• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KANDUNGAN BAKTERI COLI PADA AIRTANAH DI KOTA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KANDUNGAN BAKTERI COLI PADA AIRTANAH DI KOTA YOGYAKARTA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

445

STUDI KANDUNGAN BAKTERI COLI

PADA AIRTANAH DI KOTA YOGYAKARTA

Yogy Prasetyo Kurniawan, Wawan Budianta

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika 2 Kampus UGM, Yogyakarta. Telp. 0274-513668

e-mail: yogy_prasetyo_kurniawan@yahoo.co.id Diterima tanggal : 15 November 2013

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas airtanah secara mikrobiologi, terutama pada kandungan bakteri coli, pada tahun 2013, secara menyeluruh di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah Kota Yogyakarta, ditambah beberapa wilayah di Kabupaten Sleman dan Bantul yang dibatasi oleh jalan lingkar. Daerah penelitian dibagi menjadi dalam kisi-kisi yang berbentuk bujur sangkar, dengan luas masing-masing kuranglebih seribu meter persegi. Contoh airtanah diambil dari sumur gali penduduk, yang tersebar merata di daerah penelitian pada tiap kisi-kisi. Dalam penelitian ini, analisis keruangan dan statistik dilakukan secara bersama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh contoh airtanah telah tercemar oleh bakteri coli, dam beberapa faktor hidrogeologi maupun sanitasi lingkungan berperan dalam mempengaruhi penyebaran kandungan bakteri coli pada airtanah di daerah penelitian, namun hal penting yang perlu diperhatikan dalam kesimpulan adalah dengan adanya jaringan sistem limbah terpusat terbukti berperan mengurangi penyebaran bakteri coli pada airtanah di daerah penelitian.

I. Pendahuluan dan Latar Belakang Penelitian

Pencemaran air tanah atau penurunan kualitas air tanah berhubungan dengan erat dengan tingkat kepadatan penduduk, sebab semakin banyak jumlah penduduk maka limbah yang dibuang ke lingkungan akan semakin besar. Penurunan kualitas air bawah tanah ataupun pencemaran ini akibat sanitasi yang kurang baik seperti adanya rembesan air limbah dari rumah tangga termasuk rembesan dari septic tank dan pencemaran ini ditandai adanya bakteri coli pada airtanah (Macler and Merkle, 2000). Secara geologi, Kota Yogyakarta dan sekitarnya berada diatas endapan gunung api Merapi Muda, dimana batuan yang terbentuk berumur kuarter (Rahardjo, dkk, 1995; Sir M. Mac Donald and Partner, 1984; Hendrayana, 1993). Batuan ini mempunyai porositas dan permeabilitas yang tinggi, sehingga akan memudahkan pencemar merambat dengan cepat dari sumber pencemar (Budianta, dkk., 2002). Kota Yogyakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang mempunyai perkembangan yang relatif cepat, baik dari jumlah penduduk maupun perkembangan lain seperti adanya pertambahan luasan daerah pemukiman dan industri (BPS Yogyakarta, 2011; Yogyakarta Urban Development Project, 1994). Secara teori, tingginya kandungan bakteri coli pada air tanah dikarenakan jarak septic tank dan saluran drainase yang sangat dekat dengan sumur, yang terdapat pada daerah pemukiman padat, dimana penggunaan on-site sanitation masih dipergunakan. Penggunaan air yang mengandung bakteri coli untuk dikonsumsi akan menyebabkan diare. Kandungan bakteri coli berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum bahwa jumlah bakteri coli pada air minum adalah nol (0). Di Kota Yogyakarta, pemantauan mengenai pencemaran bakteri coli pada airtanah di Kota Yogyakarta dan sekitarnya, telah banyak dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini, seperti Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota Yogyakarta dan Sleman, serta Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Menurut Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Sleman, menyebutkan bahwa sekitar 75 persen sumur milik warga di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa

(2)

