bijinya kecil, tapi sering secara relatif kandungan proteinnya tinggi, menurunnya import karbohidrat ke dalam biji, selama tahap pengisian biji. Sedangkan kecilnya ukuran biji pada perlakuan yang menggunakan pupuk anorganik (hara makro) lebih banyak, dikarenakan sedikitnya hara mikro yang dapat dimanfaatkan sebagai penyusun enzim yang penting dalam metabolisme yang akan

(28)

21

menggunakan hara makro tersebut sebagai bagian struktural sel maupun non-struktural sel.

Menurut Hardjowigeno (1992), dalam semua pupuk kandang P selalu terdapat dalam kotoran padat, sedangkan sebagian besar K dan N terdapat dalam kotoran cair (urine). Kandungan K dalam urine adalah lima kali lebih banyak, sedangkan kandungan N adalah dua sampai tiga kali lebih banyak, daripada dalam kotoran padat.

(29)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Perlakuan J2 yaitu pemberian pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran + poc urin sapi menghasilkan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah daun,) tertinggi dibanding perlakuan lainnya.

2. Perlakuan J2 (pemberian pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran + poc urin sapi) juga menghasilkan produksi tanaman jagung (bobot jagung berkelobot, bobot jagung tanpa kelobot, bobot pipilan kering, bobot 100 biji, diameter tongko dan jumlah baris biji per tongkol,) tertinggi dibanding perlakuan lainnya.

B. Saran

Berdasarkan hasil pengamatan diatas, yang menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan yang menggunakan 100 % pupuk organik cair urin sapi memperlihatkan hasil pertumbuhan dan produksi jagung yang walaupun berbeda nyata terhadap perlakuan pemupukan pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran + poc urin sapi, tetapi hasilnya sudah mendekati hasil dari pemberian perlakuan pemupukan pupuk anorganik 50 % dari dosis anjuran + poc urin sapi tersebut, maka dalam penanaman jagung sebaiknya cukup dilakukan pemupukan dengan pupuk organik cair urin sapi saja tanpa pemberian pupuk anorganik. Hal ini dapat menghemat secara ekonomi, sekaligus menjadikan jagung yang sehat sebagai jagung organik.

(30)

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Jagung hibrida UNIB lampaui produksi nasional. Editor: B Kunto

Wibisono. www.antaranews.com/berita/336748/jagung-hibrida-unib-lampaui-

produksi-nasional. Diunduh 23 Agustus 2013.

Edi Syafri Edi & A. Yusri. 2010. Teknologi Pemupukan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

Hadisuwito, Sukamto. 2013. Membuat pupuk kompos cair. AgroMedia. Jakarta. Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Cet. Ke-3. Mediyatama Sarana Perkasa.

Jakarta.

Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchell. Fisiologi tanaman budidaya. Terjemahan oleh Herawati Susilo. UI-Press. Jakarta.

Lingga, P. 1991. Petunjuk Penggunaan pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Lingga dan Marsono. 2003. dalam Kurniadinata, Odit Ferry. ... Pemanfaatan feses dan urin sapi sebagai pupuk organik dalam perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg.). Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak. Fakultas Pertanian Univeritas Mulwarman. Samarinda.

Mengel, K. and Kirkby, E. A. 1987. Principles of plant nutrition. International Potash Institute. Worblaufen-Bern, Switzerland.

Nazar, Amrizal. 2004. Intensitas serangan beberapa galur harapan jagung oleh

Ostrinia furnacalis Guenne dan Sclerospora maydis. Jurnal Wacana Pertanian

III (1): 40-43.

Noorhidayati. 2005. dalam Kurniadinata, Odit Ferry. Pemanfaatan bokashi sapi dan fermentasi urin sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman baby buncis (Phaseolus vulgaris L . Var. Monel). Fakultas Pertanian Univeritas Mulwarman. Samarinda. (Unpublish)

Primantoro. 1996. Pemanfaatan urine sapi sebagai nutrisi tanaman.

http://affandi21.xanga.com/644038359/pemanfaatan-urine-sapi-yang-difermentasi-sebagai-nutrisi-tanaman. Diunduh pada tanggal 23 Januari 2012. Rukmana, R. 1997. Usahatani jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Suprijadji, G., dan Prawoto, A. 1992. Kandungan hormon air seni beberapa jenis Ternak. Pusat Penelitian Perkebunan, Jember.

Thika.2009. pupuk itu. http://thikalagi.blogspot.com/2009/04/pupuk-itu.html. [10 Januari 2013]

(31)

Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Warisno. 1998. Budidaya jagung hibrida. Kanisius, Yogyakarta.

Yatmin dan Rakhmiati. 2002. Pertumbuhan dan hasil jagung akibat perbedaan waktu aplikasi pupuk urea. Jurnal Wacana Pertanian I (1): 36-40.

(32)

25

Lampiran 1. Hasil analisis kandungan hara pupuk organik cair urin sapi

(33)

Lampiran 2. Hasil uji mutu kandungan mikroba berbahaya POC urin sapi

Gambar

Tabel 1.  Jenis dan Kandungan Zat Hara pada beberapa Kotoran Ternak Padat dan  Cair
Tabel 2. Daftar Sidik Ragam.
Tabel 3.  Hasil analisis keragaman terhadap semua peubah yang diamati
Tabel 5.  Nilai tengah jumlah daun tanaman jagung pada umur 2, 3 dan 4 MST  Perlakuan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kesulitan pada level mikroskopis yang teridentifikasi adalah siswa mengalami kesulitan dalam memahami gambaran mikroskopis sehingga dalam menyelesaikan soal

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang kemampuan komunikasi matematis siswa berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi kelas VII SMP Negeri 1 Mojolaban

Data yang dibutuhkan dalam metode ini adalah alternatif keputusan, kriteria penilaian dan bobot keputusan yang mempengaruhi dalam pendukung keputusan untuk

Oleh karena itu, perusahaan helm lebih gencar lagi dalam memproduksi berbagai model helm ditengah persaingan yang sangat ketat saat ini, karena banyak sekali helm import

memberikan sosialisasi pajak lebih giat dengan cara membagikan brosur yang berisi tata cara perhitungan pajak terutang untuk orang pribadi kepada wajib pajak agar

Beberapa karakter yang kurang baik dalam diri seseorang remaja diatas yang identik dengan anak-anak di bawah umur (dalam istilah perkawinan) menunjukan bahwa anak yang

Padahal Nabi Sulaiman tidak mengamalkan sihir yang menyebabkan kekufuran itu, akan tetapi puak Syaitan itulah yang kafir (dengan amalan sihirnya) kerana merekalah yang mengajarkan

Maka tugas kita adalah mengembalikan fungsi ulama sebagai pengawal masyarakat dari penyimpangan-penyimpangan pemahaman dan akidah, serta mengembalikan lagi kepercayaan ummat yang