446

Yogyakarta, tercemar bakteri coli yang dapat menganggu kesehatan masyarakat (Harian Republika, 21 November 2011). Di bagian lain, Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menyebutkan adanya 1.100 sumur di Yogyakarta yang tidak memenuhi syarat. Data itu terungkap setelah dilakukan penelitian sampel air bersih pada 2010 di kota Yogyakarta (Harian Tribun Jogja, 28 Januari 2011). Sementara itu Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat dari 72.374 jamban milik warga hanya 98 persen yang dinyatakan sehat. Kondisi ini juga berpotensi menimbulkan pencemaran air (Harian Kedaulatan Rakyat 20 April 2012). Di bidang akademik, penelitian mengenai pencemaran bakteri coli pada airtanah juga telah banyak dilakukan (Mulyani, M. C., 2007; Saputra, M, 2007; Winastu, H., 2006; Prehatin, D., L., 2009; Gunawan, D., H., 2010 dan Budianta, W., 2001). Secara umum, beberapa penelitian tersebut menyimpulkan bahwa telah terjadi pencemaran secara mikrobiologi pada airtanah di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan dan disebutkan pada bagian studi pustaka, mempunyai kekurangan antara lain luasan penelitian yang terbatas dan hanya setempat-setempat dan tidak menyeluruh. Dengan demikian, dengan dilakukannya penelitian ini akan dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi terkini kualitas airtanah secara mikrobologi, khususnya kandungan bakteri coli pada airtanah di Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

II. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas airtanah secara mikrobiologi, terutama pada kandungan bakteri coli, pada tahun 2013 ini, secara menyeluruh di wilayah Kota Yogyakarta dan sekitarnya, dikarenakan dari waktu ke waktu telah terjadi pekembangan di Kota Yogyakarta dan sekitarnya, baik dari jumlah penduduk dan pemukiman maupun perkembangan lain ke arah globalisasi.

Penelitian ini dapat memberikan gambaran bagaimana kondisi terkini kualitas airtanah secara mikrobologi, khususnya kandungan bakteri coli pada airtanah di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Penelitian ini akan sangat bermanfaat dan bisa memberikan informasi, baik bagi pemerintah maupun kepada masyarakat luas mengenai kualitas airtanah di Kota Yogyakarta dan sekitarnya, mengingat sampai saat ini ketergantungan penyediaan air bersih dan air minum pada air tanah masih sangat tinggi.

III. Metode Penelitian

Lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah Kota Yogyakarta, ditambah beberapa wilayah di Kabupaten Sleman dan Bantul yang dibatasi oleh jalan lingkar (ring road), yaitu lingkar utara, selatan, barat, dan timur. Daerah penelitian dibagi menjadi dalam kisi-kisi yang berbentuk bujur sangkar, dengan luas masing-masing sekitar 2 kilometer meter persegi. Setiap daerah pada kisi, diwakili oleh satu contoh airtanah. Contoh airtanah ini diperiksa oleh laboratorium BBTKL (Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan Kota Yogyakarta.

Data geologi diperoleh dari hasil interpretasi peta geologi yang dibuat oleh Sir M. Mac Donald and Partners (1984), serta ditambah dengan rujukan dari Rahardjo dkk (1995). Data karakteristik akuifer dan konsep aliran airtanah diperoleh dengan melihat hasil penelitian terdahulu, antara lain bersumber dari Sir M. Mac Donald and Partners (1984). Data tipe tanah diperoleh dari peta tanah tahun 2004 yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (PPTA). Dalam mengambil sampel di lapangan, juga dilakukan pengukuran terhadap kedalaman muka airtanah yang sebagai data untuk membuat peta kontur muka airtanah dangkal. Data mengenai karakteristik akuifer di daerah penelitian diperoleh dari data sekunder. Data ini didapat dari berbagai sumber yang terpercaya dan dianggap dapat mewakili

(3)

447

seluruh daerah penelitian. Data tersebut antara lain berupa transmisivitas (T) dan nilai koefisien kelulusan air (K).

Analisis dilakukan dengan dua analisis, yaitu analisis keruangan dan statistik. Analisis keruangan dimaksudkan mengetahui penyebaran kadar kandungan bakteri coli dalam airtanah dangkal yang diteliti. Adapun analisis statistik yang dilakukan meliputi analisis cluster dan faktor. Tujuan analisis cluster dalam statistik non-parametrik adalah mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik di antara objek-objek tersebut. Sedangkan analisis faktor dilakukan untuk mencoba menemukan hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang berjumlah lebih sedikit dari jumlah variabel awal.

IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan Geologi, Pedologi dan Hidrogeologi

Peta geologi regional daerah Yogyakarta menurut Sir M. Mac. Donald (1984), menunjukkan bahwa seluruh daerah penelitian berada pada Formasi Sleman dan Formasi Yogyakarta yang merupakan material Vulkanik Merapi Tua dan Merapi Muda. Formasi Sleman merupakan bagian bawah dari material volkaniklastik Merapi muda dengan litologi penyusun berupa pasir dan kerikil diselingi bongkah – bongkah andesit. Formasi Sleman secara litologi dapat dibedakan dengan Formasi Yogyakarta berdasarkan ukuran butirnya, Formasi Sleman mempunyai ukuran butir yang lebih kasar daripada Formasi Yogyakarta. Formasi Yogyakarta merupakan litologi penyusun bagian atas dari material volkaniklastik Merapi Muda, yang tersusun atas selang – seling pasir, kerikil, lanau dan lempung. Konsep akuifer dan aliran airtanah di daerah penelitian, terletak di lereng selatan Gunung Merapi dan diketahui bahwa aliran airtanah berasal dari utara yaitu Gunung Merapi, mengalir ke selatan ke arah laut, dimana hal tersebut juga hampir sama dengan keadaan di permukaan yaitu topografi ketinggiannya semakin ke selatan semakin rendah. Menurut Putra (2007), hasil dari korelasi litostratigrafi yang didapat dari data sumur bor yang berada di daerah penelitian menunjukkan bahwa di daerah tersebut terdapat lima layer yang berumur Kuarter, dimana layer-layer tersebut yang membentuk akuifer multi-layer dalam sistem akuifer Merapi di bawah Kota Yogyakarta. Di dalam setiap layer mengandung banyak jenis dari gravel, pasir, pasir lempung-an dan fasies lempung, diantara komposisi tersebut dipisahkan oleh lapisan lanau pasir-an hingga lapisan lempung yang tidak menerus secara lateral. Lapisan lateral yang tidak menerus tersebut bersifat semi-permeable hingga impermeable, sehingga menyebabkan antar lapisan akuifer terpisah secara tidak lengkap. Lapisan lateral yang bersifat semi-permeable hingga impermeable tersebut mengakibatkan akuifer dari sistem multilayer tersebut secara langsung terhubung dengan satu sama lain di beberapa tempat. Oleh karena itu, dapat memungkingkan apabila pada akuifer bagian atas terjadi kontaminasi, maka dapat menyebabkan terjadinya induksi atau menyebabkan akuifer bagian bawah terkena kontaminasi juga menerus dari akuifer bagian atas.

Nilai-nilai karakteristik akuifer di daerah penelitian meliputi transmisivitas (T) dan koefisien kelulusan air (K). Data tersebut dapat digunakan untuk menentukan dan mengetahui mengenai karaktersistik akuifer pada daerah penelitian, meskipun sifatnya tidak keseluruhan tersebar di daerah penelitian, tetapi data tersebut dapat mewakili sebagian besar di daerah Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Nilai T yang mencakup di daerah penelitian berkisar antara 30 sampai dengan 1000 m/hari, seadngkan nilai K berisar antara 7 sampai dengan 80 m2/hari

Secara regional Kota Yogyakarta dan sekitarnya memiliki jenis seri tanah yang berbeda-beda. Satuan Peta Tanah (SPT) yang dijumpai pada lembar Yogyakarta sebanyak 145 SPT, tetapi yang terdapat pada daerah penelitian hanya sebanyak 6 SPT, dan dapat

(4)

448

disederhanakan menjadi tiga satuan tanah, yaitu satuan dominan berukuran pasir, satuan tanah dominan berukuran pasir lempungan, dan satuan tanah dominan berukuran lempung pasiran. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (PPTA) menyatakan bahwa pembentukan tanah di daerah penelitian dipengaruhi oleh bahan induk vulkanik, sehingga terbentuk tanah yang didominasi oleh lapukan batuan dan material vulkanik.

Kondisi kependudukan dan sanitasi

Berdasarkan pembagian administrasi, daerah penelitian termasuk dalam beberapa wilayah, yaitu Kecamatan Depok, Gamping dan Mlati di Kabupaten Sleman, seluruh wilayah Kota Yogyakarta, Kecamatan Banguntapan, Kasihan dan Sewon di Kabupaten Bantul. Berdasarkan distribusi kepadatan penduduk, dapat dibuat peta penyebaran nilai jumlah kepadatan penduduk di daerah penelitian. Secara umum, kondisi penyebaran penduduk menunjukkan bahwa kepadatan penduduk paling tinggi terdapat di wilayah Kota Yogyakarta atau di bagian tengah daerah penelitian, sedangkan daerah lainnya mempunyai kepadatan penduduk yang lebih rendah.

Sistem pengelolaan limbah di daerah penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu antara lain sistem limbah terpusat, sistem sanitasi individual, dan yang tanpa sanitasi. Sistem limbah terpusat ini, direncanakan pemerintah dapat melayani hingga kurang lebih 40% penduduk yang terdapat pada daerah penelitian, sedangkan pada keadaan sekarang sistem ini hanya melayani kurang lebih 20-30% penduduk dan melayani di wilayah Kota Yogyakarta secara umum, ditambah di beberapa daerah di Kecamatan Depok dan Banguntapan.

Data mengenai jaringan limbah terpusat dalam penelitian ini yang diperoleh tahun 2012, jika dibandingkan pada waktu sebelumnya tahun 1999 (Budianta, 2000), telah terjadi penambahan pemasangan jaringan limbah terutama di Kecamatan Depok dan Banguntapan, serta Sewon. Pada penelitian ini juga dilakukan pengukuran jarak sumur yang dipakai untuk mengambil sampel airtanah dengan lokasi pembuangan limbah terdekat, terutama septik tank.

Kandungan bakteri coli pada airtanah di daerah penelitian

Hasil analisis dari 31 sampel air sumur yang tersebar secara merata di seluruh daerah penelitian, menunjukkan bahwa semua sampel telah tercemar oleh bakteri coli dengan kandungan yang berbeda-beda, dengan nilai minimal 1,8 dan maksimum >1600 MPN/100 ml, denan nilai rata-rata sebesar 985.5 MPN/100 ml, dan standar deviasi sebesar 687.7 MPN/100 ml. Penyebaran kandungan bakteri coli di daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. Peta pada gambar 4 menunjukkan bahwa penyebaran kandungan bakteri coli bersifat acak dan tidak memiliki pola tertentu (Gambar 1). Namun, jika dilihat dari peta tumpang susun kandungan bakteri coli dengan peta kontur muka airtanah, terlihat bahwa penyebaran yang mengikuti arah aliran airtanah yaitu pada bagian tengah peta, semakin ke selatan terlihat semakin meningkat jumlah kandungan bakteri coli (Gambar 2).

(5)

449

Gambar 1. Peta penyebaran kandungan bakteri coli di daerah penelitian

Pada bagian utara peta hal tersebut tidak terjadi, hal ini bisa disebabkan faktor lokal seperti variasi litologi maupun pembuangan limbah setempat. Pada peta tumpang susun antara peta penyebaran kandungan bakteri coli dengan peta kedalaman airtanah menunjukkan bahwa semakin dangkal airtanah pada daerah tersebut, jumlah bakteri coli semakin meningkat. Peningkatan jumlah bakteri tersebut dapat terjadi karena apabila semakin dekat dengan permukaan maka airtanah tersebut dapat dengan mudahnya terkontaminasi oleh pencemar dari luar airtanah (Gambar 2).

Peta tumpang susun antara peta penyebaran kandungan bakteri coli dengan peta tanah, menunjukkan bahwa pada daerah selatan terlihat lebih banyak jumlah kandungan bakteri coli pada airtanah di daerah tersebut. Daerah ini memiliki karakteristik tanah berupa kandungan material yang lanau-lempung yang lebih besar jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal tersebut diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat kandungan bakteri coli dalam airtanah di daerah tersebut. Ukuran diameter bakteri adalah dibawah 50µm, sedangkan ukuran lempung-lanau juga kurang dari 50µm. Apabila pada suatu daerah dengan tanah mengandung material

(6)

450

berukuran lempung-lanau yang signifikan, maka material yang berukuran lempung-lanau tersebut dapat mempengaruhi keberadaan bakteri karena tidak semuanya dapat menembus pori-pori batuan. Pada bagian utara peta tidak menunjukkan keadaan yang sama, terjadi anomali apabila di hubungkan dengan peta tanah, hal ini dapat terjadi kemungkinan dikarenakan faktor lokal seperti kedalaman tanah di daerah tersebut (Gambar 2).

Gambar 2. Tumpang susun kandungan bakteri coli peta dengan peta aliran airtanah, kedalaman muka airtanah, jenis tanah

Peta tumpang susun antara peta penyebaran kandungan bakteri coli dengan peta kepadatan penduduk tidak menunjukkan pola yang seharusnya, dimana pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi, tidak diikuti pola penyebaran bakteri coli yang tinggi pula, dimana limbah yang dihasilkan juga akan lebih banyak (Gambar 3). Hal ini bisa terjadi

(7)

451

mungkin disebabkan karena adanya system pembuangan limbah terpusat yang terpasang di daerah tersebut.

Gambar 3. Tumpang susun peta kandungan bakteri coli peta dengan peta kepadatan penduduk dan jaringan limbah

Peta tumpang susun antara peta kandungan bakteri coli dengan peta jenis sistem sanitasi limbah menunjukkan bahwa pada tengah daerah penelitian, terdapat jaringan limbah sistem terpusat, didukung dengan keadaan bahwa pada daerah tersebut memiliki jumlah kandungan bakteri coli yang lebih kecil jika dibanding kan dengan daerah sekitarnya. Di bagian utara dan barat-selatan daerah penelitian, terlihat memiliki tingkat kandungan bakteri coli yang lebih tinggi, dan pada daerah tersebut terlihat semakin menjauh dari jaringan pembuangan limbah terpusat (Gambar 3).

(8)

452

Secara umum, penyebaran kandungan bakteri coli pada airtanah di daerah penelitian, jika dibandingkan dengan peneliti di waktu sebelumnya (Budianta, 2000), menunjukkan adanya penurukan kandungan bakteri coli pada airtanah di daerah penelitian, terutama adanya penambahan jaringan sistem limbah terpusat di daerah penelitian.

Hasil analisis statistik, yang pertama untuk analisis cluster, pada daerah penelitian, dapat dibagi menjadi dua cluster, dimana pada dua cluster berdasarkan nilai kandungan bakteri coli. Setelah pengelompokkan tersebut, dilakukan pembagian atau pengelompokkan berdasarkan letak titik pengambilan sampel. Pembagian titik pengambilan sampel berdasarkan letaknya termasuk dalam daerah urban dan daerah rural. Pembagian ini berdasarkan lokasi dimana daerah yang di dalam jalan lingkar termasuk daerah urban, sedangkan daerah diluar jalan lingkar diasumsikan sebagai daerah rural.

Tabel 1. Pembagian cluster di daerah penelitian

Cluster Group Total

1 2 Area Urban Count 10 10 20 % within area 50.0% 50.0% 100.0% Rural Count 2 9 11 % within area 18.2% 81.8% 100.0% Total Count 12 19 31 % within area 38.7% 61.3% 100.0%

Tabel 1 menunjukkan pembagian cluster I dan cluster II untuk daerah urban dan rural, dimana cluster I diasumsikan mempunyai kualitas airtanah yang lebih buruk dibandingkan dengan cluster II. Interpretasi dari hasil analisis ini menunjukkan bahwa pada daerah urban mempunyai nilai cluster I sebesar 50% dan pada cluster II sebesar 50%. Pada daerah rural cluster I mempunyai nilai cluster I sebesar 18.2% dan pada cluster II sebesar 81,8% dimana cluster II menunjukkan keadaan kualitas airtanah yang kurang baik. Hal ini dapat dinterpertasikan dimana keadaan airtanah yang kurang baik masih cukup banyak terdapat pada daerah urban, jika dibandingkan dengan daerah rural yang mempunyai keadaan airtanah yang lebih baik.Hal tersebut dapat dijelaskan meskipun pada daerah perkotaan telah memiliki sistem sanitasi yang memadai, tetapi mungkin dikarenakan adanya kebocoran pada sistem sanitasi ataupun masih terdapat penduduk pada daerah perkotaan tersebut yang belum memiliki akses ke jaringan limbah terpusat karena beberapa faktor lain.

Tabel 2. Hasil final analisis faktor di daerah penelitian Component

1

Gradien Muka Airtanah .834

Kedalaman Airtanah .860

Kecepatan Airtanah .706

Sistem Pembuangan Limbah -.628

Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 1 components extracted.

Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis faktor, dimana pada analisis ini mencoba menemukan faktor yang diperkirakan mempengaruhi kandungan bakteri coli pada airtanah di daerah penelitian secara kuantitatif. Untuk mendatkan hasil dari analisa faktor untuk variabel kondisi hidrogeologi dan sanitasi lingkungan, dilakukan dengan menggunakan Bartlett test. Setalah dilakukan tiga kali reduksi variabel, yaitu variabel yang termasuk dalam Measures of

(9)

453

Sampling Adequacy (MSA) dengan nilai dibawah 0.5 dihilangkan, hasil akhir dari reduksi antar variable ditunjukkan pada tabel 2.

Berdasarkan hasil akhir yang ditunjukkan oleh tabel 2, terdapat 1 faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat kandungan bakteri coli, dengan terdapat empat variabel di dalamnya. Empat variabel tersebut meliputi gradien muka airtanah, kedalaman airtanah, kecepatan aliran airtanah, dan jenis pembuangan limbah. Variabel lain yaitu tipe tanah dan tingkat kepadatan penduduk telah di reduksi atau dihilangkan karena pengaruhnya dalam analisa ini terhadap tingkat kandungan bakteri coli kurang signifikan.

Hasil analisis faktor ini mendukung hasil analisis keruangan, seperti dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Dalam analisis faktor, variable hidrogeologi yang dianggap berpengaruh adalah gradient muka airtanah, kedalaman airtanah, kecepatan aliran airtanah, hal ini dapat dijelaskan bahwa daerah penelitian mempunyai karakteristik akuifer dengan nilai K yang cukup tinggi, sehingga sangat memungkinkan terjadinya penyebaran bakteri coli dengan cepat.

Untuk variable sanitasi lingkungan, disebutkan variabel yang dominan berpengaruh adalah variabel jenis pembuangan limbah. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa dengan menggunakan sistem pembuangan limbah indivisual atau septik tank, akan semakin besar pula potensi airanah pada sumur tersebut untuk tercemar bakteri coli. Sedangkan variabel kepadatan penduduk tidak berpengaruh, seperti pada penjelasan analisis keruangan, kondisi penduduk yang padat tidak berpengaruh untuk meningkatkan kandungan bakteri coli pada airtanah, karena adanya jaringan limbah terpusat yang terpasang di daerah ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dihasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Semua sampel airtanah di daerah penelitian menunjukkan bahwa semua sampel telah tercemar oleh bakteri coli dengan jumlah kandungan yang bervariasi.

2. Hasil analisis keruangan menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kandungan bakteri coli adalah variabel muka airtanah, kedalaman airtanah, tipe tanah, dan sistem pembuangan limbah. Variabel yang tidak begitu memiliki pengaruh terhadap jumlah kandungan bakteri coli adalah tingkat kepadatan penduduk.

3. Berdasarkan analisis statistik, untuk analisis cluster, daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua cluster, dimana cluster I memiliki keadaan airtanah yang lebih baik apabila dibandingkan dengan keadaan airtanah pada cluster II. Sedangkan hasil dari analisis faktor, menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi tingkat kandungan bakteri coli hanya terdiri atas empat variabel, yaitu meliputi gradien muka airtanah, kedalaman airtanah, kecepatan aliran airtanah, dan jenis pembuangan limbah.

DAFTAR PUSTAKA

Bitton, G., Gerba, C. P., 1994, Groundwater Pollution Microbiology, Krieger Publishing Company

Badan Pusat Statistik (BPS), 2011, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka, BPS Yogyakarta

Budianta, W., 2001, Pengaruh Kondisi Hidrogeologgi dan Sanitasi Lingkungan terhadap

Kandungan Bakteri Coli pada Airtanah Dangkal di Kotamadya Yogyakarta dan Sekitarnya, Skripsi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

(10)

454

Budianta, W., Arcilla, C. A., Peralta, G, L., 2002, Groundwater Contamination and

Effectiveness of Anthropogenic Intervention: Statistical Evidence from Yogyakarta City, Indonesia, Asia Oceania Geoscience (AOGS) Conference, Singapore.

Gunawan, D., H., 2010, Pengaruh Jaringan sistem Limbah Komunal terhadap Penyebaran

Bakteri Coli Faeces pada air tanah dangkal di daerah Sambirejo, Kelurahan Prenggan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, Skripsi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Hendrayana, H, 1993, Hydrogeologie Und Grundwassergewinnung Im Yogyakarta – Becken,

Indonesien, RWTH Aachen University, Germany

Jamieson, R.C., Gordon, R.J., Sharples, K.E., Stratton, G.W., dan Madani, A., 2002,

Movement and Persistence of Fecal Bacteria in Agricultural Soils and Subsurface Drainage Water: A Review, Department of Engineering and Department of

Environmental Sciences, Nova Scotia Agricultural College, Canada

Lawrence, A.R., Macdonald, D.M.J., Howard, A.G., Barret, M.H., Pedley, S., Ahmed, K.M., Nabulega, M., 2001, Guidelines for Assessing the Risk to Groundwater from On-site

Sanitation, British Geological Survey Commissioned Report CR/01/142, British

Geological Survey Keyworth, Department for International Development, Nottingham Mulyani, M. C., 2007, Pengaruh Jaringan sistem Limbah Komunal terhadap Bakteri Coli

pada Airtanah dangkal di daerah Sindurejan - Surya wijayan Kota Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Skripsi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas

Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Macler, B. A, and Merkle, J. C., 2000, Current knowledge on groundwater microbial

pathogens and their control, Hydrogeology Journal, Volume 8, Issue 1, pp 29-40

Putra, D.P.E., 2007, Evolution of Groundwater Chemistry on Shallow Aquifer of Yogyakarta

City Urban Area, dalam Journal of Southeast Asian Applied Geology, Vol. 3 No.2, hal.

116-124, AUN Seed Net-JICA

Prehatin, D., L., 2009, Studi Kandungan Bakteri Coli Feces pada Airtanah Dangkal di

Daerah Cokrodiningratan Kecamatan Jetis Yogyakarta, Skripsi, Jurusan Teknik

Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta

Skala 1:100.000, Pusat Survey Geologi, Ditjen Geologi Sumberdaya Mineral,

Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung

Saputra, M, 2007, Studi Kandungan bakteri Coli pada Airtanah Dangkal di Daerah bantul

bagian Timur, Skripsi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah

Mada.

Sir M. Mac Donald and Partners, 1984, Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study

vol.3: Groundwater, Yogyakarta, Directorate General of Water Resources

Development, Groundwater Development Project

Winastu, H., 2006, Studi Kandungan Bakteri Coli pada Airtanah Dangkal di Daerah

Kabupaten Bantul bagian Barat, Skripsi, Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik,

Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta Urban Development Project (YUDP), 1994, Studi Kualitas Air Tanah Dangkal

Wilayah Perkotaan Yogyakarta.

Tribun Jogja, 28 Januari 2011 Republika, 21 November 2011

Gambar

Gambar 1. Peta penyebaran kandungan bakteri coli di daerah penelitian
Gambar 2. Tumpang susun kandungan bakteri coli peta dengan peta aliran airtanah,  kedalaman muka airtanah, jenis tanah
Gambar 3. Tumpang susun peta kandungan bakteri coli peta dengan   peta kepadatan penduduk dan jaringan limbah
Tabel 1. Pembagian cluster di daerah penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang tersebut maka penulis mencoba melakukan penelitian pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Tukdana Kabupaten Indramayu dengan judul : Pengaruh Dukungan Orang Tua

Bertaqwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-nya.” Skripsi merupakan karya tulis ilmiah yang dilindungi oleh hak cipta, maka dalam hukum Islam Wahbah

Sebelum memulai proses pemeliharaan, biasanya pada akhir tahun, manajer perusahaan akan membuat suatu rencanca kerja untuk satu tahun kedepan, rencana kerja tersebut dibuat

[r]

Anda dapat membuat hasil cetak berwarna yang akurat menggunakan Color Center [Pusat Warna] untuk mengkalibrasi printer, membuat dan menginstal profil warna kustom ICC, dan

Pekerja mebel dapat mencegah penurunan Hb dalam darah yang dapat mengakibatkan gangguan anemia dengan mengontrol sumber paparan bahan kimia (benzena) dan logam berat

Akan tetapi, bagi mahasiswa yang menganggap ada nilai yang tidak akurat, maka diperbolehkan untuk menghubungi dosen pengasuh mata kuliah dengan menyertakan alasan dalam waktu

Hasil dari penelitian yang merupakan sebuah teknologi terapan yang akan dipergunakan sebagai media promosi hasil industri kulit di Kabupaten Magetan, sehingga dapat memperluas